Marwah baru berusia 29 tahun, tapi sudah menjanda. Suaminya mati dalam 
sebuah kecelakaan bus, meninggalkannya sendirian dengan tiga orang anak 
yang masih kecil-kecil. Hidupnya jadi susah, karena itulah ia pulang ke 
desa untuk hidup bersama kedua orang tuanya.
Menjadi seorang janda bukan berarti sudah tidak menginginkan seks lagi. 
Itu salah. Buktinya, Marwah masih saja menginginkannya, apalagi sudah 
lama ia tidak mendapatkannya. Memeknya jadi gatal, tapi ia harus sekuat 
tenaga menahannya. Sebagai seorang wanita yang baik, ia tidak boleh 
terlalu vulgar mengumbar nafsu birahinya.
Di desa, Marwah memelihara bebek dan ayam. Dia juga mempunyai sebuah 
kolam ikan peninggalan almarhum suaminya serta beberepa petak sawah dan 
sedikit ladang kering. Sehari-hari ia sibuk mengurusnya, lumayan untuk 
sedikit mengalihkan perhatiannya.
Sehari-hari, ia akrab dengan seorang anak pengangon kambing yang 
sesekali suka mengusilinya. Namanya Adi, umurnya baru limabelas tahun. 
Selain usil, Adi juga suka bicara seenaknya. Mulanya Marwah risih juga 
mendengar perkataannya yang tak senonoh itu. Tapi setelah memperhatikan,
 ternyata anak itu hanya berkata jorok bila mereka berdua saja, dan 
semua kata-katanya tidak sampai terdengar keluar. Hanya mereka berdua 
yang tahu. Itu membuat Marwah yakin kalau Adi adalah anak yang pintar 
menjaga rahasia.
Sampai akhirnya, terjadilah peristiwa itu...
Hari sudah beranjak sore ketika Marwah berniat untuk mandi. Itu adalah 
rutinitasnya seperti biasa, tapi entah mengapa, sore itu ia merasa tidak
 enak hati, seperti ada yang membuatnya deg-degan. Perasaannya jadi 
tidak menentu, naluri kewanitaannya mengatakan bakal ada sesuatu yang 
terjadi. Entah itu baik ataupun buruk.
Dan benar saja, saat mau menyirami tubuh telanjangnya yang sudah 
disabuni, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sepasang mata yang mengintip 
penasaran dari balik dinding gedek. Seperti umumnya kamar mandi di desa,
 kamar mandi Marwah juga cuma ditutup gedeg atau anyaman bambu sebagai 
sekatnya. Siapapun yang berniat mengintip akan dengan mudah melihat dari
 celah dinding bambu. Dan sore ini, Adi melakukannya. Ya, Marwah sangat 
hafal sekali, itu adalah sepasang mata milik si bocah.
Adi, ngapain kamu?! tanya Marwah dari dalam.
"Ya, ini aku, Budhe..." jawab Adi enteng tanpa merasa bersalah 
sedikitpun. Ia malah tersenyum lebar karena sudah berhasil mengintip 
tubuh montok Marwah yang sehari-hari tertutup jubah panjang dan jilbab 
lebar. Memang, tidak semua orang bisa seberuntung dirinya saat ini.
Dalam hati, Marwah membatin, Nakal sekali anak ini, harus aku kasih 
pelajaran! Dan pelajaran yang cocok untuk anak semacam Adi adalah... 
Marwah akan membiarkan bocah kecil itu terus mengintip tubuhnya! Rasain,
 biar saja dia jadi puyeng karena melihat seluruh tubuhnya. Marwah tidak
 peduli. Salah sendiri jadi anak kok nakal banget.
Pura-pura tidak terjadi apa-apa, Marwah meneruskan acara mandinya. 
Sambil mengguyur tubuh montoknya yang masih penuh busa sabun, ia sedikit
 meliuk-liukkan tubuhnya, memamerkan bokong dan payudaranya yang bulat 
montok pada Adi. Tersenyum dalam hati, Marwah memperhatikan betapa Adi 
terdiam dan terkagum-kagum memandanginya. Bocah itu melotot dengan air 
liur hampir menetes keluar.
Jangankan Adi yang baru beranjak gede, orang-orang di pasar saja suka 
usil bila melihat Marwah. Mereka suka mencolek dan menggodanya kala 
Marwah menjual telur bebek ke salah satu kios langganannya. Dengan 
kemolekan tubuhnya, Marwah dengan cepat menjadi idola para pedagang 
telur di pasar inpres. Tapi untunglah, dengan dandanannya yang alim dan 
sopan, sampai saat ini belum ada yang berani berbuat macam-macam kepada 
dirinya. Dan Marwah berharap, semoga selamanya juga tidak ada. Dia ingin
 menjalani hidupnya di desa ini dengan tenang. Marwah tidak ingin 
mencari masalah.
Setelah tubuhnya bersih, Marwah mengambil handuk yang ada di cantolan 
baju. Pelan dia mengusap sisa-sisa air yang masih menempel di tubuh 
montoknya. Diperhatikannya Adi yang masih tetap setia mengintip dari 
celah dinding. Marwah tersenyum, ia berniat untuk unjuk diri sekali 
lagi. Entah kenapa, menghadapi Adi yang usil, sisi liar Marwah jadi 
bergejolak seperti ini. Padahal biasanya ia cukup teliti menjaga aurat, 
buktinya ia selalu mengenakan baju panjang dan jilbab kalau keluar 
rumah. Marwah tidak ingin ada yang menikmati lekuk tubuh montoknya 
secara gratis.
