Kisah ini aku tulis berdasarkan pengalaman nyataku dengan ibu kosku yang masih muda.
Usiaku kini sudah 27 tahun. Kejadian ini berlangsung sejak aku baru lulus dari SMA. Usiaku dulu 18 tahun.
Ibu kosku beda satu tahun denganku, lebih tua dia. Anis, dia ibu kosku 
yang dinikahi oleh duda kaya raya yang memiliki bisnis besar. Salah 
satunya kamar-kamar kos yang berada di Bekasi. Kamar kosnya ada 30 
kamar. Anis dipaksa menikah dengan Heri (duda kaya) oleh kedua orang 
tuanya. Karena dulu orang tuanya memiliki hutang beberapa belas juta 
yang tak bisa dibayar. Di usia 18 tahun Anis menikah dengan Heri. Kini 
Anis berusia 28 tahun. Wanita ini bisa dibilang hampir sempurna. 
Memiliki tubuh yang cukup tinggi; 167cm. Postur tubuhnya tergolong 
ideal. Dengan berat badan 65kg. Lalu dihiasi lingkar dada yang cukup 
besar; 38C. Kulit putih dan rambut panjang bergelombang menambah 
kesempurnaan wanita yang lahir di Jakarta ini.
Berawal dari hijrahnya aku ke kota Bekasi karena harus melanjutkan study
 S1 ku di salah satu perguruan tinggi di sana. Karena tak punya sanak 
saudara yang tinggal di Bekasi, akhirnya aku putuskan untuk mencari 
kamar kos yang dekat dengan kampusku. Hal ini agar mengurangi 
pengeluaranku.
Setelah mencari ke sana dan kemari, akhirnya aku menemukan kamar kosan 
yang dekat dengan kampusku. Harganyapun relatif murah untuk kantong 
mahasiswa, 290rb perbulan. Itupun sudah termasuk listrik dan air.
Aku masuk menuju ke dalam pintu gerbang yang didepannya tertulis, 
"Terima Kos Pria dan Wanita". Pintu masuk menuju rumah utama lumayan 
jauh. Hingga akhirnya aku bertemu dengan wanita cantik yang masih muda.
"Maaf, mbak. Aku mau ngekos di sini. Harus kemana ya untuk pendaftaran masuk?" tanyaku kepada wanita cantik itu.
"Mas siapa namanya? Saya Anis, istri pemilik kosan ini" Gadis manis ini ternyata sudah menikah. Aku fikir masih single.
"Aku Arman, mbak Anis. Mau ngekos di sini. Berapa perbulannya ya?"
"Panggil saja aku Anis. Jangan pake mbak. Aku masih muda."
"oh, iya baik, nis"
"berapa orang, man?" tanyanya singkat.
"aku sendiri. Bisa liat liat dulu kamarnya, nis?"
"mari aku antar"
Aku dan Anis mengelilingi kamar kosnya. Cukup banyak kamar di sini 
ternyata. Aku diantarkan ke kamar yang paling dekat dengan rumah utama. 
Kamarnya lumayan besar. Aku langsung minta di sini aja. Karena dekat 
dengan akses keluar masuk.
"aku di sini aja, Nis."
"oh, yaudah. Kalo cocok, silahkan. Kapan mau mulai masuk kamar?"
"hari ini juga. Aku sudah bawa tas ransel yang isinya pakaianku untuk kuliah di seberang tuh. Hehe"
"yasudah, masuk dan rapihkan pakaianmu di lemari. Setelah itu aku tunggu
 di ruang utama ya" ucapnya sangat ramah sembari menunjukkanku arah 
ruang utama (maksudnya ruang administrasi kosan itu).
-Singkat cerita-
Seminggu sudah aku tinggal di sini. Anis sangat ramah padaku. Entah 
emang sifatnya seperti itu atau hanya pada diriku. Karena setiap aku 
pulang kuliah dia selalu ternyum manis padaku. Terlihat ada tatapan 
nakal dimatanya.
Tepat di hari ke-11 Anis mengajakku ngobrol di dalam rumah utama yang 
letaknya tepat bersebelahan dengan kamarku. Di dalam rumahnya yang 
lumayan besar itu ternyata dia hanya tinggal dengan 2 pembantunya. Dua 
duanya biasa membantu membersihkan rumahnya. Aku baru saja dikenali oleh
 Anis.
Aku agak canggung berada berduaan gini di dalam satu ruangan bersama 
wanita dewasa. Apalagi dengan wanita cantik berpostur tinggi ini. 
