Kak, 2 minggu lagi Santi akan menikah dengan orang yang Santi tidak 
cintai," Santi mengungkapkan perasaan hatinya sambil menangis tersedu- 
sedu di dadaku. Waktu itu kami baru saja melewati kemesraan bersama di 
sebuah hotel. "Yah mau apa lagi, kita toh tak mungkin bisa bersatu dalam
 sebuah mahligai, terlalu banyak perbedaan diantara kita, Agama, budaya 
dan masih banyak lagi," kubelai rambutnya yang hitam, dan ku usap air 
matanya dengan jariku. 
Dalam perjalanan pulang kami hanya diam dengan masing-masing pikiran 
mengembara, memikirkan kelanjutan hubungan kami. Satu minggu kemudian 
atau seminggu sebelum hari pernikahannya, Santi mengajakku jalan-jalan 
seperti biasa. Selepas jam kantor aku segera mengarahkan mobilku ke 
hotel langgananku. Didalam kamar... "San!, bukan sudah waktunya kamu 
dipingit," tanyaku. "Tau!, di keluargaku nggak ada pingit-pingitan. 
Hanya mungkin Santi besok ijin cuti, kak selama dua minggu." "oh, ya, no
 problem." 
Aku mulai mencumbunya perlahan, rasa sayangku padanya mendorong aku utk 
selembut mungkin. Bibirnya yang mungil kulumat pelan, Santi membalas 
dengan lembut, lidah kami saling beradu menimbulkan rangsangan awal yang
 menggairahkan. Tangan kami semakin sibuk menyerang titik rangsang 
masing-masing, Saat tanganku memegang gundukan buah dadanya aku lihat 
mata Santi terpejam menikmatinya, jari-jarinya yg lentik balas membuka 
kancing bajuku dan mencampakkanya ke lantai. Aku pun tak mau kalah 
segera membuka bajunya. 
Bra-nya yang hitam sangat kontras sekali dengan warna kulitnya yang 
putih mulus. perlahan ciumanku turun lidahku menari-nari di lehernya yg 
jenjang, berputar ke belakang kupingnya balik lagi ke depan hingga 
bibirku menemukan gundukan daging yang sangat lembut. Perlahan 
kujelajahi buah dadanya, putingnya kuhisap dan kukemot dengan lembut 
sementara tanganku aktif membelai dan meremas pantatnya yang bulat. Tak 
sabar dengan sekali sentakan rok-nya melorot kelantai, Santi pun tidak 
tinggal diam dibukanya resleting celanaku. Kini kami hanya mengenakan 
celana dalam saja, sambil tetap berdiri kupeluk tubuhnya, geseken 
kulitnya yg halus membuat debar-debar dijantungku semakin keras. Kulihat
 muka Santi mulai memerah pertanda gairahnya sudah bangkit. 
Aku meneruskan aksiku. Kuciumi seluruh tubuhnya sambil berdiri, senti 
demi senti ku cium dan kujilat dengan lidahku yg hangat, membuat Santi 
seperti cacing terpanggang matahari. Tubuhnya yang indah bergoyang 
goyang, mulutnya mengeracau tak karuan menahan kenikmatan atas 
jilatan-jilatan lidahku di permukaan tubuhnya. Setelah puas, kini Santi 
yang menciumi aku. Seluruh tubuhku dicium dan dijilatinya, leherku, 
dadaku, perut sampai pada kemaluanku. Santi yg kelihatan sudah spanning 
segera menarik celana dalamku. Kini senjataku dengan bebasnya mencuat 
menunjuk langit-langit kamar hotel. Aku merasakan hangat-hangat basah di
 kepala kemaluanku saat bibirnya yang mungil melahap kepala senjataku, 
lidahnya berputar-putar meng gelitik ,sementara tangan Santi yg kiri 
mengelus-elus dadaku, sesekali menarik-narik putingku, sementara 
tangannya yg kanan dengan lembutnya memainkan biji kemaluanku. Nafsuku 
semakin memuncak tak karuan. 
Aliran darahku semakin bergejolak menahan birahi atas perlakuan Santi...
 Segera kubopong tubuhnya kekasur, kulepaskan celana dalamnya, 
kuletakkan tubuhnya perlahan yang mulus. Aku langsung membuka pahanya 
dan menciumi selangkangannya, ku basahi kemaluannya dengan liurku,, 
kuhisap klitorisnya kuat-kuat, Santi semakin menjerit tak karuan. 
Tangannya mencari-cari senjataku. Setelah ketemu digenggamnya dan 
dikocok perlahan, sementara aku masih asik memainkan klitorisnya, 
sesekali ku masukkan lidahku kedalam celahnya yg hangat. Untuk 
mempermudah hubungan anal, segera kuturunkan lidahku, kujilati anusnya, 
kubasahi dengan liurku, bahkan kumasukkan lidahku yg runcing. Santi 
membalasnya dengan mengocok kemaluanku semakin kuat. 
