Bermula dari ditinggal istri kabur karena aku ketahuan mencari daun 
muda, akhirnya Terjadilah Cerita ini, antara gue dengan ningsih, 
pembantu baruku yang lugu..
Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di 
kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Sebetulnya aku 
sudah menikah, bahkan rasanya istriku tahu akan hobiku mencari daun-daun
 muda untuk obat awet muda. Dan memang pekerjaanku menunjang untuk 
itu, baik dari segi koneksi maupun dari segi finansial. Namun semenjak 
istriku tahu aku memiliki banyak sekali simpanan, suatu hari ia 
meninggalkanku tanpa pamit. Biarlah, malah aku bisa lebih bebas 
menyalurkan hasrat.
Karena pembantu yang lama keluar untuk kawin di desanya, aku terpaksa 
mencari penggantinya di agen. Bukan saja karena berbagai pekerjaan rumah
 terbengkalai, juga rasanya kehilangan obat stress. Salah seorang 
calon yang menarik perhatianku bernama Ningsih, baru berusia (hampir) 16
 tahun, berwajah cukup manis, dengan lesung pipit. Matanya sedikit sayu 
dan bibirnya kecil seksi. Seandainya kulitnya tidak sawo matang 
(meskipun bersih dan mulus juga), dia sudah mirip-mirip artis sinetron. 
Meskipun mungil, bodinya padat, dan yang terpenting, dari sikapnya aku 
yakin pengalaman gadis itu tidak sepolos wajahnya. Tanpa banyak tanya, 
langsung dia kuterima.
Dan setelah beberapa hari, terbukti Ningsih memang cukup cekatan 
mengurus rumah. Namun beberapa kali pula aku memergokinya sedang sibuk 
di dapur dengan mengenakan kaos ketat dan rok yang sangat mini. Tanpa 
menyia-nyiakan kesempatan, aku mendekat dari belakang dan kucubit paha 
gadis itu. Ningsih terpekik kaget, namun setelah sadar majikannya yang 
berdiri di belakangnya, ia hanya merengut manja dan disinilah awal Cerita Dewasa Kami Dimulai.
Sore ini sepulang kerja aku kembali dibuat melotot disuguhi pemandangan 
yang menegangkan saat Ningsih yang hanya berdaster tipis menungging 
sedang mengepel lantai, pantatnya yang montok bergoyang kiri-kanan. 
Tampak garis celana dalamnya membayang di balik dasternya. Tidak tahan 
membiarkan pantat seseksi itu, kutepuk pantat Ningsih keras-keras.
Ngepel atau nyanyi dangdut sih? Goyangnya kok merangsang sekali! 
Ningsih terkikik geli mendengar komentarku, dan kembali meneruskan 
pekerjaannya. Dengan sengaja pantatnya malah digoyang semakin keras.
Geli melihat tingkah Ningsih, kupegang pantat gadis itu kuat-kuat untuk 
menahan goyangannya. Saat Ningsih tertawa cekikikan, jempolku sengaja 
mengelus selangkangan gadis itu, menghentikan tawanya. Karena diam saja,
 perlahan kuelus paha Ningsih ke atas, menyingkapkan ujung 
dasternya.Eh
 Ndoro
 jangan..! cegah Ningsih lirih.
Nggak pa-pa, nggak usah takut, Nduk..!
Jangan, Ndoro
 malu
 jangan sekarang..!
Dengan tergesa Ningsih bangkit membereskan ember dan kain pel, lalu bergegas menuju ke dapur.
Malam harinya lewat intercom aku memanggil Ningsih untuk memijat 
punggungku yang pegal. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan 
stamina yang prima. Agar tenagaku pulih untuk keperluan besok, tidak ada
 salahnya memberi pengalaman pada orang baru.
Gadis itu muncul masih dengan daster merah tipisnya sambil membawa 
minyak gosok. Ningsih duduk di atas ranjang di sebelah tubuhku.
Sementara jemari lentik Ningsih memijati punggung, kutanya, Nduk, kamu sudah punya pacar belum..?
Disini belum Ndoro
 jawab gadis itu.
Disini belum..? Berarti di luar sini sudah..?
Sambil tertawa malu-malu gadis itu menjawab lagi, Dulu di desa saya pernah, tapi sudah saya putus.
