Namaku Andi, ketika aku SMP, aku tinggal dengan saudaraku di Jakarta, di
 rumah itu aku bersama tiga orang anak dari saudaraku itu yang usianya 
sebayaku kecuali Marlena si bungsu, gadis kecil yang masih kelas enam 
SD. 
Setahun sudah aku tinggal dengan mereka, di usia puber sepertiku, 
semakin hari tubuh Marlena yang biasa kupanggil Lena, terlihat semakin 
bongsor saja, dengan kulitnya yang putih bersih semakin terlihat 
menggairahkan nafsuku. Maklumlah turunan dari ibunya yang bertubuh 
bongsor dan montok. 
Setiap pulang sekolah aku selalu meluangkan waktu untuk ngobrol-ngobrol 
dengan Lena, sekedar untuk melihatnya dari dekat, apalagi payudaranya 
mulai terlihat bentuknya. Aku pun mulai mengincarnya, suatu ketika aku 
akan mendekatinya, pikirku. 
Dihari berikutnya saat Marlena pulang dari sekolah langsung menuju ke 
kamar tempat cucian-cucian yang belum kering, karena di rumah lagi tidak
 ada orang, akupun mengikutinya. Aku berusaha agar kedatanganku tidak 
mengagetkannya. 
"Len..udah pulang..?" iya kak, sambil melepas sepatunya. 
"Awas dong..mau ganti baju nih..!" katanya memohon. 
"Iya..aku keluar deh..tapi kalo udah ganti baju boleh masuk lagi ya..!" pintaku padanya. 
"Iya....boleh.." ungkapnya. 
"Aku masuk ya..!" pintaku dari luar sambil membuka pintu. Wow..seperti 
bidadari Marlena memakai daster kecilnya yang bertali satu, jantungku 
berdegup kencang seakan tidak percaya akan pemandangan itu. 
"Len..kamu cantik sekali pakai baju itu..!" ungkapku jujur padanya. 
"Masa sih..!" kata Marlena sambil berputar bergaya seperti peragawati. 
"Aku boleh bilang sesuatu nggak Len..?" tanyaku agak ragu padanya. 
"Mau bilang apaan sih kak..serius banget deh kayaknya..!" ungkap Marlena penasaran. 
"A..aku.. boleh peluk kamu nggak..,sebentar aja..!" ungkapku memberanikan diri. 
"Aku janji nggak ngapa-ngapain...sungguh..!" janjiku padanya. 
"Iiih..peluk gimana sih.., emang mau ngapain.., nggak mau ah..!" bantahnya. 
"Sebentar...aja...ya..Len.." kembali aku membujuknya, jangan sampai dia jadi takut padaku. 
"Ya udah cepetan ah..yang enggak-enggak aja sih.." ungkapnya agak genit sambil berdiri membelakangiku. 
Tak kusia-siakan aku langsung memeluknya diri belakang, tanganku 
melingkar di tubuhnya yang kecil mulus, dan padat itu, lalu tanganku 
kuletakkan di bagian perutnya, sambil ku usap-usap dengan perlahan. 
Gila..kontolku langsung berdenyut begitu menyentuh pantat Marlena yang 
empuk dan bentuknya sedikit menungging menyentuh ke arah kontolku. 
Langsung saja kugesek-gesekkan pelan-pelan di pantatnya itu. 
"Iiih...diapain sih tuh..udah...ah..!" seru Marlena sambil berusaha melepaskan pelukanku. 
"Aku terangsang Len..abis kamu cantik sekali Len..!" ungkapku terus terang. 
Marlena pun membalikkan badannya menghadapku, sambil menatapku penuh rasa penasaran. 
"Anunya bangun ya kak..?" tanya Marlena heran. 
"Iya Len..aku terangsang sekali.." ungkapku sambil mengelus-elus celanaku yang menyembul karena kontolku yang sudah tegang. 
"Kamu mau lihat nggak Len..?" tanyaku padanya. 
"Nggak ah..entar ada orang masuk lho..!" katanya polos. 
"Kita kunci aja dulu pintu gerbangnya ya..!" ungkapku, sambil beranjak mengunci pintu gerbang depan. 
Sementara Marlena menungguku dengan sedikit salah tingkah di kamar itu. 
Sekembali mengunci pintu gerbang depan, kulihat Marlena masih di kamar itu menunggu dengan malu-malu, tapi juga penasaran. 
"Ya udah aku buka ya....?" ungkapku sambil menurunkan celana pendekku pelan-pelan. 
