Papa Maya telah meninggal. Mamanya cantik dan seksi karena keturunan 
Italy-Medan, walaupun sudah berumur 36 tahun saat sedang memperkenalkan 
calon Papa Maya yang umurnya baru 29 tahun, cakep dan kaya. Anak 
pertamanya bernama Rina baru kelas 2 SMA dengan tinggi 165 berwajah 
cantik dan berkulit putih bersih, dan Maya dalam usianya yang ke 15, 
masih duduk di kelas 3 SMP, walaupun tidak secantik Rina tapi wajahnya 
oval, sangat manis dengan tubuh yang sangat seksi. Sedangkan yang 
terkecil bernama Lita kelas 1 SMP, masih sangat kekanak-kanakan.
Frans,
 calon Papa tersebut adalah orang yang sangat mengasyikkan dan baik 
hati, sehingga Maya dan saudaranya tidak keberatan dengan pilihan 
Mamanya. Suasana keluarga begitu nyaman setelah 3 bulan pernikahan Mama 
mereka. Lita yang paling bungsu begitu dekat dan lekat dengan Frans, 
seakan memang Papa kandungnya.
Suatu hari Sabtu yang takkan 
dilupakan, Maya pulang pagi karena ada rapat sekolah. Di rumah biasanya 
cuma ada Rina yang masuk sekolah siang, jadi Maya yang kecapekan setelah
 pelajaran olah raga langsung masuk kamarnya di lantai 2. Selang 
beberapa saat Maya merasa haus dan saat mengambil minum dia baru sadar 
kalau dia tidak melihat Rina. Maya ke kamar Rina untuk melihat 
keberadaan Rina, namun sebelum mengetuk pintu dia tertegun mendengar 
suara asing dari kamar Rina. Penasaran, Maya mengambil kursi dan 
mengintip dari lubang angin di atas pintu kamar Rina. Dilihatnya Rina 
dan seorang cowok yang tampaknya adalah pacar Rina sedang bergurau 
layaknya orang bergulat.
Mereka tertawa cekikikan saling 
menggelitik, namun tiba-tiba tawa mereka berhenti saat cowok itu 
mengecup bibir Rina pelan. Rina yang terkejut hanya memandang sesaat 
kemudian membalas lembut. Mendapat reaksi tersebut sang cowok 
melancarkan ciuman mautnya sampai Rina mendesah, membalas perlakuan 
lidah cowoknya yang menari dalam rongga mulutnya. Saat si cowok mengecup
 leher jenjang Rina, perlahan Maya melihat tangan si cowok mengusap dada
 Rina perlahan dan meremas lembut.
Rina tampak semakin bernafsu 
dan tak keberatan saat tangan si cowok menelusup ke dalam kaosnya dan 
meremas lebih keras payudara Rina yang ranum, bahkan desahan Rina 
semakin panjang. Mulut Rina terpekik lirih ketika kaosnya terangkat, 
ternyata kaitan branya sudah lepas sehingga dua bukit itu terpampang 
dengan indahnya, dan mulut cowoknya pun menjilati puting susunya 
bergantian. Sambil menjilati, tangan si cowok ganti berpindah mengelus 
paha Rina yang tertutup kulot selutut, menyingkap kulot sepangkal paha 
tersebut sehingga memamerkan paha putih mulus Rina. Sedangkan tangan 
Rina mengangkat kaos cowoknya dan membelai dada cowok itu dengan penuh 
nafsu. Namun tiba-tiba Rina memegang "adek" si cowok lalu dengan isyarat
 Rina meminta cowoknya rebahan. Rina membuka ritsluiting celana panjang 
si cowok dan mulai mengulum kemaluannya yang tiba-tiba tegak mengacung 
keluar, maju mundur dan sesekali menjilati ujung kemaluan cowoknya 
sampai cowoknya mendesah kenikmatan.
Kaki Maya masih bergetar tak
 mengerti ketika melihat cairan putih keluar dari kemaluan cowok Rina 
dan menumpahi muka Rina, membuat cowok Rina tampak tegang. Lalu dengan 
hati-hati Maya turun dari kursi dan mengembalikan kursi ke tempatnya, 
lalu berlari kecil menuju kamarnya. Usai menutup pintu masih terbayang 
kenikmatan kakak dan pacarnya saat bercumbu. Perlahan tangannya masuk ke
 dalam celana dalam dan menggosok kemaluannya perlahan, Maya tetap tidak
 mengerti mengapa tampak begitu nikmat. Sampai akhirnya Maya tertidur.
Ketukan
 di pintu membangunkan Maya, ternyata hari telah sore dan Mama 
membangunkannya untuk mandi. Karena masih shock dengan kejadian tadi 
pagi, Maya minta ijin untuk menginap di rumah Inge, teman akrabnya. Mama
 mengijinkan asal jangan sampai minggu sore, takut mengganggu belajar 
untuk hari Senin. Maya menyanggupi dan berangkat dengan taksi tanpa 
menelpon Inge karena sudah terbiasa menginap di sana.
