Ini adalah kisah lain yang terjadi antara aku dengan Oom Win (pamanku 
yang berusia 10 tahun lebih tua dariku dan masih menumpang di rumahku), 
ketika aku masih berumur 17 tahun. Sedikit latar belakang yang mendasari
 peristiwa ini dapat anda baca di cerita dengan judul "Penemuan Lubang 
Kenikmatan"
Ketika itu rumah memang sedang sepi, hanya Oom Win dan aku saja yang ada
 di rumah. Kedua orang tuaku sedang berlibur ke Bali dan kakak-kakakku 
yang sudah berkeluarga sudah pindah ke lain kota. Pembantu-Pembantu pun 
tidak ada karena memang saat itu hari lebaran.
Sambil malas-malasan, aku menonton televisi sendirian karena Oom Win 
juga belum pulang malam itu, jadi sekalian saja menunggu Oom Win (yang 
katanya akan membawa temannya malam itu). Sebetulnya aku agak kesal 
dengan berita itu karena aku berharap Oom Win dapat melakukan kegiatan 
"rutin" kami yang biasa kami lakukan sejak aku berumur 16 tahun.
Bunyi bel di pintu memecah konsentrasiku pada acara televisi, dan aku 
pun sudah menebak bahwa itu pasti Oom Win beserta temannya yang ada di 
luar pintu.
"Malam, Oom"
"Malam Anna, ini kenalkan teman Oom Adeel"
Teman Oom Win ternyata adalah seorang keturunan Pakistan-Cina dengan 
tampang yang notabene diatas rata-rata. Tubuhnya tegap, dadanya bidang 
dan perawakannya yang lumayan tinggi telah mendapatkan simpatiku.
"Anna, Adeel ini jago pijat lho"
"Anna kagak capek kok Oom, jadi kagak usah dipijat" sahutku sambil memasang tampang kesal di depan kedua orang itu.
"Anna, kamu jangan gitu dong sama teman Oom. Dia sengaja Oom undang 
malam ini untuk memijatmu karena Adeel bukan pemijat biasa, dia ahli 
kecantikan"
Setelah mendengar kata-kata kecantikan yang ternyata cukup ampuh untuk 
mengubah pikiranku, aku pun setuju untuk dipijat oleh Adeel.
"Adeel, kamu mandi dulu deh setelah itu giliranku"
Dan selama Adeel mandi, Oom Win menerangkan kepadaku bahwa Adeel adalah 
seorang pemijat professional yang dapat mempercantik pasien-pasien nya, 
dan kepiawaiannya telah banyak terbukti.
"Ok deh, Oom. Anna mau dipijat oleh Adeel dengan syarat nanti malam Oom mau melakukan kegiatan "rutin" kita"
"Iya, Anna, Oom janji"
Setelah selesai mandi, Adeel hanya mengenakan celana training sambil bertelanjang dada.
"Adeel, kamu mulai saja pijatnya. Aku mandi dulu," kata Oom Win.
Dengan tampang masih kesal aku pun menuju ke kamar Oom win yang ternyata
 telah secara diam-diam dipersiapkan untuk pijat malam ini. Kamar itu 
telah dilengkapi dengan lilin-lilin yang ditata rapi berjajar diseluruh 
dinding ruangan; tidak lupa juga minyak tradisional untuk keperluan 
pijat.
Lumayan juga selera Oom Win, begitu pikirku. Kami pun masuk dan 
membiarkan pintu sedikit terbuka karena memang tidak ada orang lain lagi
 di rumah itu yang akan menganggu kegiatan kami. Adeel merengkuh 
pinggangku sambil menuntunku ke tempat tidur Oom Win yang cukup lebar.
