Aku pulang ke kosan dengan perasaan letih setelah seharian mengikuti 
kegiatan di organisasi lingkungan yg cukup menguras tenaga, namun begitu
 kegiatan ini sedikit banyak membantuku di jurusan Geologi, jadi aku 
cukup menikmatinya. Didalam kamar aku langsung merebahkan tubuhku diatas
 kasur, kuraih lembaran kertas coretan-coretan art work yg belum 
selesai, rasa kantukku membuat lembaran itu akhirnya kembali ketempat 
semua, aku menguap menahan rasa kantuk bercampur lelah yg tak 
terbendung.
Hoam….Tiba-tiba aku terjaga setelah setengah jam lebih tertidur, dalam 
mimpi singkat itu aku bertemu dgn seorang pria tua yg sudah kuanggap 
sebagai kakekku sendiri, mimpi itu seakan membongkar ingatanku kembali 
ke beberapa tahun lalu yg kucoba untuk menguburnya.
3 Tahun Lalu
Perkenalkan namaku Tiara Dewi, biasa di panggil Tara, aku adalah anak 
perempuan satu-satunya dalam keluarga dan paling bungsu, yg membuatku 
dapat banyak perhatian dari keluargaku, Di sebelah rumahku tinggal 
keluarga Pak Martono bersama anaknya yg belum menikah, mas Rizal dan 
mbak Ana, sedangkan yg lain sudah berkeluarga dan hidup mandiri.
Sejak kecil aku sudah akrab dengan keluarga ini, aku sering bermain atau
 ngumpet dirumah Pak Martono yg biasa kupanggil Kakek, apalagi jika 
sedang berantem dgn saudaraku yg lain, singkatnya sudah seperti rumah 
sendiri. Menjelang kelulusan SMU aku masih menyempatkan diri main-main 
kerumah kakek.
Sehari setelah ujian akhir nasional aku datang kerumah kakek mencoba 
melepaskan beban yg ada, seperti biasa aku melakukan berbagai hal usil 
seperti menggoda mas Rizal yg masih jomblo di usia 28 tahun hehe. Namun 
mereka seakan memaklumi tingkah laku ku ini.
Sore itu kulihat Kakek sedang menonton meonton pertandingan bulutangkis 
di TV, salah satu hobinya yg sering ia mainkan bersama mas Rizal dan 
aku, tak heran ia tetap terlihat bugar di usia hampir 60 tahun, 
sementara itu mas Rizal sedang bersiap-siap keluar rumah dengan motor 
maticnya yg sudah di cat aneka warna.
“Pa..Ijal mau keluar dulu ya..” kata mas Rizal setengah berteriak.
Kakek hanya menoleh dari tempat duduknya tanpa berkata apapun, namun kemudian tiba-tiba ia tersenyum melihatku.
“Wah ada Tara..gimana ujiannya lancar” katanya sambil merangkulku seperti biasa.
“Lancar dong kek..doain Tara ya kek biar lulus” kataku sambil merebahkan kepala di pundaknya.
“Iya..”, iya pasti kakek doain, balasnya dgn suara khasnya yg agak serak.
“Mbak Ana kemana kek” tanyaku sambil merebahkan kepalaku di pangkuannya.
“Oh mbak Ana sudah pergi jenguk tante Lia” tadi siang.
Aku lalu terdiam, aku pun akhirnya ikut menonton pertandingan bulu 
tangkis dengan posisi miring yg membuatku agak pusing, aku akhirnya 
kembali terlentang diatas pangkuan kakek menatap langit diluar yg 
mendung, jari jemari kakek bermain di kepalaku, membelai rambutku sampai
 aku tertidur, ini bukan kali pertama aku terlelap di pangkuan kakek, 
sebuah kebiasaan masa kecil yg terus terjadi, bahkan kakek pernah 
menasehatiku kalau aku tak boleh terus seperti ini, namun ia tetap tak 
bisa menolaknya.
Hujan yg deras akhirnya membangunkanku dari tidur, sebelum beranjak dari
 tidur aku sempat merasakan ada hal aneh di pangkuannya, namun kucoba 
mengabaikannya. Kakek beranjak dari sofa sambil merapikan sarungnya dan 
menutup pintu serta jendela agar pecikan hujan tak merembes kedalam. 