Seperti sedang berbicara dengan bidadari rasanya.
Dua jam lebih aku ngobrol dengan Ibu kosku. Obrolan kita sudah sangat 
panjang. Aku tak tau sudah seberapa banyak dia bercerita dan akupun 
sebaliknya.
Sampai pada akhirnya anis bercerita tentang mengapa dia menikah dengan 
pemilik kos ini. Suaminya adalah duda kaya raya yang memiliki banyak 
usaha. Dia sebenernya tak sampai hati menikah dengan Heri. Belum genap 
setahun dia menikah dengan duda kaya raya ini. Baru memasuki usia 5 
bulan. Dia ingin berontak, namun selalu ingat orangtuanya.
"Arman, kamu sudah punya pacar?"
"aku belum pernah pacaran sama sekali" jawabku sekenanya. Karena memang aku dari dulu ga pernah pacaran.
"ah, masa? Kamu kan ganteng. Masa ga ada yang mau?"
"yang mau ada, cuma akunya yang ga mau pacaran"
"oh, gitu"
"kenapa emang tanya gitu? Naksir dengan aku ya? Hehe" tanyaku sambil meledek.
"enggak, aku kan udah jadi istri orang. Naksir cowo lain itu ga 
diperbolehkan. Cuma kalo jadi teman curhat sah-sah aja kan? Hehe"
"Arman, aku mau mengatakan sesuatu. Kamu jangan marah ya?"
"apa?"
Suasana sudah mulai memanas. Aku bingung Anis mau bilang apa. Cuma aku 
takut disuruh pindah kos. Di sini tergolong murah soalnya.
Bibir anis mendekat ke telinga kananku sambil berbisik, "man, mau ga 
menjadi teman 'sepermainan' ku?" aku bingung dengan maksudnya.
"teman sepermainan tuh apa?"
"Begini, man. Suamiku pulang hanya di akhir bulan. Itupun cuma 
semalaman. Lalu dia pergi lagi. Aku kesepian. Secara aku ini kan 
pengantin baru. Setelah menikah, aku baru 1 kali digauli olehnya. Aku 
hanya diperawani olehnya. Aku juga butuh nafkah biologis, man. Mau ga 
kamu menafkahi kebutuhan biologisku?"
Aku tercengan mendengar pertanyaan terakhirnya. Aku bingung harus 
berbuat apa. Karena memang seumur-umur aku belum penah 'nakal' dengan 
wanita manapun.
"gimana, man? Kok diam?" tegas Anis.
"aku bukannya ga mau. Cuma aku ga enak dengan dua pembantumu. Lagian aku
 belum pernah menafkahi kebutuhan biologis wanita. Aku belum banyak 
belajar tentang itu. Kecuali kamu mau mengajariku" di sini fikiranku 
mulai dirasuki oleh setan.
 Semua berubah begitu saja. Aku langsung ingin merasakan 'nakal' bersama wanita dewasa.
Beberapa menit kemudian anis membawaku ke dalam kamar yang cukup besar. 
Ini adalah kamarnya. Fasilitasnya lengkap. Komputer, spring bed, ac, 
lemari, televisi, dan kamar mandi di dalam. Mewah sekali kamar ini.
Anis menuju komputer yang dari tadi udah stand by. Dia membuka folder 
demi folder sampai akhirnya terdapat satu folder berjudul, "Education". 
Setelah dibuka ternyata berisikan puluhan film porno. Anis memutarkannya
 untukku.
Setelah memutar 5 film, anis berkata, "sudah ngerti belum basic-nya?" aku hanya mengangguk tanda mengerti.
Anis skrg sudah duduk di bibir ranjang. Dia memakai kaos oblong berwarna
 biru muda dengan rok selutut berwarna hitam. Anis memanggilku untuk 
duduk di sebelahnya. Tanganku dituntung menuju dadanya. Aku mulai 
keringetan. Aku gugup. Antara takut dan gembira sebenarnya. Lalu 
sampailah kedua tanganku didadanya. Lalu aku remas perlahan dadanya. 
Lembut sekali. Rasanya indah sekali menyentuh dada wanita ini. Besar, 
kenyal, dan lembut.
"ya, terus, man. Kamu pasti suka dengan dada ini"
"ya aku mulai suka" aku tak banyak bicara. Karena aku sedang terkagum kagum merasakan indahnya menyentuh lembutnya payudara.