Menghadap persis ke arah Adi, Marwah mulai beraksi. Sedikit membusungkan
 dada, ia mulai meremas-remas kedua bukit kembarnya berulang kali, 
membuat benda yang masih kelihatan padat meski sudah digunakan menyusui 3
 orang bayi itu semakin terlihat indah. Marwah juga memilin-milin 
putingnya yang mungil kecoklatan, yang kelihatan sangat kontras dengan 
kulit tubuhnya yang putih mulus. Tak berhenti sampai di situ, tangan 
Marwah turun ke bawah dan mulai mengusap-usap bibir vaginanya. Dia 
mencolokkan dua jarinya ke dalam dan mulai mengocoknya dengan begitu 
lembut. Di luar, Adi menegang dan terpana saat melihat Marwah yang mulai
 bermasturbasi di depan matanya.
Adegan itu terus berlangsung selama beberapa menit sampai akhirnya 
Marwah menjerit keenakan tak lama kemudian. Dari memeknya memancar air 
bening yang amat deras. Adi tak berkedip memandanginya, bahkan ia 
terlihat semakin menempelkan matanya di dinding kamar mandi agar bisa 
melihat lebih jelas lagi.
Terengah-engah penuh kepuasan, Marwah mengguyur tubuhnya. Ia mandi 
sekali lagi. Dilihatnya Adi masih setia mengintip apapun yang ia 
lakukan. Marwah segera menegurnya. Sudah, Di. Sudah tidak ada yang bisa
 dilihat. katanya begitu acara mandi sore itu selesai.
Tidak mendengar jawaban, Marwah menebak kalau Adi sudah pergi. Hari 
sudah mulai gelap hingga ia tidak bisa melihat ke antara celah dinding 
kamar mandi. Marwah segera mengenakan baju panjangnya kembali dan 
berjalan keluar menuju rumah.
***
Hari masih pagi ketika Marwah pergi ke sawah untuk melihat 
bebek-bebeknya. Saat itu dia membawa beberapa buah singkong goreng 
sebagai bekal. Setelah memastikan bebeknya tidak ada yang hilang dan 
selesai memberi makan mereka, Marwah pergi ke gubuk di tengah sawah 
untuk beristirahat. Saat sedang asyik memakan bekalnya, dilihatnya Adi 
datang mendekat. Hmm, mau apa bocah nakal itu sekarang? batin Marwah 
dalam hati. Dilihat dari cengirannya yang usil, sepertinya Adi tidak 
merasa bersalah dengan peristiwa kemarin.
Pagi, Budhe... habis ngasih makan bebek ya? tanyanya.
Iya, Marwah mengangguk. Mana kambingmu? ia bertanya. Tidak biasanya 
Adi pergi sendirian ke sawah tanpa dibuntuti kambing-kambingnya.
Sudah dibawa bapak ke bukit sana, Adi menunjuk bukit kecil yang ada di sebelah kiri mereka.
Kemarin kamu mengintip Budhe ya, kenapa? tanya Marwah saat Adi sudah duduk di sebelahnya.
Adi suka nglihat tetek Budhe yang gede, jawab Adi enteng.
Marwah memperhatikan payudaranya. Memang benar, meski tertutup baju 
panjang dan jilbab lebar, benda itu terlihat sangat bulat dan 
menggiurkan. Anak sekecil Adi aja tahu kalau tetek Marwah begitu montok 
dan besar. Bocah itu tidak salah. Selain tetek Budhe, kamu mau lihat 
apa lagi? pancing Marwah, entah kenapa dia jadi bertanya seperti ini.
"Ya... apalagi kalau bukan tempeknya Budhe," kata Adi seenaknya. Yang 
dimaksud dengan tempek adalah kemaluan wanita, alias vagina.
"Kamu masih kecil, tapi sudah gatal," Marwah nyeletuk. Meski tahu kalau 
Adi sedikit nakal, dia tetap sayang kepada bocah itu karena Adi suka 
membantunya kalau Marwah lagi sibuk di sawah sendirian. Semua penduduk 
desa tahu kalau mereka sangat dekat dan akrab. Tapi tak seorang yang 
tahu kalau Adi suka ngomong jorok dan seenaknya.
Tempek Budhe kemarin gatal ya, kok sampe digaruk segala? tanya Adi mengenai masturbasi Marwah.
Marwah tersenyum lebar, Bukan gatal, Budhe cuma pengen kencing aja. dia mengarang alasan.
Perasaan, kalau ibuku kencing nggak sampai seperti itu deh, sahut Adi.
Kamu pernah melihat ibumu kencing? tanya Marwah tak percaya, benar-benar sudah kelewatan bocah satu ini.
Nggak ngeliat langsung, cuman nggak sengaja saat ibu jongkok di kebun belakang. jelas Adi.
Dasar kamu ya, Marwah mengacak-acak rambut bocah itu. Eh, kalau 
ngintip ibumu mandi mandi, pernah nggak? tanya Marwah, tiba-tiba saja 
terlintas pikiran itu di otaknya yang tertutup jilbab.
Adi mengangguk. Iya, pernah.
"Gimana tetek ibumu, gede kan?" tanya Marwah penasaran. Dia memang 
pernah sekali melihat ibu Adi sedang mandi di sungai, dan menurutnya 
tubuh perempuan itu cukup menarik juga meski wajahnya tidak 
cantik-cantik amat.
Adi terdiam membayangkan, Lumayan sih, tapi tetep lebih gede punya Budhe, jawabnya sesaat kemudian.
Marwah tertawa mendengarnya. Itu karena usia ibumu sudah tua, jadi 
teteknya kendor. Coba kalau seusia Budhe, pasti ukurannya bakal sama.
Adi menggeleng, Nggak, masih lebih bagus punya Budhe.
Marwah tertawa lagi. Trus, emang kenapa kalau lebih bagus punya Budhe? Kamu mau ngapain? tantangnya.
Adi tersipu malu, Ya nggak apa-apa sih. Adi cuma pingin pegang, pingin hisap, pingin remas-remas!" kata bocah itu sekenanya.
"Ah, kamu ini... dasar anak kecil!" Marwah kembali mengacak-acak rambut gondrong Adi.
"Kecil apanya? Nih Budhe lihat!" tanpa disangka oleh Marwah, Adi tiba-tiba berdiri dan memelorotkan celananya.