Saat kembali kakek berusaha membetulkan kain sarungnya dan membuatku 
menangkap tonjolan yg kupikir hanyalah gumpalan kain, saat duduk kakek 
kembali membetulkan sarungnya, raut wajahnya tampak sedikit berbeda.
Karena penasaran aku kembali merebahkan diri dipangkuannya, meski sempat menolak namun ia tetap membiarkanku.
“Aduh.. Tara tidur aja nih kerjanya” kata kakek dgn nada bercanda.
“Gimana sih kek Tara kan mau lulus, ntar kalau udah kuliah gak bisa lagi” kataku manja.
Aku benar-benar tak menyadari apa yg terjadi pada kakek hingga saat aku 
di posisi miring baru kusadari kakek ereksi.. whatttt? tapi ah sudahlah 
aku berusaha mengabaikannya hingga kakek meraih bantal sofa menaruhnya 
dibawah kepalaku. Kami pun melanjutkan obrolan, bisa kulihat raut wajah 
kakek yg mulai berubah, namun ia berusaha tetap tenang sambil mengelus 
rambut dan pipiku.
“Tara…sayang udah ya tidurnya, kakek pegel nih” kata kakek berusaha membujukku.
Aku pun bangkit dengan wajah cemberut.
“Ah kakek pelit nih sebentar aja pun” kataku sambil menatapnya.
Ia lalu merangkulku lebih dekat lalu mencium pipi dan keningku, aku diam saja membiarkannya.
“Pegelnya dimana kek” kataku penasaran sambil memijit pahanya, kakek hanya diam membiarkanku.
“Udah hilang pegelnya kek?” tanyaku sambil menatapnya penasaran.
“Belum Tara..” katanya menatapku dalam.
“Jadi dimana dong?” tanya ku penasaran.
Kakek tak menjawab namun kembali merangkulku lebih dekat, di ciumnya 
keningku, namun aku merasakan ada yg lain dari perlakuannya itu, seakan 
ada sesuatu yg tak bisa ia lakukan.
“Kamu gak pulang Tara, nanti di cariin sama mama loh” kata kakek mencoba mencairkan suasana.
“Bentar lagi lah kek, mau temenin kakek dulu” kataku sambil menatap wajahnya.
Aku masih saja memeluk tubuhnya manja, kakek hanya tersenyum sambil 
menatapku, tangannya mencubit daguku dengan gemasnya, wajahku hanya 
berjarak beberapa centi saja dgnnya, kakek menggesekkan hidungnya yg 
mancung dihidungku, jantungku tiba-tiba berdetak awalnya aku sempat 
mengira kakek akan menciumku bibirku namun dugaanku salah, ia malah 
kembali mencium pipiku.
Keesokan harinya aku kembali main kerumah kakek, pikiranku masih penuh 
tanda tanya, hari itu dirumah hanya ada aku dan mbak ana, sedangkan 
kakek pergi bersama mas rizal katanya ada urusan penting. Dari pada 
bosan aku membantu aktifitas mbak ana membereskan rumah. Mbak ana 
termasuk orang yg asik meski agak cerewet, ia dan mas rizal kadang 
sering tidak akur meski kemudian baikan lagi.
Sore nya aku pulang kerumah meminta izin untuk menginap dirumah kakek, 
seperti biasa orang tuaku tak begitu merisaukanku. Namun tengah malam 
mbak ana mendapat telpon jika salah satu kerabatnya masuk rumah sakit, 
mbak ana pun pergi kerumah sakit dengan mas rizal, tak lama keumudian 
masuk sms ke hpku sms katanya ia akan pulang agak telat, tinggallah aku 
dan kakek yg sedang tidur dikamarnya.
Entah kenapa kejadian tempo hari kembali terlintas dalam benakku, aku 
jadi membayangkan kakek yg tidur dikamar belakang, cuaca yg panas 
membuatku gerah dan keluar kamar, jam dinding sudah menunjukkan pukul 
00.30. Setelah buang air kecil kubuka kulkas dan minum air dingin, 
kulihat lampu kamar kakek masih menyala, apa kakek belum tidur jam 
segini, pikirku.
