Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas 
terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Andi mulai 
bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering 
berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Andi
Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas 
terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Andi mulai 
bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering 
berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi 
Andi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan 
teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini 
pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul
 membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak
 Hukum.
Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak 
dibanding teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru 
bagi anak-anak Hukum angkatan Lina.
Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Lina yang 
lain, sekedar kenal dengannya. Lira sering ikut datang karena statusnya 
sebagai pacar Boy, salah satu pentolan angkatan Lina. Tidak ada 
perhatian khusus Andi kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki
 normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Lira dan 
cenderung bersikap sama terhadap teman Lina yang lain, kelebihan pada 
tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat
 Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, 
apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus.
Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Andi mengantarnya ke kost 
Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Andi masih belum 
sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy. 
Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih absolutist setelah Andi 
dan Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam 
batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Andi jadi lebih 
ingat siapa Lira, batten tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan 
teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.
Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan 
bagi Andi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas 
karena mereka punya selera musik yang sama. Batten tidak, saat menunggu 
Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi 
mahasiswa kampus, Andi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak 
ngobrol. Lina pun merasa beruntung Andi mengenal Lira karena ia jadi 
lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Andi 
menunggunya.
Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan
 ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk 
merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Andi, pada suatu hari Lina 
tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi
 pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Andi pun memutuskan 
untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. 
Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar. Tak 
habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an
 temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang hanya berjarak 
sekitar 15 beat dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Lira keluar
 dari kamarnya hendak menjemur handuk. Andi melambatkan motornya dan 
berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan 
capital di kost Lira sembari menunggu Lina selesai rapat.
Lina lagi rapat ya?
Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia 
mempersilakan Andi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak 
ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil 
tempat Lira belajar.
Iya. Loe kok ngga ikut Lir?
Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja.
Boy di sana juga?
Iyalah, dia kan proyeknya. Masa dia ngga dateng. Ini juga gue lagi 
nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton.
Andi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya 
rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira
 yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang 
seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup accustomed 
baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.
Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?
Hahaha, kecium ya, kok tau sih?
Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?
Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?
Gue udah pake shampo itu sejak SMA,
Hihihi
, geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee, ledek Lira sambil tertawa geli.
Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.
Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue.
Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa 
diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya 
selera musik yang sama.
Mungkin kali ya
., loe bocor sih, sahut Andi terkekeh.
Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet 
selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Andi. 
Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Andi 
sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum. 
Soal cewe, selera Andi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah 
bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, 
rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.
Saat melihat dari jalan tadi, Andi menemukan Lira hanya memakai bathrobe
 mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup 
absolutist oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira 
keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira 
hanya memakai catchbasin top putih yang memamerkan ceplakan branya 
dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang 
membuat 3/4 pahanya terbuka.
Eh, Lir, gue mo nanya nih
.
Apaan?
Tapi jawab jujur ya
.
Apaan dulu??
Ya ini gue mo nanya?.
Oke, jujur
.
Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka.
Angkatan gue??
Iya.
Jujur kan?
Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?
Iya.
Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok.
Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?
Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada batten yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha
.
Sialan loe?, serius nih gue.
Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue.
Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina.
Keki kenapa? emang salah gue apa?
Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo.
Emang gue kenapa?
Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?
Gitu ya
?
Iya pak Andi. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu sama
 sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, 
kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak 
teknik kali ya, berasa pintar sedunia.
Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.
Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus 
sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya 
baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. 
Jadi serba salah kan?
Anak teknik? Dani maksud loe?
Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah!
 Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga 
cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo 
respek sama loe, yang cewe,
.hihihi, demen.
Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Andi 
bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Andi.
Demen apaan? Andi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.
Ya demen
ih, loe GR ya? kata Lira sambil menunjuk Andi.
GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,
Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga
tuh
Yang bener loe? Siapa?
Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh,
 bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin 
cewe-cewe
.hahaha.
Sialan loe! balas Andi sambil terkekeh.
Tanpa sadar, Andi mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama 
mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang 
lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. 
Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun 
sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang 
menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong 
dan disentuh Andi justru bagian batten sensitif pada Lira, bagian yang 
mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.
Lira berusaha tidak memandang mata Andi, tapi ia tak kuasa menahannya. 
Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti
 membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.
Eh, Lir, apologetic ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?
Kali ini Lira malah berharap Andi kembali menyentuhnya. Desiran akibat 
sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang 
selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan 
diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Andi berusaha ia tutupi.
Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget.
Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja.
Iya gue tau, Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan 
bahwa bagian yang Andi sentuh adalah daerah batten sensitif dari 
tubuhnya.
Andi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak 
menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Andi memang bukan tipe cowo yang 
suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan 
sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang 
suka pada Andi. Sikapnya admirer banget, sama sekali tidak terlihat 
dibuat-buat. Dan, kenyataannya Andi memang benar-benar menyesal telah 
berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah 
laki-laki yang batten tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.
Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung 
sama cowo-nya
hahaha, Lira berusaha mencairkan suasana dengan 
melontarkan antic yang sejujurnya ngga lucu.
Andi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa 
bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam. 
Maksudnya hanya pengakuan kekalahan karena didesak soal banyak 
perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia 
anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang 
yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Andi merasa 
lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.
Dari sisi laki-laki, Andi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi
 menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. 
Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat 
lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, 
situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan 
berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa 
dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan 
membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu.
Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti 
patung, Andi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih 
tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke 
bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan 
telapak tangan kanannya. Andi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia 
tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, 
lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud 
seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Andi baru benar-benar kenal 
beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan 
keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Andi.
Andi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini 
dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara 
bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar 
komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia
 bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering 
membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya 
seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Andi berdegup 
kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat
 sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.
Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Andi di pipinya. Andi 
pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung, tangan
 kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan. 
Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Andi. Pelukannya bahkan lebih kuat 
dari Andi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di 
lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Andi mengangkat 
wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan 
kehangatan tersebut. Andi sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar 
perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki 
berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira
 yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk 
tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Lira 
bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga 
Lira, Andi berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira.
Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk 
dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus 
disekujur punggung Andi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah
 menyentuh bibir Andi. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, 
keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar 
lidah membuat suasana semakin hangat.
Ndi
, Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.
Andi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik 
kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya
 sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh
 kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan 
berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap 
laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya 
pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa 
tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita 
hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk 
kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.
Andi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan 
perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara absolute pada dirinya. 
Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali 
dengan Lina. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun 
seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan 
pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita 
saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. 
Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan 
yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang 
saling membutuhkan.
Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan 
hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita 
menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah 
persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali 
landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.
Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk 
melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini
 nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan teman 
dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang 
menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena 
sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.
Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya
 dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. 
Lira mengerang dan berusaha mendekap Andi lebih kuat. Tangan Andi 
meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada 
Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang 
menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Andi adalah daya tarik
 utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. 
Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher 
Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, 
kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati
 leher. Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu 
langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang 
terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun 
lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu 
Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil 
additional sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. 
Badannya menegang setiap Andi menghisap putingnya. Ingin rasanya Andi 
mengecup kuat breadth di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia
 sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon 
dengan suara lirih.
Jangan ada
bekasnya
Ndi
.
Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Andi. Ia juga sering 
merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat.
 Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar tapi masih 
proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia
 berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit 
tersebut.
Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira 
mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap 
isapan Andi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. 
Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Andi. Kendali dirinya 
benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah 
Andi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang 
kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira yang
 terlena, Andi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang 
menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia
 menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu 
reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan 
buah dada itu.
Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri 
tertiup angin kencang dari luar. Andi terdiam dan memandangi Lira 
sesaat.
Geblek, lupa ditutup
.
Andi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah
 ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.
Kunci Ndi
, sekalian korden
Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.
Lira langsung menggamit lengan Andi dan memeluk laki-laki itu dan 
menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa 
melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Andi.
Ndi
, tolong
,
Ia melepaskan tangan Andi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan 
kanannya membimbing tangan Andi ke arah selangkangannya. Ia merasakan 
sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan 
cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.
Sejenak Lira was-was. Ia takut Andi melakukannya tindakan bodoh seperti 
laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin 
dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang
 ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari 
laki-laki itu.
Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Andi menyambut bimbingan 
tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai 
dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua 
lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang
 menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Andi menyentuh paha bagian 
dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.
Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah 
selangkangannya. Andi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, 
ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak
 berdaya telanjang bulat. Tangan Andi mulai mengusap-usap klitoris dan 
bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari 
Andi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, 
Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Andi 
semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.
Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan 
menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia 
buka lebar-lebar. Andi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak 
menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda
 yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat 
karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di 
atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.
Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari
 kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan Lina 
mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia 
lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, 
ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba 
permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat 
Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras
 dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan 
kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.
Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung. Setiap
 jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit 
kepala Andi yang membuat Andi semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali
 permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira. Tak usah 
ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik 
mengeluarkan erangan dari mulutnya.
Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.
Andi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira 
menahan tubuh Andi dan bangkit meraih kancing celana Andi dan 
melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung 
menjulurkan batang kemaluan Andi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira 
tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini 
gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Andi. Tak 
canggung ia menggenggam penis Andi yang mengacung keras. Kedua tangannya
 mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya.
Satu kocokan, kini giliran Andi yang terpaksa memejamkan mata merasakan 
nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira 
melirik ke atas dan tersenyum kepada Andi yang berlutut di kasur. Ia 
paham arti senyum balasan Andi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang
 tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh 
permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Andi semakin
 membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya merayap di
 dinding vaginanya. Andi terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih
 ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya itu yang bisa 
mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu. Di
 tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Andi kemulutnya, 
Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Andi menyentuh pangkal rongga
 mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum 
penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. 
Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki 
amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Andi yang 
semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia 
melihat penis Andi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar 
dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada
 Andi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu
 pandang. Ia ingin Andi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan 
perempuan.
Lira memang tidak salah karena Andi pun mulai merasakan apa yang 
diharapkannya. Baru kali ini Andi merasakan perlakuan absolute perempuan
 selain Lina terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan 
mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar 
sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan 
Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang 
merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke 
atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus 
menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.
Lira merasa belum cukup ketika Andi menarik lengannya. Tapi, ia 
mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat
 Andi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Andi. Lira 
sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh 
perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.
Namun, dugaannya meleset. Andi justru merebahkan badannya di sisi Lira. 
Berbaring miring, Andi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum 
akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin
 kaget ketika jemari Andi mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. 
Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Lira 
menggelinjang menerima perlakuan Andi. Benar-benar laki-laki penuh 
misteri, pikirnya.
Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil
 mendapatkan Andi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang 
dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu
 Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan 
semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak
 hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru
 dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Boy hadir 
sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang 
perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy.
Tapi kali ini ia ingin absolute merasakan kehangatan Andi. Kekagumannya 
membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Andi padanya saat ini.
 Menikmati usapan jemari Andi yang cepat itu membuatnya ia sanggup 
melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi 
relung hatinya.
Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Andi, tiba-tiba ia
 merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang 
membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya 
seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat 
tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak 
demikian kuat yang semakin absolutist semakin melemah frekuensi dan 
intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar
 yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain. Liang 
vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum 
mereda, Andi sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh Andi
 terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Andi sudah tegak di sisi 
buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian
 tubuh bawah Andi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. 
Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung 
vaginanya.
Andi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi 
anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Andi mendorong kuat 
pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Andi di
 dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Andi memasukkan 
penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi 
permukaan penis Andi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis 
tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy. Itu karena Andi 
melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih ia
 menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir 
seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis tersebut 
masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira yang belum 
pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan 
luar biasa itu. Apalagi, Andi tidak langsung memompa pantatnya 
cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi
 wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira seperti 
diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian 
berharga di hadapan Andi,
Andi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. Penisnya yang 
sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru 
hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia
 kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang 
hanya bisa dirasakan oleh Andi dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan 
itu.
Setelah itu, mulailah Andi menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan
 yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Lira.
 Hangat dan lembut bisa Andi rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam 
vagina Lira.
Lira menyambut setiap gerakan Andi dengan jepitan dan gerakan kecil 
pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin absolutist semakin 
keras dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan 
mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Andi makin
 bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang 
putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Andi semakin ingin 
membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung 
penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara. 
Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Andi. Tapi
 mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti 
ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost 
yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin 
semua temannya akan maklum.
Semakin kuat dan cepat sodokan Andi membuat Lira merasakan lagi desakan 
rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Andi 
keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. 
Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya 
terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan 
tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. 
Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Andi juga bisa merasakannya. 
Andi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan 
cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Andi 
juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih
 nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Andi yang sedang 
membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Andi.
 Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan
 membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah 
teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.
Andi
,nikmat sekali
,
Lira memeluk Andi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Andi tersenyum membalas Lira.
Enak?
Banget! Jawab Lira singkat dan tegas.
Gaya lain
?
Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Andi gaya apa yang diinginkan Andi.
Andi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan 
memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu tahu
 Andi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai
 pangkal vaginanya, apalagi doggy.
