“Hei, mana bagian gue?”
“Sabar dikit napa, ini juga baru masak. Gara-gara gasnya abis nih, kita jadi masak pake ini.”
“Woeyy. Ini dikasih bumbu apa? Gue gatau caranya bikin.”
“Raaa, kenapa kran airnya belom dimatiin? Ntar kalo ketahuan ibu kosan kita bisa dihajar.”
Kira-kira, begitulah segelintir percakapan yg terjadi dalam suasana malam yg riuh itu.
Hari itu, kami mengadakan sebuah pesta kecil-kecilan karena mas Asep 
dikirim oleh kampusnya untuk tinggal di Perancis selama beberapa bulan. That’s great, right?
Sudah sekitar 3 bulan gue berpisah dengan Sasa. Dan selama 3 bulan itu pula gue masih menikmati status sex buddy
 dengannya hingga beberapa hari yg lalu. Yap, beberapa hari yg lalu, 
saat ia memutuskan untuk menerima pernyataan cinta dari Naufal.
Naufal? Siapakah dia?
Mungkin gue belum sempat membahas, siapakah yg berani-beraninya berbuat mesum sama Sasa hari itu.
Yap, dia adalah Naufal. Temen ekskul gue sendiri.
Emang sih kalo dari segi fisik dan penampilan, gue kalah jauh. Tapi, apakah hanya itu yg dilhat oleh Sasa?
Dan kemarin, saat kita sedang “Indehoy” di hotel, pernyataannya membuat gue tersadar. Dia sudah benar-benar rusak.    
“Permainannya jauh lebih enak. Caranya memuaskan seorang wanita sungguh 
luar biasa. Mungkin itu alasan gue jatuh cinta dengannya. Karena sex.”
Saat gue mendengar itu, nafsu birahi gue seketika menghilang. Gue 
langsung menuju ke kamar mandi, membersihkan kemaluan gue, mengenakan 
pakaian seadanya, dan langsung pergi meninggalkan Sasa yg termenung 
melihat kepergian gue.
Yang benar saja, gadis yg terkenal pandai di kelas, yg terkenal alim dan sering mengikuti pengajian, hanya karena sex, dia langsung berubah 180 derajat. The doomsday!
 Setelah kejadian itu, kita sudah tidak berkomunikasi lagi. Saat gue 
berjalan di depan bangkunya, ia hanya menatap gue dengan dingin, lalu 
kembali membaca buku. Saat tak sengaja berpapasan di koridor sekolah, ia
 langsung membuang muka.
“Udahlah, rel. Cewe cantik itu ga Cuma dia. Masih banyak kok di luar 
sana. Coba aja elo cari cari di sosmed atau aplikasi dating gitu, pasti 
banyak yg nyantol sama elo deh.” Kata Roy sambil menikmati bungkusan 
nasi padang yg ia beli tadi pagi.
“Ogah ah. Emangnya gue cowo apaan pake aplikasi begituan. Gue juga punya selera bro.” Kata gue sambil menepuk pahanya.
“Terserah dah. Pokoknya gak nyesel deh.”
“Hei, lu denger gak?”
Gue tersentak dari lamunan gue. Di hadapan gue tersaji sepiring pisang 
goreng dengan hiasan seadanya. Gue dongakkan kepala gue, ternyata si 
Angel yg menyodorkan piring itu.
“Elu masih mikirin ‘dia’ ya?” tanyanya sambil duduk di samping gue. Gue 
hanya menganggukkan kepala sambil menyomot sebiji pisang goreng. Rasanya lumayan juga, tapi kenapa agak pedes ya. 
“Enggak sih sebenernya. Tapi entah kenapa hal itu selalu muncul disaat 
yg tidak tepat. Apa gue harus cepet-cepet cari cewe lagi, ya?”
“Njirr..ngapain nanya gue. Orang gue juga lagi njomblo.”
