“Tapi saa, gue laper bgt nihh..coba aja nih dengerin suara cacing di 
perut gue,” kata gue sambil menepuk perut gue. Dia pun berlagak 
mendekatkan telinganya ke perut gue, mencoba mendengarkan.
“Gue gak denger apa apa tuh..gue malah liat ada yg bangun deh,” ujarnya 
genit sambil menatap sesuatu dibalik celana gue, yg ternyata udah agak 
menggembung.
Gue hanya menghela nafas. “Udah deh sa..jangan godain gue terus dong. Ntar elu gue perkosa baru tau rasa.”
“Perkosa aja gapapa kok..disini kan S-E-P-I,” jawab Sasa sambil mengedipkan matanya lalu ngeloyor pergi.
“Gue bikinin mie rebus aja ya..males nih mau masak..”lanjutnya.
“Terserah lu deh..”
Gue pun meninggalkan dia yg menuju dapur untuk memasak mie. Gue putuskan
 untuk menjelajahi rumah Sasa. Rumah itu menurut gue cukup mewah di 
daerah sana. Rumah ini memiliki halaman depan dan belakang yg cukup 
luas, dan ada kolam renang kecil di tengah rumah ini, membuat suasana di
 rumah ini sungguh nyaman.
Gue naik ke lantai atas. Di atas terdapat beberapa kamar tidur. Di 
pintunya terdapat papan tulisan berisi nama penghuninya. Gue lihat nama 
“Sasa” di pojokan ruangan ini. Gue lalu mengalihkan pandangan ke sudut 
lain ruangan ini, dan menemukan sebuah kursi malas di sebuah balkon yg 
menghadap ke arah halaman belakang. Di halaman belakang ada sebuah 
tembok yg ditumbuhi oleh semacam lumut dan disitu terpasang lampu lampu 
kecil yg dapat berubah warnanya. Di tengah halaman yg cukup luas itu 
terdapat sebuah gazebo, atau “pendopo” kalo di Jawa, yg kalo dilihat 
lihat sepertinya sangat nyaman.
Gue lalu memutuskan pindah ke pendopo itu sambil menunggu Sasa. Gue 
tiduran di sana, sambil membuka ponsel gue. Ada notifikasi whatsapp dari
 Roy yg berisi ajakan makan malam. Gue membalasnya kalo gue sedang ada 
acara di rumah temen gue, tanpa gue sebut namanya. Lalu gue rebahan 
sambil memandang ke langit, menikmati semilir angin malam yg menerpa 
wajah gue. Sungguh nyaman.
“Yee..gue cariin..taunya lo ada disini.”
Gue terbangun mendengar suara Sasa. Ia telah membawa sebuah nampan yg berisi 2 mangkuk mie rebus dan 2 cangkir coklat hangat.
“Wah..makasih sa..gue makan duluan ya..dah laper banget nih gue.” Kata 
gue sambil menyerobot mangkuk mie di hadapan gue. Gue langsung makan 
dengan cepatnya. Sasa yg melihat tingkah gue, yg seperti anak kecil, 
tertawa.
“Elu mah..badan gede tapi kelakuan kayak bocah.” Gue pun hanya meringis.
Ia pun ikutan makan disamping gue. Gue pun sedikit mencuri curi pandang 
ke arahnya. Gue makin terpesona dengan kecantikannya yg sungguh natural.
 Ditambah lagi dengan badannya yg tinggi semampai dan kulitnya yg putih 
kekuningan, sungguh membuat dirinya begitu perfect di mata gue. Tak 
luput gue curi curi pandang ke arah dadanya. Entah kenapa gue merasa 
kalo saat itu dia tidak memakai daleman. Hal itu terlihat dari tidak 
adanya tali BH di pundaknya. Saat itu ia mengenakan kaos kuning yg cukup
 longgar.
“Kok pedes yah..gue keringetan nih. Rel, gue lepas hijab ya? Panas nih..” gue kaget mendengar pertanyaannya.
“Eh..gapapa nihh?”
“Gapapa kok..temen temen gue udah sering liat gue gapake hijab.” Gue hanya manggut manggut.
