Suatu hari aku bangun pagi sekali, hari itu aku kuliah siang jam sebelas
 sementara jam di kamarku masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. 
Maunya sih tidur lagi, tapi kantukku sudah hilang dan tidak bisa tidur 
lagi, mungkin gara-gara kemarin aku tidur terlalu awal, kira-kira 
setengah delapan malam.
Ini adalah hari kedua aku sendirian di rumah, orang tuaku selalu sibuk, 
Papa sedang mengurus bisnis di Malaysia ditemani mamaku yang kebetulan 
juga mau berobat di sana, sedangkan pembantuku satu-satunya juga sedang 
pulang kampung sejak lima hari yang lalu karena saudaranya meninggal. 
Janjinya sih sore ini dia akan kembali, yah kuharap begitulah karena aku
 capek sekali selama tiga hari ini harus mengurus makan dan beres-beres 
sendiri.
Aku pun turun ke bawah tanpa mengenakan apapun (ya, telanjang, sudah 
menjadi kebiasaanku bila di rumah tidak ada siapa-siapa aku selalu tak 
berbusana di rumah, rasanya nyaman dan sehat, bisa membuat darah 
mengalir lebih lancar), di dapur aku mengambil sebungkus mie keriting 
dan memasaknya. Setelah matang aku membawa sarapanku ke atas untuk 
menikmatinya di balkon kamarku. Sebelumnya aku terlebih dulu mengambil 
daster kuning-ku yang berdada rendah untuk menutupi tubuh polosku, 
walaupun ekshibisionis tapi aku harus tahu batasannya dong, kan ga enak 
kalau nanti kelihatan tetangga sekitar kalau aku sembarang pamer tubuh.
Kunikmati sarapanku di serambi balkon sambil menikmati udara pagi yang 
segar, suasananya tenang dihiasi oleh kicau burung dan kupu-kupu 
beterbangan di taman bawah sana. Sehabis sarapan, aku menyalakan 
sebatang rokok sambil berdiri bersandar di balkon, beberapa orang yang 
sedang joging melintasi depan rumahku, salah satunya adalah Tante Lia, 
tetangga dan teman mamaku, beliau menyapaku dari jalan, akupun tersenyum
 dan membalas salamnya.
Sebuah truk sampah berhenti di setiap rumah untuk melaksanakan tugas 
hariannya mengambil sampah. Tak lama kemudian, truk itu berjalan ke arah
 sini dan berhenti tak jauh dari rumahku. Seorang petugas sampah turun 
mengambil kantong-kantong sampah dari rumah di sekitar situ. Tukang 
sampah itu berbadan tinggi dan agak gemuk, usianya sekitar 30-an, 
mukanya bundar dengan hidung yang besar. Sambil mengisap rokok, 
kuperhatikan dia selama beberapa saat sedang mengangkat kantong sampah 
lalu melemparkannya ke bak truk. Pelan-pelan aku mulai mikir yang 
jorok-jorok, pagi-pagi gini niat isengku sudah timbul.
"Pagi Non!" sapanya ketika melewati rumahku.
"Pagi Bang!" balasku.
"Eh.. Bang tunggu bentar, di dapur masih ada lagi sampahnya nih, sebentar ya!", lanjutku lagi.
Aku mematikan rokokku dan turun sambil membawa piring dan gelas bekas 
sarapan tadi, setelah menaruhnya di pencucian aku langsung ke depan 
membuka pintu. Kebetulan tong sampah di dapur memang sudah penuh sesak, 
soalnya sejak mama pergi belum ada yang membereskannya.
"Bang, Bang, tolongin saya bisa gak, kan pembantu saya lagi gak ada, 
jadi sudah dua hari tuh sampah numpuk di dapur, bantu saya beresin dong 
yah, ntar saya kasih duit rokok deh!" pintaku dengan nada manja.
"Hhmm, OK deh Non.. Mana sampahnya, biar Abang bantu beresin!" katanya.
Aku membukakan pagar dan mempersilakannya masuk, dia memperhatikanku 
terus sambil berjalan ke dalam, sesekali matanya mencuri-curi pandang ke
 belahan dadaku yang menantang di balik belahan dasterku yang rendah, 
entah dia tahu atau tidak bahwa di baliknya aku tidak memakai apapun 
lagi.
"Sepi yah Non, sendirian di rumah nih? Lagi pada kemana?" tanyanya.
"Iya Bang, semua lagi keluar nih, sudah dari kemarin lusa sendirian" jawabku.
"Tuh Bang, udah penuh gitu, tolong yah!" lanjutku sambil menunjuk pada tong sampah biru besar di dapur.