Adi! pekik Marwah saat melihat kontol Adi yang sudah ngaceng keras. 
Walau bulunya masih sangat sedikit, tapi benda itu tampak begitu 
mempesona. Bagi seorang wanita yang haus akan sentuhan seperti Marwah, 
melihat kontol tepat di depan matanya seperti sekarang, tak urung dengan
 cepat membuat darahnya berdesir. Gila. Anak umur limabelas tahun, tapi
 kontolnya sudah mirip orang dewasa, batin Marwah dalam hati.
"Gimana, besar kan, Budhe?" tanya Adi bangga sambil semakin memamerkan penisnya.
"Ya, lumayan juga. Marwah tak sanggup memalingkan mukanya dari benda coklat panjang itu.
Kok cuma lumayan, ini kan sudah gede banget. protes Adi tidak terima.
Memang gede sih, tapi kan belum pernah dipakai. Mana bisa tahu kuat apa nggak?" pancing Marwah lebih nakal lagi.
"Dipakai buat ngentot ya, Budhe? tanya Adi polos.
Marwah mengangguk mengiyakan. Iya, kamu sudah pernah ngentot belum? Aku yakin belum! yakin Marwah.
Adi tersipu malu, Aku kepingin ngentot, Budhe, tapi bagaimana? tanyanya bingung.
Bukan bagaimana, tapi sama siapa! Kalau soal cara ngentot sih, Budhe bisa ngajarin. tawar Marwah.
Adi langsung menyeringai lebar mendengarnya, Ya betul! Kenapa nggak sama Budhe aja? kata Adi ceplas-ceplos.
"Gila kamu! Ngajarin kan bisa lewat tulisan atau cerita, nggak perlu harus ngentot langsung." kilah Marwah.
"Ayolah, Budhe. Masak cuma lewat tulisan, nggak seru dong! kata Adi.
Marwah diam tidak menjawab. Dia tampak berpikir keras. Sebagai seorang 
wanita berjilbab, ia tidak boleh melakukannya. Tapi di sisi lain, hati 
kecilnya tidak bisa dibohongi. Pembicaraan ini telah memancing 
gairahnya. Ditambah dengan kontol Adi yang besar, yang terus tersaji 
indah di depannya, membuat Marwah jadi sangat kesulitan untuk menentukan
 sikap.
Bebek-bebek terus bersuara di sekitar mereka, terkadang berenang kian 
kemari di air sawah yang baru saja dipanen. Binatang berkaki selaput itu
 berebutan memakan biji padi yang masih banyak berserakan disana. 
Sisanya yang tidak kebagian mencocorkan paruhnya ke pematang sawah, 
berharap mendapat cacing atau siput yang sedang sial.
"Boleh ya, Budhe?" Adi mendesak semakin berani.
Marwah menghela nafas. Ia memandangi bocah kecil itu dan tersenyum, 
"Benar kamu mau tahu?" tanyanya penasaran dengan kemampuan Adi.
"Iya, Budhe. Aku pengen sekali ngentot. Apalagi dengan orang secantik Budhe, aku pingin sekali!!" seru Adi penuh semangat.
"Tapi kamu tidak boleh bercerita kepada siapapun juga. Sumpah?" kata Marwah serius.
"Sumpah, Budhe. Aku nggak bakal cerita sama siapapun." Adi menganggukkan kepalanya.
Marwah tersenyum dan kembali mengacak-acak rambut gondrong Adi. 
Sebentar ya, dia melihat sekeliling, memastikan kalau mereka aman. 
Gubuk itu berbentuk terbuka, dengan anyaman bambu yang menutupi hingga 
sebatas pundak. Kalau mereka duduk, dari kejauhan, hanya kepala mereka 
yang terlihat. Marwah menyadari hal ini dan tersenyum. Mereka bisa 
melakukannya!
Situasi juga sangat memungkinkan. Hari yang masih pagi membuat para 
petani sibuk di sawah masing-masing. Tidak akan ada yang melihat ke arah
 gubuk, atau bahkan mendatangi tempat dimana Adi dan Marwah sedang 
berada sekarang. Ditambah suara ratusan bebek yang berkuek-kuek nyaring,
 itu bisa menyamarkan dengan baik suara desahan mereka saat ngentot 
nanti. Sempurna! Marwah membatin dalam hati. Dia kemudian berpaling 
kembali pada Adi.
"Kamu telentang di sini dan tetap pakai bajumu. Kalau ada orang lewat, 
kamu cepat menaikkan kembali celanamu!" kata Marwah memberi instruksi.
Adi segera mengikuti apa yang dianjurkan oleh perempuan cantik itu. Dia 
tidur telentang dan celana melorot hingga sebatas paha, memperlihatkan 
burung besarnya yang mendongak gagah mencari mangsa. Marwah 
mengelus-elus burung Adi sebentar sampai benda itu menjadi benar-benar 
keras. Gila, ternyata kontol itu bisa membengkak sampai dua kali lipat, 
ukurannya juga menjadi sedikit lebih panjang. Marwah sampai 
geleng-geleng kepala dibuatnya.
Baru umur segini sudah begini gede, gimana kalau sudah besar nanti? 
Marwah membatin dalam hati, menyadari potensi pada diri Adi sebagai pria
 perkasa.
Tak tahan, Marwah segera mengangkat baju panjangnya ke atas, ia 
menyingkapnya hingga ke pinggang. Dibiarkannya Adi mengelus-elus kulit 
pahanya yang putih mulus sebentar. Kamu suka, Di? tanyanya sambil 
melepaskan celana dalam. Dengan nakal dipamerkannya lubang memeknya yang
 sempit pada bocah kecil itu.
S-suka... suka banget, Budhe! sahut Adi dengan mata nanar menatap 
gundukan memek Marwah yang tersaji indah di depan hidungnya. Dengan 
tangan gemetar ia mulai mengusap-usap dan memijitinya.