Rumah Inge 
cukup besar, tetapi bonyoknya (orangtuanya) jarang ada di rumah dengan 
kesibukan masing-masing. Saat kaki Maya melangkah masuk, dia sempat 
terheran dengan sebuah mobil jip yang terparkir di halaman rumah Inge. 
Setelah menekan bel, Inge keluar dengan muka surprise.
"Kebetulan sekali, ada beberapa temanku yang akan menginap di sini. Ayo masuk, kuperkenalkan," tukas Inge cepat.
"Bonyokmu?" Tanya Maya, yang dijawab Inge dengan mengangkat bahu, lagi-lagi bepergian.
Maya
 melangkah masuk dan diperkenalkan dengan 3 cowok dan 2 cewek. 2 cowok, 
Robby dan Jody, sudah kelas 2 SMA, sedangkan Andhy adalah teman sekelas 
Inge. Inge dan Maya adalah teman SD, tapi SMP mereka terpisah. 2 cewek 
yang lain, Adri dan Shinta, adalah teman sekelas Inge juga. Bertujuh 
mereka bercanda sambil sesekali makan snack yang disediakan Inge. 
Menjelang tengah malam, Inge mengajak mereka ke ruang tengah dan 
mengeluarkan sebotol sampanye milik Papanya, ternyata dalam rangka 
jadiannya dengan Andhy. Maya menolak minum untuk kedua kalinya saat 
tenggorokannya terasa terbakar, Inge hanya tertawa sambil memeluk Andhy.
 Namun begitu teringat pada kejadian di rumah, Maya menenggak beberapa 
teguk sampai kepalanya pusing. Dan Maya pun tergeletak, saat lamat-lamat
 dia mendengar suara house musik membahana. Pasti kerjaan Inge, 
pikirnya. Inge memang korban kurang perhatian, apalagi dia anak tunggal.
Entah
 berapa lama dia tak sadar saat tiba-tiba perutnya mual dan muntah tepat
 di bawah sofa. Lampu ruang tengah telah berganti temaram, namun dia 
sempat melihat Inge dan Andhy berpelukan tanpa baju sehelaipun di lantai
 dengan kemaluan melekat erat dan wajah puas. Maya tertegun. Oh tidak 
lagi, pikirnya. Dengan dipaksakan dia berjalan menuju kamar Inge, namun 
sampai di pintu bukanlah pemandangan yang diharapkan. Tampak Shinta 
telentang telanjang merintih dan mendesah dengan separuh badan di atas 
tempat tidur sedang Robby tampak sedang berusaha memasukkan kemaluannya 
ke lubang vagina Shinta yang tampak kecil. Suara Shinta terpekik 
kesakitan saat tiba-tiba Robby mendorong masuk, menyobek selakangan 
Shinta sampai berdarah, lalu meneriknya keluar perlahan-lahan.
Sesaat
 tadi Maya melihat Shinta kesakitan, tetapi semenit kemudian yang 
dilihat justru Shinta mendekap Robby erat sambil mendesah keenakan. 
Goyangan-goyangan mereka menggugah nafsu Maya, sehingga Maya berbalik 
dan mencoba melangkah ke kamar utama, pikirannya berharap semoga dia 
tidak melihat satu pasang yang lain bercumbu, Jody dan Adri. Dan Maya 
pun menghela nafas lega saat dilihatnya Adri terkapar mabuk di sudut 
ruangan yang ia lewati. Maya memasuki kamar utama dan akan melempar 
tubuhnya ke atas tempat tidur ketika tiba-tiba ia ingin muntah lagi dan 
bergegas menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.
Setelah 
muntah untuk kesekian kalinya, Maya mendengar siraman di WC dan baru 
sadar bahwa Jody sedang memandangnya dari atas WC, rupanya ia sakit 
perut. Kaki Maya tertahan melangkah ke luar saat tangan Jody memeluk 
dari belakang dan mencium lehernya. Maya ingin berontak, tapi rasa 
penasaran dan perasaan yang timbul akibat ciuman Jody membuatnya malah 
memejamkan mata. Tangan Jody dengan sangat bernafsu meremas dada Maya 
dari belakang, lalu menarik kaos Maya keluar dari kepalanya. Lunglai 
rasanya kaki Maya saat tangan Jody juga melepas bra dan meremas payudara
 yang belum tumbuh sempurna dengan leluasa. Disela kenikmatan yang Maya 
rasakan dia merasa ada tonjolan menusuk pantatnya, bagian bawah tubuh 
Jody telanjang!
Maya terkejut saat Jody menggendongnya keluar 
dari kamar mandi dengan mulut yang menghisap-hisap payudaranya 
bergantian, kanan kiri. Benar-benar suatu kenikmatan bagi Maya, 
membuatnya tak sadar saat Jody merebahkannya ke tempat tidur dan membuka
 celana dan CDnya tanpa melepas hisapan di dada Maya. Sesaat Jody 
melepas ciumannya dan membuka kaosnya sendiri, dan Maya pun melihat 
kemaluan Jody yang tegak lurus, membuat Maya ingin memegang. Jody 
memejamkan mata ketika Maya memegang adeknya dan mengecupnya lembut, 
lalu Jody membalikkan tubuh sehingga mereka melakukan posisi 69.
