Maria. Itu namaku. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan ketika 
aku berusia 11 tahun. Saat itu, aku benar-benar sendirian. Rasa takut 
dan kesepian menyerang hati dan pikiranku. Yang paling menyedihkan 
adalah, aku sama sekali tidak pernah dikenalkan ataupun berjumpa dengan 
kerabat ayah maupun ibu. Aku tidak pernah bertanya. Selama ini aku hanya
 mengenal ayah dan ibu saja. Dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kami
 bertiga sangat bahagia.
Aku tidak ingat, bagaimana aku bisa sampai di panti asuhan itu. Yayasan 
Bunda Erika, aku membacanya di sebuah papan nama di depan pintu masuk 
bangunan itu. Di sana, banyak anak-anak yang sebaya denganku. Kehadiran 
mereka membuatku setidaknya "lupa" akan kemalangan yang baru saja 
menimpaku. Tidak lamapun, aku merasa kalau aku telah menemukan rumah 
baru bagiku. Enam bulan pun berlalu.
Pada suatu hari yang cerah, mendadak kami dibangunkan oleh Bunda Risa, salah satu pengurus di tempat kami.
"Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu 
kalian harus berkumpul di aula. Kita akan kedatangan seseorang yang 
sangat istimewa", katanya sambil tersenyum hangat.
Dan aku pun bertanya, "Bunda, tamu istimewanya siapa sih? Artis ya?"
"Mungkin ya..", kata Bunda Risa sambil tertawa kecil.
"Karena dia adalah putra tunggal dari pemilik yayasan ini.."
Tak kusangka, pertemuanku dengan Erik Torian bisa mengubah hidupku, 
seluruhnya. Saat dia melewati barisan anak-anak yang lain, dia tiba-tiba
 berhenti tepat di depanku. Senyuman misterius menghiasi wajahnya. 
Dengan posisi membungkuk, dia mengamati wajahku dengan teliti. Temannya 
yang ikut bersamanya pun ikut memperhatikan diriku.
"Ada apa Torian? Apa kau kenal dengan anak ini?", tanyanya.
"Tidak", Erik masih memandangiku sambil memegang mukaku, seolah-olah aku tidak bernyawa.
"Sempurna" katanya dingin.
"Seperti boneka.."
Aku yakin sekali dia bergumam ["..boneka yang aku idam-idamkan"]
Lalu dia melepaskan wajahku dan langsung meninggalkanku begitu saja.
Sehari setelah kunjungan itu, Erik bersama temannya itu kembali mengunjungi yayasan, untuk mengadopsi diriku.
"Halo.. Maria" Erik melemparkan senyum yang berbeda dari kemarin.
"Mulai saat ini, aku-lah yang akan merawat dan mengurus Maria. Kamu 
tidak harus memanggil aku 'ayah' atau sebutan lainnya, panggil saja aku 
Erik."
Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,"Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi."
Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.
Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di 
rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu. Diam-diam, 
aku kagum dengan penampilan Erik dan Tomi yang sangat menarik. Berada di
 tengah-tengah mereka saja sudah sangat membuatku special. Erik 
sangatlah baik padaku. Dia selalu membelikan baju-baju indah dan boneka 
porselain untuk dipajang dikamar tidurku. Dia sangat memanjakan aku. 
Tapi, dia juga bersikap disiplin. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar 
rumah selain ke sekolah tanpa dirinya.
Empat bulan berlalu, rasa sayangku terhadap Erik mulai bertambah. Hari 
itu, aku mulai merasa bosan di rumah dan Erik belum pulang dari kantor. 
Aku pun menunggunya untuk pulang sambil bermain Play Station di kamarku.
 Tepat jam 10.30 malam, aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku 
berbunyi.
"Erik sudah pulang!!", pikirku senang.
Aku pun berlari keluar kamar untuk menyambutnya. Tapi, di depan kamar 
Erik aku berhenti. Pintunya terbuka sedikit. Dan aku bisa tahu apa yang 
terjadi di dalam sana. Erik bersama seorang wanita yang sangat cantik, 
berambut panjang, kulitnya pun sempurna. Aku hanya bisa terdiam terpaku.
 Aku melihat Erik mulai menciumi bibir wanita itu dengan penuh nafsu. 
Tangannya meraba-raba dan meremas payudara wanita itu.
"Ohh..Erik"
Pelan-pelan, tangan Erik menyingkap rok wanita itu dan menari-nari di 
sekitar pinggul dan pahanya. Tak lama, Erik sudah habis melucuti pakaian
 wanita itu. Erik merebahkan wanita itu ke tempat tidur dan menindihnya,
 tangan Erik bermain-main dengan tubuh wanita itu, menciuminya dengan 
membabi buta, menciumi leher, menciumi payudara wanita itu sambil 
meremas-remasnya.
"Ohh..Eriik.." Aku mendengar desahan wanita itu.
Aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa aku menyaksikan itu semua. Tapi, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tidak bisa.
Erik pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan 'senjata'nya, 
kedua kaki wanita itu dipegang dengan tangan Erik dan Erik segera 
menancapkan 'senjata'nya ke liang wanita yang sudah basah itu dengan 
sangat kasar. Wanita itu mengerang dengan keras. Tanpa sadar, pipiku 
sudah dibasahi oleh air mata. Hatiku terasa sakit dan ngilu. Tapi, aku 
tetap tidak bisa beranjak dari sana. Aku tetap melihat perbuatan Erik 
tanpa berkedip sambil berlinang air mata.
Erik masih melanjutkan permainannya bersama wanita cantik itu, dia 
menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan sangat cepat. Teriakan 
kepuasan dari wanita itu pun membahana di seluruh ruangan. Sepuluh menit
 setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. 
Erik pun menghela napas dan beristirahat sejenak, masih dalam rangkulan 
wanita itu. Permainan berakhir.
Tapi aku masih mematung di depan kamarnya, memperhatikan Erik dari 
sebelah pintu yang sedikit terbuka. Aku tidak mau bergerak juga, 
seolah-olah aku sengaja ingin ditemukan oleh Erik. Benar saja, aku 
melihat Erik berbenah memberesi bajunya dan bergerak menuju pintu. Dia 
membuka pintu dan melihat diriku mematung sambil menangis di sana. Dia 
memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.
Dia pun membungkukkan tubuhnya,
"Hey, tukang ngintip cilik. Aku nggak marah kok. Hanya saja, aku sudah 
mempersiapkan hukuman yang tepat untukmu. Tapi, tidak saat ini. Ayo, aku
 temani kamu sampai kamu tertidur. Kalau kamu capek, besok bolos saja."
Erik pun menggendongku yang masih terisak kekamar tidurku. Dan semalaman dia tidur sambil memelukku dengan hangat.
"Aku..aku..sayang Erik"
"Erik adalah milikku..hanya milikku seorang"
Pikiranku berputar-putar memikirkan hal itu. Tak lama, aku pun tertidur lelap.
Hari ini adalah ulang tahunku yang ke-14. Aku senang sekali, karena Erik
 telah mempersiapkan sebuah pesta ulang tahun untukku di sebuah hotel 
bintang 5. Ballroom hotel itu sangat indah, Erik mempersiapkannya secara
 spesial. Aku pun mengenakan gaun berwarna putih yang baru dibelikan 
Erik. Kata Erik, aku sangat cantik dengan baju itu, "Kamu cocok sekali 
dengan warna putih, sangat matching dengan warna kulitmu.. Dan lagi, 
sekarang.. kamu semakin cantik."
Teman-teman perempuanku juga berdecak kagum melihat penampilanku saat itu.
"Kamu cantik ya Maria? Beruntung sekali kamu punya ayah angkat seperti Erik.."
Kata Sara, teman baikku sambil tertawa meledek. Sara melirik ke arah Erik yang sedang duduk di meja pojok bersama Tomi.
"Hey Maria, Erik itu ganteng banget ya? Temennya juga.." ujar Sara sambil tertawa kecil.
Aku pun hanya bisa tertawa, aku pun menetujuinya. Akhir-akhir ini, kami 
memang jadi sering membicarakan soal cowok. Mungkin karena puber. Tak 
lama, Aryo temanku yang sepertinya suka denganku datang, sambil 
menyerahkan hadiah, dia mencium kedua pipiku. Tanpa sadar pipiku bersemu
 merah.
Setelah pesta usai, Erik mengajakku istirahat di kamar hotel. Aku 
lumayan capek, tapi aku senang. Dan setiba di kamar, aku memeluk Erik 
sambil mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih Erik..aku sayang sekali sama Erik.."
Erik pun membalas pelukanku sejenak dan kemudian melepasnya, dan dia 
memegang kedua lenganku sambil memandangku dengan serius. Aku pun merasa
 heran dan sedikit takut.
"..Erik? Kenapa? Marah yaa? Aku..melakukan kesalahan apa?"
Tanpa banyak bicara, Erik menggeretku ke tempat tidur, mencopot dasinya 
dan menggunakannya untuk mengikat kedua tanganku dengan kencang. Aku 
memekik dan mulai menangis.
"Eriik!! Sakit!! Kenapa??!!"
Dia melihatku dengan pandangan marah. Kemudian berteriak,
"Kenapa??!! Kenapa katamu?! Kamu itu perempuan apa??!! Masih kecil sudah
 kenal laki-laki!! Sudah kuputuskan! Kamu harus di hukum atas 
perbuatanmu barusan dan perbuatanmu 2 tahun yang lalu!!"
Deg. Jantungku terasa berhenti mengingat kejadian itu.
"Erik marah..", pikirku.
Aku pun merasa ketakutan. Aku takut dibenci. Aku tidak mau kehilangan lagi orang yang kusayangi.