Krek..tiba-tiba pintu kamar terbuka, kakek keluar dgn mengenakan kain 
sarung dan singlet tipis yg sering ia pakai. Belum tidur tara? tanya 
kakek dengan suara beratnya yg khas, belum kek tadi tara haus, balasku 
tanpa beranjak. Ia lalu kekamar mandi untuk buang air, aku masih 
menikmati segelas air dingin yg tinggal setengah, tak berapa lama kakek 
keluar dari kamar mandi. Tadi mbak ana sama mas rizal kemana tara? oh 
itu kek tara hampir lupa mbak ana kerumah sakit jenguk sodara, mbak ana 
buru2 tadi.
Kakek akhirnya duduk di kursi meja makan, kami saling pun mengobrol 
tentang kerabatnya yg sakit keras, sesekali kakek memijit bahunya yg 
katanya pegal, bahunya pegal ya kek? Tanyaku. Kakek hanya mengangguk, 
setelah menghabiskan minumanku aku beranjak kearah kakek dan memijit 
pundaknya. Ehm..enak tara mijitnya, kata kakek sambil memejamkan mata, 
tak berapa lama kedua tanganku ditariknya hingga wajah kami semakin 
dekat lalu ia mencium pipi.
Tiba-tiba kakek berdiri mengadapku dan menarikku kepelukannya, aku mulai
 merasa ada yg aneh hingga ia mencium bibirku, uhwmm.. aku yg kaget 
sempat menolak namun karena tubuhku yg sudah terlanjur didekap akhirnya 
aku pasrah bibirku di ciumnya, aku seakan baru sadar jika selama ini 
kakek punya nafsunya padaku, sikapnya terhadapku selama ini menjadi 
masuk akal.
Uhmm,,kek.. desahku, ketika kakek mulai menggerayangi sekitar leher, 
ditengah dekapannya yg kuat aku semakin takut, meskipun ia sedikit 
memaksa namun sikap kebapakannya membuatku nyaman, tak sampai disitu 
kakek menarikku kekamarnya yg tak jauh dari ruang makan, rasa takut 
kembali muncul namun anehnya aku seakan mengikuti saja.
Dibawah cahaya lampu tidur ia kembali mencumbuiku penuh nasfu, 
perlahan-lahan mulai terbawa gerakannya hingga kami berciuman, aku 
seakan kehilangan akal sehatku dibuatnya. Tangannya pun terus bergerilya
 di tubuhku, tanpa sadar kancing piyamaku sudah terbuka seluruhnya, tak 
butuh waktu lama bajuku dilepas hingga tersisa celana panjang dan bra 
hitam yg masih menempel.
Kakek langsung merebahkan ku diranjang, sebuah kecupan kembali mendarat 
di keningku turun keleher hingga dadaku, dekat jantungku makin tak tak 
beraturan dibuatnya, setelah bra yg kukenakan dilepas ia langsung 
menyambar duda payudaraku yg tak masih ranum, aku tak menyangka ia 
begitu lihai dalam memperlakukan wanita, lidahnya bermain bergantian 
dikedua payudaraku, kadang dihisapnya puttingku dgn lembut, membuatku 
sshhhh ahh..pertahanku terus berkurang seakan tak lagi kuat membendung 
nafsu pria tua ini.
Turun kepusar ia menciumi perut membuatku geli, oh tidak.. kakek menarik
 celanaku rasa takutku semakin menjadi saat aku benar-benar telanjang 
bulat, dalam kondisi itu aku hanya bisa menutup payudara dan dan 
vaginaku dgn tanganku.  
Setelah membenarkan posisi tidurku keatas, kakek kembali ke 
selangkanganku di renggangkannya kedua pahaku tanganku di pindahkan 
dan…ahhhh vaginaku langsung dijilatnya, aku seakan melayang menerima 
perlakuan itu, pertahananku kali ini benar-benar telah hilang, kedua 
tanganku hanya bisa berpegangan di pundaknya sambil sesekali mendesah, 
aku benar-benar pasrah dgn apa yg ia lakukan, hingga tak lama kemudian 
kurasa sesuatu seakan segera keluar dari tubuhku, tiba-tiba kakek 
menghentikan permainannya. 