Gue yg masih mengunyah pisang goreng langsung menoleh ke arah lawan bicara gue.
“Hah? Elo putus?”
“Iya, barusan tadi siang.” Katanya dengan tersenyum. Tidak ada keraguan sedikit pun didalam nada bicaranya.
“Gara-gara apa? Sumpah galucu kalo becanda.”
Angel tiba-tiba bangkit, menuju ke meja di seberang kami, mengambil dua 
gelas kosong, dan membawanya bersama sebotol Fanta besar. Ia menuangkan 
Fanta tersebut ke dalam gelas, lalu meneguknya dengan cepat. Kemudian 
menyerahkannya ke gue.   
“Hmm.. ya kayaknya emang udah saatnya kita pisah. Gue ngerasa nggak terlalu nyaman sama dia. Gue merasa terlalu dibatasi.”
“Dibatasi gimana maksudnya?”
“Yaa..pokoknya kalo dia lagi ada maunya, gue harus menghentikan segala aktivitas yg lagi gue lakuin.”
“Emang dia orangnya manja? Enggak deh kayaknya.”
“Aduh rell.. bukan sifatnya yg manja. Tapii...” mendadak wajahnya merona merah. Oh, gue ngerti maksudnya.
 “Maksud lo, nafsu birahi?” tanya gue dengan pelan, sambil meneguk segelas Fanta. Ia mengangguk pelan.
“Iya.. dia nafsuan banget. Seminggu kita bisa main hampir tiap hari. Kadang kalo lagi weekend
 dia ngajak ke luar kota gitu. Nginep.. buat muasin nafsunya..” katanya,
 masih terlihat malu-malu. Dia kemudian menyaut semangkuk kacang rebus 
yg tergeletak di sampingnya dan memakannya dengan rakus untuk menutupi 
rasa malunya. Lucu juga.
“Ekhm..tapi, elonya juga pengen kan sebenernya?” ujar gue sambil sedikit tertawa untuk mencairkan suasana.
“Ihh,, apaan sih rell..” tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi centil.
Tiba-tiba mas Asep datang dan mengajak gue untuk membantunya menyalakan 
alat pemanggang. Gue mengiyakannya dan meninggalkan Angel yg kulihat 
masih asik dengan kacang rebusnya.
*** 
“Kamu kenapa terlambat?”
“Maaf pak. Anu, tadi ban motor saya bocor, jadi harus nambal dulu.”
“Nambal sendiri? Kamu berangkat jam berapa?”
“...”
“...”
Pagi itu, gue kena semprot di BK karena terlambat. Ya.. gue terlambat karena kejadian semalam.
Seusai mendengar ceramah tiada henti dari Pak Roni, gue nggak langsung 
ke kelas tetapi langsung ngeloyor ke kantin. Karena jam pertama hari itu
 adalah pelajaran olahraga.
Dan juga karena gue lupa bawa seragam OR, hehe.
Suasana kantin pagi itu terasa sunyi. Sama seperti suasana hati gue.
Entah kenapa, gue masih belum mau berpacaran dulu. Padahal beberapa 
minggu yg lalu saat teman-teman sekelas gue tau kalo gue sama Sasa udah 
putus, berita itu langsung nyebar ke kelas sebelah. Sampai-sampai, ada 
cewek kelas sebelah yg ngeWA gue kalo dia suka sama gue. Anjing. Sebegitunya gue populer di sekolah? Hahaha..
Oh iya, hampir lupa. Semenjak gue dan Dea ‘saling memadu kasih’ bersama 
di atas ranjang, kita tidak pernah melakukannya lagi. Entah kenapa gue 
nggak ada niat untuk membahas hal itu dengan Dea saat kami sedang berdua
 saja. Dia pun sepertinya berfikiran sama dengan gue.
Tunggu dulu, apa jangan-jangan dia mengharapkan sesuatu yg lebih?
Maksud gue, apa dia ingin ada ikatan diantara kita sebelum kita melakukannya terlalu jauh?
