Pengalamanku yang satu ini terjadi ketika masih kuliah semester empat, 
kira-kira empat tahun yang lalu. Waktu itu aku harus mengambil sebuah 
mata kuliah umum yang belum kuambil, yaitu kewiraan. Kebetulan waktu itu
 aku kebagian kelas dengan fakultas sipil, agak jauh dari gedung 
fakultasku, di sana mahasiswanya mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma 
enam orang termasuk aku. Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian 
cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip 
tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah 
terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga
 cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.
Hari itu mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena 
dosennya beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-nya. 
Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah tambahan 
pada jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam saja sudah 
bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap hingga di kampus 
hampir tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.
Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat 
ruangan dari kelas ini untuk buang air kecil sejenak, serem juga nih 
sendirian di WC kampus malam-malam begini, tapi aku segera menepis 
segala bayangan menakutkan itu. Setelah cuci tangan aku buru-buru keluar
 menuju lift (di tingkat lima). Ketika menunggu lift aku terkejut karena
 ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang 
mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu 
orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah, 
namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh 
dari tampan dengan bibir tebal dan mata besar. Sedangkan yang dua lagi 
aku tidak ingat namanya, cuma tahu tampang, belakangan aku tahu yang 
rambutnya gondrong dikuncir itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang 
mukanya mirip Arab itu namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar 
dibandingkan Adi dan Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.
"Kok baru turun sekarang Ci?" sapa Adi berbasa-basi.
"Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?" jawabku.
"Biasalah, ngerokok dulu bentar" jawabnya.
Lift terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku 
seperti mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan mata 
mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari bahan katun 
yang menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan aksen putih tanpa 
lengan. Walau demikian, terus terang gairahku terpicu juga dengan 
suasana di ruangan kecil dan dengan dikelilingi para pria seperti ini 
hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.
"Langsung pulang Ci?" tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
"Hemm" jawabku singkat dengan anggukan kepala.
"Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?" si Adi menimpali.
"Ya gitulah, paling nonton di rumah" jawabku lagi.
"Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!" sahut Syaiful.
"Eh.. Buat apa?" tanyaku lagi.
Sebelum ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan yang 
memelukku dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois yang 
berdiri dekat tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift yang 
sedang menuju tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai terlepas 
dari tanganku karena terkejut.
"Heh.. Ngapain lu orang?" ujarku panik dengan sedikit rontaan.
"Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!" ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
"Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong" timpal Rois.
Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku 
tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai 
menggosok-gosoknya dari luar.
"Eengghh.. Kurang ajar!" ujarku lemah. Aku sendiri sebenarnya 
menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal untuk menaikkan
 derajatku di depan mereka.
Mereka menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah 
terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan Adi menciumi leher, 
telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga birahiku naik dengan cepat. 
Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku dari luar kini mulai menyingkap 
kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia turunkan, maka menyembullah 
payudara kananku yang nampak lebih mencuat karena masih disangga bra. 
Diletakkannya telapak tangannya di sana dan meremasnya pelan, kemudian 
kepalanya mulai merunduk dan lidahnya kurasakan menyentuh putingku.
Sambil menyusu, tangannya aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, 
celana dalamku kini telah merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku
 terbuka sudah. Jari-jari Syaiful sudah memasuki vaginaku dan 
menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku menggelinjang dan mendesah saat 
jarinya menemukan klitorisku dan menggesek-gesekkan jarinya pada daging 
kecil itu.
Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat 
mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku 
yang sedang dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku 
merinding. Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan payudaraku yang
 satu lagi. Diremasinya payudara itu dan putingnya dipilin-pilin, kadang
 dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya hingga menyebabkan benda 
itu semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah 
membiarkan mereka menjarah tubuhku.
