Cerita ini terjadi di saat aku masih kelas dua SMA dengan seorang gadis belia yang masih duduk di kelas dua SMP.
Sebut saja gadis ini dengan nama Rinda, dan aku sendiri Ali.
Sekilas tentang si Rinda ini, dia seperti gadis abg lainnya, polos, 
cantik, dengan buah dada yang masih malu malu menampakkan dirinya 
dilengkapi dengan bongkahan pantat yang begitu menggoda untuk diremas.
Si gadis ini memiliki sebuah rumah dan sebuah warung yang bersebelahan, 
jadi setiap siang hari sepulang sekolah dialah yang menjaga warung 
tersebut.
Singkat cerita, kami bertukaran pin bbm, awal dari pengalaman yang indah.
Di sela sela chatting kami berdua, aku beberapa kali mengajaknya untuk 
sekedar berjalan memutari kota jakarta, dan dia pun menolak semuanya. 
Tapi suatu saat dia menerima ajakanku, entahlah apa penyebabnya.
Tibalah hari dimana kami berkencan, malam minggu pukul 7, ketemu di simpang gang rumah, padahal kami ini bertetangga, hahaha
Sesuai tempat janjian, dia datang, dengan mengenakan kaos biru langit 
yang agak ketat, menonjolkan buah dadanya yang serasa ingin di remas 
gemas. Dengan celana legging motif kembang kembang pula.
Hmmm, tentu dengan wangi khas abg yang mengunggah selera.
Naiklah dia di kendaraan roda duaku, pada awalnya dia enggan untuk 
memelukku, tapi apalah daya, jok motorku, yang sedemikian rupa kupapas, 
yang memaksanya untuk memelukku, "Ahh lembutnya", itulah yang aku 
rasakan saat dadanya menekan punggungku..
Motorku melaju cukup cepat. Dan membuat pelukannya semakin erat, dan dia
 berbisik, "Pelan pelan aja bang", terpaksalah aku menurutinya. Dalam 
perjalanan, aku bertanya, "Mau kemana kita?", dia menjawab, "Terserah 
abang ajalah." "Gimana kalau kita nonton aja,". "Oke bang".
Meluncurlah kami ke sebuah bioskop, malam minggu di bioskop ini sangat 
ramai, terpaksalah kami dapat kursi di belakang, deret dua sebelum 
pojok. Lampu dimatikan, dan film pun dimulai, film ini bergenre horror, 
terdengar lah suara teriakan para gadis, termasuk gadis manis berkuncir 
satu yang duduk di sebelahku, dengan spontan dia memeluk tanganku dan 
memejamkan matanya, aku pun hanya tertawa melihatnya. Dengan sigap, dia 
mencubit pinggangku seraya berkata, "Abang mah..." dengan sedikit 
kesakitan aku mencubit kembali hidungnya dengan lembut.
Filmpun berlanjut, tanganku pun masih dipeluk dadanya, sambil sesekali 
diremas dengan kencang, mengikuti scene scene filmnya... ahh hangat dan 
lembut dadanya...
Saat ketenggan film mulai menghilang, aku melepaskan tanganku yang 
sedari tadi di pelukannya, kpindahkan, kucoba merangkulnya, dia pun 
menerimanya, dengan menempelkan kepalanya ke bahuku. "Ahh, tercium wangi
 samponya yang begitu menggoda". Aku mencoba merangkul pinggangnya, 
tanganku terus bergerak mendekati perutnya dan berhenti d isana sambil 
mengelusnya dengan lembut. Dia semakin merapatkan duduknya. Sambil terus
 mengelus perutnya, aku mencium atas kepalanya, menikmati wanginya, 
sambil tanganku yang satu lagi mendekati tangannya yang berada di 
pahanya..