Tapi, rasanya dia enggak ada rasa deh sama gue.
Nyatanya, saat kita sedang berduaan saja dia sudah tidak pernah 
mencuri-curi kesempatan seperti mencium gue, atau membahas sesuatu yg 
terlihat seperti ‘kode’ buat gue. No!
Akan tetapi, menurut cerita Rara dan temen-temennya, dia saat ini tidak 
terlihat dekat dengan salah satu cowok di sekolah. Makin rumit aja, nih.
Kalau diliat-liat, Dea itu sebenernya cantik juga. Rambut hitamnya yg 
dibiarkannya terurai sungguh kontras dengan warna lehernya yg putih 
mulus. Warna matanya juga bikin gue suka lama-lama menatapnya, berwarna 
biru keunguan. Entah dia mengenakan softlens atau tidak, tapi itu 
sungguh pas sekali dengan dirinya.
Bentuk tubuhnya juga proporsional sekali. Meskipun tingginya hanya 
sekitar sepundak gue, tapi menurut gue itu pas sekalo dengan badannya yg
 memiliki lekuk hampir sempurna. Payudaranya kalo dari luar memang tidak
 terlalu besar, tetapi untungnya gue udah pernah melihat jeroannya, 
hehe.
Sangat disayangkan. Masa’ mutiara kayak dia engga ada yg suka? Ya mungkin ada yg suka, tapi dianya yg enggak mau wkwk.
Tapi, gue udah terlanjur nyaman dengan status “sahabatan” dengan dia.
Gue juga mau membahas tentang Rara. Gadis pendiam yg jarang sekali 
ngobrol dengan gue. Mungkin karena sifatnya yg pemalu itu yg membuatnya 
terlihat “misterius” di mata gue.
Denger-denger sih, dia punya gebetan anak kelas 11 IPS 2. Tapi gue sendiri belum pernah lihat orangnya.
Kalo di kosan, dia itu yg paling nurut. Kalo ditanyain mau makan apa, 
dia selalu mengucapkan kata-kata yg sama, “ngikut aja deh..”
Sekarang, ke deskripsi tubuhnya. Tingginya hampir sepantaran dengan gue.
 Dia mengenakan kawat gigi berwarna biru. Terkadang dia sering memakai 
bando. Imut, katanya. Payudaranya cenderung agak flat. But, boobs are boobs. Tetep aja enak, hehehe.
Dia itu kayaknya taat agama. Kalo hari minggu dia rajin ke gereja. 
Terkadang ia bersama Angel, kadang ia minta bareng dengan gue saat gue 
akan pergi.
Tak lupa juga kak Aulia. Dia adalah mahasiswi fakultas Hukum di 
salahsatu PTN ngetop di Jogja. Dia yg paling jarang balik ke kosan, 
bersama dengan mas Asep, karena dia mahasiswa teknik jadi pasti sering 
berada di kampus. Tapi entah kenapa, kak Sarah yg satu fakultas dengan 
kak Aulia kok jarang ke kampus. Males, katanya wkwk.
Kak Aulia merupakan seorang wanita yg mengenakan jilbab. Di kosan pun 
kalo sedang ngumpul bareng kita-kita, ia masih mengenakan jilbab. 
Bicaranya halus sekali, khas orang Jawa Tengah. Jarang sekali ia 
mengeluarkan kata-kata yg tidak pantas.
Kalo bentuk tubuhnya sih, gue gak terlalu ngerti. Karena hampir setiap 
hari dia selalu mengenakan pakaian yg tertutup. Pernah sekali, saat ia 
menyusul gue dan Roy yg sedang membeli bubur ayam di depan kosan, ia 
hanya mengenakan piyama dan jilbab merahnya. Dari situ, gue tau kalo 
ternyata payudaranya cukup besar. Wajar sih, karena dia udah lebih tua 
dari cewe cewe di kosan itu yg pernah gue bayangin payudaranya. Hahaha..