"Anna, saya hanyalah seorang pemijat, dan kalau kamu tidak keberatan, saya akan pijat kamu dalam keadaan bugil"
Adeel pun meninggalkan aku memberi aku waktu untuk bersiap-bersiap 
sementara dia menunggu di luar kamar Oom Win. Dengan perasaan heran tapi
 demi memenuhi janji Oom Win dan membayangkan bahwa aku akan mendapat 
kepuasan dari Oom Win malam ini, aku pun cuek saja dan langsung 
melepaskan semua pakaianku dan mengambil handuk untuk menutupi bagian 
pinggulku ketika berbaring tengkurap.
Karena menunggu Adeel terlalu lama, aku pun tertidur (karena suasana ruangan yang gelap temaram itu juga mendukung kantukku).
Setelah Adeel memijatku beberapa lama, tenyata tanpa kusadari Oom win 
yang setelah selesai mandi hanya mengenakan kimono saja, duduk di kursi 
sambil melihat Adeel yang sedang memijatku. Ketika aku terbangun, 
kurasakan lembutnya tangan Adeel memijat-memijat kepalaku dan memang 
kuakui pijatannya professional sekali. Minyak yang digunakannya juga 
terasa segar di tubuh dan berbau enak.
Adeel mengatur posisi tubuhku yang tengkurap sehingga kedua tanganku 
direntangkan ke arah samping. Setelah memijat kepalaku, Adeel pun 
memijat leherku dan beranjak ke tanganku yang dimulai dari ujung-ujung 
jari. Kemudian tak beberapa lama, konsentrasinya beralih ke bagian 
samping tubuhku yang memang menantang karena tanganku terentang ke 
samping. Pertama-Pertama dituangkan nya minyak ke bagian samping bahuku 
sehingga cairan yang dingin menuruni susuku menuju kea rah putingnya 
memang membuatku tersentak. Karena licinnya minyak itu, kadang-kadang 
tangannya mengena pentilku, dan itu membuatku semakin terangsang.
Setelah selesai dengan pungguku, Adeel pun beralih ke ujung-ujung jari 
kakiku, dan pelan-pelan naik ke pahaku. Ketika disingkapkannya handuk 
yang menutupi bagian pinggulku, aku pun mengalami rangsangan yang terasa
 sangat erotis, mungkin karena dengan begitu aku bisa memamerkan memekku
 ke orang yang baru kukenal. Pijitannya di pahaku dilakukannya tanpa 
menyentuh memekku yang sudah mulai basah itu, dan itu membuatku sedikit 
kecewa.
Tetapi hal yang tak kusangka-kusangka terjadi ketika dia mulai sedikit 
demi sedikit menuangkan minyak ke belahan pantatku, otomatis aku 
menggelinjang dan meregangkan selangkanganku. Sebelum aku sempat untuk 
berpikir lebih jauh, Kedua tangannya yang bertumpuk satu sama lain telah
 mencakup semua memekku dan memijat-memijat nya. Kedua tangannya masuk 
lebih dalam untuk memijat perutku sehingga otomatis pergelangan 
tangannya yang memang penuh minyak itu mengurut-mengurut memekku dan 
kelentitku. Perasaan yang kurasakan luar biasa karena gerakan itu 
sekaligus membuat pusarku geli dan memekku seperti diusap-diusap.
Pelan namun pasti, Adeel membalikkan badanku, dan langsung saja 
tangannya menuju ke payudaraku dengan pentil-pentil nya yang sudah 
mencuat tanda aku memang sudah terangsang hebat. Gerakan tangannya yang 
berputar-berputar itu ternyata tidak menyentuh pentilku sama sekali, dan
 itu membuatku semakin memajukan dadaku ke arahnya berharap agar Adeel 
segera menyentil puncaknya yang sudah tidak dapat menunggu lebih lama 
lagi untuk disentuh. Adeel pun tersenyum karena aku yakin bahwa dia pun 
tahu kalau aku ingin pentilku disentuhnya. Tak lama kemudian, harapanku 
menjadi kenyataan, tetapi bukan dengan jari-jari nya, Adeel meletakkan 
telapak tangannya yang sudah licin itu tepat diatas kedua pentilku.