“Oh gitu..gue kirain gapake baju,” ceplos gue sambil memandangnya dengan tatapan seperti om om mesum.
Sasa kaget dan mendorong gue, “Ih, jijik tau elo ngomong kayak gitu hahaha..sana pergi, jangan deket deket gue om.”
Malam itu sungguh menyenangkan, bagi gue. Karena gue bisa deket dengan 
cewek cakep di kota ini, di sma gue, padahal baru beberapa hari gue ada 
di sini. Apa jangan jangan gue suka sama dia ya?
“Eh sa..”
Dia menoleh ke arah gue. “Ya, kenapa?”
Gue masih berpikir keras. Apa yg sebaiknya gue lakuin. Gue masih bimbang
 dengan hati ini. Entah kenapa gue ngerasa klop bersama dengan dia. Tapi
 disatu sisi, gue nggak ingin menodai cewek ini jika ia ternyata anak yg
 baik baik.
“Elo..pernah pacaran kan?” tanya gue dengan pelan, takut dia tersinggung.
“Pernah..sekali..kenapa?” tanya dia. Mungkin dia heran dengan pertanyaan gue.
Gue masih ragu dengan ini.
“Apa aja yg pernah elo lakuin sama mantan lo?”
Dia terkejut mendengar pertanyaan gue.
“Maksudnya gimana yaa?” tanyanya, entah emang nggak ngerti atau pura pura gak ngerti.
Gue pun berusaha to the point. “Maksud gue, elo pernah ciuman, petting, atau bahkan, ML..”
Dia terdiam sejenak.
“Kenapa elo tanya kayak gitu?” katanya. Waduh, kayaknya dia marah nih.
“Eh maaf sa..gue gak maksud—“
“Gue kira elo orangnya baik, tapi ternyata..” katanya. Ada nada getir di dalam suaranya.
Gue hanya bisa diam. Gue berusaha meraih tangannya.
“Sa..maaaff yaa..gue—“ ucapan gue pun terputus, karena Sasa telah 
menyergap bibir gue dengan bibirnya. Dia mencium gue dengan begitu 
lembut, sambil tangannya mengelus rambut gue. Setelah beberapa saat, dia
 melepaskan ciuman gue.
“Itu udah cukup buat jawaban?” tanyanya, kali ini suaranya berubah 
menjadi sedikit ceria. Lalu kemudian dia tertawa terbahak bahak.
“Yess..kena deh kamu..hahaha..”
“Eh sialan..jadi aku dikerjain nih ceritanya?” kata gue sambil pura mura murung.
Eh sebentar, ini kenapa kita jadi pake aku-kamu ya..
“Eh, maaf ya rell..tadi aku Cuma mau bercanda. Abisnya, pertanyaanmu 
tadi aneh banget sih..ngapain coba tanya tanya kayak gitu..”
“Ya aku Cuma mau mastiin aja, takutnya kalo kamu masih polos dan cewek baik baik..hehe”
“Yee..aku mah emang masih cewek baik baik”
“Lah..brati kamu masih pw?”
“Iyalah..emang aku kayak udah ga pw ya..”tanyanya sambil cemberut.
“Eh enggak kokk..cewek cantik kayak kamu mah biasanya baikk..” ujarku sambil menarik pipinya yg lucu sekali.
Malam itu sungguh menyenangkan. Senang sekali bisa bercanda berdua dengan Sasa.
Tiba tiba, terdengar dering ponsel.
“Halo.. ya mahh?.. Oh gak bisa pulang malam ini? Oke..oke..bye mahh hati
 hati ya..” lalu Sasa mematikan ponselnya. Ia tampak bingung.
“Ada apa, sa?”
“Orang tua ku gak bisa balik malam ini..katanya mereka masih ada urusan di sana.” Jawabnya.
“Ohh gitu..”
Lalu suasana menjadi hening.
“Eh, rel..?”
“Hmm?”
“Mau nggak nemenin aku malam ini?” katanya. Pandangannya sayu. Sungguh sangat menggoda cewek ini.
“Eh, maksudmu, nemenin tidur?”
“I..iya..”