"Mmmngh,
 trus Jod.. enak..!", desah Maya tak tertahan. Jody semakin mencium 
vagina Maya, mencari klitoris Maya dan menjilatinya bernafsu. Maya 
semakin belingsatan dan mengocok kemaluan Jody sambil menghisapnya 
membuat Jody mengerang.
"Aaahh, aku pe..ngen.., aahh..", pekik Maya 
saat merasakan ada dorongan kenikmatan yang kuat ingin keluar dari 
lubang kemaluannya, Maya orgasme sembari menyedot "adek" Jody 
keras-keras yang ternyata juga menyebabkan Jody mengeluarkan sperma 
mengisi penuh mulut Maya. Maya yang sedang orgasme tidak 
mempedulikannya, terus menggelinjang sampai beban itu terlepaskan.
Maya
 terbangun ketika ada sinar matahari yang masuk dalam kamar. Sudah jam 1
 siang, dilihatnya Jody mendengkur keras disisi ranjang yang lain dengan
 telanjang bulat. Cepat-cepat dia bangun dan berpakaian, setelah itu dia
 keluar kamar dan melihat Inge dan Andhy tetap berpelukan dang posisi 
yang berbeda, mungkin mereka melanjutkan kembali. Setelah merapikan 
diri, Maya bergegas menelpon taksi dari HP-nya seraya bersyukur tidak 
kehilangan kehormatannya.
Saat di dalam taksi dia menerima SMS 
bahwa Rina dan Lita sedang ada di Mall dan mengajaknya, namun Maya malas
 mana badan terasa hancur. Sampai di rumah dalam keadaan terkunci, Maya 
membuka pintu dari kunci yang terletak di tempat tertentu, kemudian 
mandi menyegarkan tubuh dan mengisi perutnya yang keroncongan. Setelah 
mengunci pintu, Maya masuk kamar berniat melanjutkan tidur. Namun belum 
sempat matanya terpejam, didengarnya mobil Papa barunya datang. 
Tampaknya hanya berdua dengan Mama sebab tidak terdengar suara Kakak dan
 Adiknya.
Tiba-tiba suara hening sekali membuat Maya curiga dan 
keluar dari kamar, menuruni anak tangga yang kedua dan Maya langsung 
menunduk menyembunyikan badan ketika didengar langkah berat menuju ke 
arahnya, dilihatnya Mama berciuman sambil membuka pakaian Frans yang 
kemudian dibalas oleh Frans dengan melucuti pakaian Mama. Maya tak bisa 
bergerak bersembunyi di balik pagar tangga karena mereka berada tepat 
dibawahnya.
"Masih mau lagi..?", suara Mama terdengar menggoda. 
"Aaaw..!", jerit Mama kemudian saat Frans menjawab dengan jilatan di 
selangkangan Mama. Mama tak bisa berdiri dan menjatuhkan diri di sofa, 
mendesah dan menjerit pelan sambil meremas susunya sendiri. Maya 
terbelalak melihat ukuran kemaluan Papa barunya yang sangat besar, 
hampir 20 cm, dan mencabik vagina Mamanya dengan suara decak yang keras.
 Desahan dan erangan keduanya silih berganti, berganti posisi dengan 
gaya hewan, sambil berdiri, dengan mulut sama-sama ternganga nikmat. 
Maya terpana melihat keduanya, walaupun capek mau tak mau perasaan aneh 
itu muncul lagi. Maya ingin tidak melihat tapi ini jauh lebih seru dari 
yang telah ia lihat. Tiba-tiba terdengar jeritan mereka bersamaan 
membuyarkan lamunan Maya, dan Maya melihat keduanya roboh tak bertenaga.
 Cepat-cepat Maya beranjak tak bersuara, dan entah perasaannya atau 
tidak, dia sempat melihat Frans mengedipkan mata kepadanya.
Seminggu
 setelah itu Maya masih mencoba melupakan setelah Inge merengek-rengek 
minta maaf karena Maya merasa di jebak. Namun Maya menganggap semuanya 
udah lewat dan dia berbaikan lagi dengan Inge. Maya pun mengajak Inge 
untuk menginap di rumahnya sekedar untuk menghibur diri, Inge bersedia.
Sore
 hari Inge datang dengan membawa berbagai macam coklat kesenangan Maya, 
sesaat sebelum Frans datang. Frans masuk rumah dan sempat melirik Inge 
yang memakai celana pendek dan kaos U can C, apalagi Inge menghormat 
sambil menunduk menampakkan belahan dadanya.
"Baru pulang kantor, Om?" Tanya Inge berbasa-basi.