Isap, Di, kata Marwah sambil menggeser sedikit tubuhnya, ia menaruh belahan memeknya tepat di depan mulut si bocah kecil.
Adi dengan penasaran segera menjulurkan lidahnya. Rasa memek Marwah yang
 segar dan harum membuatnya suka, iapun menjilat dan menghisap benda itu
 dengan begitu rakus. Adi bahkan sampai membenamkan muka ke dalam 
lubangnya. Ia bernafas disana. Marwah yang menerimanya jadi kelojotan 
tak karuan. Sudah lama ia tidak merasakan yang seperti ini, dan begitu 
mendapatkannya, ternyata Adi begitu pintar. Gerakan lidahnya bagai orang
 yang sudah berpengalaman bertahun-tahun, padahal Marwah tahu, ini juga 
saat pertama Adi.
Ahh.. Terus, Di. Yah, disitu... isep yang mungil itu. Itu namanya itil,
 Di. Enak banget kalau diisep! Oughhh! Marwah merintih tak karuan. 
Tangannya menggapai-gapai untuk mencari pegangan agar tidak sampai 
ambruk karena saking nikmatnya. Tapi yang ia temukan malah kontol besar 
Adi. Tak apalah, daripada tidak ada sama sekali. Marwah segera 
memeganginya dan mulai mengocoknya pelan.
Adi yang mendapat suntikan rangsangan dari Marwah, melenguh pelan dan 
mulai menjilat semakin keras. sekarang bukan lidahnya saja yang bekerja,
 tapi juga tangannya. Adi menyusupkan tangannya ke balik baju terusan 
Marwah dan menyelipkannya di balik BH perempuan cantik itu. 
Diremas-remas tetek Marwah yang menggantung indah, yang selama ini 
selalu menjadi obsesinya dengan penuh nafsu. Ugh, benda itu terasa 
begitu empuk dan kenyal. Ukurannya yang sangat besar membuat tangan 
mungil Adi tidak bisa mencakup semuanya. Dengan dua jari, Adi menjepit 
dan memilin-milin putingnya yang terasa mengganjal. Sebentar saja, benda
 itu sudah menjadi begitu kaku dan keras, sama dengan kontolnya yang 
kini mulai dijilat dan diciumi oleh Marwah.
Saling mengulum kemaluan, mereka kini berposisi 69. Marwah di atas dan 
Adi di bawah. Melihat kontol Adi yang menjadi kian keras dan panjang 
membuat Marwah jadi tak tahan. Maka sambil menyodorkan memeknya ke mulut
 mungil si bocah, ia pun mulai menunduk untuk mengulum dan menjilati 
batang penis Adi.
Adi yang mendapat tambahan rangsangan dari Marwah, memekik gembira. 
Dengan penuh nafsu ia menjilat dan menghisap memek sempit si ibu muda, 
sementara kedua tangannya terus bergerilya meremas-remas gundukan 
payudara Marwah yang sekarang menggantung indah di balik bajunya dan 
sudah tidak tertutup BH.
Cukup lama mereka berada dalam posisi seperti itu sebelum akhirnya 
Marwah bangkit dan mulai mengangkangi tubuh Adi. Menghadap lurus ke arah
 si bocah, Marwah menaruh kedua lututnya di atas balai-balai gubuk yang 
terbuat dari bambu. Ditangkapnya burung Adi yang sudah menyundul-nyundul
 tak sabar di depan pintu gerbang surganya, lalu dituntunnya benda itu 
agar segera memasukinya secara perlahan. Memek Marwah terasa sangat 
lengket dan basah, campuran antara cairan kewanitaannya yang merembes 
keluar dan air liur Adi. Marwah terus menekan tubuhnya ke bawah saat 
batang penis Adi sudah menyelinap masuk.
Oughhh... Adi merintih begitu merasakan kehangatan lubang memek Marwah
 yang menyelimuti batang penisnya. Lorongnya terasa begitu lembut dan 
hangat, juga sangat menggigit sekali hingga membuat Adi yang doyan onani
 jadi merem melek keenakan.
Sambil mengoyang perlahan-lahan, Marwah berpura-pura lagi menjaga 
bebeknya. Ketika ada seseorang lewat di pematang seberang, dia sengaja 
berteriak-teriak menghalau bebek-bebeknya. Orang itu tersenyum dan 
menyapa Marwah, Giat amat, Mbak Marwah. Pagi-pagi sudah ke sawah.
Menahan desahannya, Marwah tersenyum dan menjawab, Iya nih, Pak, 
oughhh... bebeknya nakal, ahh... suka nyosor ke sawah orang, ughh!
Petani tua yang menyapanya memicingkan mata, Mbak Marwah nggak apa-apa? Kok kayak kesakitan gitu? tanyanya curiga.
Marwah kembali tersenyum, B-banyak semut, ehss... pada ngegigit kaki saya!
Pak Tua tersenyum, Hati-hati, Mbak. Disini semutnya nakal-nakal, sukanya gigit wanita cantik.
I-iya, Pak, arghhh! Marwah memekik. Saat itu, berbaring di bawah 
tubuhnya, Adi menggenjot penisnya semakin keras. Begitu kencangnya 
tusukan itu hingga beberapa kali kontolnya yang panjang menembus memek 
Marwah hingga ke pangkal. Marwah jadi kelojotan dibuatnya. Ia merasa 
sangat nikmat sekali.
Tetap tersenyum, sambil geleng-geleng kepala, si Petani Tua pergi 
meninggalkan Marwah. Dia meneruskan langkah menuju ke sawahnya sendiri.
Eghh... Budhe! Adi memeluk kedua paha Marwah dan menggoyang pinggulnya
 semakin cepat. Dia juga merasa nikmat, bahkan lebih nikmat daripada 
yang dirasakan Marwah, mungkin karena ini adalah persetubuhan 
pertamanya.