Tiba-tiba muncul rasa kesal dalam pikiranku, mengapa ia berhenti..ahhh 
ada sesuatu yg belum tuntas bercampur dengan rasa bersalah yg tiba-tiba 
muncul, aku bingung. Meski tanpa penerang aku masih bisa melihat tubuh 
kakek karena ada cahaya diruang dapur, ia tampak melepas pakaian satu 
persatu dan mendekati ranjang, seorang pria tua berdiri didekatku tanpa 
busana, samar-samar terlihat burungnya berdiri tegak diselangkangannya, 
aku semakin yakin saat kakek memegang burungnya, sementara tangan 
kirinya mengelus pahaku membuatku berdesir.
Kurapatkan kedua pahaku saat kakek naik keranjang, aku semakin risau 
dibuatnya apalagi saat kedua tangannya menyentuh pahaku. Kedua kakiku 
direnggangkan, namun aku masih berusaha menutup kewanitaanku dengan 
kedua tangan, di posisi yg sudah tanggung itu kakek berusaha mengarahkan
 burungnya namun terhalang kedua tanganku, bisa kurasakan ujungnya 
mengenai jariku, perlahan-lahan tanganku dipindahkan.. kek tara takut 
kataku tiba-tiba, aku ingin menjerit namun suara tertahan.
Aku kembali mendekati wajahku dengan setengah menindih, sambil menciumi 
leherku ia membisikkan sesuatu dan mulai mencumbuiku seperti sebelumnya,
 dari leher, dada hingga kewanitaanku tak luput dari permainan lidahnya,
 sementara itu aku hanya bisa mendesah dan makin larut dalam kenikmatan,
 mataku kadang terpejam, tanganku mencoba meraih apapun yg bisa 
kegenggam termasuk kakek, tenagaku seakan terkuras oleh perbuatan kakek.
Melihat kondisiku yg sudah hilang kesadaran kakek tak mau membuang 
kesempatan, ia menghentikan permainannya diselangkanganku dan bangkit, 
dengan sigap pahaku dilebarkan, bisa kurasakan sesuatu dibibir 
kewanitaanku memaksa masuk, dan ehhmmshhh aku menggigit bibir bawah dan 
meremas kasur..perlahan kurasakan rongga vaginaku terasa penuh bersamaan
 dengan rasa ngilu yg sulit untuk kulukiskan, hingga paha kami pun 
beradu disitu aku menyadari burung kakek telah masuk semuanya.
Beberapa saat kakek diam saja membiarkan penisnya tenggelam didalam 
vaginaku, begitu juga denganku tak ada lagi desahan-desahan dari mulutku
 seperti sebelumnya, rasa bersalah mulai muncul dalam pikiranku, aku 
sudah sampai sejauh ini. Sementara kakek seakan tengah menikmati hasil 
perjuangan menancapkan batangnya di vagina remaja yg sudah menganggapnya
 sebagai kakek sendiri.
Tiba-tiba kakek menarik tubuhnya kebelakang hingga batangnya seakan 
tertarik keluar vaginaku seakan tersedot, namun belum berapa lama ia 
kembali mendorong batangnya kedalam, ia melakukannya begitu pelan dan 
berulang-ulang, lama-lama ia mulai cepat dan ahh.. ahhhssshh tanpa sadar
 aku mendesah, disini bulir-bulir kenikmatan mulai terasa, tak hanya itu
 kakek pun mulai menindihku, sesekali ia mencumbui leherku sambil terus 
memainkan batang dikewanitaanku,, ahhh..kek, desahku, enak tara? Tanya 
kakek sambil terus memompa tubuhku. Ahhh desahku..tak menjawab, kakek 
udah lama gak begini tara, bisik kakek ditelingaku, ia lalu mencium 
bibirku, kami berciuman mesra, aku seakan lupa berapa usia pria yg 
sedang menyetubuhiku.
Seiring dengan kenikmatan yg semakin menjalar tanpa sadar tanganku sudah
 melingkar dipunggung kakek dan mencengkeram bahunya, namun ia tak 
peduli dan terus memompa tubuhku dgn penuh semangat ia seakan lupa dgn 
usianya. Begitu pula dengan diriku yg sudah berada dipuncak nafsuku, 
kek..teruss tara udah gak kuat, bisikku. Mendengar itu kakek mulai 
menekan batangnya lebih dalam terkadang ia menghentakkan, tanganku 
mencengkeram lengan kakek dan ehhhsssshhh..
