Hai perkenalkan namaku Greeny 
esh-shubuchyi, panggilanku Rini usiaku 28 tahun dengan dua anak, yang 
pertama 3 tahun dan yang kecil baru 9 bulan. Suamiku sendiri adalah 
pekerja pasif di bidang sarana pendidikan. Sebagai orang dunia timur dan
 masih berdarah mesir keluarga saya sudah tinggal di Indonesia sejak 
lama. Keluarga baruku tinggal di kota S, suamiku yang hanya pekerja 
pasif membuatku sering tidak nyaman, apalagi kini aku hidup jauh dari 
orang tua kandung yang secara materi tidak kekurangan. Beruntung aku 
sudah punya 2 anak ditambah seorang adik sepupu yang membuat hidupku 
terasa lebih bergairah. Namanya Nakim baru kelas 5 sd, sudah 5 bulan 
sejak ia pindah ke tempat tinggalku untuk melanjutkan sekolah karena 
sekolah lamanya ditutup. Hari-hari kami lewati bersama, setelah Nakim 
pulang sekolah ia sering membantuku menjaga Fael anak keduaku. Di 
sinilah cerita nyata itu dimulai.
Semalaman aku tidak dapat tidur bukan karena kedua anakku yang rewel 
melainkan akhir-akhir ini aku merasa jenuh terhadap suamiku yang hanya 
mementingkan kebutuhan pribadinya saja, soal materi aku masih diberi 
uang tambahan dari ibu dan hasil kerja suamiku hanya cukup untuknya 
sendiri, nafkah lahir yang tidak mencukupi tidaklah menjadi beban bagiku
 namun kenyataannya kehidupan keluargaku mengalami masalah karena 
suamiku yang menjadi kepala rumah tangga tidak memperhatikan kebutuhan 
batiniahku, bukan karena suamiku berkonsentrasi pada pekerjaanya 
melainkan karena setalah kami menikah ia menjadi malas mungkin ia merasa
 mertuanya adalah orang berada. Kejenuhan ini semakin menjadi beban 
ketika suamiku mulai jarang di rumah, ia malah sering pulang ke rumah 
orang tuanya bahkan sering menginap. Dan waktu pulang pagi harinya 
langsung memintaku melayani hajat seksualnya tanpa memperhatikan betapa 
istrinya juga sangat membutuhkan belaian kasih sayang, kegiatan seksual 
kami hanya satu arah yaitu aku sebagai istri tidak selayaknya ikut 
menikmati. Sungguh sebuah siksaan yang tidak kuketahui kapan akan usai, 
sampai datanglah kesibukanku mengurus kedua anakku, dan adik sepupuku. 
Oh hari-hari yang tidak boleh aku keluhkan, aku harus tegar, dan tetap 
menatap kedepan. Di suatu pagi yang cerah saat semua tanggung jawabku 
sebagai ibu rumah tangga selesai kukerjakan, tiba-tiba rasa dahagaku 
akan belaian kasih dan cinta bergelora seperti sedang berada di tengah 
ganasnya gurun melihat danau nan jernih, semangatku bangkit untuk 
menggapainya. Walau hawa panas dan badai pasir datang saling susul 
menyusul namun takan menggoyahkan langkahku. Anakku yang sulung sedang 
ada di rumah orang tuaku dan yang kedua sedang asyik bermain denganku 
sampai Nakim pulang dari sekolah. Seperti keseharianku aku selalu 
mengenakan busana muslim dengan jilbab, mula- mula aku minta Nakim untuk
 menjaga si kecil anakku dengan mengatakan ingin beristirahat setelah 
menyelesaikan kerjaan rumah, aku menuju kamar yang tidak tertutup rapat,
 yah.. kuakui aku juga seorang eksibisionis, sering kupertontonkan 
keindahan lekuk tubuhku dari balik jubah panjang yang kukenakan. dan di 
pagi itu Nakimlah yang menjadi penikmatnya, penah kupergoki Nakim sedang
 mengintip saat aku mandi namun kini akulah yang seolah membutuhkannya. 