"Nggak. Ntar balik lagi, hanya ambil barang Mamanya Maya, dia harus ke luar kota 2-3 hari."
"Lho Papa nggak ikut?" Tanya Maya.
"Nggak, Papa lagi ada proyek yang nggak bisa ditinggalin." Jawab Frans sambil tersenyum masuk kamar.
"Papamu cakep, aku mau.." bisik Inge, langsung dibalas cubitan oleh Maya.
Jam
 sepuluh malam Maya tidak dapat menahan kantuknya, tapi Inge masih ingin
 nonton TV jadi Maya tidur naik ke lantai 2 untuk tidur duluan. Rina dan
 Lita sudah tidur dari tadi. Hampir tengah malam saat Frans datang dan 
membuka pintu, dilihatnya Inge lagi asyik menonton TV sambil tengkurap, 
memperlihatkan paha putih mulus di bawah celana pendeknya dan bentuk 
pantat yang indah.
"Belum tidur?" Tanya Frans.
"Eh, Om, belum 
nih lagi seru filmnya," jawab Inge hanya menoleh sebentar tanpa merubah 
posisi nonton. Frans masuk kamar berganti piyama lalu kembali ke ruang 
TV, melihat tubuh gadis 15 thn tengkurap tanpa beban.
"Bagus ya?" Tanya Frans sambil duduk di sebelah kaki Inge dan memandang lekat punggung Inge mencari siluet tali bra, tak ada.
"Drama sih, tapi kadung tahu ceritanya," jawab Inge tanpa menoleh.
"Kecil-kecil kok nonton begituan," goda Frans saat ada adegan making love sesaat.
"Kita udah ngerti lagi. Biasa Om, anak sekarang," lagi-lagi Inge cuek.
Tiba-tiba
 Frans merasa pantat Inge sedikit bergesek ke kiri dan kekanan, lalu 
Frans sadar bahwa Inge terbawa suasana adegan film yang memang 
seharusnya gak layak ditonton seumuran Inge. Sedikit lagi, pikir Frans. 
Frans berdiri mengambil soft drink dan kembali duduk di sebelah Inge, 
lalu pura-pura tak sengaja minuman sedikit tumpah ke paha Inge sehingga 
Inge kaget dan hendak bangun.
"Ups, maafin Om. Udah tetap tiduran
 aja, Om bersihkan," sahut Frans cepat-cepat dan menahan tubuh Inge agar
 tetap tiduran. Inge kembali keposisinya, membiarkan Frans mengusap 
ceceran soft drink di pahanya. Tangan Frans membersihkan ceceran dengan 
lembut, lama-kelamaan menjadi belaian yang semakin naik menuju pangkal 
paha. Inge menggeliat geli tapi membiarkan tangan Frans membelai.
"Om.." Seru Inge tiba-tiba ketika dirasakan lidah Frans menjilati pahanya geli.
"Biar gak lengket," jawab Frans singkat sambil meneruskan jilatannya.
Inge
 merasakan geli kenikmatan, kepalanya tidak lagi mendongak menonton tapi
 menunduk mendesah. Tangan Frans membelai-belai pantat Inge sementara 
lidahnya menjilati paha Inge. Sedikit pantatnya dia angkat ketika Frans 
memeloroti celana pendeknya, meneruskan lidah menuju pantat Inge. "Ah..,
 Om.." desah Inge saat lidah Frans bermain di permukaan vaginanya yang 
masih tertutup celana dalam. Jari jempol Frans memijit-mijit bagian 
depan vagina Inge, merasakan nafsu Inge yang semakin besar membuat 
vaginanya semakin basah. Frans membalikkan tubuh Inge menjadi telentang 
dan menjilati klitoris Inge sementara tangannya bergerak ke dalam kaos 
buntung Inge meremas payudara bersamaan. "Om.. Geli.. Enak.." Inge 
sesekali menggelinjang. Frans mendudukkan Inge dan melepas kaos Inge 
sehingga telanjang bulat, mengangkat tubuh Inge jongkok ke pangkuannya 
dan menjilati payudara Inge. Kemaluan Frans menyembul di belahan 
piyamanya, menyentuh kulit vagina Inge dan Inge bergerak maju mundur 
menggesek-gesek. "Om, masukin.." Pinta Inge memelas.
Tanpa 
melepas kuluman di puting Inge, tangan Frans membuka tali piyamanya 
sehingga bagian depan tubuhnya terbuka. Tangan Inge menjamah kemaluan 
Frans dan menuntun menuju lobang kemaluannya, dan bless.. kemaluan Frans
 masuk pelan-pelan saat Inge menekan. Mulut Inge ternganga merasakan 
besarnya kemaluan Frans, sedkit tekanan hanya separuh kemaluan Frans 
yang dapat masuk. Inge mengangkat pantatnya dan menekannya kembali 
berulang-ulang sambil bergoyang sampai kemaluan Frans bersisa sedikit 
yang tidak masuk. Frans merasakan kenikmatan jepitan vagina Inge dan 
mempercepat kocokannya. Inge memeluk Frans dan menekan kuat-kuat sebelum
 akhirnya menjerit tertahan pertanda orgasme.