“Mas, kenapa senyum-senyum sendiri?”
Gue tersadar dari lamunan gue. Ternyata ibu kantin sedang berada di meja samping gue, sedang mengelap meja.
“Ah, enggak buu..Ini sotonya enak banget..”
“Alah pake ngeles lagi. Mikirin ceweknya ya?” tanyanya lagi sambil tertawa.
“Cewek yg mana lagi sih bu..”
“Alah..yang dulu itu loh. Yang rambutnya panjang.”
Hah? Rambut panjang?
“Siapa bu? Dea? Angel?”  tanya gue lagi sambil menyeruput kopi hitam panas.
“Nah itu. Mbak Dea..”
“Oalah. Kita Cuma temenan doang kok..”
“Yah. Padahal pas banget. Masnya ganteng. Mbaknya cantik. Pasti cocok, deh.”
Oh, gitu ya bu..  
“Ah, ibunya bisa aja, hehe.” Ujar gue, lalu melanjutkan sarapan gue yg sempat terganggu karena membayangkan temen kosan sendiri.
***
“Ini ditaruh dimana kak?”
“Taruh di depan cucian aja. Ntar biar gue yg cuci.”
“Oke deh kak.”
“Gue naik dulu ya. Udah capek banget nihh..”
“...”
Akhirnya pesta kecil-kecilan malam itu berakhir. Pesta malam itu ditutup
 dengan alunan musik dari Roy dan mas Asep dengan gitar mereka, dan 
dinyanyikan oleh para cewek-cewek. Makanan yg tersedia sudah tak bersisa
 lagi. Gue lirik jam di dapur, pukul 02.25. Udah pagi ternyata. 
Bisa-bisa besok telat nih.
Gue mencoba membantu membersihkan sisa-sisa pesta itu bersama mas Asep, dan si Roy dengan enaknya terlelap di kamarnya.
“Mas, udah selesai nih. Besok pagi biar gue yg nyapu halaman.”
“Oke deh. Gue keluar dulu ya. Mau ke Indomaret dulu.”
“Siapp..”
Gue lalu melangkah ke kamar, sebelum gue teringat kalo tadi gue 
meninggalkan Angel yg sedang curhat masalah pacarnya. Eh, mantannya.
Gue pun naik ke atas menuju kamar Angel. Saat tiba di depan kamarnya dan
 akan mengetuk pintu itu, gue mendengar nafas terengah-engah. Ya kali, Masa’ Angel malem-malem gini jogging?
Gue lirik celah angin-angin di atas pintu kamar, lampunya masih menyala.
 Gue coba lihat jendelanya, ternyata ada celah kecil dari korden yg 
tidak tertutup dengan sempurna.
Gue coba melihat ke dalam kamar, dan mata gue terbelalak.
Angel sedang memegang ponselnya, sedang tangan satunya merogoh sesuatu dibalik piyamanya. Yap, the boobs.
Gue amati dia selama beberapa menit. Dia sepertinya sedang memandangi 
beberapa koleksi foto di galerinya. Hal itu terlihat dari jari 
telunjuknya yg terlihat menggeser-geser layar ponselnya. Tangan satunya 
tak tinggal diam dan terus meremas payudaranya sendiri, sambil sesekali 
memelintir putingnya. Oh my god, gue jadi gak tenang membayangkan bentuk
 payudara Angel.
Gue yg mulai kehilangan akal sehat, tiba-tiba langsung menarik daun 
pintu dan membukanya. Angel yg tidak siap dengan keadaan itu langsung 
mematikan layar ponselnya dan merapikan piyamanya. Tapi terlambat, gue 
sudah terlanjur memergokinya dengan pakaiannya yg kusut dan kancing yg 
terbuka.
“...”
Suasana sunyi. Kami saling pandang selama beberapa detik. Sama-sama salah tingkah.