“Tapi, aku belum ngerjain tugas Sejarah tuh..yang tugas bikin makalah..”
“Ya ampun..itu tugas kan udah beberapa hari yang lalu..kenapa belum juga ngerjainn? “
“Abisnya..males sih..hehe” kataku sambil memasang muka tak bersalah.
“Huhh..yaudah deh, ntar pake aja laptopku..dah clear kan masalahnya? 
Sekarang temenin aku yaa..pleasee” katanya memelas, dengan tatapan yang 
sungguh membuatku tak tahan.
Gue berpikir sesaat.
“Ya dehh...tapi ntar kalo aku khilaf, jangan salahin aku ya haha..”
PLAK!
“Aduh sakit tauu..” kata gue sambil memegang kepala gue yg habis kena pukul.
“Yee..makanya..dah ah yuk masuk aja. Dingin disini.”
Lalu kami pun masuk ke dalam rumah. Kami naik ke atas dan masuk ke dalam
 kamarnya. Kamarnya benar benar sangat lucu. Dindingnya dipasangi 
wallpaper kartun yg lucu. Dan juga ada beberapa boneka di sudut kamar. 
Kalau dilihat lihat, kondisi kamarnya sungguh berbeda dengan kamarku 
saat gue masih di Bandung. Kamar milik Sasa sungguh terawat. Rapi. 
Berbeda dengan kamarku yg terkesan berantakan, walaupun masih gue rawat.
“Sa, aku tidur di luar aja ya. Gak enak nih tidur sama cewek..”
Dia berbalik menghadap gue. “Udah gakpapa..lagian kan tadi di bioskop 
juga udah dapet enak. Mau lanjut gakk?” katanya, sambil melepas kaosnya.
 Gue hanya terbengong. Sasa yg melihat gue pun tertawa.
“Kenapa? Gak pernah liat cewek lepas baju yaa? Ga pernah liat bokep?” Anjir. Kenapa bahasanya mulai vulgar wkwk.
“Pernah lah..aku pernah liat mama aku ganti baju,” kata gue berkilah.
“Yahh..sukanya sama yg udah tua..yg muda gini kan lebih seger..” kata katanya kembali menggoda gue.
“Ah..udah lah sa..ntar aku khilaf lho.”
“Khilaf juga gakpapa kok.” Ujarnya pelan, lalu masuk ke kamar mandi. Di 
kamarnya ini ada sebuah kamar mandi. Sungguh nyaman sekali kamar ini. 
Gue pun duduk di ranjang, sambil mengamati foto fotonya yg terpajang di 
meja belajarnya. Mukanya sangat lucu disitu. Sekarang pun juga lucu. 
Bedanya, sekarang ia mengenakan hijab, yg menurut gue malah menambah 
kecantikannya.
“Eh, jangan liat liat fotoku dongg..malu tauu..” ternyata Sasa udah selesai gosok gigi. Sekarang dia mendekati ranjang.
“Kamu tidur di karpet ya..aku di kasur..wkwk”
“Huhh..keras nih..dingin juga..gak kasian apa..”
“Biarin, daripada kamu disini, ntar malah macem macem lagi.”
“Yaudah deh, sini minta bantal guling sama selimut.” Lalu dia menyuruh  
gue untuk mengambil bantal di sofa di luar. Dasar ni anak.
“Udah kan..dah ya, aku mau tidur. Met bobo, have a nice dream yaa..”
“Yoiiii..”
Lalu kami pun berusaha memejamkan mata.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Di tengah malam, gue merasa badan gue pegal semua. Mungkin ini efek 
kedinginan kali, ya. Suhu malam itu sebenarnya sudah cukup dingin. Tapi 
entah kenapa, Sasa masih juga menyalakan AC di kamarnya, yg kulihat 
suhunya 18 derajat. Pantas saja. Gue bergerak mencari selimut. Ternyata 
di kamar itu hanya ada 1 selimut, yaitu yg sedang digunakan Sasa.
Mungkin merasa terganggu, Sasa pun terbangun dan menoleh ke arahku. Dia mengucek matanya.
“Ada apaa??”
“Aku kedinginan nih..badanku sakit semua..masih punya selimut lagi nggak?”      