Anis membuka kaos oblongnya. Skrg terlihat bra besar berwarna biru juga. "waw, besar sekali" ucapku dalam hati.
"boleh aku pegang?" tanyaku memastikan.
"boleh. Kamu boleh melakukan apa saja denganku, man" ucapnya dengan nada yang agak nakal.
Aku ingin membuka bra-nya. Namu, karena belum pernah membuka sebelumnya aku jadi kesulitan.
Hampir 5 menit aku baru berhasil membuka pengait belakang itu. Kini aku 
sudah melihat gumpalan daging berwarna putih dengan ujung berwarna pink.
 Indah sekali. Spontan tangan dan mulutku bergeriliya di daerah dadanya.
 Anis kurabahkan diatas ranjang. Mulut dan tanganku tak bisa berhenti 
menari-mari di atas gundukan itu. Anis sudah mulai terlihat senang. 
Sepertinya sudah terhanyut dalam suasana. Lama aku bermain main di sana.
Setengah jam kemudian Anis bangkit dan melucuti semua pakaianku. Aku 
kikuk dibuatnya. Seketika itu aku terdiam sambil menutupi kemaluanku 
dengan tanganku.
"kok ditutupi? Malu ya? Ga usah canggung. Aku suka kok"
Lalu kuboba untuk membuka kedua tanganku. "hah? Besar banget titimu, 
man. Berapa ukurannya?" sepertinya anis kaget melihat penisku. Lumayan 
panjang memang. 19,5cm. Dan cukup besar.
"19,5cm, Nis. Kenapa?"
"aku kaget aja. Punya suamiku kecil sekali. Tak ada separuhnya. Boleh aku pegang?" dia memastikan.
"boleh. Cuma pelan pelan ya. Aku belum pernah dipegang."
Anis meraih penisku. Dia mengelus-elus dengan lembut. Aaaaaah, geli 
sekali. Indah sekali rasanya sore itu. Pantas saja semua orang suka 
dengan 'kenakalan'.
Setelah hampir 5 menit, Anis memasukkan penisku ke dalam mulutnya. "ga jijik, nis?" tanyaku. Sedangkan anis tak menghiraukan.
10 menit mungkin anis mengulum dan memainkan kemaluanku. Lalu kini dia 
membuka rok dan celana dalamnya. Dia menyuruhku untuk memasukkan penisku
 secara perlahan.
Ku pegang batang kemaluanku yang sedari tadi sudah menantang. Ku arahkan
 menuju liang peranakannya. Kepala kemaluanku sudah tepat berada dibibir
 vaginanya yang terlihat masih mungil sekali. Dengan tambahan bulu bulu 
halus di sekitarnya.
Sedikit demi sedikit telah kumasukan penisku. Anis teriak kesakitan. 
Lalu kucoba untuk lebih berhati hati lagi sampai akhitnya seluruh batang
 kemaluanku berada di dalam lubang vaginanya.
"aku merasakan batang kemaluanmu sampai pada punti rahimku, man" ucapnya
 sambil mendesah. "berhenti sejenak, man. Jangan kau lanjutkan dulu. Aku
 masih ingin membiasakan vaginaku dengan batang kemaluan yang besar" 
lanjut anis.
5 menit sudah aku berdiam diri. Setelah itu baru mulai kugenjot 
vaginanya. Rintihannya semakin keras. Aku melakukan seperti di video 
yang anis berikan sebelum kita melakukan ini. Aku genjot vaginanya 
sembari tangan dan mulutku bergeriliya di bagian dadanya. Semakin lama 
desahan dan rintihannya sin keras. Kutambahkan speed genjotanku. 
Rintihannya semakin menjadi jadi. 15 menit sudah. Lalu kurasakan penisku
 seperti ingin mengeluarkan sesuatu. Ku percepat genjotanku. Dan 
ternyata aku mengeluarkan sperma didalam rahimnya. Anis sudah terlihat 
lemas sedari tadi. Ku diamkan beberapa saat sebelum aku mencabut penisku
 dari kemaluannya yang masih sempit itu. Aku terkulai lemas disebelah 
anis yang juga sudah terkulai lemas sedari tadi.
-singkat cerita-
Kesokan harinya anis mengajakku kembali. Dan terus berlanjut hingga tulisan ini aku terbitkan.
Kini anis memiliki dua anak. Yang menurut pengakuan anis keduanya adalah anakku.
9 tahun sudah anis menjadi 'teman sepermainanku'.
Inilah kisahku..
Regards,
Arman Saputra.
No comments:
Post a Comment