Setiap hari, setiap kali angon kambing, Adi selalu berfantasi dan 
berbicara tentang kecantikan Marwah dengan teman-temannya. Bocah-bocah 
kecil itu ramai ngomongin betapa molek dan montoknya ibu muda itu. 
Beberapa kali mereka saling menantang, bertanya siapa yang berani 
menggoda Marwah duluan. Dan sampai berbulan-bulan, ternyata hanya Adi 
yang berani mendekatinya. Dan sekarang dia mendapatkan hasilnya, Adi 
bisa merasakan tubuh montok Marwah meski dalam situasi yang sangat 
menegangkan. Tapi justru itu yang bikin nikmat, rasa deg-degan karena 
takut terpergok membuat mereka meresapi setiap detik tautan alat kelamin
 mereka.
Memandang sekeliling, Marwah memastikan kalau tidak ada lagi orang yang 
lewat. Sambil terus menggoyang tubuhnya dari atas, ia semakin kencang 
menekan pinggulnya jauh ke bawah, membuat kontol Adi jadi menusuk dan 
menancap lebih dalam. Mereka memekik bersamaan, cukup keras terdengar, 
tapi untung ada suara celoteh bebek-bebek yang menyamarkannya. Marwah 
membungkuk dan mengeluarkan teteknya dari balik jubah, ia meminta Adi 
untuk menghisapnya. Ini kan yang kau inginkan? tanyanya dengan 
kerlingan nakal.
Tak menjawab, Adi segera menyosor benda bulat itu. Gerakan mulutnya 
secepat paruh para bebek yang lagi berebutan cacing. Bedanya, kali ini 
puting Marwah lah yang menjadi sasarannya. Adi mencucup dan menghisapnya
 dengan rakus. Ia menjilatinya secara bergantian, dua-duanya ia garap 
secara adil, dari kiri ke kanan, lalu balik lagi lagi ke kiri. Kalau 
sudah kelelahan, ia benamkan mukanya ke belahannya yang curam.
Auw! Marwah memekik kegelian menerimanya, tapi bukannya berhenti, ia 
malah meminta Adi agar menggigit-gigit ringan putingnya. Dengan senang 
hati, Adipun melakukannya. Dan Marwah semakin kelojotan dibuatnya, ia 
terus menekan tubunnya sampai dirasakannya Adi orgasme tak lama 
kemudian. Sperma bocah itu berhamburan memenuhi lubang memeknya.
Budhe, aku keluar! pekik bocah itu sambil meremas kuat-kuat tetek besar Marwah.
Marwah terdiam, membiarkan Adi menikmati puncak permainannya. Dasar 
bocah, baru sebentar sudah keluar. batinnya dalam hati. Tapi Marwah tak
 bisa menyalahkannya juga. Siapa juga yang bisa tahan main lama 
dengannya? Jangankan Adi yang masih bau kencur, dulu suaminya saja hanya
 sanggup bertahan lima menit.
Tubuhmu terlalu nikmat, Sayang! begitu kata suaminya beralasan kalau 
Marwah mendengus kecewa. Dan sampai laki-laki itu meninggal, Marwah 
tidak pernah merasakan indahnya orgasme. Jadi dia maklum saja kalau Adi 
yang baru pertama kali ini ngentot, jadi kelihatan cupu di depannya.
Kamu salah memilih sasaran, Di. gumam Marwah sambil membenahi 
pakaiannya. Dia sudah mencabut penis Adi dari belahan memeknya dan 
sekarang menyuruh bocah nakal itu untuk mencuci tubuhnya di sungai. 
Marwah menyusul tak lama kemudian. Jongkok di tepi sungai, ia membasuh 
lubang kencingnya yang penuh oleh sperma Adi.
Budhe, punyaku bangun lagi. seru Adi yang duduk di sebelahnya.
Marwah menoleh, dan mendapati kontol Adi yang sudah tegang kembali. 
Kenapa, kamu pengen lagi? tanya Marwah menggoda. Dia memegangi penis 
itu dan kembali mengocoknya pelan.
Adi mengangguk malu-malu, Iya, Budhe.
Kan tadi sudah, kilah Marwah.
Tapi masih pengen, rengek Adi manja.
Besok lagi ya? Sekarang Budhe harus pulang, sudah siang. Marwah melepas kontol Adi, membuat si bocah melenguh kecewa.
Besok? Disini? Seperti tadi? tanya Adi penasaran.
Marwah tersenyum dan mengangguk. Hatinya gembira, dia kini sudah punya 
teman yang bisa membantunya melepas birahi, meski itu adalah Adi, anak
 tetangganya yang baru berusia limabelas tahun. Tapi tak apa, biarpun 
masih kecil, tapi kontolnya sudah keras dan panjang. Dan kalau dilatih 
dengan benar, dengan bimbingan Marwah tentunya, sebentar lagi benda itu 
akan menjadi dewasa dan siap untuk digunakan sepenuhnya.
Gimana, Budhe? tanya Adi lagi, menagih janji Marwah.
Marwah mengangguk. "Iya, disini. Tapi ingat, kamu harus jaga rahasia 
ini. Kalau sampai ada orang yang tahu, bisa-bisa kamu akan dibunuh 
orang. Kamu nggak mau kan itu terjadi? ancam Marwah.
Adi mengangguk setuju.
***
Esoknya, setelah mengikat kambing-kambingnya ke pohon terdekat, Adi 
mendekati Marwah yang sudah menunggu di dalam gubuk. Pagi, Budhe? 
sapanya ramah.
Marwah melirik celana bocah itu, tampak sudah ada sedikit tonjolan 
disana, Adi rupanya sudah tak sabar. Kok bawa kambing, kemana ayahmu? 
tanya Marwah basa-basi.
Tidak menjawab, Adi malah meloncat duduk di samping Marwah dan langsung 
menjulurkan tangannya untuk meremas-remas tetek Marwah yang tersembunyi 
di balik baju kurung. Adi kangen ini, Budhe. kata bocah itu.