Kugenggam, kuremas, begitupun dengannya. Setelah selesai meremas 
tangannya, aku mencoba untuk mengelus pahanya, tanganku ditahan, akupun 
berhenti tepat dipahanya, tanganku yang sedari tadi mengelus perutnya, 
mulai mencoba mendakit bukit indahnya, saat mencapai tujuannya, si Rinda
 berkata," Bang... Jangan...", tanpa memindahkan tanganku yang berada 
tepat di puncaknya. Seolah olah tidak mendengar, aku pun mulai mengelus 
puncak itu dengan lembut sesekali meremasnya, dia hanya terdiam, dan 
terasa tanganku yang sedari tadi di pahanya, diremasnya.. aku mulai 
meningkatkan permainanku dengan lebih banyak meremas buah dadanya, pelan
 pelan, semakin lama semakin kuat, terasa sekali buah dadanya yang 
menegang, ukuran yang pas sekali dengan genggamanku, terdengar lirih 
suaranya, desahan yang begitu menggairahkan...
Selagi sibuk meremas dada indah itu, tanganku yang satu lagi berusaha 
melepaskan diri dari genggamannya, dan berusaha mengelus paha itu, 
keatas kebawah, sampai mendekati bagian intimnya, ya intimnya, yang 
tercetak menggembung dengan jelas. sesekali aku mengelus bagian itu, dia
 pun terkaget, dan menatapku, aku pun pura pura tidak tahu hahaha.
Aku pun menoleh kearahnya, kami bertatapan, selagi tanganku meremas 
dadanya, tanganku yang mengelus pahanya, naik jauh keatas, memegang 
dagunya, menariknya, mendekati wajahku, matanya terpejam, saat bibir 
kami hampir bersentuhan. 
Tiba tiba saja, wajahnya berpindah haluan, alhasil yang tercium adalah 
lehernya, kepalang tanggung, aku cium lehernya, aku emut dan tinggalkan 
sebuah bekas diakhiri dengan "Ahh" dari bibir mininya.
Setelah percobaan pertama untuk menikmati bibirnya gagal, percobaan 
kedua pun dimulai. Percobaan kedua ini kelihatannya akan berhasil. Saat 
bibir kami bertemu, terasa hangat deru napasnyaa. Aku mulai menjilati 
bibir manis tanpa lipstiknya, berharap bibirnya terbuka, setelah terlalu
 lama menjilati bibirnya, rasanya bibirnya tak terbuka terbuka, dengan 
sigap aku membisikkan mantranya," Dibuka aja bibirnya, sayang". Dia 
hanya membalas "Hmm..." Percobaan ketiga pun dimulai, saat bersentuhan, 
dia langsung membuka mulutnya, aku langsung memanfaatkan kesempatan itu.
 Memasukkan lidahku, memutar lidahku didalamnya,"Ahhh keliatan sekali 
jika dia baru pertama kali melakukan ini", aku mencoba melilit lidahnya 
dengan lidahku, lidahnya hanya diam saja, lambat laun lidahnya mulai 
bergerak gerak, membentu-benturkan lidahnya, seakan mendorong lidahku 
keluar dari mulutnya. Aku pun tak mau kalah dalam pertarungan itu, dan 
memulai serangan balik. Cukup lama pertarungan itu, aku mulai melepaskan
 bibirku, dan terdengar "Pluk". Kulihat dirinya terengah engah. 
Keringatnya membasahi keningnya. "Ahhh manis sekali..."
Kembali kami berdiam diri, aku lihat jam, "Ahh baru jam 8.30, masih tersisa 45 menit lagi, sampai film ini habis..."
Suasana seakan kaku, aku mencoba menarik perhatiannya...
dengan menarik narik kunciran rambutnya, yang bermotif bintang bintang khas anak abg.
Tapi dia hanya diem saja, tapi terlihat sebuah senyuman dibibirnya sambil tetap fokus, aneh padahal scenenya masih cukup horror.
Hampir aku menyerah, tapi terbesit untuk membuka kunciran rambut, dan 
benar saja, baru aku ingin melepasnya, tanganku langsung di tangkapnya. "
 Yess!", batinku. "Abang mau ngapain?", tanyanya. "Ahh, enggak kok. 