Melihatku semakin pasrah, mereka semakin menjadi-jadi. Kini Rois memagut
 bibirku, bibir tebal itu menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya 
masuk ke mulutku dan menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan 
menggerakkan lidahku sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, 
sementara tangannya sudah meremas bongkahan pantatku, kadang 
jari-jarinya menekan anusku. Tonjolan keras di balik celana Adi terasa 
menekan pantatku. Secara refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang 
dan meraba-raba tonjolan yang masih terbungkus celana itu.
Payudara kananku yang sudah ditinggalkan Rois jadi basah dan 
meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan Adi, dia kelihatan 
senang sekali memainkan putingku yang sensitif, setiap kali dia pencet 
benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang disertai desahan. Si 
Syaiful malah sudah membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang 
sudah tegang. Masih sambil berciuman, kugerakkan mataku memperhatikan 
miliknya yang panjang dan berwarna gelap tapi diameternya tidak besar, 
ya sesuailah dengan badannya yang kerempeng itu.
Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan Adi ke penisnya, 
kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu genggamanku tidak 
cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya kira-kira dua genggaman 
tanganku.
"Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!" pintanya.
"Ahh.. Eemmhh!" desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
"Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!" ujar Rois sambil membuka celananya.
Wow, sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa 
dibilang menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi yang
 ini lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga 
menyerupai helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup membayangkan 
akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya si Adi juga pasti kalah 
darinya.
Adi melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu Rois 
menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut karena kakiku 
memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan pistol yang 
ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah tiga, karena Adi 
juga sudah mengeluarkan miliknya. Benar kan, milik Rois memang paling 
besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada 
Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang 
mengarah ke wajahku.
"Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis"
"Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!"
"Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!"
Demikian mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis dariku 
seperti sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, 
hidung, dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan pilihan.
"Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua 
juga bingung dong!" kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari 
mukaku.
"Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?" kata Syaiful.
Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan yang 
kanan meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke mulut.
"Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!" gerutu Syaiful pada 
Rois yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda kemenangan.
"Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!" Adi protes karena merasa diabaikan olehku.
Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan kananku 
untuk menuntun penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah kugerakkan 
tanganku meraih penis Adi untuk menenangkannya. Kini tiga penis kukocok 
sekaligus, dua dengan tangan, satu dengan mulut.
Lima belas menit lewat sudah, aku ganti mengoral Adi dan Rois kini 
menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful yang ingin mendapat 
kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan pindah berlutut di 
belakangku. Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra tanpa tali pundak itu 
terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang masih tersangkut di kaki
 ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya menggerayangi payudara 
dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan lidahnya yang panas dan 
kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai agak menungging.
Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan hangat pada liang vaginaku. 
Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang basah, dia tidak memasukkan 
semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja yang digeseknya pada bibir 
vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli saat kepalanya menyentuh 
klitorisku.
"Uhh.. Nakal yah lu!" kataku sambil menengok ke belakang.
"Aahh..!" jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful 
mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.
Dengan tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot tubuhku, 
penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. 
Aku tidak bisa tidak mengerang setiap kali dia menyodokku.
"Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih" sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.
Aku semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati 
sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku 
menjilati 'helm'nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan 
sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku terhadap
 Rois juga semakin dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi 
ruangan lift.
Teknik oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti 
membengkak dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku..
"Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!"
Muncratlah cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan 
rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru 
menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku masih 
menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois memintaku agar menurunkan 
frekuensi kocokanku.
"Gak usah buru-buru.." demikian katanya.
"Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!" kata Rois pada Syaiful.
"Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!" jawab Syaiful dengan terengah-engah.
Genjotan Syaiful semakin kencang, nafasnya pun semakin memburu 
menandakan bahwa dia akan orgasme. Kami mengatur tempo genjotan agar 
bisa keluar bersama.
"Uhh.. Uhh.. Udah mau Ci, boleh di dalam gak?" tanyanya.
"Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!" desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.
"Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!" tegur Adi.
Syaiful menyusul tak sampai semenit kemudian dengan meremas kencang 
payudaraku hingga membuatku merintih, kemudian dia mencabut penisnya dan
 menumpahkan isinya ke punggungku.