Tubuh Inge 
berkelojotan di atas tubuh Frans yang menikmati orgasme Inge. Lalu Frans
 mengocok lagi walaupun Inge masih belum sadar dari orgasmenya. Saat 
Inge membuka mata, Frans tersenyum, lalu Inge menundukkan kepala dan 
mulai mengulum kemaluan Frans. Frans memejamkan mata menikmati kuluman 
Inge, dijilati sampai ke testis dan disedot dalam-dalam. Lalu Inge 
mengocok dengan mulutnya, dan Frans mengerang memuncratkan sperma ke 
leher dan dada Inge.
"Makasih Om, Inge suka," ujar Inge sambil 
mencium pipi Frans lalu memakai pakaian kembali dan naik ke lantai 2 
menuju kamar Maya. Frans masih terhenyak merasakan sisa-sisa kenikmatan 
dari sahabat anak tirinya. Namun tujuannya belum tercapai seluruhnya.
Maya
 terheran melihat Inge masih mendengkur padahal hari sudah siang, dia 
tidak mengira Inge talah menikmati Papa tirinya. 2 hari kemudian Maya 
ijin pulang dari sekolah karena gak enak badan. Ketika tiba di halaman 
rumahnya dia melihat cowok kakaknya keluar rumah dengan muka merah, 
pasti mereka sedang bertengkar. Maya tak suka mencampuri masalah orang 
lain, jadi dia cuek saja dan masuk ke dalam rumah. Saat Maya melewati 
kamar Rina didengarnya kakaknya menangis, namun langkahnya tertahan 
ketika ada suara lawan bicara Rina yang sangat dikenalnya, Frans.
"Sudahlah,
 cowok gak hanya dia. Biarkan saja, nanti juga kembali," suara Frans 
lagi-lagi terdengar. Maya tidak mengerti mengapa Frans tidak kerja, dan 
rasa penasaran Maya membuatnya melongok ke kamar Rina yang pintunya 
sedikit terbuka. Dilihatnya Rina memeluk Frans sambil menangis, kaosnya 
yang kedodoran tampak lusuh habis bertengkar, tampak tali bra hitam Rina
 terlihat. Frans balas memeluk sambil mengusap punggung Rina. Anak 
tirinya yang satu ini memang yang paling cantik, bulan depan berumur 17.
Dengan
 kaos kedodoran, Frans dapat mengintip belahan dada Rina yang montok, 
sekitar 34B. Paha putih Rina tampak membayang di balik kulot tipis yang 
sedikit tersingkap. Frans menahan nafsunya sambil terus mengusap 
punggung Rina, mengusap-usap di sekitar tali bra Rina dan seolah tanpa 
sengaja melepas kaitan branya. Rina tertegun saat tali branya lepas, 
bagaimanapun dia tadi sedang horny saat cowoknya kelepasan memanggil 
nama cewek lain. Lalu Rina memandang Frans lekat-lekat, mendekati wajah 
Frans dan menciumnya. Frans membalas ciuman Rina seolah sayang, tapi 
ketika bibir Rini berkutat semakin dalam, Frans membalasnya tanpa 
sungkan.
Tangan Frans tidak lagi mengusap punggung Rina dari 
luar, tapi sudah masuk ke dalam kaos Rina dan menyingkap kaos Rina ke 
atas lalu akhirnya menariknya hingga lepas. Rina hanya diam saja saat 
Frans mendorong tubuh Rina rebah di atas ranjang, membuka bra hitam Rina
 dan mulai mencium leher Rina sementara tangannya membelai dan meremas 
payudara indah Rina.
"Pa..," desah Rina keenakan. Frans terus 
menciumi dan menjilati leher Rina, lalu turun menuju belahan dadanya dan
 menggoda dengan jilatan-jilatan kecil di puting susu Rina sehingga Rina
 memeluk kepala Frans menekan ke dadanya.
Tangan Frans mulai 
menurunkan kulot dan celana dalam Rina sampai terlepas, kemudian 
membelai paha putih mulus Rina sampai pangkal paha. Rina membuka kemeja 
Frans, dan meremas tonjolan di celana Frans. Frans menghentikan 
ciumannya saat Rina membuka sabuk celananya dan memelorotkan celana 
panjang Frans. Lalu Rina membelai kemaluan Frans yang keras berotot di 
balik celana dalam, mengecup kepala kemaluan Frans yang mengintip di 
pinggiran celana dalam Frans sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya 
setelah membuka celana dalam Frans. Frans membelai rambut Rina seraya 
meremas payudaranya saat kepala Rina naik turun di selangkangan Frans. 
Sesekali Rina menjilati kemaluan yang semakin lama semakin membesar 
sampai tak cukup lagi Rina mengulum sampai pangkal.