Kulihat Marlena mengbuang muka pura-pura malu tapi matanya sedikit 
melirik mencuri pandang ke arah kontolku yang sudah kembali ngaceng. 
"Nih lihat...cepetan mumpung nggak ada orang..!" ungkapku pada Marlena 
sambil kuelus-elus kontolku di depannya. Marlena pun melihatnya dengan 
tersipu-sipu. 
"Iiih ngapain sih... Malu tahu..!" ungkapnya pura-pura. 
"Ngapain malu Len..kan udah nggak ada orang.." kataku berdebar-debar. 
"Mau pegang nggak...?" Ungkapku sambil menarik tangan Marlena 
kutempelkan ke arah kontolku. Tampak muka Marlena mulai memerah karena 
malu, tapi penasaran. Masih dalam pegangan tanganku, tangan Marlena 
kugenggamkan pada batang kontolku yang sudah ngaceng itu, sengaja ku 
usap-usapkan pada kontolku, dia pun mulai berani melihat ke arah 
kontolku. 
"Iiiih..takut ah..gede banget sih..!" ungkapnya, sambil mulai mengusap-ngusap kontolku, tanpa bimbinganku lagi. 
"Aaaah..ooouw...terus Len..enak banget..!" aku mulai merintih. Sementara
 Marlena sesuai permintaanku terus menggenggam kontolku sambil sesekali 
mengusap-usapkan tangannya turun naik pada batang kontolku, rasa 
penasarannya semakin menjadi melihat kontolku yang sudah ngaceng itu. 
"Aku boleh pegang-pegang kamu nggak Len..?" ungkapku sambil mulai 
mengusap-usap lengan Marlena, lalu bergeser mengusap-usap punggungnya, 
sampai akhirnya ku usap-usap dan kuremas-remas pantatnya dengan lembut. 
Marlena terlihat bingung atas tingkahku itu, di belum mengerti apa 
maksud dari tindakanku terhadapnya itu, dengan sangat hati-hati rabaan 
tanganku pun mulai keseluruh bagian tubuhnya, sampai sesekali Marlena 
menggelinjang kegelian, aku berusaha untuk tidak terlihat kasar olehnya,
 agar dia tidak kapok dan tidak menceritakan ulahku itu kepada orang 
tuanya. 
"Gimana Len.....?" ungkapku padanya. 
"Gimana apanya..!" jawab Marlena polos. 
Aku kembali berdiri dan memeluk Marlena dari belakang, sementara 
celanaku sudah jatuh melorot ke lantai, sekalian saja kulepas. Marlena 
pun diam saja saat aku memeluknya, sentuhan lembut kontolku pada daster 
mini warna bunga-bunga merah yang dipakai Marlena membuatku semakin 
bernafsu padanya. akupun terus menggesek-gesekkan batang kontolku di 
atas pantatnya itu. Sementara tangan Marlena terus menggenggam batang 
kontolku yang menempel di pantatnya, sesekali dia mengocoknya 
pelan-pelan. 
Tak lama setelah itu perlahan kuangkat daster tipis Marlena yang 
menutupi bagian pantatnya itu, lalu dengan hati-hati kutempelkan batang 
kontolku diatas pantat Marlena yang tidak tertutupi oleh daster tipinya 
lagi. 
"Len...buka ya celana dalamnya...!" pintaku pelan, sambil membelai rambutnya yang terurai sebatas bahunya itu. 
"Eeeh...mau ngapain sih...pake dibuka segala..?" tanyanya bingung. 
"Nggak apa-apa nanti juga kamu tahu.. Lena tenang aja..!" bujukku 
padanya agar dia bersikap tenang, sambil perlahan-lahan aku turunkan 
celana dalam Marlena. 
"Tuh kan....malu..masa nggak pake celana dalam sih..!" ungkapnya merengek padaku. 
"Udah nggak apa-apa...kan nggak ada siapa-siapa..!" aku menenangkannya.
"Kamu kan udah pegang punyaku..sekarang aku pegang punyamu ya..Len..?" 
pintaku padanya, sambil mulai ku usap-usap memeknya yang masih bersih 
tanpa bulu itu. 
"Ah..udah dong..geli nih.." ungkap Marlena, saat tanganku mengusap-usap selangkangan dan memeknya. 