"Ok, next please" Syaiful mempersilakan giliran berikut.
Adi langsung menyambut tubuhku dan memapahku berdiri. Disandarkannya 
punggungku pada dinding lift lalu dia mencium bibirku dengan lembut 
sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk tubuhku, kami ber-french kiss 
dengan panasnya. Serangan Adi mulai turun ke payudaraku, tapi cuma dia 
kulum sebentar, lalu dia turun lagi hingga berjongkok di depan vaginaku.
 Gesper dan resleting rokku dia lucuti hingga rok itu merosot jatuh. Dia
 menatap dan mengendusi vaginaku yang tertutup rambut lebat itu, tangan 
kanannya mulai mengelusi kemaluanku sambil mengangkat paha kiriku ke 
bahunya. Jari-jarinya mengorek liang vaginaku hingga mengenai klitoris 
dan G-spotku.
"Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!" desisku sambil meremas rambutnya ketika lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.
Aku mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya 
bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging kecil sensitifku 
juga tidak luput dari sapuan lidah itu, kadang diselingi dengan hisapan.
 Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam menghayati 
permainan ini. Tiba-tiba kurasakan sebuah gigitan pelan pada puting 
kiriku, mataku membuka dan menemukan kepala Syaiful sudah menempel di 
sana sedang mengenyot payudaraku. Rois berdiri di sebelah kananku sambil
 meremas payudaraku yang satunya.
"Ci, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?" tanyanya.
"Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!" jawabku sambil mendesah.
"Udah ada pacar lo Ci?" tanyanya lagi.
Aku hanya menggeleng dengan badan makin menggeliat karena saat itu lidah
 Adi dengan liar menyentil-nyentil klitorisku. Sensasi ini ditambah lagi
 dengan Rois yang menyapukan lidahnya yang tebal ke leher jenjangku dan 
mengelusi pantatku. Sebelum sempat mencapai klimaks, Adi berhenti 
menjilat vaginaku. Dia mulai berdiri dan menyuruh kedua temannya 
menyingkir dulu.
"Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih! Walah.. Nih toked jadi bau 
jigong lu gini Ful!" omelnya pada Syaiful yang hanya ditanggapi dengan 
seringainya yang mirip kuda nyengir.
Paha kiriku diangkat hingga pinggang, lalu dia menempelkan kepala 
penisnya pada bibir vaginaku dan mendorongnya masuk perlahan-lahan.
"Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!" desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat dia melakukan penetrasi.
"Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!"
Kemudian Adi mulai memompa tubuhku, rasanya sungguh sulit dilukiskan. 
Penis kokoh itu menyodok-nyodokku dengan brutal sampai tubuhku 
terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran di tubuhku membasahi dinding 
lift di belakangku. Eranganku kadang teredam oleh lumatan bibirnya 
terhadapku. Senjatanya keluar-masuk berkali-kali hingga membuat mataku 
merem-melek merasakan sodokan yang nikmat itu. Aku pun ikut maju mundur 
merespons serangannya. Saat itu kedua temannya hanya menonton sambil 
memegangi senjata masing-masing, mereka juga menyoraki Adi yang sedang 
menggenjotku seolah memberi semangat.
Sementara dia berpacu di antara kedua pahaku, aku mulai merasakan 
klimaks yang akan kembali menerpa. Tubuhku bergetar hebat, pelukanku 
terhadapnya juga semakin erat. Akhirnya keluarlah desahan panjang dari 
mulutku bersamaan dengan melelehnya cairan kewanitaanku lebih banyak 
daripada sebelumnya. Namun dia masih bersemangat menggenjotku, bahkan 
bertambah kencang dan bertenaga, nafasnya yang menderu-deru menerpa 
wajahku.
"Uuhh.. Uuh.. Ci.. Yeeahh.. Hampir!" geramnya di dekat wajahku.
