SAYA ngontrak di bilangan kota Bogor, menempati rumah kawan yang jarang 
ditempati. Rumah kontrakan ini milik temannya kawan. Ada 4 kamar tidur, 1
 kamar mandi dan dapur, ada juga halaman depan dan halaman belakang.
Keputusan saya mengontrak agar kegiatan kerja saya bisa lebih fokus ketimbang harus pulang-pergi ke rumah di luar kota,
Rumah ini dijaga seorang kakek bernama Acep. Acep selalu membersihkan 
halaman depan dan belakang, selokan, dan sampah2 yang menumpuk di dapur 
dan halaman depan. Saya berkenalan dengannya.
Acep memiliki seorang cucu berumur 13 tahun, namanya Lastri, masih kelas
 6 SD. Lastri berkulit sawo matang, mata sipit, hidung pesek, bau 
matahari, benar-benar khas anak kampung, dan plusnya adalah: body 
badannya semampai sekitar 160 meter. Tinggi badan Lastri terbilang 
tinggi diantara kawan-kawannya. Saya berkenalan dengannya. Dia memanggil
 saya 'oom', hal ini mengingat umur saya sudah 40 tahun. Mungkin usia 
saya bisa disamakan dengan usia mama atau papanya.
Melihat pertama kali Lastri, otak mesum saya langsung aktif. Hasrat 
libido seks saya terbakar. Saya ingin sekali mencicipi tubuhnya Lastri. 
Apalagi, pesona payudaranya yang terlihat menonjol, dan titik puting 
susunya menyeplak pada bajunya yang dikenakan. Belum lagi bongkahan 
pantatnya yang kalau lagi nungging. juga, rekahan bibirnya yang tidak 
dia sengaja perlihatkan kalau lagi ngobrol dengan saya. Benar-benar 
bikin horni. Menjelang umur 40 tahun, saya kalau melihat perempuan itu 
bawannya mesum melulu. Enggak hanya yang 18 tahun keatas, tapi anak-anak
 bau kencur yang sudah mulai mature dayatarik seksualnya juga enggak 
lepas dari rasa mesum saya. Dan Lastri adalah salah satu contohnya. Dari
 waktu ke waktu, Lastri semakin membayangi isi kepala saya. Beginilah 
kalau jauh dari anak dan isteri. Kontol menganggur tiada terperi.
Lastri berperangai ceria, aktif, dan supel. Tidak sampai seminggu saya 
sudah akrab dengannya, sudah tidak canggung mengobrol dengan saya. 
Awalnya sih kalau main ke rumah kontrakan ini, dia sering ditemani Acep 
atau ditemani 2 sepupunya yang sama-sama perempuan dan sebaya, Monica 
dan Gita.
Sebulan berlalu, saya mencoba untuk selangkah lebih maju 
pe-de-ka-te-nya. Misalnya, saya sering minta tolong dibelikan camilan 
atau jajanan, sambil sekalian mentraktir dia juga. Lastri merespon 
dengan baik, menerima traktiran saya.
Di kontrakan saya ini tidak ada televisi. Saya hanya ada laptop 15 
inchies, yang sekaligus saya pakai untuk nonton film atau Youtube. 
Lastri sering meminjam laptop saya, saya selalu mengajak dia menonton 
bersama film-film bagus yang rating IMDBnya itu 7-keatas, kadang film 
drama, kadang film kartun. Saya selalu meminta dia untuk mengajak 
kawan-kawannya nonton bareng. Enggak enaklah kalau ketauan tetangga 
bahwa saya nonton berdua-duaan sama dia, bisa-bisa berabe urusannya. 
Apalagi Acep adalah orang yang amat dikenal luas di lingkungan RW dimana
 saya tinggal sekarang.
Suatu sore di hari Jumat, kami sedang menonton film di laptop, yang 
namanya anak-anak ternyata enggak bisa diam, mereka selalu 
berpindah-pindah posisi duduk, demikian juga dengan Lastri. Namun saat 
Lastri sedang duduk berada dekat dengan saya, tanpa diketahui oleh 
kawan-kawannya, saya menggenggam telapak tangannya. Sesaat dia seperti 
terhenyak, kaget, seraya memandang sekilas ke arah saya. Lalu sessat itu
 juga dia pura-pura seperti tidak ada apa-apa. Tapi, saya bisa menangkap
 kerlingan mata genit dan binalnya ke arah saya.