Si Abang tukang sampah mengangkat tong besar itu, sedangkan aku menumpuk
 beberapa dus bekas makanan dan menampungnya di tanganku.
"Bang, Bang, bentar dong, ini masih ada yang mau dimasukin, upss!!" 
dengan sengaja aku melonggarkan tanganku sehingga dus-dus itu terjatuh 
semua.
"Duh, sori nih Bang, udah saya yang beresin aja!", lanjutku kemudian.
Aku pun berjongkok dan menunduk memunguti dus-dus itu, dengan begini 
payudaraku terlihat jelas sekali di balik potongan dasterku yang rendah 
dan lebar itu. Dia terbelalak melihat buah dadaku yang menggantung 
indah, putingnya pun sekilas tersingkap dari balik dasterku. Aku tahu 
dari tadi matanya terus tertumbuk ke daerah dadaku, tapi aku pura-pura 
cuek dengan terus membereskan dus itu, bahkan sengaja kutundukkan lagi 
tubuhku, sehingga makin terlihatlah keindahan di baliknya. Perlahan 
kulihat kakinya melangkah mendekatiku, lalu ikut jongkok, tapi bukannya 
membantu membereskan sampah malah menyusupkan tangan ke belahan dadaku 
mencaplok daging kenyal di baliknya.
"Kurang ajar!" bentakku sambil menepis tangannya.
Tentu ini tidak membuatnya mundur, dengan sigap ditangkapnya kedua 
tanganku, tubuhku diangkatnya hingga berdiri lalu dihimpit ke tembok di 
sebelahku. Sesungguhnya sikap berontak dan jeritanku hanyalah pura-pura 
belaka untuk memanas-manasi nafsunya. Tangannya yang kokoh dengan mudah 
mengunci dua pergelanganku lalu diangkat ke atas. Tangannya yang lain 
meremas dadaku dengan kasar.
"Jangan Bang.. Hentikan.. Eengghh!" erangku meringis karena kerasnya remasan itu, tubuhku masih meronta pelan.
"Diam Non, Non sendiri kan yang mancing-mancing saya begini" katanya berani.
Wajahnya mendekatiku mencari-cari bibirku, aku menggeleng-geleng 
pura-pura menolak dicium olehnya, namun tetap saja akhirnya tidak bisa 
menghindar dari lumatan bibirnya. Aku bisa merasakan nafasnya yang 
menderu dan bau badannya yang tidak enak (maklum banyak bergaul dengan 
sampah), tapi birahi yang meninggi membuat semuanya terlupakan.
Sebentar saja aku sudah memainkan lidahku membalas cipokannya. Tangannya
 mulai mengelus pahaku yang putih mulus sambil menyingkapi dasterku. 
Setelah meremas pantatku sejenak, tangannya lalu mengelus vaginaku yang 
berbulu lebat. Mataku membelakak ketika tangan itu meremas daerah 
segitigaku dengan jarinya sedikit masuk ke sana, desahan tertahan keluar
 dari mulutku yang sedang berciuman.
"Ga usah malu-malu Non, udah basah gini kok, gak pake apa-apa lagi, Non juga mau kan" seringainya mesum.
Dia melepaskan pergelanganku setelah aku berhenti meronta dan yakin 
telah menguasaiku. Diperosotinya dasterku dari bahu kiri sehingga 
payudaraku kiriku kini terbuka sudah, bulat kencang dengan puting 
kemerahannya yang menantang. Dengan penuh nafsu dilumatnya benda itu 
sambil tangannya menggerayangi pantatku. Aku cuma bisa mendesah-desah 
dalam posisi berdiri sandaran ke tembok, putingku makin mengeras karena 
permainan mulutnya yang nakal. Tiba-tiba seseorang nongol di pintu dapur
 dan tercengang melihat adegan di depannya. Orang itu tak lain adalah 
temannya yang menyetir truk sampah, rupanya dia menunggu lama di truk 
sehingga turun untuk memanggil temannya agar segera kembali, eh.. 
ternyata temannya itu sedang berasyik-ria denganku di dapur.
"Wei.. Sialan lo, ngentot ga ngajak-ngajak, gua dibiarin sendiri di mobil!" kata si sopir.
"Ayo masih pagi kok, kita istirahat aja sebentar, kapan lagi ngerasain 
amoy cantik gini!" ajak tukang sampah yang menggerayangiku.