Saat Rina 
berhenti melakukan aktifitasnya karena tergengah-engah dan mengambil 
nafas, Frans balas mulai menciumi vagina Rina yang masih perawan. 
Lidahnya mencari klitoris yang masih tersembunyi dan menjilatinya sampai
 Rina merintih-rintih. Sebuah daging kemerahan yang terlihat di belahan 
daging selakangan Rina dijilatinya, sedikit ditarik dengan bibirnya, 
sampai muncul sebuah lubang kecil tanda terangsangnya Rina di 
kemaluannya, dan Frans membelainya deng lidahnya sambil memasukkan ujung
 lidahnya. Rina menggelinjang tak keruan, keringat bercucuran namun 
kenikmatan terasa begitu menggoda.
"Aaahh.. Pa,.. A.. ku.., 
keluar..," erang Rina tiba-tiba menekan kepala Frans semakin dalam ke 
vaginanya dan menjepitnya dengan paha. Frans menarik sedikit klitoris 
Rina dengan bibir sehingga Rina merasakan orgasme yang cukup lama. Lalu 
Rina tergeletak lemas.
Frans bangun memandang keindahan gadis 17 
tahun yang sangat elok itu. Kedua kaki Rina dilebarkan sampai kemaluan 
Rina yang berwarna kemerahan sangat mengundang. Frans menempelkan ujung 
kemaluannya ke lobang kemaluan Rina dan menekan sedikit demi sedikit. 
"Auh.. Pa, sakiit..," jerit Rina tertahan saat kemaluan Frans mulai 
menerobos kemaluan Rina. Frans langsung menindih Rina, menciumi bibirnya
 dan meremas kedua payudara Rina namun tidak menggerakkan kemaluannya, 
setidaknya dengan ujung yang tepat Frans tinggal menekan saja setelah 
pas waktunya.
Rina mulai terhanyut kembali oleh cumbuan Frans dan
 mulai terangsang kembali. Sedikit demi sedikit justru Rina yang 
bergoyang memperlancar masuknya kemaluan Frans. Namun karena terlalu 
besar, hanya separuh kepala saja yang masuk. Dan Frans mulai menekan 
pelan-pelan, "Mmmphh..," jerit Rina tertahan bibir Frans saat Frans 
menekan kemaluannya menerobos selaput dara Rina, bless.. Frans 
mendiamkan sejenak, membiarkan Rina tenang dulu.
Rina mengerenyit
 menahan sakit, namun lidah Frans dimulutnya dan remasan di payudaranya 
mulai mengurangi rasa sakitnya. Setelah wajah Rina tampak tenang, Frans 
mengoccok sekali dan lagi-lagi Rina melenguh, baru setelah 4-5 kali 
kocokan Rina mulai terpejam tenang menikmati dan menggoyangkan pantatnya
 pelan-pelan. Frans menyodok pelan namun pasti, menembus semakin dalam 
sampai Rina mendesah panjang saat kemaluan Frans benar-benar tenggelam 
seluruhnya. Desahan-desahan dan erangan saling menyusul di antara 
keduanya, mencucurkan keringat sebesar butir jagung.
"Enak.., 
terusin.., lebih ce.. pat.." pinta Rina. Frans mempercepat kocokannya 
membuat Rina menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri kenikmatan, lalu 
memeluk Frans erat-erat dan menggigit dada Frans sambil berkelojotan.
Frans
 membalikkan tubuh Rina menjadi tengkurap, menciumi belakang leher Rina 
sambil mengelus payudara Rina dari belakang lalu ciuman Frans terus 
turun sampai ke pantat Rina. Frans mengangkat pantat Rina dan meletakkan
 guling di bawahnya lalu dengan posisi Rina yang tengkurap Frans mulai 
menembak lubang kemaluan Rina dari belakang.
Rina yang lemas 
hanya memejamkan mata menikmati terobosan kemaluan besar Frans, rasa 
sakit yang tadi dirasakannya telah berganti. Tak lama Rina terangsang 
kembali dan menggoyang serangan dari belakang itu, melenggak-lenggokkan 
pantat sampai Frans keenakan dan cepat-cepat menarik kemaluannya keluar 
lalu memuncratkan sperma di punggung Rina. Frans jatuh lemas sambil 
memeluk Rina, dan setelah istirahat Frans bercinta lagi dengan Rina 
habis-habisan dengan berbagai pose.
Maya sudah sejak tadi masuk 
kekamarnya. Walaupun dia shock karena melihat Papa Tirinya bercinta 
dengan kakaknya, Maya tak bisa memungkiri kalau dia juga terangsang. 
Namun rasa tak enak badan Maya akhirnya menang sehingga Maya jatuh 
tertidur. Maya jatuh sakit sudah dua hari tidak bangun dari tempat 
tidur. Ingatannya tentang Rina membuatnya malas bicara dengan kakaknya, 
walaupun Rina tetap tak berubah.