Lho, kenapa..?
Habis mau enaknya saja dia.
Mau enaknya saja gimana..? kejarku.
Eh
 itu, ya
 maunya ngajak gituan terus, tapi kalau diajak kawin nggak mau.
Aku membalikkan badan agar dadaku juga turut dipijat.
Gituan gimana? Memangnya kamu nggak suka..?
Wajah Ningsih memerah, Ya
 itu
 ngajak kelonan
 tidur telanjang bareng
Kamu mau aja..?
Ih, enggak! Kalau cuma disuruh ngemut burungnya saja sih nggak pa-pa. 
Mau sampai selesai juga boleh. Tapi yang lain Ningsih nggak mau..!
Aku tertawa, Lha apa nggak belepotan..?
Ah, enggak. Yang penting Ningsih juga puas tapi tetep perawan.
Aku semakin terbahak, Kalau kamu juga puas, terus kenapa diputus..?
Abis lama-lama Ningsih kesel! Ningsih kalau diajak macem-macem mau, 
tapi dia diajak kawin malah main mata sama cewek lain! Untung Ningsih 
cuma kasih emut aja, jadi sampai sekarang Ningsih masih perawan.
Main emut terus gitu apa kamu nggak pengin nyoba yang beneran..? godaku.
Wajah Ningsih kembali memerah, Eh
 katanya sakit ya Ndoro..? Terus bisa hamil..?
Kini Ningsih berlutut mengangkangi tubuhku sambil menggosokkan minyak ke
 perutku. Saat gadis itu sedikit membungkuk, dari balik dasternya yang 
longgar tampak belahan buah dadanya yang montok alami tanpa penopang 
apapun.
Sambil tanganku mengelus-elus kedua paha Ningsih yang terkangkang, aku 
menggoda, Kalau sama Ndoro, Ningsih ngasih yang beneran atau cuma 
diemut..?
Pipi Ningsih kini merah padam, Mmm
 memangnya Ndoro mau sama Ningsih? Ningsih kan cuma pembantu? Cuma pelayan?
Nah ini namanya juga melayani. Iya nggak?
Ningsih hanya tersenyum malu.
Aaah! Itu kan cuma jabatan. Yang penting kan orangnya..!
Ehm.., kalau hamil gimana..?
Jangan takut Nduk, kalau cuma sekali nggak bakalan hamil. Nanti Ndoro yang tanggung jawab..
Meskipun sedikit ragu dan malu, Ningsih menuruti dan menanggalkan dasternya.
Sambil meletakkan pantatnya di atas pahaku, gadis itu dengan tersipu 
menyilangkan tangannya untuk menutupi kemontokan kedua payudaranya. 
Untuk beberapa saat aku memuaskan mata memandangi tubuh montok yang 
nyaris telanjang, sementara Ningsih dengan jengah membuang wajah. Dengan
 tidak sabaran kutarik pinggang Ningsih yang meliuk mulus agar ia 
berbaring di sisiku.
Seumur hidup mungkin baru sekali ini Ningsih merasakan berbaring di atas
 kasur seempuk ini. Langsung saja kusergap gadis itu, kuciumi bibirnya 
yang tersenyum malu, pipinya yang lesung pipit, menggerayangi sekujur 
tubuhnya dan meremas-remas kedua payudaranya yang kenyal menggiurkan. 
Puting susunya yang kemerahan terasa keras mengacung. Kedua payudara 
gadis itu tidak terlalu besar, namun montok pas segenggaman tangan. Dan 
kedua bukit itu berdiri tegak menantang, tidak menggantung. Gadis desa 
ini memang sedang ranum-ranumnya, siap untuk dipetik dan dinikmati.
Mmmhh
 Oh! Ahhh! Oh
 Ndorooo
 eh.. mmm
 burungnya
 mau Ningsih emut 
dulu nggak..? tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah.
Lepas dulu celana dalam kamu Nduk, baru kamu boleh emut.
Tersipu Ningsih bangkit, lalu memelorotkan celana dalamnya hingga kini 
gadis itu telanjang bulat. Perlahan Ningsih berlutut di sisiku, meraih 
kejantananku dan mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Sambil 
menyibakkan rambutnya, gadis itu sedikit terbelalak melihat besarnya 
kejantananku. Mungkin ia membayangkan bagaimana benda berotot sebesar 
itu dapat masuk di tubuhnya.