“Yahh..maaf ya, nggak ada tuh..Cuma ada ini..” jawabnya sambil nyengir.
“Duh..gimana ya..” gue pun bingung, karena gue gak tahan dengan dingin.
“Sini aja tidur di kasur..sama aku..tapi jangan macem macem ya.” Katanya
 sambil menatap tajam. Ih, ngeri juga kalo dia lagi gitu.
Gue merasa dapet lampu ijo. Haha.
“Iya iya..bawel ah.”
“Ambil tuh bantalmu..aku di pojokan aja.”
Lalu kami pun memposisikan badan kami agar nyaman. Jarak diantara kami cukup jauh.
“Dah ya, aku mau tidur lagi.”
Gue pun berusaha untuk melanjutkan mimpi gue. Tapi, entah kenapa kok sekarang gue malah gak bisa tidur.
Gue memandangi tubuh Sasa. Selimut yg menutupi tubuhnya telah 
tersingkap, menampakkan tubuhnya yg terbalut piyama doreng dengan gambar
 Pororo. Lekukan tubuhnya sungguh menggoda. Rambutnya yg terurai 
sepinggang menambah aroma erotis di kamar itu. Perlahan, adik joni gue 
mulai bangkit.
Lama kelamaan, gue merasa gak tahan dengan pemandangan itu. Gue pun 
mendekatkan tubuh gue ke badannya. Kini terdengar suara pelan dengkuran 
Sasa. Perlahan, gue mencoba memeluk pinggangnya. Tak ada respon. Lalu 
gue mencoba memasukkan tangan gue ke dalam piyamanya, menyusuri 
punggungnya yg halus. Tangan gue merasakan ada sebuah tali yg 
mengganjal. Ternyata dia masih menggunakan dalaman. Ada sedikit rasa 
kecewa di hati gue.
Gue lalu mencoba melepaskan kaitan branya. Cukup sulit, karena 
sepertinya dia menggunakan bra dengan tipe yg memili 2 kaitan. Perlahan 
tapi pasti, akhirnya bra tersebut berhasil terlepas. Lalu gue menurunkan
 bra tersebut, dan pelan pelan gue meremas dadanya. Dadanya terasa pas 
sekali dalam tangan gue. Putingnya masih belum menyembul keluar, mungkin
 karena belum terangsang, ya.. atau karena jarang dijamah oleh para 
cowok.
Lalu gue mencoba memelintir puting tersebut. Terdengar suara lenguhan 
perlahan Sasa. Gue pun kaget dan langsung mencoba menarik tangan gue, 
tetapi tangan gue ditahan oleh Sasa, yang justru membuat gue makin 
takut. Sasa lalu membalikkan badannya dan menghadap ke arah gue.
“Kenapa ditarik, sayaang? Lanjutin aja..nanggung nihh..” kata Sasa, yg semakin membuat gue heran dan takut.
“Eh, beneran boleh dilanjutin nih?” tanya gue memastikan. Dia hanya mengangguk pelan.
Merasa mendapatkan ijin dari Sasa, gue melanjutkan aksi gue. Kali ini, 
gue menyingkap piyamanya yg mengganggu gue. Dan terpampanglah payudara 
yg indah. Kini putingnya sudah agak mencuat karena terangsang. Gue 
tercengang dengan pemandangan indah di hadapan gue ini.
“Kok bengong sih..ini butuh diremas, bukan diliatin doang,” kata Sasa yg meremas dadanya, sambil menggigit bibir bawahnya.
Gue pun semakin tak tahan. Langsung saja gue menyosor bibirnya. Dia pun 
menanggapi ciuman gue dengan agresif. Lidah kami saling bertautan, 
saling membelit dengan ganasnya. Tangan gue pun tak tinggal diam. Tangan
 kiri gue membelai rambutnya yg tergerai, sedangkan tangan kanan gue 
meremas dada kirinya. Sasa hanya bisa pasrah menikmati terjangan 
rangsangan yg tiba tiba hinggap di tubuhnya.
“Ahh..terus rel...pelan pelan aja..ahh..”