Dengan gerakan memutar-memutar, Adeel "memijit" pentilku, semakin lama 
gerakannya semakin cepat dan semakin menekan susuku. Dengan berakhirnya 
gerakan itu pula aku melepaskan eranganku yang pertama tanda aku 
mencapai orgasmku yang pertama. Bukannya menghentikannya, Adeel malahan 
menyentil-menyentil pentilku dengan ujung-ujung jarinya, dan setelah 
pentilku menjadi keras kembali, Adeel memasang alat perangsang berbentuk
 lingkaran di kedua pentilku. Ternyata alat itu dapat membuatku 
terangsang terus-menerus terlebih ketika aku bergerak-bergerak, terasa 
alat yang seperti cincin itu memberikan kegelian yang sangat di ujung 
pentilku sehingga kedua puncak itu tetap mencuat keras.
Pelan namun pasti, pijatannya beralih kea rah perutku dan Adeel mulai 
menjilat-menjilat pusarku yang ternyata amat merangsang birahiku. 
Kembali kurasakan cairan hangat mengalir melalui memekku yang pasti 
telah berkilat-berkilat karena banyaknya lendir yang keluar. Lama 
kelamaan, pijatannya turun ke bagian dibawah pusar dengan gerakan 
memutar, dan gerakan itu menambah banyaknya cairan yang keluar sampai 
akhirnya aku mencapai orgasme yang kedua. Betapa hebatnya 
pijatan-pijatan Adeel ini yang ternyata tanpa disetubuhi pun aku bisa 
mendapatkan orgasme sampe dua kali.
Ketika aku belum reda dengan orgasmeku yang kedua kalinya, Adeel membuka
 selangkanganku lebar-lebar dan merekahkan kedua bibir memekku dengan 
tangan kirinya. Kemudian dengan telapak tangan kanannya (ke empat 
jari-jarinya), dia mulai menepuk-menepuk pussyku yang terpampang lebar 
di depannya. Gerakan-Gerakan itu bermula dengan pelan, dan setiap kali 
"tamparan" nya mengenai bibirku yang sudah basah itu, aku 
tersentak-tersentak antara rasa kaget dan erotis.
Akhirnya, pukulan-pukulan kecil itu bertambah keras dan cepat seiring 
dengan aku mendapatkan sensasi yang luar biasa di rondeku yang ketiga. 
Aku orgasme hebat diselingi erangan-erangan ketika tamparannya mengenai 
memekku dengan cairan kentalnya yang mengalir deras sampai ke bongkahan 
pantatku.
Kemudian Adeel memasangkan suatu alat yang aneh sekali di pinggangku, 
berupa sabuk dengan penis buatan yang berukuran sedang dengan 
permukaannya yang dipenuhi tonjolan-tonjolan yang tidak sama besarnya 
maupun tingginya. Keseluruhan alat itu berbentuk seperti ikat pinggang 
dengan celana dalam yang dilengkapi dengan penis mencuat kea rah dalam. 
Setelah agak reda, Adeel memberiku segelas air putih sambil menunggu 
sampai aku agak tenang kembali, dan pelan-pelan memasukkan penis itu ke 
dalam lubang memekku dan memasangkan strap-strapnya ke pinggangku. Adeel
 juga mengganjal pinggangku dengan tumpukan bantal sehingga penis itu 
yang telah dilumuri lubricant, dapat dengan mudah masuk ke lubang 
memekku.
Alat yang aneh itu ternyata memiliki remote control yang tidak terhubung
 dengan kabel sehingga tidak merepotkan pemakainya. Setelah dirasanya 
cukup siap, Adeel melebarkan kakiku dengan memekku yang telah tertancap 
penis palsu itu. Kemudian, dia menekan tombol di remote control yang 
ternyata menyebabkan alat itu bergerak memutar pelan-pelan seakan-seakan
 menggaruk rahimku. Dan oleh gerakan itu, maka seluruh dinding rahimku 
kegelian.