Pada hari ketiga sakitnya mulai 
membaik, panasnya sudah mendingan. Setelah makan malam, Maya memanggil 
Lita untuk diambilkan obat tapi yang muncul adalah Frans yang mengatakan
 bahwa yang lain sedang nonton TV. Karena Maya tetap dingin pada Frans, 
akhirnya Frans mengambilkan obat Maya dan menyuruhnya istirahat. Tengah 
malam, Frans memastikan semua tertidur terutama Maya yang telah ditukar 
obatnya oleh Frans dengan obat tidur. Frans berjinjit menuju kamar Maya 
dan mengunci dari dalam. Dilihatnya Maya tidur pulas, setengah 
selimutnya tersingkap menampakkan paha seksi di belahan piyama tidurnya.
Maya
 memang tidak secantik Rina, tapi tubuhnya yang bongsor mampu 
membangkitkan gairah lelaki manapun. Dengan rileks Frans membuka tali 
piyama Maya, membelai tubuh Maya yang masih tertutup bra dan celana 
dalam. Lekak-likuk kemaluan Maya terlihat di tengah kain celana 
dalamnya. Frans membuka bra dan celana dalam Maya sehingga telanjang, 
lalu dia juga membuka piyamanya dan berdiri telnjang dengan kemaluan 
mengacung. Frans naik ke tubuh Maya dan menciumi leher Maya, lalu turun 
ke payudara, ke paha, dan kembali ke pangkal paha sampai akhirnya ke 
kemaluan Maya yang begitu lembut, dengan bulu-bulu halus yang lembut.
Semua
 dilakukan Frans tanpa tergesa karena dia benar-benar ingin menikmati 
tubuh Maya. Ciumannya di kemaluan Maya membuat Maya sedikit bergerak 
tapi tidak bangun, sehingga pelan-pelan Frans mulai menjilati lubang 
kemaluan Maya. Maya mulai menggeliat saat Frans menjilati klitoris Maya 
yang merah muda, suatu refleks alam sadar atas rangsangan Frans. Frans 
menjilati sampai puas, sampai kemaluannya tegang berotot mengacung. 
Frans menempelkan ujung kemaluannya ke lubang kemaluan Maya dan mulai 
mendorong, sedikit demi sedikit kemaluan Frans masuk, dan Frans meringis
 nyeri karena kemaluannya terjepit rapat.
"Ooohh..," tiba-tiba 
Maya mendesah membuat Frans terdiam, terasa darah keperawanan Maya 
menetes mengalir menyentuh pangkal kemaluannya. Tapi begitu melihat mata
 Maya yang masih terpejam, Frans meneruskan usahanya mendorong-dorong. 
Dengan sedikit mengocok, kemaluan Frans masuk semakin dalam, dan Frans 
pun menikmati saat kemaluan Maya tampaknya sudah dapat menerima tamu 
asing yang menikmatkan, sehingga Frans mengocok kemaluan Maya sedikit 
keras. Beberapa saat tampak reaksi Maya ikut menggoyang, yang lama-lama 
menjadi terlihat Maya begitu menikmati walaupun matanya terpejam.
Maya
 sendiri sedang bermimpi bertemu Jody dan mengajaknya kencan di sebuah 
danau. Saat sedang berenang tiba-tiba Jody menciumi seluruh tubuhnya 
seperti di rumah Inge, membuat Maya terangsang hebat dan mengajak Jody 
bercinta. Ternyata bercinta begitu mengasikkan, sangat nikmat.
"Terusin
 Jod.. Ah, ee.., nak.. banget!" Frans terkejut mendengar ucapan Maya, 
tapi dia tak ambil pusing dan terus menggenjot kemaluan Maya yang sangat
 legit dan sempit. Frans malah tampak berusaha mengimbangi 
goyangan-goyangan Maya yang gila-gilaan, begitu nikmat, sampai Frans pun
 ingin segera mengeluarkan cairan yang mengisi penisnya.
Tiba-tiba
 saat Frans menekan untuk terakhir kalinya, Maya membuka mata. "Papa?? 
Oh.., enak.." dan mata Maya membelalak menyisakan putih tanpa bola mata 
bersamaan dengan orgasme Frans yang menyemprotkan ke dalam rahim Maya. 
Frans terdiam beberapa saat menunggu reaksi Maya, tapi Maya terlalu 
kelelahan dan justru memeluk Frans. Ketika Frans menarik diri dan 
memakaikan pakaian Maya setelah membersih darah keperawanan Maya, Maya 
sudah tertidur.
Esoknya Maya tak mengerti apakah semalam mimpi atau 
tidak, yang dia tahu sakitnya semakin parah. Lita menjadi teman 
satu-satunya dirumah karena Mamanya tetap sibuk dengan urusan kantor. 
Sore itu Lita bercerita banyak tentang sekolahnya dan teman-temannya. 
Lalu dia pamit pergi mandi saat didengarnya suara Frans memanggil. Lita 
berlari menghampiri Frans dan loncat ke gendongannya.
"Jadi ya, Pa, mandiin Lita? Please?" rengek Lita yang begitu manja pada Frans.