Lalu gue menurunkan ciuman gue ke pipinya, lalu ke telinganya. Gue jilat
 daun telinganya, hingga dia menggelinjang kegelian. Lalu ciuman gue 
kembali turun ke lehernya. Gue ingin memberikan bekas cupang di 
lehernya. Tapi, gue yg masih awam hanya bisa membuat bekas merah kecil 
di lehernya.
Merasa puas dengan lehernya, ciuman gue pun berlanjut ke kedua 
payudaranya. Gue pun mengulum puting payudara kanannya. Rasanya sungguh 
enak. Asin asin gimana gitu. Sedangkan payudara kirinya masih gue remas,
 dengan intensitas yg kupercepat.
“Uhh..enak banget rell..sumpah..gak nyangka gue..ahh..”
“Iya sa..puting elo enak banget nih..bikin ketagihan haha..”
“Terus rell..jangan berhenti..AWW!”
Gue gak sengaja menggigit putingnya, saking nafsunya. Kepala gue pun dipukul olehnya. Lalu ia pun mencoba mendorong badan gue.
“Rel, elo mau lihat yang lain nggak?”
“Yang lain? Apa maksudmu?”
Sasa pun menarik tangan gue. “Maksud gue, inii...” sambil dia 
memposisikan tangan gue ke arah vaginanya. Gue hanya tersenyum melihat 
kebinalannya. Gak nyangka, gadis cantik yg selama ini mengenakan hijab, 
ternyata kalo lagi sange bisa binal juga di ranjang.
Gue pun menuruti kemauannya. Setelah memintanya untuk melepaskan 
celananya dan dalamannya, gue mulai meraba bergerilya di vaginanya. 
Vaginanya ditumbuhi rambut rambut halus khas anak ABG. Bentuknya pun 
tidak bergelambir, tanda sebenarnya ia tidak terlalu sering melakukan 
masturbasi.
Tangan gue meraba klitorisnya yg masih tersembunyi di antara Labia 
Mayora atau apalah itu. Gue gosok gosok dengan jempol gue. Dan jari 
telunjuk gue bergerak ke dalam vaginanya.
“Jangan dalem dalem ya..gue masih pw..”
Dalam hati gue mengiyakan permintaannya. Gue nggak tega untuk 
memperawani cewek tanpa persetujuan dari cewek tersebut. Itu sama aja 
dengan gue memperkosa dia. Padahal menurut gue, nikmatnya adalah saat 
kita dapat ‘making love’ dengan orang yg saling mencintai.
Back to the scene, gue mencoba memasukkan jari gue ke dalam vaginanya, 
tanpa merusak selaput daranya. Pelan pelan gue keluar masukkan jari gue,
 tanpa melupakan gosokan jempol gue di klitorisnya. Sasa pun menikmati 
perjuangan seorang amatir seperti gue.
“Iya..disitu rel..ah..yg lebih kenceng,..”
Gue mulai mempercepat kocokan gue. Desahan Sasa semakin menjadi jadi. 
Dan lama kelamaan tubuhnya mulai mengejang. Lalu gue merasakan ada 
semprotan cairan di jari telunjuk gue. Yap, Sasa berhasil orgasme di 
tangan seorang amatir, wkwk.
Setelah menikmati sisa sisa orgasmenya, Sasa bangkit dari posisinya. Dia memandang gue sambil tersenyum.
“Makasih rel, udah njaga pw gue. Mungkin gue akan kasih keperawanan gue,
 tapi gue nggak tau kapan gue akan siap untuk itu.” Gue hanya mengangguk
 saja.
“Sekarang, gantian elo yg ngrasain enak ya,” ujarnya lagi dengan lirikan manja.
Gue langsung berdiri dan melepaskan baju dan celana gue, tak lupa juga daleman gue. Sehingga sekarang gue telanjang bulat.
Sasa mengangkat tubuhnya dan turun ke bawah. Dia berjongkok di bawah 
menghadap ke arah ranjang. Gue yg mengerti maksud dari posisinya itu, 
segera duduk di tepian ranjang. Lalu wajahnya mendekat dan menempelkan 
bibirnya ke ujung penis gue. Tangannya juga ikut menggenggam penis gue, 
meski tampak masih kaku.