Dengan jubah panjang sutra hitam dan jilbab putih khas Turki sungguh 
perpaduan yang elok. Lalu aku tidur membelakangi pintu sehingga pantatku
 akan tampak menonjol serta belahan panjang pada bagian bawah jubahku 
akan mudah tersingkap dan memperlihatkan betapa mulus pahaku, kulit 
tubuhku yang putih tentu dapat menarik Nakim. dan saat-saat yang kunanti
 datang juga, si kecil menangis karena haus, Nakim membawanya ke dalam 
kamar dan Nakim terhentak melihatku. Aku mulai bangun kemudian duduk dan
 membuka satu per satu kancing jubah panjang yang kukenakan lalu 
mengeluarkan payudara kananku sambil meremasnya sehingga tampak 
bergoyang-goyang. Nakim menatap tajam, tampaknya ia sangat menikmatinya 
karena terlihat berulang kali menelan ludah. "Ehmm"kataku, Nakim 
tesentak kaget, "Kok bengong?" tanyaku dan wajah Nakim memerah menahan 
malu. "Eh eee enggak mbak maaf", "Sini biar mbak tetekin dulu adek", 
Nakim mendekat dan tetap menatap ke arah payudaraku, kuraih anakku dari 
gendongannya dengan tangan kanan,  siku tangan kiriku dengan sengaja 
menyentuh selangkangan Nakim yang sedari tadi tampak menonjol. "Mbak 
maaf Nakim lancang" ucapnya bernada gemetar, "Tidak apa nanti kamu bisa 
lihat semuanya yang kamu mau, tapi biar adek bobo dulu, tunggu mbak di 
kamarmu ya" rayuku. Segera kubaringkan tubuhku dan meletakkan anakku 
disebelah, sambil kusingkapkan bagian bawah jubah. Tampak Nakim masih 
berdiri mematung namun tetap kubiarkan Nakim menikmati ujung kaki hingga
 sebagian paha yang sengaja kuperlihatkan. Kusangka Nakim melangkah 
keluar tapi Nakim malah mengunci pintu kamarku dan mendekat lagi, lalu 
Nakim ikut naik ke ranjang, kini Nakim tidak hanya menatap namun 
langsung mencium pahaku yang membuatku terkejut. "Nanti di kamar Nakim 
saja ya" pintaku, "Nggak tahan mbak" sanggahnya, lalu Nakim melanjutkan 
mengecup-kecup paha kananku, "Nakim kamu tahu mandi kucing?" tanyaku 
mengetes, "Nggak mbak" balasnya sambil menggelengkan kepala. "Mau tahu?"
 imbuhku, Nakim menjawab cepat "Boleh mbak", lalu kuangkat kaki kananku 
kearahnya, "Nakim jilati ujung kaki mbak" dan langsung Nakim kerjakan 
kataku, "Mula-mula ibu jari, terus ke jari telunjuk, jari tengah, hingga
 kelingking..." Nakim dengan bersemangat mengulum ibu jari kakiku lalu 
kuperintah "Terusin ke atas dong" pintaku, Nakim tampak menikmati 
permainan awal, dengan lahap Nakim menjilati setiap jengkal kulitku naik
 turun hingga basah mengkilap karena air liurnya. "Pindah ke kamarmu yuk
 agar nggak ngganggu adek yang lagi bobo" ajakku, sambil beranjak dari 
ranjang dan dengan sigap Nakim mengikuti langkahku menuju pintu, kubuka 
gagangnya dan kututup kembali pelan. Kami berjalan bersama, lalu Nakim 
memeluk pinggangku, tiba didepan pintu kamar, Nakim mendahuluiku dan 
segera membukakan pintu, kami masuk dan Nakim langsung menguncinya, 
tidak sabar kami berpelukan di balik pintu saling meraba dan mencium, 
tubuh Nakim yang hanya setinggi payudaraku membuatku harus menundukkan 
badan, bibir kami berpagutan, kedua tanganku memegang kuat kepala Nakim 
dan kuhisap-hisap bibirnya, Nakim sekali-kali menjulurkan lidah 