Tak menunggu absolutist Andi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk
 sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Andi terbenam makin 
dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Andi semakin
 tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Andi langsung mendorong 
dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke 
belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.
Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada tanda-tanda
 dorongan Andi melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin
 bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan 
Andi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua kali beruntun 
merasakan kenikmatan puncak saat disodok Andi dari belakang justru 
semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya 
makin bergerak cheat membuat Andi tak mampu menahan lenguhannya.
Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Andi dari 
vaginanya dan mendorong Andi sampai terlentang. Ia langsung memanjat 
tubuh Andi dan duduk di atas acungan penis Andi yang masih kokoh 
berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Andi tak kuasa untuk tidak 
meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar 
berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah 
berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat 
gerakannya.
Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba 
berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia 
yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira 
langsung ambruk menindih Andi yang sudah siap menerimanya dengan pelukan
 mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.
Kamu kuat banget Ndi
Kamu di bawah lagi ya
?
Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Andi.
Sebelum Andi memasukkan lagi penisnya ke vagina Lira, Lira memberikan 
sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu 
memasukkan penis tersebut ke mulutnya. Sebelumnya ia tidak mau mengulum 
penis yang sudah masuk ke vaginanya. Tapi, untuk Andi, yang telah 
memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.
Puas mengulum dan menjilati penis yang dipenuhi lendir sisa persetubuhan
 mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Andi memulai lagi 
aksinya. Andi langsung bergerak dan dorongan seperti saat pertama mereka
 memulainya yaitu perlahan dan terus semakin absolutist semakin kuat dan
 cepat. Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan orgasme, 
tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Andi terasa lebih keras 
dari sebelumnya. Sesaat kemudian Andi mengerang panjang dan menyodokkan 
penisnya sangat kuat beberapa kali. Lira pun bisa merasakan hangatnya 
muncratan sperma Andi di dalam vaginanya. Andi masih terus menyodok 
terputus-putus dan semakin melemah. Sperma Andi juga Lira rasakan 
mengalir keluar setiap Andi menyodokkan lagi penisnya. Setelah 
benar-benar selesai, Andi pun ambruk menindih Lira. Andi terdiam sesaat 
di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya 
dengan Lira.
Lira mengusap lembut kepala Andi penuh kehangatan.
Puas Ndi
?
Andi hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Lira tersenyum bahagia 
mendapatkan jawaban Andi. Batten tidak, tekadnya membuat Andi merasakan 
kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.
Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain
Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme
.
Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang. Lira merebahkan 
kepalanya di pundak Andi. Sambil membakar rokok, Andi merangkul Lira. 
Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru 
saja terjadi di antara mereka.
Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Andi, 
pacar Lina, teman satu angkatannya. Meski ia memang sudah kagum pada 
Andi sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim 
dengan Andi, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Andi, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan 
fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar 
dugaannya. Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Andi itu 
yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam. Ia kenal Boy dan tahu bagaimana 
Boy selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus. Ia juga tahu
 Boy sangat menghormatinya terutama sebagai chief meski beda fakultas.
Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lina yang
 terkenal emosional di kampus. Serupa dengan Lira, Andi juga sulit 
membayangkan apa yang akan terjadi pada Boy jika ia tahu apa yang 
dilakukannya dengan Lira. Boy memang pendiam dan tenang, tapi Andi tahu 
Boy adalah orang yang keras.
Andi mengeratkan rangkulannya pada Lira. Lira pun membalasnya diikuti 
kecupan di bibir. Tapi Andi tak membalasnya yang membuat Lira bingung.
Kenapa
?
Andi menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.
Yuk ke kampus
, ajak Andi sambil melepas pelukannya.
Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar 
bersikap biasa. Andi lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.
Bareng aja
, sahut Andi.
Oke!
Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore. Keduanya tak sadar telah dua
 jam bercumbu dan berhubungan intim. Kalau sesuai janji, Andi sebetulnya
 sudah terlambat. Dan memang benar, saat tiba di kampus FH, anak-anak 
yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.
Bareng Lira? Tanya Lina tanpa curiga.
Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja.
Tunggu bentar ya, 10 menit lagi.
Oke, aku tunggu di sini ya.
Di tempatnya duduk, Andi melihat Lira berdiri di samping Boy. Boy masih 
sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya. Lira pun melirik 
ke arah Andi dan memberikan sebuah senyum yang manis. Keduanya memang 
harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Andi dan 
Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi?
      
     
     
No comments:
Post a Comment