“Jangan tegang gitu dong, sakit tau kalo elo remes kuat kuat,” kata gue berusaha menenangkannya.
Dia bangun lagi, tanpa melepaskan pegangannya dari penis gue. Dia 
memposisikan duduknya senyaman mungkin. Masih tampak ragu, dia kembali 
membungkuk dan menempelkan bibirnya lagi ke ujung penis gue, sekali lagi
 ia lakukan itu. Lama kelamaan dia mencoba sedikit lebih dalam dan lebih
 lama. Tangannya berpindah memegang paha gue. Dia mulai menjilati penis 
gue dari pangkal dan kembali lagi ke atas. Saat berada di ujung penis, 
dia mencoba menjilati sunhole gue. Gue yg merasakan rangsangan ini, 
merasa akan meledak sewaktu waktu karena nikmatnya. Meskipun dia masih 
pemula dalam hal seperti ini, namun dia cepat belajar untuk membuat 
pasangannya merasa nikmat.
Gue harus mulai mengalihkan perhatian, agar gue tidak langsung keluar di
 mulutnya saat itu. Soalnya rasanya sungguh luar biasa. Gue meremas 
pantatnya dan dengan perlahan mengarahkan jari jemari gue ke belahan 
pantatnya. Gue mengelus lubang anus dan vaginanya secara bergantian. Dia
 berpindah ke samping untuk memberi keleluasaan pada gue untuk menjamah 
organ intimnya. Lalu gue sedikit membungkuk untuk memberi ciuman di 
rambutnya. Dia melepaskan blowjob di penis gue. Dia menatap gue dengan 
tatapan penuh arti. Lalu dia mendekatkan wajahnya ke arah gue dan mulai 
mengecup bibir gue dengan penuh kasih sayang. Gue pun mendekapnya dan 
membelai rambutnya. Kali ini gue merasakan bahwa kita melakukan ini 
lebih ke arah saling meluapkan rasa cinta dan sayang kepada pasangannya.
Lalu bibir kami terlepas setelah beberapa saat kami berciuman. Gue pun menanyakan sesuatu, yg sering gue lihat di blue film.
“Sa, mau nggak ngocok kontol gue, tapi pake dada elo?” tanya gue dengan 
bahasa yg agak vulgar, karena gue juga sudah dilanda birahi.
“Why not?” jawabnya spontan.
Sasa memposisikan badannya lebih mendekat ke arah gue. Dia berada di 
sela sela paha gue. Payudaranya yg cukup besar, menurut gue sekitar 34B,
 ia remas remas. Gue pun tak menunggu lama lagi. Gue posisikan penis gue
 diantara payudaranya. Lalu, Sasa berusaha untuk menekan penis gue 
dengan dadanya, dan mulai mengurut penis gue. Uhh, rasanya sungguh luar 
biasa. Dadanya yg kenyal membuat gue kelojotan. Dia pun menambah 
kecepatan mengocoknya. Lama kelamaan ia pun mengecup ujung penis gue 
dengan bibirnya, sambil menyedotnya. Rasanya penis gue semakin ingin 
meledak, tapi gue tahan.
Tiba tiba Sasa menghentikan aksinya.
“Rel, gue punya ide bagus. Mau tau nggakk?” katanya dengan nada manja.
“Apaan? ML? Hehe..” dia pun menjitak dahi gue.
“Ye..dibilangin jangan ML..tapi ini ide bagus menurut gue. Ikutin gue 
ya. Sekarang elo tiduran di kasur.” Gue bingung dengan perintahnya itu. 
“Buruan...”
Gue pun naik ke ranjang dan tiduran. Penis gue yg masih tegak menjulang 
kembali dipegang oleh Sasa. Lalu tiba tiba dia menindih gue. Penis gue 
pun ikut tergencet di antara pahanya.
“Gue gesek gesek penis elo pake ini ya. Tapi jangan sampe nyerobot masuk ke gua ya..awas kalo sampe masuk..”
“Siap boss..”