“E-elo ng-ngapain disini?” tanyanya takut-takut sambil menarik selimut hingga menutupi separuh badannya.
Gue juga kebingungan merangkai alasan kenapa gue ada disini.
“Anu..tadii..”
“Hmm?”
“Tadi ‘kan elo lagi curhat. Dan..”
“...”
“..gue tinggalin begitu aja.”
Angel yg sedari tadi wajahnya terlihat tegang, mendadak menghela nafas dan tertawa kecil.
“Yaampun.. sebegitunya banget ngerasa bersalah,ya?” katanya sambil 
tersenyum manis. Perlahan ia mulai keluar dari balik selimut tebalnya. 
Duduk sambil bersandar di dinding dengan tangan yg ia silangkan di depan
 dadanya.
 “Eh..iyaa. Maaf ya, harusnya gue nemenin elo. Tapi tadi gaenak juga 
sama mas Asep. ‘Kan ini acaranya dia juga. Masa’ gamau kalo dimintai 
tolong sama dia.”
Angel terlihat mulai terlihat biasa lagi. Mungkin tadi ia tegang karena merasa dipergoki saat sedang asik “masturb”.
“Santai aja, kali. Curhatnya besok-besok lagi juga gapapa. Lagian ini 
juga udah malem.. harusnya elo tidur biar besok engga kesiangan.”
“Hmm.. tidur, ya. Tapi kenapa elo belum tidur juga, ya?” selidik gue 
sambil sedikit tersenyum nakal. Muka Angel langsung merah padam. Kakinya
 sedikit menjejak-jejak selimut, gelisah.
“..Tadi elo..mmm..sempet lihat, ya?” tanyanya malu-malu. Ia sedikit 
menundukkan kepalanya, tidak berani menatap gue. Mungkin juga tidak 
berani mendengar jawaban gue.
Emangnya daritadi gue ngapain aja, nyet. 
“Liat apaan? Gue ga liat apapun. Tadi sempat ketemu Rara sih didepan kamar dia.”
“Beneran ga liat apa-apa?”
“Iyoo..”
“Oh yawes...” katanya sambil tertawa. Bahasa Jawa-nya yg terdengar medok membuat gue tertawa. Orang Bali emang agak medok kalo ngomong Jawa lah.. wkwk.. 
Tawa yg sebelumnya menggema di kamar kecil itu, perlahan mulai 
menghilang. Suasana kembali hening. Tapi, sepersekian detik kemudian 
terdengar suara yg membuat gue ketar-ketir.
“Eh, tunggu disini, ya.” Kata gue sambil berlari keluar kamar. Ini pasti suara itu.
***
Setelah selesai sarapan, gue melirik jam di ponsel gue. Masih ada 35 
menit sebelum bel jam pelajaran ketiga berbunyi. Daripada gue bosen di 
kelas, gue lalu memutuskan untuk ke UKS saja. Lumayan lah bisa 
tidur-tiduran setengah jam. Hehehe..
Gue harus berjalan memutar agar tidak melewati pinggir lapangan dan 
ruang guru. Kalo ketahuan kan bahaya. Tadi pagi udah kena semprot di BK,
 masa’ harus kena semprot lagi.
Sesampainya di UKS, gue coba ketuk pintunya. Tidak ada respon.
Gue langsung aja nyelonong masuk ke dalam. Ternyata tidak ada orang. Gue
 langsung menuju ke kasur yg terletak paling ujung. Gue langsung 
melompat ke atasnya dan langsung rebahan.
“Wahh..enak juga nih. Mana AC-nya dingin juga..” batin gue.
FYI, UKS di sekolah gue ada pembatas di tiap-tiap ranjang. Tapi, bukan 
hanya sekedar tirai seperti di rumah sakit. Melainkan kaca buram yg 
cukup tinggi sehingga kesannya lebih nyaman dan aman dari patroli guru, 
hehe. Dan juga, ada sebuah TV besar yg menempel di dinding UKS itu.