menjelajahi mulutku. Tangan Nakim meremas kedua payudaraku, makin lama 
semakin kuat membuatku merintih sakit. Tak tahan aku membungkuk berlama 
lama kuangkat tubuhku untuk menghirup nafas yang terasa bagai kehabisan 
udara, kepala Nakim kini tepat berada didepan payudaraku. Kutatap 
wajahnya yang masih polos lalu kudekap kuat di antara kedua payudara, 
"Ini yang tadi kamu lihatin kan, sekarang bebas kamu apakan saja" ucapku
 lirih, "Boleh kucium mbak?" tanyanya, kujawab dengan anggukan. Dan 
Nakim membuka jubahku hingga kedua payudaraku terlihat, lalu ia 
menciuminya terutama di area putingku yang sedari tadi mengeras, 
"Putingnya kamu isepin ya" pintaku, dihisapnya puting payudara kiriku 
beberapa kali, aku melenguh "Uh uuh uu uuu hefs.. lebih kuat lagi" 
pintaku, "Aaaaaahhhhr aaaahs enak banget aduuuuuhhh lagi , lagi yang 
keras, hessss ahhh ah ah ah.." aku mengerang-erang dan menghentakkan 
kaki, lalu kubimbing Nakim menuju tepian ranjang dan aku duduk sementara
 Nakim terus mengulum putingku dan sesekali diselingi dengan pilinan 
lidah dan gigitan kecil, "Ouhhhhhh uuuh ouuuuuhhhhh " lenguhku panjang 
saat Nakim menarik putingku dengan gigi dan kedua bibirnya 
mengatup-ngatup seraya menghisap panjang. Puas dengan payudara kiri 
Nakim beralih ke payudara kanan, berulang-ulang Nakim menjilatinya 
hingga terasa basah, lidahnya terus berkelana ke setiap penujuru seolah 
tak ingin melewatkan sedikitpun dari kulit tubuhku yang terbuka. Merayap
 keatas hingga leherku yang masih tertutup jilbab lebar yang kukenakan, 
"Ah ahh hees aaah" desah ku diantara tarian lidahnya. Kubuka lagi 
kancing bajuku hingga terpampanglah perutku, "Mbak mulus banget" kata 
Nakim, "Kamu basahin dengan lidah ya Nakim" aku meminta dan Nakim 
menurutinya sampai ke pinggang, bagian punggung. Aku berputar agar Nakim
 bisa lebih leluasa dan jilatannya meninggi terus ke pundak belakang. 
Tangan kanannya yang sedang meremas pantat kutarik kedepan untuk meremas
 payudaraku sementara yang kiri kumasukkan ke dalam jubahku dan 
mengarahkannya ke bagian selangkangan, kugosok-gosokan jemari tangan 
Nakim yang menyelinap dari atas, lalu kubiarkan tangannya berkreasi 
sendiri, "Ash ash esh esttt aaaa ahh" lenguhku seraya menggigit-gigit 
bibirku sendiri. Kedua tangan Nakim sudah lincah bermain-main disetiap 
bonkahan tubuhku yang masih padat dan sintal. Lalu aku berdiri dan 
kutanggalkan jubahku namun masih menyisakan jilbabku, terlihatlah tubuh 
indahku yang telanjang bulat, Nakim menatap nanar vaginaku yang mulus 
tanpa rambut kemaluan, lalu ia langsung bereaksi, ia langsung mengulum 
puting payudara kananku, tangan kanannya meremas-remas payudara kiriku 
dan tangan kirinya mengusap-usap vaginaku, "Ooohhh oooh, Nakim suka kan?
 eff effff aagh" lenguhku sambil perlahan-lahan kubaringkan tubuhku di 
ranjang, is masih terus mengulum dan menjilat-jilat payudara kiriku lalu
 perlahan turun ke bagian perut, semakin turun hingga bertemu bibir 
vaginaku, sesekali ia menghisapnya, "Auhh auhh uhhhhh heeeef, gulung dan
 julurkan lidahmu Nakim, aaaagh" perintahku, "Terus aaah oohff masukin 
kesini" jariku menunjuk ke bagian lubang di depan hidung Nakim. 