"Ya udah...punyaku aja yang ditempelin deket punyamu ya..!" ungkapku 
sambil menempelkan batang kontolku ditengah-tengah selangkangan Marlena 
tepat diatas lubang memeknya. Pelan-pelan kugesek-gesekkan batang 
kontolku itu di belahan memek Marlena. Lama kelamaan memek Marlena mulai
 basah, semakin licin terasa pada gesekkan batang kontolku di belahan 
memek Marlena, nafsu birahiku semakin tinggi, darahku rasanya mengalir 
cepat keseluruh tubuhku, seiring dengan degup jantungku yang makin 
cepat. 
Masih dalam posisi membelakangiku, aku meminta Marlena membungkukkan 
badannya ke depan agar aku lebih leluasa menempelkan batang kontolku di 
tengah-tengah selangkangannya. Marlena pun menuruti permintaanku tanpa 
rasa takut sedikitpun, rupanya kelembutan belaianku sejak tadi dan 
segala permintaanku yang diucapkan dengan hati-hati tanpa paksaan 
terhadapnya, meyakinkan Marlena bahwa aku tidak mungkin menyakitinya. 
"Terus kita mau ngapain nih..?" ungkap Marlena heran sambil 
menunggingkan pantatnya persis kearah kontolku yang tegang luar biasa. 
Kutarik daster tipisnya lalu kukocok-kocokkan pada batang kontolku yang 
sudah basah oleh cairan memek Marlena tadi. Lantas aku masukan kembali 
batang kontolku ketengah-tengah selangkangan Marlena, menempel tepat 
pada belahan memek Marlena, mulai kugesek-gesekan secara beraturan, 
cairan memek Marlena pun semakin membasahi batang kontolku. 
"Aaah..Len..enaaaak...bangeet..!" aku merintih nikmat. 
"Apa sih rasanya...emang enak..ya..?" tanya Marlena, heran. 
"Iya..Len..rapetin kakinya ya..!" pintaku padanya agar merapatkan kedua pahanya. 
Waw nikmatnya, kontolku terjepit di sela-sela selangkangan Marlena. Aku 
terus menggenjot kontolku disela-sela selangkangannya, sambil sesekali 
kusentuh-sentuhkan ke belahan memeknya yang sudah basah. 
"Ah geli nih... udah belum sih..jangan lama-lama dong..!" pinta Marlena tidak mengerti adegan ini harus berakhir bagaimana. 
"Iya..Len.. sebentar lagi ya..!" ungkapku sambil mempercepat genjotanku, tanganku meremas pantat Marlena dengan penuh nafsu. 
Tiba-tiba terasa dorongan hebat pada batang kontolku seakan sebuah gunung yang akan memuntahkan lahar panasnya. 
"Aaaaakh..aaaoww..Leenn..aku mau 
keluaarr..crottt..crott..crottt..oouhh..!" air maniku muncrat dan tumpah
 diselangkangan Marlena, sebagian menyemprot di belahan memeknya. 
"Iiiih...jadi basah..nih..!" ungkap Marlena sambil mengusap air maniku diselangkangannya. 
"Hangat..licin..ya..?" ungkapnya sambil malu-malu. 
"Apaan sih ini...namanya..?" Marlena bertanya padaku. 
"Hmm..itu namanya air mani..Len..!" jelasku padanya. 
Dipegangnya air mani yang berceceran di pahanya, lalu dia cium baunya, 
sambil tersenyum. Aku pun menatap Marlena sambil melihat reaksinya 
setelah melihat tingkahku padanya itu. Tapi untunglah Marlena tidak 
kaget atas tingkahku itu, cuma sedikit rasa ingin tahu saja yang 
terlihat dari sikapnya itu. 
Aku sungguh beruntung dengan keadaan di rumah itu sore itu yang telah 
memberiku kesempatan untuk mendekati Marlena gadis kecil yang cantik. 
Marlenapun menurunkan daster mininya sambil mengusapkannya ke 
selangkangannya yang belepotan dengan air maniku, lalu dipakainya 
kembali celana dalamnya yang kulepas tadi. 
"Len..makasih ya..udah mau pegang punyaku tadi..!" ungkapku pada Marlena yang masih terheran-heran atas ulahku tadi. 
"Kamu nggak marahkan kalau besok-besok aku pengen seperti ini lagi..?" pintaku pada Marlena. 
"Iya..nggak apa-apa..asal jangan lagi ada orang aja..kan malu..!" ungkap Marlena polos. 
Setelah itu Marlena pun bergegas mengambil tas sekolahnya berlalu ke 
dalam kamarnya, aku benar-benar merasa puas dengan kepolosannya tadi, 
pokoknya nanti aku akan bujuk dia untuk seperti itu lagi, kalau perlu 
kuajari yang lebih dari itu. 
Tamat 
No comments:
Post a Comment