Setelah beberapa menit gue memejamkan mata, gue tidak bisa terlelap. 
Entah kenapa gue was-was kalo sampai kebablasan ketiduran, hehe.
Sayup-sayup terdengan suara yg mendekat ke sini. Lalu pintu UKS itu terbuka.
Gue tidak dapat melihat siapa yg datang, tetapi sepertinya seorang cewek dan temannya.
“Eh, buruan naik ke atas ranjang.” Kata cewek itu.
“Iya-iya, tapi ini beneran aman kan.“
Gue kaget. Ternyata cewek itu bersama seorang cowok. Pacarnya, mungkin.
“Iya sayangg.. kalo jam segini disini pasti sepi. Tadi pintunya udah aku kunci juga. Dah deh serahin sama aku..”
Tak lama kemudian terdengar suara ritsleting dibuka. Sepersekian detik kemudian, terdengar suara khas orang yg sedang berciuman.
“Hmmpphh.. buruan say. Udah gatahan nihh..”
“...”
“Iyaa.. sabar napa.”
Lalu, terdengar suara desahan cowok tersebut. Sepertinya ia sedang di-handjob oleh pacarnya.
“Aww..pelan-pelan beb. Nanti cepet keluarr..”
“Huu..salah sendiri Cuma diginiin udah keluar. Ntar kalo ML gaasik dong..”
Wah wah..kayaknya mereka belum pernah ML nih. Hahaha..
“Kamu juga gamau jebol perawan kan..sshhh..makanya gini aja udah cukup, sayang.”
“Iyaa.. maaf. Sabar ya, ntar kalo udah siap boleh kok ML sama aku.”
“Ah, enak say. Diemut dong..”
“Enggak ah, jijik tau.”
“Bersih ‘kali.. coba cium aja. Wangi ‘kok..”
“Iya wangi..wangi pejuh kamu..hihihi..”
“...”
“...”
“Ah..aku mau keluar sayangg..”
“Eh, tunggu bentar. Aku ambil tisu dulu. Ntar kalo muncrat di seprai kan bahaya.”
Lalu cewek itu berjalan menuju meja perawat untuk mengambil tisu. Gue 
coba mengintip dari balik selimut. Gue gabisa melihat wajahnya, tapi gue
 tau kalo dia temen seangkatan gue. Ada logo kelas di lengan kirinya.
Cewek itu rambutnya mirip sekali dengan Angel. Teurai panjang. Kulitnya 
juga putih langsat. Tapi gue tau kalo itu bukan Angel. Suaranya beda 
sekali.
“Buruan, beb. Dikit lagi keluar nih..”
“Bawel ih. Ni juga baru ambil tisu.”
Kemudian kembali terdengar desahan dari cowok itu. Tak lama kemudian ia 
berteriak, pertanda ia klimaks. Ranjang itu berderit kencang sekali.
“Aku keluaarrrr....ahhh..”
Lalu sepertinya mereka kembali berciuman.
“Makasih ya,”
“Iya.. makanya jangan sangean kalo di kelas..”
“Abisnya kemarin kamu nggak ngasih jatah sih, hehe..”
“Huu..maunya. Kemaren kan aku ada arisan keluarga. Mana bisa kita main di rumah..”
“Iya deng..hehe.”
“Yaudah kamu keluar dulu. Aku mau bersihin ini dulu. Ntar kalo ada yg curiga ‘kan bahaya.”
Lalu terdengar derap kaki menjauh. Sepertinya hanya tinggal kami berdua disini.
Gue sebenernya juga udah horny. Siapa sih yg ga horny kalo denger suara ‘pergumulan’ di samping lo.
Akal sehat gue hampir aja ilang, kalo gue ga inget ini di sekolah.
Tiba-tiba, petaka itu datang.
PONSEL GUE BERBUNYI. SHIITTTT!!