Didahului dengan ciuman dan kecupan, lidah Nakim merojok-rojok lubang 
vaginaku dengan lidah, "Nakim kamu pilin daging kecil yang di atas ini 
yaa"pintaku, "Ooooh ohhhh yaaa ya yaaaaa di situ ehhhh aaagh" lenguhku 
ketika bibir dan gigi Nakim memainkan daging mungil vaginaku, Nakim 
menarik-narikmya dan "Ehrrr ahhhhhhh ahhhhhh" erangku sambil mendongak, 
perut mengejang, serta kakiku menghentak keras. "Cret sretttt cret cret"
 vaginaku menyemburkan cairan hangat ke mulut Nakim yang sedang terbuka,
 kepalanya kutarik mendekat "mimik ya pasti rasanya enak" kataku yang 
langsung dihisapnya sampai habis "serttt sertttt serttt" keluar lagi 
dari dalam vaginaku cairan yang lebih kental dan banyak, dihisap dan 
disapu hingga terasa bersih. Kubuka resliting celana merah seragam 
sdnya, dan kukeluarkan penisnya, ukurannya kecil dan belum disunat, 
ukurannya yang kecil bagiku tak masalah, lalu perlahan kujilati dari 
ujung hingga pangkal menuju testisnya, kubuka kulupnya dan kumasukkan ke
 dalam mulutku, kukulum perlahan sambil kumainkan lidahku "Ah ah ah enak
 Mbak aah agh" erangnya sambil memegangi kepalaku, belum sampai 5 menit 
"Mbak aku mau pipis Aaaaaghhhhh" tersemburlah mani dari penisnya yang 
masih berada dalam mulutku, kutelan dan kuhisap ujung ujung glans 
penisnya sampai bersih. "Nakim mau di bawah atau di atas? ucapku lirih 
di dekat telinganya yang disahut dengan suara seraknya "bawah aja Mbak".
 Nakim kubaringkan di tengah ranjang dan aku duduk di atas pahanya. 
Nafasku semakin memburu, kugenggam penis Nakim dan perlahan 
kugosok-gosokkan di bibir vaginaku, "Ohh oh oh" terasa geli sekali, 
makin lama makin kencang penis kecil Nakim dan memerah. "Ehhhr eeehr 
ehr" akhirnya kumasukkan ke dalam pintu surga kenikmatan yang selama ini
 terjaga hanya untuk suamiku. Kumasukkan penis Nakim sampai pangkalnya, 
kemudian kugoyangkan pantatku berputar-putar, maju mundur dan sekali 
waktu kutarik "Heeef heeeff..... ehrrrrrr enak banget ahh....ahh" 
sekitar 6 menit aku menari-nari di atas tubuh Nakim dan "Oahh ouhh ohhh"
 erangku, "Mbak aku mau pipis lagii..aaaaaakhh" erang Nakim, "Iya 
sama-sama yaa..aaaaaaaaagghh" lubang vaginaku terasa disembur cairan 
hangat berulang-ulang. Nakim terkulai lemah sambil menatap wajahku yang 
tersenyum puas, "Nakim mau lagi?" tanyaku sambil mengusap keningnya yang
 berkeringat, tak kunjung mendapat jawaban kurebahkan tubuhku di 
sampingnya. "Nakim cape pingin istirahat mbak" katanya lirih, kukecup 
pipinya dan kutatap wajahnya yang memang nampak kelelahan, lama aku 
menatapnya lugu berseri bagiku Nakim seperti bayi yang baru lahir. 
Sesaat gairah seksualku musnah entah kemana, yang ada dalam benakku 
hanyalah sosok mungil yang terlelap dalam mimpi indah di awan putih.
"Eak.. eakkk...." aku tersentak saat mendengar anakku menangis, mungkin 
ia terbangun dan merasa sendiri tanpa aku yang biasa menyanding di 
sebelahnya. Seorang ibu yang seharusnya memberi ketenangan kini malah 
sedang dibuai oleh lamunan nyata tentang arti sebuah kegersangan 
"Muach...selamat mimpi indah Nakim" ucapku meninggalkanya di awan khayal
 nun jauh diatas batas kewajaran. Kukenakan jubahku kembali lalu 
menghampiri anakku yang masih menangis, kubopong dan kuberi dia asi 
untuk mengisi perutnya yang mungkin lapar dan ketika payudaraku 
menyeruak keluar nampaklah jelas bekas gigitan Nakim yang kecil-kecil 
dan samar bagai goresan kuas diatas kain kanvas sang maestro. Dengan 
lahap anakku mengenyut-enyut dan asiku keluar deras memenuhi rasa 
dahaganya. Hampir 15 menit lamanya aku duduk ditepi ranjang tanpa 
kusadari Nakim sudah ada di sebelahku memperhatikan indahnya pemandangan