Aku segera merasakan sensasi yang luar biasa ketika Ningsih mulai 
mengulum kejantananku, memainkan lidahnya dan menghisap dengan mulut 
mungilnya sampai pipinya kempot. Gadis ini ternyata pintar membuat 
kejantananku cepat gagah.
Ehm
 srrrp
 mmm
 crup! Ahmm
 mmm
 mmmh..! Nggolo (ndoro)..! Hangang keyas-keyas (jangan keras-keras)..! Srrrp..!
Gadis itu tergeliat dan memprotes ketika aku meraih payudaranya yang 
montok dan meremasinya. Namun aku tak perduli, bahkan tangan kananku 
kini mengelus belahan pantat Ningsih yang bulat penuh, terus turun 
sampai ke bibir kemaluannya yang masih jarang-jarang rambutnya. Maklum, 
masih perawan.
Gadis itu tergelinjang tanpa berani bersuara ketika jemariku menyibakkan
 bibir kemaluannya dan menelusup dalam kemaluannya yang masih perawan. 
Merasa kejantananku sudah cukup gagah, kusuruh Ningsih mengambil pisau 
cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Tersipu-sipu gadis 
perawan itu mengambil bantal berusaha untuk menutupi ketelanjangannya.
Malu-malu gadis itu menuruti perintah majikannya berbaring telentang 
menekuk lutut dan merenggangkan pahanya, mempertontonkan rambut 
kemaluannya yang hanya sedikit. Tanpa menggunakan foam, langsung kucukur
 habis rambut di selangkangan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang 
karena perih tanpa berani menolak. Kini bibir kemaluan Ningsih mulus 
kemerahmerahan seperti kemaluan seorang gadis yang belum cukup umur, 
namun dengan payudara yang kencang.
Dengan sigap aku menindih tubuh montok menggiurkan yang telanjang bulat 
tanpa sehelai benang pun itu. Tersipu-sipu Ningsih membuang wajah dan 
menutupi payudaranya dengan telapak tangan. Namun segera kutarik kedua 
tangan Ningsih ke atas kepalanya, lalu menyibakkan paha gadis itu yang 
sudah mengangkang. Pasrah Ningsih memejamkan mata menantikan saatnya 
mempersembahkan keperawanannya.
Gadis itu menahan nafas dan menggigit bibir saat jemariku mempermainkan 
bibir kemaluannya yang basah terangsang. Perlahan kedua paha mulus 
Ningsih terkangkang semakin lebar. Aku menyapukan ujung kejantananku 
pada bibir kemaluan gadis itu, membuat nafasnya semakin memburu. 
Perlahan tapi pasti, kejantananku menerobos masuk ke dalam kehangatan 
tubuh perawan Ningsih. Ketika selaput dara gadis manis itu sedikit 
menghalangi, dengan perkasa kudorong terus, sampai ujung kejantananku 
menyodok dasar liang kemaluan Ningsih. Ternyata kemaluan gadis ini kecil
 dan sangat dangkal masih perawan. Kejantananku hanya dapat masuk 
seluruhnya dalam kehangatan keperawanannya bila didorong cukup kuat 
sampai menekan dasar kemaluannya. Itu pun segera terdesak keluar lagi.
Ningsih terpekik sambil tergeliat merasakan pedih menyengat di 
selangkangannya saat kurenggutkan keperawanan yang selama ini telah 
dijaganya baik-baik. Tapi gadis itu hanya berani meremas-remas bantal di
 kepalanya sambil menggigit bibir menahan sakit. Air mata gadis itu tak 
terasa menitik dari sudut mata, mengaburkan pandangannya. Ningsih 
merintih kesakitan ketika aku mulai bergerak menikmati kehangatan 
kemaluannya yang serasa megap-megap dijejali benda sebesar itu. Namun 
rasa sakit dan pedih di selangkangannya perlahan tertutup oleh sensasi 
geli-geli nikmat yang luar biasa.
Tiap kali kejantananku menekan dasar kemaluannya, gadis itu tergelinjang
 oleh ngilu bercampur nikmat yang belum pernah dirasakannya. 