Marwah tersenyum dan tetap membiarkan Adi melakukannya. Budhe juga 
kangen ini? balas Marwah sambil mengelus-elus kontol Adi dari luar 
celana. Cukup lama mereka saling merangsang hingga ada beberapa orang 
ibu-ibu yang lewat di belakang gubuk.
Marwah segera berpura-pura menawari Adi minum kopi. Cepat minum, Di, sebelum keburu dingin!
Adi langsung menenggaknya, sama sekali tidak menyangka kalau kopi itu 
masih sangat panas. Dia langsung mengaduh sambil jingkrak-jingkrak, 
lidahnya serasa terbakar. Para ibu tertawa melihatnya, bahkan Marwah 
juga ikutan tertawa. Adi jadi tersipu karena jadi bahan tertawaan. Tapi 
untunglah, karena tingkahnya itu, jadi tidak ada yang curiga dengan apa 
yang baru saja ia lakukan bersama Marwah.
Dapat kue apa, Di, dari Budhe Marwah? tanya salah seorang ibu. Mereka 
rupanya hendak menuju sawah Haji karim yang hari ini dipanen.
Adipun menjawab sekenanya, Ini, ada singkong goreng. Tapi masih belum boleh dimakan, nunggu dibuka dulu.
ibu-ibu tertawa mendengarnya, setelah pamit pada Marwah, mereka 
melanjutkan perjalanan. Marwah yang mengerti apa yang dimaksud oleh Adi,
 langsung menjitak kepala bocah itu kuat-kuat.
Hati-hati kalau bicara, kan sudah Budhe peringatkan kemarin. ancam Marwah.
I-iya, Budhe. sambil mengusap-usap kepalanya yang jadi benjol, Adi menjawab takut-takut.
Marwah jadi kasihan melihatnya. Setelah melihat sekeliling, memastikan 
kalau situasi aman, iapun berkata pada Adi. Udah... sini, sekarang kamu
 rebahan di pahaku. Kepalamu di sini, Marwah menunjuk pangkal paha di 
bawah perutnya. Kamu hisap tetek Budhe biar lidahmu jadi dingin lagi. 
kata Marwah, merujuk pada kekonyolan Adi tadi.
Mengangguk kesenengan, Adipun merebahkan kepalanya di paha Marwah, 
dinantikannya Marwah yang sedang sibuk melepas kancing baju panjangnya. 
Tersenyum, Marwah mengeluarkan teteknya dan memberikannya pada Adi, ia 
menarik keluar dua-duanya, menyajikan pemandangan yang sangat indah di 
mata si bocah. Tak berkedip, Adi segera mencium dan mengulumnya, ia 
hisap putingnya yang bulat runcing bergantian, kiri dan kanan. Bagai 
bayi yang kehausan, mulutnya terus menempel di dada Marwah. Dengan 
jilbab lebarnya, Marwah menyembunyikan kepala Adi, membuat perbuatan 
mesum mereka jadi terasa aman.
Di sisi lain, Marwah juga tak mau tinggal diam, dia mulai mengelus-elus 
burung Adi. Tak puas dari luar celana, ia masukkan tangannya ke dalam 
celana si bocah. Masih tak puas juga, akhirnya ia pelorotkan celana 
pendek Adi ke bawah hingga kontolnya yang sudah menegang dahsyat 
terlontar keluar. Marwah segera menangkap dan menggenggamnya, lalu 
dengan perlahan mulai dielusnya. Sementara Adi terus menghisap teteknya 
secara bergantian, Marwah mulai mengocok benda itu kuat-kuat, ia 
benar-benar gemas dengan kontol muda Adi.
Ehm... ehss... enak, Budhe! desis Adi dengan mulut tetap menempel di 
puting Marwah, sekarang benda itu sudah terlihat basah dan memerah 
karena air liurnya.
Marwah membalas dengan mengocok penis Adi semakin cepat, dan saat ia 
sudah mulai tak tahan, cepat-cepat Marwah menyingkap baju panjangnya dan
 berbaring telentang di papan. Sedikit tak sabar, ia bimbing Adi agar 
segera menindih tubuhnya. Gemas ditangkapnya burung bocah itu lalu cepat
 dimasukkannya ke dalam memek saat Adi tampak kesulitan melakukannya. 
Begitu sudah masuk, reflek Adi segera memompa tubuhnya, membuat alat 
kelamin mereka sekali lagi saling mengisi dan menggesek.
Mereka melenguh berbarengan, juga merintih bersama-sama, serta 
berkeringat berdua sampai akhirnya Adi melepaskan spermanya tak lama 
kemudian. Sama seperti kemarin, Marwah juga belum apa-apa. Ia baru 
merasa nikmat, tapi Adi sudah keburu terkapar duluan. Tapi lumayan, 
sudah sedikit lebih lama dari kemarin.
Adi segera mencabut penisnya dan duduk terengah-engah di samping Marwah, ia melihat sekeliling sembari memperbaiki celananya.
"Bagaimana, ada orang" tanya Marwah yang masih tiduran. Tangannya 
menarik kembali bajunya ke bawah hingga menutup ke mata kaki. Untuk 
payudaranya, tetap ia biarkan terbuka karena Adi masih mengusap-usap dan
 meremas-remasnya pelan. Bocah itu tampak sangat menyukainya.
Tidak menjawab, mata Adi tetap awas melihat sekeliling. Sementara 
tangannya juga tetap berada di atas gundukan payudara Marwah, 
meremas-remas lembut disana sambil sesekali memijit dan menjepit 
putingnya yang bulat mungil.
Merasa diperdayai, Marwah segera bangkit dan duduk di samping Adi. 
Benar, sawah kelihatan sepi, sama sekali tidak ada orang. Ia segera 
menjitak kepala bocah itu keras-keras, Dasar kamu, ya! umpatnya karena
 sudah dibohongi.
Adi tertawa cengengesan sambil mengusap-usap kepalanya yang nyeri, sama 
sekali tidak kelihatan marah. Malah dia mengajak Marwah untuk pergi ke 
sungai membersihkan diri.