Si sopir bergegas mendekati kami sambil melepaskan seragam dinas 
kebersihannya, tubuhnya lumayan berisi dengan kulit hitam terbakar 
matahari. Kini aku dihimpit dari depan-belakang oleh mereka, tubuhku 
bersandar pada si sopir yang mendekapku sambil meremasi payudara kiriku 
serta meraba-raba paha dan pantatku, sedangkan si temannya yang 
dipanggil Din menurunkan bahu kananku, maka kedua payudaraku tersingkap.
Si Din mengenyot payudara kananku dengan kencang sampai pipinya kembung 
kempot, tangannya mengelusi kemaluanku. Si sopir mulai menciumi belakang
 telingaku serta menggelikitik kupingku dengan lidahnya. Hal ini 
menyebabkan tubuhku menggeliat dan makin mendesah. Sambil menciumiku si 
sopir mengangkat dasterku yang telah berantakan, secara refleks aku 
mengangkat kedua tangan membiarkan satu-satunya pakaian yang melekat di 
tubuhku lepas melalui kepalaku.
"Wah, bener-bener rejeki nomplok nih bisa dapet cewek putih mulus gini!" sahut si sopir mengagumi tubuhku.
Selanjutnya aku disuruh berlutut, lalu mereka membuka celananya di 
depanku. Aku sempat terpana melihat penis mereka yang sudah berdiri 
tegak, keduanya keras, berurat dan hitam. Milik si sopir sedikit lebih 
panjang daripada punya si Din.
"Ayo Non, pilih aja mana yang mau diservis duluan" kata si sopir cengengesan.
Kugenggam kedua penis itu dan sengaja memainkannya dengan kocokan dan 
pijatan pada zakarnya agar nafsu kedua orang ini makin membara. Aku 
tersenyum nakal melihat reaksi keduanya.
"Uuhh.. Ohh.. Asoy banget kocokannya Non!" desah si Din.
Aku mulai membuka lebar mulutku dan memasukkan penis Din ke dalamnya. 
Dengan penuh perasaan aku mengulum penis itu sambil tanganku mengocoki 
penis si sopir. Sesaat kemudian aku mengeluarkan penis si Din dan 
beralih ke si sopir, sepertinya servis mulutku membuatnya ketagihan, ia 
menahan kepalaku dengan tangannya seolah tak rela melepasnya.
Aku gelagapan saat si sopir menyenggamai mulutku dengan beringas hingga 
akhirnya dia menyembur ke dalam mulutku, sebagian meleleh ke dagu, namun
 sebagian besar tertelan. Aku tidak sempat mempraktekkan teknik 
menyedotku yang lihai itu karena dia terus menyodok mulutku bahkan 
ketika keluar sampai tersedak aku dibuatnya, begitu kulepas kulumanku 
aku langsung batuk-batuk dan meludahkan sisa sperma itu dari mulutku.
Sesaat aku bersimpuh di lantai meminum air yang disodorkan Bang Din dan 
mengatur kembali nafasku. Kemudian dia merebahkan tubuhku di lantai 
marmer yang dingin itu dan mencium dan menjamahnya dari wajah hingga 
berhenti di kemaluanku yang sudah basah, dia menjilat dan mengisapnya 
dengan lahap. Mulutku mendesis nikmat dan kedua paha mulusku mengapit 
kepalanya. Kulihat si sopir menuangkan air dingin dari kulkas dan 
meminumnya, dia juga melihat-lihat isi kulkasku, kemudian diambilnya 
sekotak susu kecil dan kembali menghampiri kami.
"Oii-ooi.. Kita sarapan sambil ngentot yuk!" sahutnya seraya menggigit ujung kotak susu itu dan menyobeknya.
Ditumpahkannya susu itu ke sekujur tubuhku sampai habis. Kurasakan 
dinginnya air susu dan lantai marmer pada tubuhku yang sudah memanas. 
Bagaikan menyantapku, keduanya menjilati dan mencium tubuhku yang sudah 
berasa susu itu.
"Mmuuahh.. Enak banget, jadi manis kaya orangnya!" komentar Din sambil menjilati vaginaku yang bersusu.
"Sluurrpp.. Slurrp!" demikian suara mereka menikmati susu pada tubuhku, suara itu dimeriahkan oleh desahan dari mulutku.
"Ini namanya susu campur, ada susu sapinya, ada susu ceweknya, hehehe.."
 kata si sopir setelah menghabiskan susu yang bercucuran di tubuh bagian
 atasku.
"Heh, tambah lagi dong susunya, udah mau habis nih!" pinta Din pada temannya.
"Beres Din, masih ada kok!" kembali si sopir membuka kulkas.