Tubuhnya berkelojotan diiringi desahan panjang, kemudian ditariknya 
penisnya lepas dari vaginaku dan menyemprotlah isinya di perutku. Dia 
pun lalu ambruk ke depanku sambil memagut bibirku mesra. Karena Adi 
melepaskan pegangannya terhadapku, pelan-pelan tubuhku merosot hingga 
terduduk bagai tak bertulang, begitu pun dengannya yang bersandar di 
lift dengan nafas ngos-ngosan. Aku meminta Syaiful mengambilkan tissue 
dari tasku, aku lalu menyeka keringat di keningku juga ceceran sperma 
pada perutku sambil menjilat jari-jariku untuk mendapatkan ceceran 
sperma itu. Hingga kini pakaian yang masih tersisa di tubuhku cuma 
sepatu dan kaos yang telah tergulung ke atas.
Tenggang waktu ke babak berikutnya kurang dari lima menit, Rois setelah 
meminta ijin dahulu, memegangi kedua pergelangan kakiku dan 
membentangkannya. Ditatapnya sebentar lubang merah merekah di tengah 
bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga ikut memandangi daerah itu.
"Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu ah!" kataku dengan memalingkan 
muka karena merasa risi dipelototi bagian ituku, namun sesungguhnya aku 
malah menikmati menjadi objek seks mereka.
"Hehehe.. Malu apa mau nih!" ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.
"Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?" tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
"Enam belas, waktu SMA dulu" jawabku.
Kami ngobrol-ngobrol sejenak diselingi senda gurau hingga akhirnya aku 
meminta lagi karena gairahku sudah kembali, ini dipercepat oleh 
tangan-tangan mereka yang selalu merangsang titik-titik sensitifku. Rois
 menarikku sedikit ke depan mendekatkan penisnya pada vaginaku lalu 
mengarahkan benda itu pada sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-benar terasa
 sesak dan penuh dijejali oleh penisnya yang perkasa itu. Cairan 
vaginaku melicinkan jalan masuk baginya.
"Aa.. aadduhh, pelan-pelan dong!" aku mendesah lirih sewaktu Rois 
mendorong agak kasar. Sambil menggeram-geram, dia memasukkan penisnya 
sedikit demi sedikit hingga terbenam seluruhnya dalam vaginaku.
"Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!" ceracaunya.
Dia menggenjot tubuhku dengan liar, semakin tinggi tempo permainannya, 
semakin aku dibuatnya kesetanan. Sementara Syaiful sedang asyik bertukar
 ludah denganku, lidahku saling jilat dengan lidahnya yang ditindik, 
tanganku menggenggam penisnya dan mengocoknya. Sebuah tangan meraih 
payudaraku dan meremasnya lembut, ternyata si Adi yang berlutut di 
sebelahku.
"Bersihin dong Ci, masih ada sisa tadi!" pintanya dengan menyodorkan 
penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful berpindah ke leherku.
Serta merta kuraih penis itu, hhmm, masih lengket-lengket bekas 
persenggamaan barusan, kupakai lidahku menyapu batangnya, setelah 
beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut, aku dapat melihat ekspresi 
kenikmatan pada wajahnya akibat teknik oralku.
Tak lama kemudian, Syaiful berkelojotan dan bergumam tak jelas, 
sepertinya dia akan klimaks. Melihat reaksinya kupercepat kocokanku 
hingga akhirnya cret.. cret.. Spermanya berhamburan mendarat di sekitar 
dada dan perutku, tanganku juga jadi belepotan cairan seperti susu 
kental itu. Saat itu aku masih menikmati sodokan Rois sambil mengulum 
penis Adi.
Kemudian Adi mengajak berganti posisi, aku dimintanya berposisi doggy, 
Rois dari belakang kembali menusuk vaginaku dan dari depanku Adi 
menjejalkan penisnya ke mulutku. Kulumanku membuat Adi berkelojotan 
sambil meremas-remas rambutku sampai ikat rambutku terlepas dan 
terurailah rambutku yang sebahu itu. Penis itu bergerak keluar-masuk 
semakin cepat karena vaginaku juga sudah basah sekali.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian muncratlah sperma Adi memenuhi 
mulutku, karena saat itu genjotan Rois bertambah ganas, hisapanku 
sedikit buyar sehingga cairan itu tumpah sebagian meleleh di pinggir 
bibirku. Setelah Adi melepas penisnya, aku bisa lebih fokus melayani 
Rois, aku ikut menggoyang pinggulku sehingga sodokannya lebih dalam.