Cewek itu sepertinya kaget mendengar nada notifikasi ponsel gue. Ia 
langsung bergegas lari meninggalkan ruangan itu. Gue lalu mengintip dari
 balik pembatas, dan mata kami sempat saling bertemu, sebelum ia menutup
 pintu UKS dengan keras.
Oh, ternyata dia. 
Gue pernah bertemu sebelumnya. Dia pernah gue tolongin waktu motornya
 terjebak di parkiran. Tapi gue gainget namanya maupun kelasnya.
Gue kembali merebahkan diri di ranjang. Kenapa sih hidup gue isinya 
adegan mesum mulu. Cuma mau tiduran bentar aja harus denger orang lagi 
mes—“
Ding dung. Jam pelajaran ketiga telah dimulai. Ding dung.
ANJAY! WAKTU TIDUR GUE TERBUANG SIA-SIA!!!
Eh, ga deng. Dapet tontonan menarik, hihihi.
***
Gue langsung menghampiri kamar di samping kamar Angel. Gue coba 
menempelkan telinga gue di pintu. Dan benar saja, sepertinya sang 
empunya kamar memang sedang berolahraga malam.
Angel yg sepertinya tidak sabar menunggu, langsung keluar kamar dan 
menghampiri gue. Dia terlihat santai, sambil menempelkan jari 
telunjuknya di bibirnya. Kemudian ia menarik lengan gue dan berjalan 
menuju kamarnya.
“Kenapa, ngel?”
“Kamu baru tau ya kalo kak Sarah emang suka ‘gituan’?”
“Emm..nggak sih sebenernya. Tapi kaget aja, katanya dia tadi mau langsung tidur. Lha kok malah ‘main’..”
“Gue udah sering banget denger suara-suara aneh dari kamarnya. Hampir 
tiap hari kayaknya. Gila, ya.” Ujarnya sambil menggeleng-gelengkan 
kepala.
“Emm..pas kita lagi ‘main’ pun pernah kedengaran suara-suara dari kamar sebelah..” lanjutnya sambil tertunduk malu.
“Eh, ‘kita’?”
“Ihh, Farrelll.. sama mantan gueee..” ujarnya sambil tersenyum kecut.
“Oh..” gue berlagak bloon.
Suasana kembali sunyi. Angel terlihat gelisah. Seperti sedang menahan sesuatu.
“Elo kenapa?”
“Gapapa kok..”
“Gapapa gimana..itu kaki lo daritadi gerak mulu. Pengen pipis, ya?” tanya gue sambil duduk di ranjang Angel.
“Iya..pengen pipiss..” katanya sambil mendekat ke arah gue. “Tapi pipis enakk..”
Tiba-tiba Angel mendorong tubuh gue hingga tubuh gue terjengkang ke 
belakang. Ia jadi menindih gue. Ia memegangi lengan gue. Lalu mulai 
mendekatkan wajahnya ke wajah gue.
Duh, gawat nih.
“Ngel, udah. Berhenti.” Akhirnya gue mendorong tubuhnya hingga gue dapat duduk kembali.
“Gue tau elo lagi sange, tapi temen lo jangan lo buat mainan juga..” ujar gue sambil menatapnya tajam. Ia menggigit bibirnya.
“Tuh.. Bener ‘kan.. tadi elo sempat ngintipin guee..”
“Yaa kalo gue ngintipin elo, terus ngapain? Wajar dong kalo cowok dapet durian runtuh pasti bakalan diembatt..”
“Lah terus, kenapa tadi lo nolak?”
“Yaelah. Masa’ temen ‘ndiri mau diembat jugaa..” kata gue mencoba mengelak.
“Lagian elo udah liat tubuh gue sjuga. Gue juga udah single. Jadi, apa salahnya?”
“Tapi kan..”
“Udah deh. Gue udah gatahan nihh..” kata Angel sama merengek. Cewek yg biasanya tomboy, mendadak jadi innocent gini.