Tak tahan lagi menahan gejolak nafsuku. Segera kuangkat kakinya dan 
kutumpangkan ke pundakku. Aku mulai mengarahkan senjataku keanusnya. 
Tiba-tiba dengan cepat Santi menangkap senjataku dan mengarahkannya ke 
lubang kemaluannya yang sudah basah. Aku bingung. "Jangan, San! sebentar
 lagikan Santi mau nikah," aku berusaha mencegah kenekatannya. "Kak, 
Santi sudah pikir dalam-dalam, kakak lebih baik dari pacar Santi, dan 
kakak sudah banyak berkorban buat Santi, kini Santi mau membalasnya 
dengan milik Santi yg paling berharga." "Nanti kalau suamimu tanya 
gimana?" "Itu tanggung jawab Santi." "Jangan san!' 'ntar masa depan kamu
 bisa hancur," aku masih berusaha mencegahnya. Tapi Santi malah 
menangis... "Kalau kakak tidak melakukannya, berarti kakak tidak sayang 
Santi, dan Santi benar-benar terhina," tangisannya makin keras. 
Aku sudah tak dapat berfikir panjang lagi. Perlahan kuarahkan senjataku 
yang sudah menegang, kudorong pantatku perlahan, bibirku mencium matanya
 yg terpejam memberikan kekuatan. "Tahan, ya sayang," bisikku lembut di 
telinganya. Tapi Santi mengerakkan pinggulnya, hingga senjataku meleset 
dari sasaran. Peluh kami semakin banjir membasahi sprey. Akhirnya 
setelah pantatnya kupegang kuat-kuat, senjataku berhasil menembus 
miliknya. "Aaaahhh.......... kak .........," jari-jarinya mencengkram 
bahuku, matanya terbeliak menahan benda asing yang pertama masuk kedalam
 kemaluannya. "Sakit sekali." "Tenang sayang sebentar juga hilang." 
Kembali dengan perlahan kudorong pantatku. Santi semakin menggeliat saat
 kemaluanku amblas semua. Kulihat muka Santi sudah tak karuan. Kutarik 
pelan dan aku melihat tetesan darah segar di kemaluanku. Santi telah 
memberikan yg paling berharga untukku. Aku yang seumur hidup baru 
merasakan perawan, sungguh terkesan, jepitan kemaluan Santi terasa 
mencengkram keras senjataku, hingga saat aku naik-turunkan pantatku, aku
 semakin merasakan nikmat sekali.... "Ahhh. kak, teruskan.... Santi 
mulai nikmat, kak." 
Melihaat Santi sudah dapat merasakan kenikmatan, aku semakin semangat 
menaik-turunkan pantatku perlahan dengan irama tetap, karena aku sudah 
merasakan air maniku sudah diujung. Sambil mulutku menjilati puting 
dadanya, kuatur gerakan pantatku, kadang kekiri-kekanan........ "San, 
keluarin sayang...., kakak sudah tak tahan," aku membisikan 
ditelinganya. Kini pinggul Santi sudah bisa mengimbangi gerakan 
pantatku, sehingga gerakan kami membuat kami semakin cepat menuju puncak
 kenikmatan. Karena sudah tak tahan aku segera mempercepat gerakanku, 
dan kugenggam pinggulnya dengan kuat, kuhujamkan seluruh senjataku yang 
menggelembung kedalam lubang kemaluannya. ""San..........., kakak 
kelluar..........." "Kakkkk. Santi juga............" 
Kaki Santi yang panjang menjepit pinggangku kuat, seluruh tubuhnya 
bergetar hebat. Tepat saat aku semprotkan air maniku, Santipun 
berbarengan melepas orgasmenya hingga kami merasakan puncak kenikmatan 
yg benar-benar indah...... Kami menutupi tubuh kami dengan selimut. 
Kulihat nafas Santi tak beraturan. Buah dadanya turun naik mengikuti 
irama nafasnya. "San, kakak tidak akan melupakan Santi, walau apapun yg 
terjadi, pengorbanan Santi akan kakak kenang sepanjang hayat kakak." 
Kukecup keningnya perlahan...... Kini 3 tahun berlalu, Santi sudah 
berkeluarga. Seminggu sekali kadang sebulan sekali kami tetap 
melakukannya..... Cinta kami tak habis oleh realita, bahkan kini Santi 
semakin membutuhkan aku, sebab hubungan dengan suaminya hambar apalagi 
selama berhubungan seks dengan suaminya tak pernah sekalipun ia mencapai
 orgasme, karena selain cepat keluar, ukurannya hanya 3/4 aku, baik 
panjang maupun diameternya. Sampai sekarang aku masih bersama dengannya.
 Entahlah sampai kapan....
No comments:
Post a Comment