 yang tidak setiap anak seusianya dapat menikmati. "Nakim masih mau 
lagi? " kataku lembut diiringi senyum yang kurasa pasti menggetarkan 
hatinya dan tanpa menjawab Nakim mendekat serta memeluk pinggangku 
dengan tangan kanan serta tangan kirinya menempel di paha merayap 
naik-turun, saat mencapai selangkangan tanganya bergetar menibulkan 
sensasi yang luar biasa terasa dari ujung kakiku hingga kepala "Oohh 
sabar ya Nakim tunggu sampai adek bobo lagi" kataku. Kini permainan 
Nakim lebih halus dan enyutan anakku memacu kencang degup jantungku 
"Aahh ohhhhsettt..... tahan dulu Nakim, mbak pingin pipis" tapi malah 
Nakim menjongkok masuk ke dalam bagian bawah jubahku, tangannya 
meraba-raba dan mengusap-usap vaginaku yang sudah basah kembali, lalu ia
 mulai menjilatinya "Aduh mbak mau pipis dulu" rengekku. "Mbak pipis 
sekarang aja biar Nakim bantu biar nggak ke toilet" jawabnya membuat aku
 tersentak kaget. "Kamu mau apa Nakim?" kataku. "Nakim mau minum pipis 
mbak seperti tadi, rasanya enak" Nakim terus menghisap-hisapnya dengan 
merojok lubang vaginaku. Dan aku tak kuat lagi menahannya "Ehrrrr ehrrrr
 ehrrrr.....pessssssssss... puas Nakim? enakkan?" kataku, kepalanya 
keluar dan terlihat basah kuyup hingga bajunya, kenikmatan ini membuatku
 lupa bahwa aku sedang menyusui anakku yang sudah tertidur lagi, setelah
 kubaringkan anakku lalu aku peluk Nakim yang bengong dihadapanku. "Di 
sini aja ya mbak" pintanya, "Boleh tapi jangan sampai ganggu adek yang 
lagi bobo ya" dan kubuka kancing bajuku satu persatu lalu kutanggalkan 
lagi jubahku, payudaraku menggelayut bebas, lalu mulut dan tangan Nakim 
dengan sigap meremasnya, jilatan serta gigitan kecil silih berganti 
mendera-dera payudaraku kanan maupun kiri. Sambil perlahan berbaring di 
lantai lalu kukangkangkan kedua kaki jenjang ini dan kukalungkan di 
pinggang Nakim, "Bisa mulai mbak?" tanyanya. "Boleh, tapi biar lebih 
nikmat mainin dulu yah yang ini" jari telunjukku menunjuk ke klitoris. 
Lalu Nakim menggulungkan lidahnya mengutak-atik, menyapu, menghisap 
serta menggigit-gigitnya, "Ouh ahh ouh hessttt... ahhhhhh" aku 
melengking tak tahan menahan kenikmatan dari surga besama adik 
sepupuku."Terusss...ohhhh ... ahh ah ahh hemmm ehrrrr oh oh oh ah ah 
hestt....ehrmmmm erhmmmmm.... aduh enak bangetttt yah yah yaaa oh oh oh 
oh uuuuuu.,,,, esssstttt..." kuraih penis Nakim dan kubimbing menuju 
lubang vaginaku yang lagi megap-megap, membuka-menutup, "bless" penis 
Nakim yang masih kecil dengan mudahnya amblas tertelan. "Pompain ya.... 
oh hap hap ehr ehr oh setsss lebih keras lagi...aaah" lenguhku, sekitar 
10 menit Nakim memompa vaginaku, "aah aagh ahhhhr ahhhhhr ahhhhhhr mbak 
mau pipis lagi aaaaaaaaaaaaahhhhhrrrrrrrrrr 
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahehhh eeeenngh" dan " sretttt 
sreetttttt sretttttt" banjirlah selangkanganku dengan cairan putih. "Oh 
hehhhh heeh " nafasku tersengal-sengal panjang pendek. "Mbak puas?" 
tanya Nakim singkat. Kuraih lehernya dan kukecup pipi dan keningnya 
"Terimakasih ya Nakim mau nganterin mbak ke puncak kenikmatan.." aku 
tersenyum tulus padanya. Dan penis kecil Nakim yang belum sempat ditarik
 keluar menambah kenikmatan ini. "Nyuttt nyuttt nyuttt" rasa hangat 
menyirami lubang vaginaku diiringi erangan Nakim. Akhirnya kami berdua 
terkulai lemas dan Nakim menindih tubuhku, terbuai oleh sejuknya angin 
dari surga duniawi. Saat kami terbangun kulihat jam dinding menunjuk 
pukul 12.30 lalu Nakim berdiri dan memunguti baju dan berhambur keluar 
kamar. Sedang aku yang masih lunglai melanjutkan tidur disamping anakku 
yang lelap...
No comments:
Post a Comment