Dia kembali berusaha menyosor gue. Tapi, gue dengan secepat kilat langsung berdiri.
“Udah ngel. Mendingan elo lanjutin aja acara masturbasi lo. Daripada gangguin gue mulu.”
“Yah, relll...” rengek Angel, seperti anak kecil yg gagal mendapatkan ‘barang keinginannya’.
“Udah ya, gue balik ke kamar dulu.”
Gue langsung bergegas meninggalkan Angel yg sedang terlihat bete. 
Persetan deh, gue gak mau jadi ‘aligator’. Memanfaatkan keadaan 
psikologis teman untuk mendapatkan kepuasan. Cukup Dea saja yg berhasil 
menghibur gue dengan kepuasaan sesaat itu.
Begitu sampai di kamar, gue mengunci pintu dan langsung meloncat ke atas
 ranjang gue yg empuk. Gue langsung memejamkan mata. Tapi selalu gagal.
“Wah, gara-gara Angel sama kak Sarah nih, gue jadi sange gini.” Batin gue.
Mau gak mau, gue harus tuntasin birahi ini, biar bisa cepet tidur. Gue 
buka laptop gue, mencari video bokep sebagai bahan, dan onani sepanjang 
sisa malam itu.
***
Setelah mendapatkan tontonan gratisan di UKS, gue langsung menuju ke kelas sebelum temen-temen sekelas gue balik.
Sesampainya di kelas, gue membuka pintu kelas, dan terkejut melihat seorang cewek sedang tidur sambil duduk di mejanya.
“Eh, Sasa?” kata gue sambil memegang kepalanya, mencoba membangunkannya.
Dia sepertinya terbangun mendengar panggilan gue. Saat itu ia mengenakan
 jilbabnya ala kadarnya. Sehingga ada beberapa rambutnya yg mencuat 
keluar dari balik jilbabnya.
“Kamu enggak olahraga juga?” tanyanya, sambil mengucek matanya.
“Enggak, kesiangan. Kamu nggak olahraga kenapa?”
“Males aja. Semalem kecapekan.” Katanya sambil sedikit tersenyum.
“Oh..” ujar gue lalu kembali ke bangku gue. Gue tau, dia kecapekan karena habis ‘main’ dengan pacarnya semalam.
“Eh, kamu marah rel?” dia menoleh ke belakang, lalu tertawa 
terbahak-bahak. Dia lalu duduk di bangku di depan gue. “Aku Cuma 
bercanda kok. Lagian aku juga udah putus.”
“Eh... hah?”
“Iyaa..sekitar 2 hari yg lalu. Aku masih ngerasa bersalah sama kamu. 
Jadinya, kita sering berantem terus. Dianya kayaknya Cuma manfaatin aku 
buat seks doang. Makanya kemaren aku marah-marah di rumahnya, terus 
langsung aku putusin.” Katanya panjang lebar.
“Waduh. Maaf, Sa. Kamu enggak salah kok. ‘Kan emang hak kamu buat milih siapa yg berhak jadi pacar kamu.”
Enggak salah mata lo. Wkwk.
“Terus, sekarang maumu gimana?”
“Yahh..aku tau kalo kita ga bakalan bisa kayak dulu lagi. Tapi 
seenggaknya, biarin aku jadi temenmu, sama kayak kamu yg akrab sama 
tetangga kosan kamu.”
Gue luluh dengar kata-katanya yg lembut. Gue lalu memegang tangannya, sambil menatapnya dalam-dalam.
“Iya dehhh..” ujar gue sambil tersenyum lebar.
Tiba-tiba pintu kelas menjeblak terbuka. Dan sedetik kemudian terdengar 
suara yg nyaring sekali. Kita berdua menoleh ke arah sumber suara.
“Woeyyy..ini kelas, bukan buat ajang pacaran, apalagi mesum!”
Dasar si kampret, Roy.  
No comments:
Post a Comment