"Oke,
 tapi janji jangan kasih tau Mama. Ntar dia marah udah gede kok minta 
dimandiin," jawab Frans sambil menggendong Lita menuju kamar utama. Lita
 mengacungkan 2 jari tanda setuju, meloncat masuk ke kamar utama dan 
membuka baju. Frans mengunci pintu kamar dan memandang anak tirinya yang
 bungsu, sudah kelas 1 SMP tapi masih manja minta ampun, padahal mulai 
tampak tanda-tanda kewanitaan dalam diri Lita. Payudaranya mulai 
membusung dan mulai memakai bra ukuran kecil, dan yang pasti sama dengan
 saudara-saudaranya, Lita memiliki kecantikan yang mempesona.
Lita
 sudah berendam di bak mandi saat Frans masuk ke kamar mandi hanya 
memakai celana pendek. Lita menyambutnya dengan menyemprotkan air ke 
Frans yang di balas oleh Frans, lalu Frans pun ikut masuk ke bak mandi. 
Setelah capek bercanda, Frans mulai menggosok tubuh Lita dengan sabun. 
Payudaranya masih menguncup, tapi pinggulnya sudah terbentuk, bahkan 
sudah tumbuh bulu-bulu di sekitar kemaluan Lita.
"Kenapa sih, Pa?
 Apanya yang enak sih?" Frans terkejut dan sadar bahwa tangannya dari 
tadi meremas-remas payudara yang belum tumbuh itu. Frans Cuma tersenyum,
 tapi kemaluannya mulai berdiri.
"Itu yang bangun apa, Pa? Lita boleh
 liat ya?" sahut Lita tiba-tiba memegang kemaluan Frans yang masih 
terbungkus celana pendek. "Ih, kok bisa keras ya? Tadi kan nggak?"
"Udah,
 ah. Sini Papa handukin biar gak masuk angina," bujuk Frans sambil 
mengangkat tubuh Lita dari bak mandi dan mengusap tubuhnya dengan handuk
 sambil menggendongnya menuju kamar.
"Boleh kan Pa, Lita lihat? Itu 
yang sering dipake Mama," Frans tersentak. "Lita juga heran kok Mama 
suka banget digituin sama Papa, apalagi kalo burungnya Papa udah masuk 
ke 'itu'nya Mama, kayaknya enak banget'" ujar Lita polos.
"Kok Lita tahu?" Tanya Frans mencoba menghindar saat tangan Lita mencoba menangkap kemaluannya.
"Lita
 pernah liat Papa dan Mama gituan, malem-malem waktu Lita pengen dianter
 pipis. Liat dong!" Frans tak bisa menolak lagi saat Lita memelorotkan 
celana pendeknya dan memegang kemaluan Frans yang bertambah tegang. 
"Hihi, lucu. Pa, coba Papa merem deh," pinta Lita. Walau tak mengerti 
Frans memejamkan mata sambil duduk di tepi tempat tidur, lalu tersentak 
saat membuka mata Lita sedang mengulum kemaluannya. "Enak ya, Pa? sama 
Mama digituin kan?" Frans mengangguk dan mendorong kepala Lita menuju 
kemaluannya lagi. Kuluman Lita begitu natural, walaupun terkadang Frans 
meringis karena tergigit tapi rasanya nikmat sekali. Tiba-tiba Lita 
melepas kulumannya.
"Pa, Lita mau dimasukin ke sini kayak Mama, kayaknya enak," ujar Lita sambil menunjuk kemaluannya.
"Bener
 mau? Nggak langsung enak loh!" Anggukan Lita langsung membuat Frans 
mengangkat tubuh Lita, merebahkan ke tempat tidur, dan menciumi lubang 
kemaluan Lita yang masih sempit. Lita melonjak-lonjak kegelian, tapi 
setelah dipegangi oleh Frans dia menahan geli dan memegangi tangan Frans
 erat-erat.
"Pa, kok jadi enak ya?" Lita mulai mendesah dan memajukan
 pantatnya maju mundur. Frans sudah tidak tahan lagi, dia mulai 
memasukkan kemaluannya ke lubang vagina Lita yang kecil.
"AAwww.. 
sakiit, Pa!!" Frans sudah hilang akal dan menutup mulut Lita sampai 
terdengar bunyi sobeknya selaput dara muda dan darah yang bercucuran. 
Lita mulai menangis. Frans mengocok lagi pelan-pelan sampai Lita terdiam
 dan dapat menahan sakit. Walaupun tidak dapat memasukkan seluruh 
kemaluan, Frans merasakan jepitan yang sangat nikmat. Lita mulai 
menggelinjang saat Frans mengocok pelan-pelan dan tiba-tiba Lita 
mengejang, "AAhh..fiuh, sakit, Pa, tapi enak!" ujar Lita lemas. Frans 
tidak tega dan akhirnya melepas kemaluannya. Sudah cukup baginya.
No comments:
Post a Comment