"Argh, argh, hmph hmph.."
"Enak kan, Anna?"
"Oh, alat biadab, oh, oh, oh"
Di tengah-tengah permainan itu, Adeel menambah getaran-getaran kecil di 
alat itu sehingga aku merasa melambung dibuatnya. Alat itu ternyata 
dapat pula mengeluarkan cairan dari bagian ujungnya, sehingga rahimku 
terasa disemprot-disemprot oleh cairan yang seolah-seolah terasa seperti
 cairan air mani.
"Oh, oh, Adeel, Anna sudah mau keluar"
Dan seketika itu Adeel menghentikan alat itu, dan tampak sekali di wajahku rasa kecewa yang amat sangat.
"Please Adeel, Anna mau, Anna nggak tahan Adeel, gerak-gerak in lagi Adeel"
Bukannya menurutiku, Adeel hanya senyum-senyum sendiri melihatku, dan 
aku pun tidak tahan akhirnya hanya memegang-memegang kelentitku saja. 
Tiba-Tiba Adeel mengulurkan tangannya, dan mengajakku untuk berdiri.
"Aku akan turuti permintaanmu jika kamu mau melakukan syaratnya"
"Please, Adeel apa aja akan aku lakuin"
"Kamu harus berjalan-berjalan di luar kamar ini dengan alat itu"
"Siapa takut, tapi please Adeel, sudah tanggung tadi"
Karena cincin yang masih terpasang di pentil-pentil ku 
bergoyang-bergoyang setiap kali aku bergerak, maka aku pun mulai 
terangsang lagi. Kemudian aku pun melangkah keluar kamar dan mulai 
berjalan-berjalan. Tiba-Tiba kurasakan alat itu kembali beroperasi 
mengorek-mengorek isi rahimku, kakiku pun menjadi lemas karena sensasi 
yang kurasakan lebih hebat dengan posisi tubuhku yang berubah-berubah 
dan kedua kaki ku yang tetap kupaksakan melangkah menambah rangsangan di
 kelentitku dan memekku.
"Adeel, Anna tidak kuat berjalan lagi, oh please" sambil berjalan terseok-terseok aku pun merintih-merintih.
"Ayo kamu teruskan atau alat itu kuhentikan"
Akhirnya aku hanya dapat menuruti kemauan Adeel untuk terus 
berjalan-berjalan dengan alat yang semakin dasyat mengorek-mengorek 
rahimku dengan tonjolan-tonjolan nya itu. Ketika aku mencapai orgasmeku,
 Aku pun terjatuh lemas di sofa.
Kemudian, Adeel menghentikan alat itu tepat ketika aku mencapai 
orgasmeku dan dengan hati-hati dia membereskan alat itu melepaskan nya 
dari pinggangku. Aku pun terkulai lemah untuk beberapa saat sebelum 
Adeel akhirnya membopongku ke dalam kamar Oom Win dan merentangkan kedua
 pahaku untuk siap dimainkan oleh penis asli milik Oom Win yang sudah 
berdiri tegak mencuat itu.
"Thank you banget, Adeel, aku sangat menikmati permainan ini. Sekarang 
kamu boleh pulang," kata Oom Sam sambil memberi Adeel sejumlah uang.
"Oom, Anna sudah nggak kuat lagi Oom," dengan tampangku yang sudah pasrah demi melihat kemaluan Oom Win yang sudah berdiri.
"Oom hanya memenuhi janji Oom, Anna"
Malam itu, akhirnya aku tertidur kecapaian setelah mendapatkan empat 
kali orgasme lagi dengan Oom Win dari berbagai posisi. Keesokan harinya,
 aku terbangun dengan posisiku yang mengangkang lebar menantang.
TAMAT
No comments:
Post a Comment