Kakek kembali diam tak bergerak membiarkanku melawati sisa kenikmatan yg
 baru saja kuraih, namun aku masih bisa merasakan batangnya masih 
mengeras diliang kewanitaanku, aku tak menyangka kakek begitu kuat 
diusianya itu. Diraihnya kedua tanganku dan digenggam, bisa kurasakan 
kulit tangannya yg kering dan keriput mencengkeram telapak tanganku, 
kedua tanganku direnggangkan diatas kasur, lalu bibirku pun dilumatnya 
posisi seperti ini mengingatkanku pada film-film romantic yg sempat 
kutonton, aku tak menyangka kakek benar-benar paham hal seperti ini, 
tanpa sadar bibirku mulai mengikuti gerakan bibirnya hingga kami kembali
 berpagutan.
Sementara penisnya kembali bergerak dirongga vaginaku, dengan tangannya 
direntangkan seperti ini aku merasa seperti di film-film itu, aku seakan
 dipaksa berhubungan sex yg kemudian malah kunikmati. Nafsu yg kembali 
berdesir nafas kakek yg semakin tak beraturan membuatku seakan lupa jika
 kedua kakiku sudah melingkar di pinggulnya, ahh..kek, tara mau.. 
lagi..kataku, kali ini kakek tak bergeming, meski gerakannya semakin 
cepat..sementara itu aku benar-benar sudah dipuncak orgasmeku yg kedua.
Tiba-tiba kakek bangkit dari menindihku, namun ia tak melepas batangnya 
dan kembali memompa tubuhku dengan posisi berdiri dengan lutut, 
gerakannya yg cepat membuat tubuhku bergoyang, namun kakek segera 
menahan pahaku dgn tangannya agar tak bergoyang, ahh..ahh.. ahh kakek 
mendesah dengan suara seraknya, hmmsh..aku merasakan nafsuku kembali 
menjalar, kucoba mencengkeram pinggiran kasur saat kakek semakin cepat 
menggenjot kewanitaanku..ahh kek..desahku, namun tak seperti sebelumnya 
kakek seakan tak peduli dan terus memompa, dan tubuhku mengejang dan 
ahhhh aku pun orgasme, sementara kakek yg masih sempat menggenjot 
kewanitaanku mencabut batangnya cepat-cepat, tangan kirinya mencengkeram
 pahaku,,ohhh..terdengar erangan dari mulutnya bersamaan dengan cairan 
hangat dan kental menyemprot di perut dan dadaku.
Setelah menuntaskan hajatnya kakek tak langsung pergi ia sempat mengelus
 pahaku, sementara aku benar-benar bingung dengan tubuh yg belepotan 
sperma terlentang pasrah diruangan dgn cahaya remang, kakek bangkit 
setelah mengenakan pakaian seadanya ia menyalakan lampu kamar, lalu 
membersihkan cairan miliknya dari tubuhku, cahaya lampu membuatku merasa
 malu dihadapan kakek, ingin kututupi namun tak ada guna ia sudah 
menjamah semuanya.
Meski sudah dilap aku masih merasa lengket disana disini, kakek memungut
 pakaianku yg berceceran dilantai, setelah berpakaian aku pamit, sebelum
 keluar kamar kakek masih sempat memelukku dari belakang ia juga mencium
 keningku, tanpa berucap satu katapun, aku keluar dari kamar kakek 
dengan pikiran campur aduk, tak lama kemudian suara motor terdengar dari
 luar, aku sengaja tak keluar cepat-cepat membiarkan mbak ana memanggil 
terlebih dahulu.
Beberapa hari kemudian aku kembali kekota, menjalani hari-hariku sebagai
 mahasiswa baru, masih jelas dibenakku bagaimana kakek memperlakukan ku 
didalam ruangan gelap itu, dikampus aku langsung menjadi pusat 
perhatian, aku tak menyianyiakannya dan mulai aktif di organisasi 
kampus, banyak yg mulai menaruh perhatian padaku namun entah kenapa 
setiap kali aku teringat kakek, mereka seakan menarik bagiku.
Meski begitu ada satu orang teman kampus yg cukup dekat denganku, karena
 bagiku ia sama sekali tak menaruh perasaan apapun padaku, itu pula yg 
membuatku membiarkannya masuk kedalam hidupku, namun lagi-lagi aku 
begitu takut jika nantinya ia tahu rahasia tergelap dalam kehidupanku.
No comments:
Post a Comment