Kejantananku bagai diremas-remas dalam liang kemaluan Ningsih yang 
begitu peret dan legit. Dengan perkasa kudorong kejantananku sampai 
masuk seluruhnya dalam selangkangan gadis itu, membuat Ningsih 
tergelinjang-gelinjang sambil merintih nikmat tiap kali dasar 
kemaluannya disodok.
Ahh
 Ndoro..! Aa
 ah..! Aaa
 ahk..! Oooh..! Ndorooo
 Ningsih pengen
 pih
 pipiiis..!
Aaa
 aahh..!
Sensasi nikmat luar biasa membuat Ningsih dengan cepat terorgasme.
Tahan Nduk! Kamu nggak boleh pipis dulu..! Tunggu Ndoro pipisin kamu, baru kamu boleh pipis..!
Dengan patuh Ningsih mengencangkan otot selangkangannya sekuat tenaga 
berusaha menahan pipis, kepalanya menggeleng-geleng dengan mata 
terpejam, membuat rambutnya berantakan, namun beberapa saat kemudian
Nggak tahan Ndorooo..! Ngh
! Ngh
! Ngggh! Aaaiii
 iik..! Aaa
 aaahk..!
 Tanpa dapat ditahan-tahan, Ningsih tergelinjang-gelinjang di bawah 
tindihanku sambil memekik dengan nafas tersengal-sengal.
Payudaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan dadaku saat gadis 
itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemaluannya yang begitu rapat 
bergerak mencucup-cucup.
Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejantananku keluar dari tubuh Ningsih.
Dibilang jangan pipis dulu kok bandel..! Awas kalau berani pipis 
lagi..! Tampak kejantananku bersimbah cairan bening bercampur 
kemerahan, tanda gadis itu betul-betul masih perawan. Gadis itu mengira 
majikannya sudah selesai, memejamkan mata sambil tersenyum puas dan 
mengatur nafasnya yang senen-kamis. Di pangkal paha gadis itu tampak 
juga darah perawan menitik dari bibir kemaluannya yang perlahan menutup.
Aku menarik pinggang Ningsih ke atas, lalu mendorong sebuah bantal empuk
 ke bawah pantat Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu agak 
melengkung karena pantatnya diganjal bantal. Tanpa basa-basi kembali 
kutindih tubuh montok Ningsih, dan kembali kutancapkan kejantananku 
dalam liang kemaluan gadis itu. Dengan posisi pantat terganjal, klentit 
Ningsih yang peka menjadi sedikit mendongak. Sehingga ketika aku kembali
 melanjutkan tusukanku, gadis itu tergelinjang dan terpekik merasakan 
sensasi yang bahkan lebih nikmat lagi dari yang barusan.
Mau terus apa brenti, Nduk..? godaku.
Aii
 iih..! He.. eh..! Terus Ndorooo..! Enak..! Enak..! Aahh
 Aiii
 iik..!
Tubuh Ningsih yang montok menggiurkan tergelinjang-gelinjang dengan 
nikmat dengan nafas tersengal-sengal diantara pekikan-pekikan manjanya.
Ooo
 ohh..! Ndoroo.., Ningsih pengen pipis.. lagiii
 iih..!
Yang ini ditahan dulu..! Tahan Nduk..!
Aa.. aak..! Ampuuu
 unnhh..! Ningsih nggak kuat
 Ndorooo..!
Seiring pekikan manjanya, tubuh gadis itu tergeliat-geliat di atas ranjang empuk.
Pekikan manja Ningsih semakin keras setiap kali tubuh telanjangnya 
tergerinjal saat kusodok dasar liang kegadisannya, membuat kedua pahanya
 tersentak mengangkang semakin lebar, semakin mempermudah aku menikmati 
tubuh perawannya. Dengan gemas sekuat tenaga kuremas-remas kedua 
payudara Ningsih hingga tampak berbekas kemerah-merahan. Begitu kuatnya 
remasanku hingga cairan putih susu menitik keluar dari putingnya yang 
kecoklatan.
Ahhhk..! Aaa.. aah! Aduu.. uhh! Sakit Ndorooo..! Ningsih mau pipiiiiss..!