Lalu Sasa memulai aksinya. Dia mulai menggoyang goyangkan pantatnya 
dengan kecepatan konstan. Perlahan lahan, tapi cukup untuk membuat gue 
menikmati sensasi ini. Gue pun bergerilya kembali di dadanya, meremas 
remas payudaranya dengan gemas. Tak lupa juga memelintir putingnya yg 
masih berwarna merah muda. Lalu dia sedikit membungkuk, kemudian 
mengecup bibir gue. Kita kembali berciuman, tanpa berhenti menggesekan 
alat kelamin kita. Gue merasa di ujung tanduk. Gue gak tahan lagi.
“Saa..kayaknyaa..gue..mau keluar..”
“Iya keluarin ajaa..tapi jangan sampe nyemprot ke dalem yaa..”
Gue pun ikut menggerakkan pantat gue, mempercepat ejakulasi gue. Lalu, 
crot crot crot, hingga 6x gue menumpahkan sperma gue. Cairan putih 
kentail itu pun belepotan dimana mana, di paha gue, di seprei, dan tentu
 saja di luar vagina Sasa. Gue merasa lemas sekali. Bau keringat 
bercampur dengan bau sisa sisa pertempuran kami malam itu. Gue tak mampu
 lagi untuk bergerak. Gue pun tertidur hingga pagi datang, yg hanya 
sekitar 2 jam lagi.
----------------------------------------------------------------------------------
“Rel..bangun..woyy..kamu nggak mau prepare buat sekolah?”
“Hhh..ini jam berapaa?”
“Jam 6 lebih..” gue tersentak. Gue langsung bangkit dari tidur gue, 
menuju kamar mandi untuk cuci muka, dan bergegas mengenakan pakaian gue 
semalam.
“Sa, aku balik dulu ya..nanti aku kesini lagi jemput kamu..dahhh..”
Gue berlari menuruni tangga dan keluar dari rumah Sasa. Gue mengendarai 
mobil gue dengan kecepatan penuh. Untung saja pagi itu masih belum 
terlalu ramai di Jogja, berbeda sekali dengan Bandung pada jam segitu, 
yg sudah dipadati dengan kendaraan.
Gue sampe di kosan gue 10 menit kemudian. Gue bergegas masuk ke dalam 
kamar gue. Tetapi ada yg aneh. Gue melihat seorang pria keluar dari 
kosan gue, menaiki motornya dan bergegas pergi. Kalo tidak salah, tadi 
pria itu keluar dari tangga yg menuju ke kamar cewek cewek. Gue pun naik
 ke atas untuk memastikan apakah ada sesuatu yg terjadi, namun di atas 
gue menemui Angel dan mbak Sarah.
“Eh, rell, kok elo masih pake baju yg kemarin sih? Elo belum mandi ya? Ini dah jam berapa..??”
“Iya nih gue belom mandi..disini baik baik aja kan?” tanya gue sambil celingak celinguk.
“Kenapa sih elo? Ada yg ilang ya? Tanya aja tuh si Roy..biasanya kan dia yg pinjem barang barang lo..”
“Eh ngomong ngomong, tadi malem elo kemana ya? Kok mobil lo gak ada..dan
 barusan gue lihat mobil lo baru aja ada di depan kosan..tadi malem ke 
mana hayoo..?” tiba tiba mbak Sarah nimbrung.
“Eh, anuu..”
“Wah..tadi malem elo kan ngedate bareng Sasa..jangan jangan kalian..” kata Angel sambil menunjuk nunjuk gue.
“Enggak..tadi gue habis cari makan..sama cari toko alat tulis yg udah buka..benerann..” kata gue sambil mengangkat 2 jari gue.
“Beneran nih ya..awas kalo sampe Sasa kenapa napa..” ancam Angel.
“Udah ah, gue mau mandi dulu. Dah telat nihh..” gue pun bergegas turun. 
Namun, gue lupa untuk menanyakan sesuatu. Lalu gue balik lagi mendekati 
mereka berdua.
“Ngomong ngomong, cowok yg tadi pake jaket hitam itu siapa ya? Kok kayaknya buru buru banget..?”
Angel dan mbak Sarah pun hanya melongo kebingungan.
      
     
     
No comments:
Post a Comment