Sejak itu, hubungan mereka menjadi semakin akrab. Adi setiap hari 
meminta jatah kepada Marwah, dia sudah tidak malu-malu lagi 
melakukannya, sepertinya dia sudah ketagihan dengan tubuh molek ibu muda
 itu. Marwah yang melihatnya, jadi punya ide lain. Dengan senang hati ia
 memberikan tubuhnya pada Adi dengan sedikit permintaan; disuruhnya Adi 
ini dan itu, mulai dari menjaga bebek hingga mengangkat pakan ternak 
yang beratnya minta ampun. Tapi Adi tampak senang-senang saja 
melakukannya, yang penting ia dapat merasakan tubuh mulus Marwah.
Hubungan itu terus berjalan hingga tanpa terasa sudah memasuki bulan 
ketiga. Adi sudah semakin ahli dan pintar, beberapa kali ia bisa 
mengantar Marwah menuju orgasmenya. Marwah senang bukan main 
menerimanya, ia semakin sayang pada bocah itu. Untuk jaga-jaga, Marwah 
ikut KB. Tiap hari ia minum pil agar tidak sampai hamil. Hubungan ini 
tidak boleh sampai berakhir.
Dan bukan hanya mereka berdua yang senang, orang tua Adi juga ikut 
gembira karena anaknya diperlakukan dengan baik oleh Marwah. Mereka 
ikhlas saja melepas Adi, bahkan menyuruh bocah itu agar tak segan 
membantu Marwah bila ada kesulitan. Misalnya seperti hari ini, saat 
Marwah sibuk membuat telor asin, dengan senang hati orang tua Adi 
mengijinkan anak mereka agar menginap di rumah Marwah.
Biar bisa cepat selesai, begitu kata ayahnya.
Marwah tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Di belakang, Adi bersorak
 gembira karena tadi siang, Marwah menjanjikannya sesuatu yang 
spesial, dengan syarat dia mau tidur di rumahnya. Adi jadi tidak sabar
 menunggu, apakah sesuatu yang spesial itu?
Malam bergerak lamban bagi Adi. Sampai pukul 21.00, mereka masih 
mengerjakan pesanan telor asin yang tinggal sedikit lagi selesai. Di 
luar, suasana cukup sepi. Di Desa itu memang jarang yang keluar malam. 
Kelelahan setelah bekerja seharian di ladang membuat banyak rumah yang 
sudah menutup pintu, bahkan tidak sedikit yang mematikan lampu. Tak 
terkecuali kediaman Marwah, bahkan anak dan orang tua Marwah sudah pada 
tidur sejak sore tadi. Hanya tinggal Adi dan Marwah yang masih melek di 
malam yang dingin itu.
Adi yang sudah tak sabar segera mencolek lengan Marwah, Gimana, Budhe? tanyanya konak.
Marwah membalas dengan mengusap pelan kontol Ade, benda itu terasa sudah
 mengeras dan menegang penuh. Sabar, tinggal sedikit lagi. bisiknya.
Adi memindahkan tangannya ke gundukan payudara Marwah, membuat baju 
kurung yang dikenakan wanita itu jadi bernoda tanah saat dia mulai 
meremas-remas pelan disana. Marwah hanya mendesah, tapi tidak menolak. 
Sambil terus membuat telor asin, dia membiarkan tangan Adi tetap 
berkreasi. Sekarang bocah itu malah sudah memasukkan jari-jemarinya ke 
sela kancing baju Marwah, menyentuh gundukan payudaranya secara langsung
 dan memilin-milin putingnya yang sudah mulai terasa sedikit mengeras. 
Marwah sadar, Adi sudah benar-benar pengen, nafsu bocah itu sudah tidak 
dapat ditangguhkan lagi.
Meletakkan telornya yang tinggal sekeranjang lagi, Marwah segera 
mengajak Adi untuk mencuci tangan ke sumur belakang. Setelah itu ia 
segera menuntun si bocah masuk ke dalam kamarnya. Saat melewati dapur, 
Marwah mengambil sedikit minyak goreng, ditaruhnya di dalam sebuah 
mangkok kecil.
Buat apa, Budhe? tanya Adi penasaran.
Ini yang kubilang spesial kemarin, sahut Marwah.
Budhe mau menggoreng ikan di kamar? tanya Adi polos.
Tawa Marwah meledak mendengarnya, Sudah, kamu diam saja.
Mereka masuk ke kamar dan Marwah segera mengunci pintunya. Dua anaknya 
sudah tidur di kamar yang lain, sedang yang terkecil lebih sering tidur 
bersama neneknya. Marwah tidur sendiri di kamar ini. Tapi tidak malam 
ini, sekarang ia ditemani Adi, yang sudah ditelanjanginya sampai bugil 
dan disuruhnya berbaring di atas ranjang. Marwah sudah melapisi spreinya
 dengan plastik putih tipis transaparan.
Panas, Budhe. Adi mengomentari alas tidurnya yang aneh.
Marwah tersenyum saja, tapi tidak menjawab. Ia mulai mencopoti seluruh 
bajunya hingga tak lama kemudian sudah sama-sama bugil. Kontol Adi 
tampak semakin menegang dahsyat melihat tubuh montok Marwah yang tersaji
 indah di depannya. Inilah untuk pertama kalinya ia melihat tubuh 
Budhenya secara utuh, dalam jarak yang begitu dekat, tanpa perlu harus 
mengintip seperti yang dilakukannya dulu.
Tetap tersenyum, Marwah segera berjalan mendekat sambil membawa mangkok 
berisi minyak goreng. Ia duduk di samping Adi. Dibiarkannya tangan Adi 
yang nakal mulai merambat untuk mengelus-elus seluruh tubuhnya. Kamu 
suka tubuh Budhe? tanya Marwah memancing sambil tangannya mulai 
melumuri burung Adi memakai minyak goreng. Adi tentu saja langsung 
tersentak dibuatnya.