Dengan maksud menggoda gadis itu, aku menghentikan sodokannya dan mencabut kejantanannya justru disaat Ningsih mulai orgasme.
Mau pipis Nduk..? tanyaku pura-pura kesal.
Oohh
 Ndorooo
 terusin dong..! Cuma dikit, nggak pa-pa kok..! rengek gadis itu manja.
Kamu itu nggak boleh pipis sebelum Ndoro pipisin kamu, tahu..? aku terus berpura-pura marah.
Tampak bibir kemaluan Ningsih yang gundul kini kemerah-merahan dan bergerak berdenyut.
Enggak! Enggak kok! Ningsih enggak berani Ndoro..!
Ningsih memeluk dan berusaha menarik tubuhku agar kembali menindih 
tubuhnya. Rasanya sebentar lagi gadis itu mau pipis untuk ketiga 
kalinya.
Kalau sampai pipis lagi, Ndoro bakal marah, lho Nduk..? kuremas kedua buah dada montok Ningsih.
Engh
 Enggak. Nggak berani. Wajah gadis itu berkerut menahan pipis.
Awas kalau berani..! kukeraskan cengkeraman tangannya hingga payudara 
gadis itu seperti balon melotot dan cairan putih susu kembali menetes 
dari putingnya.
Ahk! Aah..! Nggak berani, Ndoro..!
Ningsih menggigit bibir menahan sakitnya remasan-remasanku yang bukannya
 dilepas malah semakin kuat dan cepat. Namun gadis itu segera merasakan 
ganjarannya saat kejantananku kembali menghajar kemaluannya. Tak ayal 
lagi, Ningsih kembali tergiur tanpa ampun begitu dasar liang kemaluannya
 ditekan kuat.
Ngh..! Ngh..! Nggghhh..! Ahk
 Aaa
 aahhh..! Ndorooo
 ampuuu
 uun..!
Tubuh montok gadis itu tergerinjal seiring pekikan manjanya.
Begitu cepatnya Ningsih mencapai puncak membuat aku semakin gemas 
menggeluti tubuh perawannya. Tanpa ampun kucengkeram kedua bukit montok 
yang berdiri menantang di hadapanku dan meremasinya dengan kuat, 
meninggalkan bekas kemerahan di kulit payudara Ningsih. Sementara 
genjotan demi genjotan kejantananku menyodok kemaluan gadis itu yang 
hangat mencucup-cucup menggiurkan, bagai memohon semburan puncak.
Gadis itu sendiri sudah tak tahu lagi mana atas mana bawah, kenikmatan 
luar biasa tidak henti-hentinya memancar dari selangkangannya. Rasanya 
seperti ingin pipis tapi nikmat luar biasa membuat Ningsih tidak sadar 
memekik-mekik manja. Kedua pahanya yang sehari-hari biasanya disilangkan
 rapat-rapat, kini terkangkang lebar, sementara liang kemaluannya tanpa 
dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejantananku yang begitu perkasa 
menggagahinya. Sekujur tubuh gadis itu basah bersimbah keringat.
Hih! Rasain! Dibilang jangan pipis! Mau ngelawan ya..! Gemas 
kucengkeram kedua buah dada Ningsih erat-erat sambil menghentakkan 
kejantananku sejauh mungkin dalam kemaluan dangkal gadis itu.
Ningsih tergelinjang-gelinjang tidak berdaya tiap kali dasar kemaluannya
 disodok. Pantat gadis itu yang terganjal bantal empuk berulangkali 
tersentak naik menahan nikmat.
Oooh
 Ndorooo..! Ahk..! Ampun..! Ampun Ndoroo..! Sudah..! Ampuuu.. 
unn..! Ningsih merintih memohon ampun tidak sanggup lagi merasakan 
kegiuran yang tidak kunjung reda.
Begitu lama majikannya menggagahinya, seolah tidak akan pernah selesai. 
Tidak terasa air matanya kembali berlinang membasahi pipinya. Kedua 
tangan gadis itu menggapai-gapai tanpa daya, paha mulusnya tersentak 
terkangkang tiap kali kemaluannya dijejali kejantananku, nafasnya 
tersengal dan terputus-putus. Bagian dalam tubuhnya terasa ngilu disodok
 tanpa henti. Putus asa Ningsih merengek memohon ampun, majikannya bagai
 tak kenal lelah terus menggagahi kegadisannya. Bagi gadis itu seperti 
bertahun-tahun ia telah melayani majikannya dengan pasrah.