Dia kembali lagi tapi kali ini bukan dengan susu kotak melainkan 
whipping cream strawberry. Sepertinya dia tidak tahu makanan apa itu 
sehingga dia pun bertanya padaku..
"Eh.. Non, kalo yang ini apaan sih? Susu bukan, es krim juga bukan". Dasar udik.., kataku dalam hati.
"Itu namanya whipping cream Bang, biasanya buat makan sama buah" jelasku padanya.
Hei, mendadak aku terpikir sebuah cara baru untuk menikmati oral seks. 
Maka kuminta Din untuk berdiri dan menyodorkan penisnya padaku. Lalu 
kebaluri penisnya yang hitam dengan whipping cream itu.
"Wah.. Wah kontol saya mau diapain Non, asal jangan dimakan yah" katanya menanggapi tindakanku.
Kujawab hanya dengan membuka mulut dan memasukkan penis itu ke mulutku. 
Hhmm.. Nikmat, penis rasa strawberry kesukaanku, kukulum-kulum seperti 
permen. Kuisap maju-mundur penis itu, pipiku sesekali menggembung 
tertekan kepala penisnya. Sementara aku menyepong, si sopir tak 
bosan-bosannya menggerayangiku dari belakang, payudaraku diremasi dan 
diputar-putar putingnya, vaginaku diusap-usap, dari permukaan jari-jari 
itu merambat masuk lebih dalam dan mengorek-ngoreknya.
Yang membuatku bertambah gila adalah ketika dia memain-mainkan biji 
klitorisku persis seperti yang dia lakukan terhadap putingku. Leher dan 
bahuku juga tidak luput dari cupangan-cupangan yang dilancarkannya 
hingga meninggalkan bekas cupangan dan ludah. Aku pun makin 
menggelinjang sambil terus mengeluarkan desahan-desahan tertahan.
Tiba-tiba si sopir mendekap pinggangku dan mengangkatnya ke atas, maka 
posisiku kini berdiri dengan badan atas membungkuk 90 derajat. Tanpa 
melepas penis Bang Din, aku melingkarkan tangan pada tubuhnya sebagai 
penyangga. Dua jari si sopir telah membuka bibir vaginaku dan penisnya 
ditekan masuk ke dalamnya. Badanku mengejang beberapa detik ketika benda
 itu menerobos vaginaku. Selanjutnya si sopir memaju-mundurkan 
pinggulnya dengan ganas sambil melenguh keenakan merasakan jepitan 
otot-otot kemaluanku.
"Hhmmhh.. Memeknya enak banget Non, seret dan basah!" serunya sambil meninggikan frekuensi genjotannya.
"Servis mulutnya juga yahud, puas banget gua main sama cewek kaya gini, 
hahaha..!" timpal si Din sambil tertawa-tawa dan menggerayangi 
payudaraku yang menggantung.
Karena tidak ingin cepat-cepat orgasme si Din menyuruhku melepaskan 
penisnya, kemudian tubuhku ditegakkan kembali, kini si sopir yang 
menyanggaku dengan dekapannya. Disenggamainya aku dalam posisi berdiri. 
Si Din memungut kemasan whiping cream dari lantai, lalu melumurinya pada
 kedua payudaraku.
"Gua juga mau coba rasa cream strawberry ini, mmhh!" katanya lalu melumat payudaraku yang berlumuran whiping cream itu.
"Sspp.. Ssrrpp..!" seluruh payudaraku dilumatnya, putingku dijilat dan 
dihisapnya, dinikmatinya kedua daging kenyal rasa strawberry itu seperti
 makan es krim.
Sensasi geli juga kurasakan pada lubang dan daun telingaku yang dijilati
 si sopir yang juga sedang menyetubuhiku dari belakang. Aku cuma bisa 
mendesah lirih dalam pelukan keduanya, membiarkan tubuhku diperlakukan 
sesuka mereka. Sekarang aku merasakan adanya desakan dari vaginaku yang 
ingin segera meledak sehingga aku merapatkan kedua paha untuk meresapi 
kenikmatannya.
Akhirnya aku klimaks diiringi erangan panjang, kakiku lemas sekali kalau
 saja tidak didekap si sopir pasti ambruk. Sebentar kemudian, dia 
menyusul menyiram rahimku dengan sperma hangat. Tak kubayangkan betapa 
banjirnya kemaluanku, cairan kewanitaanku plus spermanya meleleh keluar 
menyertai penis si sopir yang masih keluar-masuk dengan kecepatan 
menurun, daerah pangkal pahaku dan sekitarnya jadi basah oleh cairan 
itu. Tubuhku merosot ke bawah mengikuti si sopir yang terduduk bersila 
di lantai. Kusandarkan kepalaku pada dadanya yang sedikit berbulu itu.