Tiba-tiba, Erik menarik gaunku dengan sangat kasar sehingga menjadi robek. Aku berteriak.
"Ini akibatnya kalau jadi perempuan genit!!"
Erik menariknya lagi untuk kedua kalinya, pakaian dalamku semakin terlihat. Celana dalamku juga akan dilepasnya.
"Erriik!! Jangaan!!", aku berteriak ketakutan.
Terlambat, aku sudah telanjang total. Hanya sisa-sisa gaunku-lah yang 
masih menyembunyikan bagian-bagian tubuhku sedikit. Erik melihatku 
dengan penuh nafsu. Nafasnya terdengar berat penuh dengan kemarahan dan 
birahi. Dia pun menahan tanganku yang terikat dan mendekatkan bibirnya 
ke bibirku.
"Aku harus menjadi orang pertama yang.."
Erik tidak menyelesaikan kata-katanya dan mulai melumat bibirku dengan sedikit kasar.
"Hmmphh.."
Untuk pertama kalinya aku merasakan ada getaran yang aneh pada tubuhku. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Erik terus berlanjut menciumku, aku bisa merasakan lidahnya memijat 
lidahku. Aku pun mengikuti permainannya, sedikit takut, sedikit ingin 
tahu. Erik mulai meremas-remas payudaraku yang belum tumbuh seutuhnya.
"Ahh.."
Aku mulai menikmati getaran aneh pada diriku.
"Panas..badanku terasa panas..Erik.." pikirku dalam hati.
Erik melanjutkan ciumannya ke leher dan menggigitnya sedikit, remasan tangannya di payudaraku makin kuat.
"Ahh..!!" nafasku makin memburu.
Tiba-tiba Erik berhenti dan melihatku sambil tersenyum misterius.
"Hmm..kamu menyukainya bukan? Ya kan, setan cilik?"
Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku 
bergetar hebat. Erik melepaskan kemejanya dan celananya, masih 
memandangiku. Aku terlalu malu untuk memandang wajahnya.
"Aku rasa, kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya.."
Erik tertawa kecil, sedikit kemarahan masih tersisa pada dirinya. Erik 
kembali menciumiku, kali ini dia meremas payudaraku sambil menghisapnya.
"Hhh..!!"
"Tidak apa-apa..kalau Erik..tidak apa-apa." pikirku.
Aku memejamkan mataku erat-erat ketika Erik mulai memasukkan 'senjata'nya ke dalam diriku.
"Emm.." aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit.
Erik mulai tidak sabar, dan dia memasukkannya dengan kasar.
"Aaahh..!!"
Aku menjerit dan mulai menangis lagi. 'Senjata'nya sudah memasuki diriku
 seutuhnya dan sakit yang kurasakan itu sedikit aneh, ada kenikmatan di 
dalamnya. Aku mulai sedikit meronta sambil berteriak. Tapi Erik 
menahanku dengan kuat. Erik menciumi diriku yang bergetar hebat dengan 
sedikit paksa. Bosan dengan posisinya, Erik membalikkan posisi tubuhku 
menjadi telungkup.
"Erriik..!! tidaak!!" aku sangat malu melakukan posisi itu.
Tetapi Erik tidak peduli dan melanjutkan kembali permainannya. Setiap 
kali tubuh Erik menghentak, aku menjerit sekeras-kerasnya. Erik 
melakukan gerakan menghentak itu secara teratur, dan tiba-tiba aku 
merasakan getaran yang sangat hebat dalam diriku, aku merasakan 
'liang'ku
menyempit karena otot-otot di tubuhku menjadi tegang. Aku pun berteriak lebih keras dari sebelumnya.
"Ohh..Maria."
Aku merasakan tangan Erik meremas pinggulku dengan kuat. Tubuh Erik 
mengejang, dan cairan deras pun mengalir dari 'liang'ku. Aku mendesah 
panjang. Tubuhku masih bergetar. Erik masih menindihku dan mulai 
menciumi punggungku.
"Hhhmm.. pilihanku memang selalu tepat", gumamnya.
Aku memilih untuk diam. Erik bergeser ke sampingku. Dia memandangiku 
yang masih berlinang air mata. Tersenyum Erik mengecup kepalaku sambil 
mengelusnya.
"Maria, kamu adalah milikku seorang.. tidak ada satupun yang boleh menyentuhmu tanpa seizin-ku."
Erik memeluk tubuhku yang kecil dengan erat.
"Ya Erik..aku adalah milikmu. Aku akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, asal kau tidak membenciku." Aku masih terisak.
"Anak bodoh.. Aku tidak akan pernah membencimu Maria.."
Pelukan Erik semakin erat. Mukaku terasa panas. Dan aku segera membenamkan diriku ke dalam pelukan Erik.
"Terima kasih..Erik."
      
     
     
No comments:
Post a Comment