Respon Lastri tidak saya duga. Dia membalas genggaman tangan saya. Kami saling meremas tangan hingga berkeringat.
Lalu, Lastri tiba-tiba melepas tangannya dari genggaman saya. Sambil 
berkata kepada teman-temanya, "Mau ke kamar mandi dulu ah!" 
Teman-temannya, ada 3 orang, tidak perduli dengan yang Lastri bilang, 
mereka asyik nonton. Sambil ke kamar mandi, dia menoleh kepada saya, 
mengerlingkan mata. Dia kasih "kode" itu.
Enggak ada semenit Lastri di kamar mandi, saya menyusul masuk. Di kamar 
mandi, saya dan Lastri saling bertatapan. Kami tersenyum nakal. Dia 
mungkin penasaran. Tapi saya bukan penasaran, saya tersenyum seolah-olah
 menggoda. Saya membayangkan diri bagaikan monster yang siap melahap 
Lastri. Lastri sudah seperti tersihir, terbawa suasana mesum, dan 
dibutakan oleh syahwatnya sendiri.
Tau-tau, saya dan Lastri sudah saling berbagi desah dan deru nafas. Kami
 sudah saling cium dan saling raba. Ciuman dan rabaan Lastri terasa kaku
 dan canggung. Mungkin karena baru pertama kali.
Saya sudah biasa bagaimana mengggarap badan isteri. Dan ketika mencumbui
 Lastri di kamar mandi sore itu, fantasi seksual saya dengan anak ABG 
seperti menemukan penyalurannya. "Oom, geli, Om. Owh. Geli, Oom. Uuhh, 
aahh, mmhh. Enak, terus Oom." Lastri meracau sambil berbisik.
Ditengah-tengah bisikan-dan-rintihannya itu saya memposisikan badan 
Lastri untuk terlentang di lantai toilet. Saya kemudian menempelkan 
kontol saya tepat di atas memek Lastri yang masih dipakai celana 
cangcutnya. Saya menekan kontol saya ke memek Lastri dan mata Lastri 
terpejam sambil mulutnya mangap dan nafasnya tersengal-sengal dan kedua 
tangannya memeluk saya erat-erat. Sedangkan saya, tetap pada posisi 
menempelkan kontol saya di memeknya, diam tanpa bergerak sedikitpun. 
Lastri lalu menaik-turunkan pantatnya. Matanya merem-melek.
Mungkin ada sekitar 2 menit kami berposisi demikian. Lalu, kemudian 
Lastri semakin mengencangkan pelukannya, dan tiba-tiba dia bersuara 
pelan, "Aaahhh." Orgasme.
Begitu Lastri orgasme, saya mengecup bibir Lastri. "Terima kasih, ya Lastri."
"Iya, Oom," tersenyum Lastri, sambil matanya merem.
PENGALAMAN pertama Lastri di Jumat sore itu, membawa kami pada 
petualangan seks berikutnya. Lastri semakin ketagihan. Dia sering main 
ke rumah kontrakan saya bersama teman-temannya sambil mencari-cari 
kesempatan untuk bisa bercumbu.
Pada suatu hari Lastri menyampaikan minatnya untuk ML dengan saya. Tapi 
saya katakan bahwa itu terlalu besar resikonya bagi dia dengan umur yang
 masih sangat belia untuk ML. Berbahaya. Sangat berbahaya. Saya bilang, 
"Tunggu saja bila saatnya sudah tiba dan ketika kamu sudah terbiasa. 
Kita harus waspada dan pandai simpan rahasia."
"Oom. Oom jadi pacar Lastri ya? Engga apa-apa deh [meski] Oom sudah ada 
anak dan isteri juga. Asal Oom sayang ama Lastri. Lastri sayang deh sama
 Oom."
"Alamak, kacau nih, Lastri mulai main hati," pikir saya saat itu.
Lebih dari dua bulan berlalu. Saya semakin dekat dan kian mengenal 
Lastri, dirinya, keluarganya, teman-temannya, hingga sekolahnya. 
Diam-diam saya menjadi orang tua asuh bagi Lastri dan ini diketahui 
kedua orangtuanya. Biaya pendidikannya saya tanggung. Hubungan skandal 
seks saya dengan Lastri terjaga rapih. Lastri rupanya pandai menyimpan 
rahasia. Padahal setahu saya dia anak yang bocor dan blak-blakan 
dihadapan kawan-kawan sepermainannya.
Mudah-mudahan tetap aman selamanya.
No comments:
Post a Comment