Cuman mau ngelepas kuncirannya.", balasku. "Kenapa dibuka?", tanyanya 
lagi. "Ya gak papa, kayaknya keliatan lebih cantik kalau dibuka". Dia 
membalas hanya dengan senyuman, ya senyuman cukup untuk eksekusinya, 
maksudnya membuka kunciran rambutnya. Benar saja, dia terlihat lebih 
anggun untuk gadis seusianya, rambut lurus yang cukup panjang untuk 
menutupi putih mulus lehernya. Aku mencoba untuk mengatur rambutnya, 
otomatis dia menghadapku, terlihat dalam kegelapan dia tersenyum, dan 
terlihat samar-samar bekas merah di lehernya, "Ahhh tanda kekuasaanku", 
sekian lama mengelus rambutnya, "Coba deh julurin lidahnya, dek", 
pintaku. Dia keliatan kaget, "Ehh, buat apa bang?!". "Ahh, enggak. Gak 
mau juga gak papa". Tapi dia hanya diam, dan kulihat mulutnya mulai 
terbuka, dan lidahnya mulai terjulur. Dan langsung kutangkap dengan 
mulutku, happ, langsung kuemut, emut maju mundur cantik cantik, kulihat 
tangannya, berusaha untuk melepas wajah kami, dengan cepat kutangkap dan
 kutahan sampai permainan kami selesai, setelah selesai, kulihat dia 
kembali terengah engahh. mukanya kelihatan merah sekali.
Ku coba berbasa basi, "Kenapa ngos ngosan gitu kamu dek?", "Au deh kenapa...", jawabnya.
Akupun hanya tertawa mendengarnya.
Film pun berakhir, kami bersiap untuk keluar, tiba-tiba, dia menggandeng
 tanganku dengan mesranya. "Ahhh, umpanku membuahkan hasil."
Kami pun pulang, tanpa malu lagi dia memelukku dengan eratnya, motorku 
bergerak dengan lambatnya berharap akan seperti ini selamanya, ternyata 
tidak, rupanya kami sudah berada di gang rumah kami. Aku lihat 
sekeliling, kok sepi sekali, ternyata sudah hampir jam 10, dia pun 
turun, dan kata pertama yang keluar dari mulutnya,"Terima kasih bang". 
"Buat apa?" "Buat malam ini lah". Aku pun hanya tertawa.
Aku pun memegang kedua tangannya kunaikkan ke leherku. Dia berkata 
dengan lirih,"Jangan di sini bang". Aku tak mendengarkannyaa, tanganku 
pun merengkul pinggulnya, untuk mendekat padaku, dia hanya diam dan 
pasrah. Kembali dia berkata," Jangan bang..."
Tapi kepalang tanggung, bibir kami sudah sangat dekat, kukecup bibirnya,
 kukecup lagi, dia pun mulai mengecup juga. Kukecup lagi, dia pun 
langsung membalas, langsung saja , kumasukki mulutnya, ku geluti seluruh
 mulutnya, kulilit lidahnya, begitu panasnya ciuman kami, tanganku yang 
dipunggulnya mulai berangkat menuju dua bongkahan pantatnya yang 
terbungkus legging panjang motif kembang.
Tepat tanganku berada di bongkahan padat itu, satu tangan Rinda berusaha
 mencegahnya, tapi apalah daya, nafsu yang tertahan sejak di bioskop 
tadi sudah tak terbendung lagi.
 Kembali kuremas bongkahan pantat itu, kiri kanan kiri kanan. Rinda pun mulai pasrah dan merangkul leherku dengan erat.
Ku ilit lidahnya, kuemut sekuat-kuatnya, sambil kuremas pantatnya, ahhh sudah tak tahan, konti ku sudah sangat sangat tegang.
Kulepas bibir kami, ku telesuri leher nan putih mulus itu, kujilatin, si
 Rinda hanya mendesis keenakkan, menikmati cumbuanku padanya. Kurasakan 
di balik legging panjangnya dia hanya memkai cd, ya cd, ingin sekali ku 
membukanya dan melepas cd nya. Tapi apalah aku masih berusaha untuk 
menahan nafsuku. Sampai pada saat aku ingin mencium bagian atas belahan 
dadanya, barulah aku tersadar untuk menghentikan aksiku. Entah kenapa 
aku berhenti, dan mengusap kepalanya seraya memberikan sebuah ciuman di 
keningnya, sambil berkata,"Maafkan aku". Dia hanya membalas dengan 
memelukku.