Bunyi 'plok-plok-plok' terdengar dari hentakan selangkangan Rois dengan 
pantatku. Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, sampai 
beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat yang menandakan 
orgasmeku. Kepalaku menengadah dan mataku membeliak-beliak, sungguh 
fantastis kenikmatan yang diberikan olehnya. Kontraksi otot-otot 
kemaluanku sewaktu orgasme membuatnya merasa nikmat juga karena 
otot-otot itu semakin menghimpit penisnya, hal ini menyebabkan 
goyangannya semakin liar dan mempercepat orgasmenya. Dia 
mendengus-dengus berkelojotan lalu tangannya menarik rambutku sambil 
mencabut penisnya.
"Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?" rintihku.
Dia tarik rambutku hingga aku berlutut dan disuruhnya aku membuka mulut.
 Di depan wajahku dia kocok penisnya yang langsung menyemburkan lahar 
putih. Semprotan itu membasahi wajahku sekaligus memenuhi mulutku.
"Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!" kataku sambil menjilati penisnya melakukan cleaning service.
Setelah menuntaskan hasrat, Rois melepaskanku dan mundur 
terhuyung-huyung sampai bersandar di pintu lift dimana tubuhnya merosot 
turun hingga terduduk lemas. Dengan sisa-sisa tenaga aku menyeret 
tubuhku ke tembok lift agar bisa duduk bersandar. Suasana di dalam lift 
jadi panas dan pengap setelah terjadi pergulatan seru barusan. Aku 
mengatur kembali nafasku yang putus-putus sambil menjilati sperma yang 
masih belepotan di sekitar mulut, aku bisa merasakan lendir hangat yang 
masih mengalir di selangkanganku.
Adi sudah memakai kembali celananya tapi masih terduduk lemas, dia 
mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya, Syaiful sedang berjongkok 
sambil menghisap rokok, dia belum memakai celananya sehingga batang 
kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat olehku, Rois masih 
ngos-ngosan dan meminta Adi membagi minumannya. Setelah minum beberapa 
teguk, Rois menawarkan botol itu padaku yang juga langsung kuraih dan 
kuminum. Kuteteskan beberapa tetes air pada tissue untuk melap wajahku 
yang belepotan.
Kami ngobrol-ngobrol ringan dan bertukar nomor HP sambil memulihkan 
tenaga. Aku mulai memunguti pakaianku yang tercecer. Setelah berpakaian 
lengkap dan mengucir kembali rambutku, kami bersiap-siap pulang. Adi 
menekan tombol lift dan lift kembali meluncur ke bawah. Lantai dasar 
sudah sepi dan gelap, jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh. Lega 
rasanya bisa menghirup udara segar lagi setelah keluar gedung ini, kami 
pun berpisah di depan gedung sipil, mereka keluar lewat gerbang samping 
dan aku ke tempat parkir.
Dalam perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri sambil mendengar 
alunan musik dari CD-player di mobilku, masih terngiang-ngiang di 
kepalaku kegilaan yang baru saja terjadi di lift kampus.
*****
Mohon maaf atas menghilangnya milis yahooku karena dihack seseorang, 
selain itu aku sendiri sudah lulus dan bekerja sehingga tidak punya 
banyak waktu untuk mengurus milis itu. Bisa menuangkan pengalamanku ke 
dalam tulisan saja sudah cukup menyibukkanku dan biasa kulakukan kalau 
ada waktu senggang di kantor, jadi harap maklum pada penggemar 
cerita-ceritaku.
E N D 
      
     
     
No comments:
Post a Comment