Menyadari kini Ningsih sedang terorgasme berkepanjangan, aku tarik paha 
Ningsih ke atas hingga menyentuh payudaranya dan merapatkannya. 
Akibatnya kemaluan gadis itu menjadi semakin sempit menjepit 
kejantananku yang terus menghentak keluar masuk. Ningsih berusaha 
kembali mengangkang, namun dengan perkasa semakin kurapatkan kedua paha 
mulusnya. Mata Ningsih yang bulat terbeliak dan berputar-putar, 
sedangkan bibirnya merah merekah membentuk huruf O tanpa ada suara 
yang keluar. Sensasi antara pedih dan nikmat yang luar biasa di 
selangkangannya kini semakin menjadi-jadi.
Aku semakin bersemangat menggenjotkan kejantananku dalam hangatnya 
cengkeraman pangkal paha Ningsih, membuat gadis itu terpekik-pekik 
nikmat dengan tubuh terdorong menyentak ke atas tiap kali kemaluannya 
disodok keras.
Hih! Rasain! Rasain! Nih! Nih! Nihh..! aku semakin geram merasakan 
kemaluan Ningsih yang begitu sempit dan dangkal seperti mencucup-cucup 
kejantananku.
Ahh..! Ampuuu
uun
 ampun
 Ndoro! Aduh
 sakiit
 ampuuu
 un..!
Begitu merasakan kenikmatan mulai memuncak, dengan gemas kuremas kedua 
payudara Ningsih yang kemerah-merahan berkilat bersimbah keringat dan 
cairan putih dari putingnya, menumpukan seluruh berat tubuhku pada tubuh
 gadis itu dengan kedua paha gadis itu terjepit di antara tubuh kami, 
membuat tubuh Ningsih melesak dalam empuknya ranjang.
Pekikan tertahan gadis itu, gelinjangan tubuhnya yang padat telanjang 
dan peret-nya kemaluannya yang masih perawan membuatku semakin hebat 
menggeluti gadis itu.
Aduh! Aduu
 uuhh
 sakit Ndoro! Aaah
 aaamm
 aaammpuuun
 ampuuu
 uun Ndoro..
Ningsih
 pipiiii
 iiis! Aaammm
 puuun..!
Dan akhirnya kuhujamkan kejantananku sedalam-dalamnya memenuhi kemaluan 
Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu terlonjak dalam tindihanku, 
namun tertahan oleh cengkeraman tanganku pada kedua buah dada Ningsih 
yang halus mulus.
Tanpa dapat kutahan, kusemburkan sperma dalam cucupan kemaluan Ningsih 
yang hangat menggiurkan sambil dengan sekuat tenaga meremas-remas kedua 
buah dada gadis itu, membuat Ningsih tergerinjal antara sakit dan 
nikmat.
Ahk! Auh..! Aaa
 aauuhh! Oh
 ampuuu
uun Ndoro! Terus Ndoro..! Ampuuun! Amm
 mmh..! Aaa
 aaakh..!
Dengan puas aku menjatuhkan tubuh di sisi tubuh Ningsih yang sintal, 
membuat gadis itu turut terguling ke samping, namun kemudian gadis itu 
memeluk tubuhku. Sambil terisak-isak bahagia, Ningsih memeluk tubuhku 
dan mengelus-elus punggungku.
Sambil mengatur nafas, aku berpikir untuk menaikkan gaji Ningsih 
beberapa kali lipat, agar gadis itu betah bekerja di sini, dan dapat 
melayaniku setiap saat. Dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas, 
Ningsih perlahan turun dari ranjang dan mulai melompat-lompat di samping
 ranjang.
Keheranan aku bertanya, Ngapain kamu, Nduk..?
Katanya
 biar nggak hamil harus lompat.. lompat, Ndoro.. jawab gadis itu polos.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya, melihat cairan kental meleleh 
dari pangkal paha gadis itu yang mulus tanpa sehelai rambut pun.
      
     
     
No comments:
Post a Comment