Setelah itu kami pulang ke rumah masing masing.
Sampai di rumah, ada pesan masuk dari si Rinda,"Bang, kok ada bekas 
merah di leherku, sih?" Begitulah kira kira isinya. Aku jawab saja, jika
 itu adalah tanda cinta aku padanya. Ujung dari sms itu adalah ajakannya
 untuk lari pagi, ya lari pagi jam 5 pagi, begitu malas untuk 
menyanggupinya, tapi mau gimana lagi, barangkali bisa sekalian "olahraga
 pagi", pikirku.
Tepat pukul 5 pagi, aku sudah menunggunya di tempat yang sudah kita 
janjikan semalam, dengan mengenakan celana pendek olah raga, sepatu 
training, dan kaos putih. Tak lama si Rinda datang, ya pakaiannya 
seperti pakaian yang biasa digunakan untuk lari pagi.
Kami bercerita banyak, bercanda gurau, ya pagi yang menyenangkan tanpa hal-hal kotor yang mencampurinya.
Setelah kami mutar mutar, kami memutuskan untuk pulang.
Hmm, gak bisa "olahraga pagi" yang sebenarnya.
Biarlah, rezeki mah tak kemana.
Siang harinya, aku iseng menelponnya, "Dek, lagi dimana?". "Lagi di 
warung, bang". "Lah ngapain di warung siang siang gini?". "Mau tau aja 
si bang...". "Abang ke sana ya?". "Sini aja bang". Aku pun langsung 
meluncur ke TKP, yang hanya berjarak beberapa meter saja.
Kulihat sekeliling warung, hmm cukup sepi di siang hari seperti ini. 
Kutengok rumahnya yang berada tepat di sebelah warung itu, sepi ya sepi,
 kelihatannya sedang pergi.
Aku masuk ke warungnya, sedikit tentang warungnya, warungnya seperti 
kontrakkan 2 kamar, ruang depan untuk warungnya, ruang belakang 
dipisahkan dengan satu pintu yang isinya seperti gudang yang tertata 
cukup rapi.
Kulihat dia sedang memasukkan minuman ke dalam mesin pendingin, yang 
letaknya berada di sebelah pintu penghubung ke ruangan belakang.
Terlihat jelas cetakan cdnya saat dia membungkuk memasukkan botol botol itu.
Menggoda sekali.
Aku langsung memeluknya dari belakang, sambil berkata,"Sayang, lagi 
sibuk ya?". Sambil tanganku begerak keperutnya, dan merapatkan dirinya. 
Sambil terkaget dia berkata,"Ihh, abang ngagetin aja". Sambil tangannya 
berusaha untuk melepaskan tanganku yang lagi sibuk mengelus-ngelus perut
 kecilnya. Seakan tidak mendengarkan, aku malah menncium lehernya, 
menjilatnya. "Ahh", hanya itu yang terdengar dari mulutnya. Tanganku 
berusaha mencapai buah dadanya yang baru tumbuh itu. "Ahh, bang. Jangan,
 nanti ada yang lihat..."
Aku tak peduli, aku teruskan kegiatan itu, meremas dengan lembut. 
Tanganku yang satu lagi pun ikut menjelajah ke pahanya, kebetulan saat 
itu dia pakai celana pendek model boxer. Aku merabanya, ku angkat 
sedikit celananya, dengan cepat kuraba paha putih mulus tanpa noda 
itu... "Halus..." Itu yang kurasakan. Si Rinda mendesah-desah kegelian. 
Dia berkata,"Bang, pintu...". Bagai tersambar petir, aku langsung 
bergerak cepat ke pintu yang masih terbuka lebar, langsung kututup dan 
kukunci dari dalam. Aku langsung kembali ke tempat Rinda, yang masih 
tersengal-sengal nafasnya. Kudekati dia, kubalikin tubuhnya membelakangi
 dinding...
Lalu kubisikkan mantranya, "Sudah aman sayang". Kumulai lagi dengan mencium mulutnya..
      
     
     
No comments:
Post a Comment