Ehm... suka banget, Budhe! Uughh... enak! rintihnya saat Marwah mulai mengocok kontolnya pelan.
Marwah kembali mengucurkan minyaknya, kali ini giliran perut dan dada 
Adi yang menjadi sasaran. Dengan menggunakan gundukan payudaranya, 
Marwah kemudian menunduk untuk meratakannya. Adi tentu saja langsung 
terkejang-kejang dipijit-pijit seperti itu. Apalagi saat Marwah mulai 
menindih tubuhnya, dan secara perlahan memasukkan penisnya yang sudah 
menegang dahsyat ke dalam lubang memeknya... ugh, nyawa Adi bagai 
terbang ke langit ke tujuh merasakannya!
Tapi baru saja ia menggoyang, kira-kira masih sepuluh tusukan, tiba-tiba
 Marwah berhenti menggerakkan pinggulnya, membuat kontol Adi yang baru 
merasa nikmat jadi ngaceng tanggung. Budhe, kok berhenti? tanya Adi 
kecewa.
Marwah tersenyum penuh arti, Kamu suka, enak tidak? tanya Marwah nakal.
Adi mengangguk cepat, Enak banget, Budhe. Ayo goyang lagi! pintanya.
Marwah menggeleng. Ada lagi yang lebih enak, kamu pasti suka! sambil 
berkata, dia turun dari tubuh Adi, membuat si bocah makin mendengus 
kesal karena merasa dipermainkan.
Apaan, Budhe? Ayo cepetan! seru Adi tak sabar, rasanya dia tega untuk 
memperkosa Marwah kalau wanita itu terus menggodanya seperti ini.
Tidak menjawab, Marwah mengambil minyak goreng lalu mulai melumuri 
lubang pantatnya sendiri. Setelah dirasa cukup merata, dia kemudian 
membungkuk di depan Adi, mempertontonkan lubang pantatnya yang tampak 
licin dan mengkilat. Adi yang tidak mengerti apa yang diinginkan oleh 
Marwah, segera menyerbu dari belakang dan menusukkan batang kontolnya ke
 lubang memek si ibu muda.
Bukan yang itu, Di. Marwah cepat mendorong tubuh Adi ke belakang. Tapi yang ini! dia menunjuk lubang anusnya.
Adi celingukan, Apa cukup, Budhe? tanyanya sambil membandingkan ukuran penisnya dengan lubang itu.
Lakukan saja, nanti aku tuntun, kata Marwah tak sabar. Dia kembali 
menungging saat Adi mulai berlutut di belakangnya. Cepat ditangkapnya 
burung bocah itu lalu ia tempelkan ujungnya yang tumpul ke lubang 
pantatnya. "Ayo tusuk, Di. Tekan yang kuat," Marwah memberi perintah.
Adi mengikuti, ia tekan kontolnya kuat-kuat hingga menembus lubang 
sempit itu. Ia merasakan bagaimana cengkeraman lubang anus Marwah bagai 
mencekik burungnya, tapi tetap berusaha ia tahan karena di sisi lain ia 
juga merasa nikmat karenanya. Adi merasa kontolnya bagai diremas-remas 
dan dielus-elus ringan oleh lorong anus Marwah.
"Ayo goyang, Di," bisik Marwah saat rasa kebas di pantatnya sudah mulai hilang.
Adi melakukannya, ia mulai menggoyang pinggulnya perlahan hingga batang 
penisnya yang besar bergerak keluar-masuk dengan pelan di dalam lubang 
sempit Marwah. Eghs... Terus, Di... ughh... enak! desah Marwah 
keenakan. Mereka terus berada dalam posisi seperti itu hingga beberapa 
menit lamanya.
Sambil menggoyang, Adi menggapai tetek Marwah yang menggantung indah di 
depannya untuk digunakannya sebagai pegangan. Putingnya yang mungil ia 
pilin-pilin kuat saat penisnya keluar-masuk semakin cepat di pantat 
perempuan cantik itu
Ough... enak, Di! Terus! Tusuk yang dalam! Ahh... Marwah 
menggeleng-gelengkan kepala, merasa sangat nikmat sekali. Sudah lama ia 
tidak merasakan yang seperti ini, terakhir dengan suaminya beberapa 
tahun yang lalu, itupun tidak lama karena sang suami lebih suka 
mencoblos liang memeknya daripada lubang pantatnya. Dengan Adi, Marwah 
jadi bisa menyalurkan fantasinya yang tertunda.
Arghhh... Adi... aku
 oughhh... tak sanggup meneruskan kata-katanya, 
Marwah meledak tak lama kemudian. Ia orgasme, air cintanya tumpah ruah 
membasahi plastik bening di atas sprei.
Adi sedikit kaget dibuatnya, ia sempat menghentikan goyangannya sebentar
 untuk mengintip apa yang terjadi. Saat tahu kalau Marwah baik-baik 
saja, bahkan wanita itu terlihat puas dan bahagia sekali, barulah Adi 
meneruskan genjotannya, bahkan kali ini menjadi lebih cepat karena ia 
juga merasa tidak tahan lagi. Jepitan anus Marwah yang sangat ketat dan 
kuat mustahil untuk dilawan.
Arghhhh... Budhe! menjerit tak kalah keras, Adi memeluk kuat tubuh 
montok Marwah dan menusukkan penisnya sedalam mungkin ke lubang dubur 
perempuan cantik itu, disana ia melepaskan semua spermanya berkali-kali.
Marwah tersenyum, semua pelajarannya untuk mendewasakan Adi kini tuntas 
sudah. Anak itu sudah resmi menjadi lelaki dewasa. Dipeluknya tubuh 
kurus Adi yang ambruk kelelahan di atas ranjang, ditunggunya hingga Adi 
siap untuk ronde yang kedua. Malam ini adalah malam spesial, mereka 
tidak boleh tidur!
      
     
     
No comments:
Post a Comment