"Nah, sekarang giliran gua!" sahut Din sambil meraih kakiku dan membentangkannya.
Dengan mulus penisnya meluncur masuk ke dalam vaginaku yang sudah basah 
kuyup. Suara kecipak cairan terdengar setiap kali dia hujamkan penisnya.
 Sodokannya makin lama makin bertenaga membuat tubuhku 
terguncang-guncang, akupun sudah kehilangan kendali diri, mataku 
membeliak-beliak, mulutku menceracau tak karuan mengerang dan 
mengeluarkan ucapan-ucapan erotis.
Si sopir yang menopangku terus giat memijati payudaraku, putingku 
digesek-gesekkan dengan jarinya yang kasar, kadang dipilin dan kadang 
diemutnya. Penisnya yang mulai bangkit lagi terasa menyentuh punggungku.
 Dia menundukkan kepala mendekati mulutku hingga bertemu mulutnya. Kami 
bercumbu panas sekali, lidah kami saling beradu bak sepasang ular kawin.
 Lima belas menit kemudian Bang Din membekap badanku ke arahnya dan dia 
sendiri membaringkan dirinya di lantai, maka posisiku kini telungkup di 
atasnya. Dengan begitu pantatku menungging ke arah si sopir yang kini 
telah membasahi anusku dengan ludahnya dan menekan-nekankan jarinya di 
sana.
"Aakkhh..!!" aku merintih dan menghentikan goyanganku sejenak ketika si 
sopir memasukkan penisnya ke anusku. Bahu Bang Din kucengkram erat-erat 
menahan rasa sakitnya. Rasanya sangatlah menyesakkan ditusuk dua batang 
perkasa itu, terutama pada bagian anus. Kami bertiga mulai berpacu dalam
 birahi, rasa perih perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang 
menjalari seluruh tubuh. Sulit dilukiskan perasaanku waktu itu, pokoknya
 rasanya seperti melayang-layang dengan dilingkupi rasa nikmat yang luar
 biasa.
Hal ini berlangsung selama dua puluh menit lamanya sampai suatu saat di 
mana tubuhku bergetar melepas suatu bentuk energi berupa orgasme dahsyat
 yang menyebabkan tubuhku berkelojotan, tangan dan kakiku terasa 
kejang-kejang, serta mulutku mengeluarkan erangan panjang. Mukaku 
memerah, keringat pun bercucuran membasahi badan kami, akhirnya akupun 
tergolek lemas di atas tubuh Bang Din setelah gelombang orgasmeku surut.
 Sementara itu kedua tukang sampah itu masih terus menggenjot vagina dan
 anusku.
Akhirnya Bang Din menegakkan tubuhku dan menarik lepas penisnya, 
kemudian dikocoknya batangnya yang masih tegak itu dekat mukaku, 
akhirnya cret.. cret muncratlah cairan kental itu membasahi wajahku. 
Karena semprotannya kencang dan deras, bukan cuma mukaku saja yang 
basah, rambut, leher dan payudaraku pun terkena cipratannya.
Tak lama kemudian, si sopir pun mencabut penisnya dari anusku. 
Dibiarkannya aku ambruk telentang di lantai. Dia berdiri di sampingku 
mengocok penisnya hingga menumpahkan isinya di badanku. Puas dan lelah 
kurasakan sekaligus pada saat bersamaan. Mereka tertawa-tawa melihatku 
yang terbaring di lantai sambil menggosok-gosokkan sperma mereka ke 
tubuhku. Aku membalas senyuman nakal mereka sambil mengulum jariku yang 
belepotan sperma.
Sementara aku memulihkan tenaga, mereka mulai berpakaian lagi dan 
membereskan dus-dus yang berserakan tadi lalu membawa sampah-sampah itu 
ke truk. Beberapa menit kemudian Bang Din kembali dengan tong sampah 
yang sudah kosong. Aku pun bangkit dan memakai kembali dasterku untuk 
mengantarnya keluar rumahku. Setelah pamitan dan berterimakasih atas 
kesempatan emas dariku, truk itu mulai meluncur menjauhi rumahku. 
Sepeninggal mereka, aku langsung mandi membersihkan badanku dari aroma 
persetubuhan barusan, kemudian kustel weker dan tidur sebentar mengisi 
tenaga untuk kuliah pada jam sebelas nanti.
E N D 
      
     
     
No comments:
Post a Comment