Dulu aku sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta nasional yang 
bergerak di bidang automotive di daerah Bekasi. Ditempat itu, sebut saja
 PT. BT, jumlah karyawannya cukup banyak.
Tapi bukan itu yang 
menyebabkan aku menurunkan tulisan ini. Selain karyawan, disana terdapat
 beberapa siswi yang sedang melakukan PKL. Diantara siswi tersebut, 
salah satu diantaranya, telah membuat aku seperti kembali merasakan 
cinta (yang dulu pernah hilang bersama Galuh).
Siswi tersebut, 
kita sebut saja namanya Muti, diperbantukan di departemen Personalia, 
sedangkan aku, bekerja di departemen PPIC. Sebenernya ruang kerja kami 
agak berjauhan, tetapi karena sama-sama mengerjakan jenis pekerjaan yang
 menyangkut dengan data, maka setiap hari, kami selalu bertemu ditempat 
foto copy.
Awalnya sih, aku hanya sekedar mengagumi kecantikannya,
 karena dengan hidung yang bangir, bentuk bibir yang sensual, dihiasi 
lesung pipit di kedua pipinya, membuat semua yang ada didirinya terlihat
 sempurna. Hari demi hari kami terlihat semakin akrab, bahkan banyak 
teman-temanku yang menyangka kalau aku sedang PDKT dengannya. Semua 
anggapan temanku, tidak terlalu aku pikirkan, karena aku merasa, Muti 
disini sedang belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh 
sekolahnya, dan sebagai seorang karyawan di PT. BT, aku hanya sekedar 
membimbing dan membantu, jika seandainya ada sesuatu hal yang dia belum 
mengerti. Hampir dua minggu aku mengenalnya, ternyata sikap dan 
kelakuannya semakin membuat aku terpesona.
Ketika aku mendengar 
gurauan salah seorang temanku, yang mengatakan kalau dia berani memberi 
Rp. 500.000,- kepada Muti, jika Muti mau menemaninya selama 2 jam, 
perasaanku malah semakin care sama si Muti. Timbul perasaaan cemburu 
ketika mendengar gurauan itu. Namun aku tidak berani untuk 
mengungkapkannya, karena saat itu diantara aku dan Muti, tidak mempunyai
 hubungan yang terlalu istimewa. Akupun merasa wajar, jika temanku 
berkata demikian, karena dengan wajah secantik itu, jika memang Muti 
memanfaatkan tubuhnya, mungkin harganya bisa diatas Rp. 350.000, per dua
 jam (harga tersebut diatas, adalah harga rata-rata seorang massage girl
 yang sudah dianggap cantik).
Suatu ketika, bersama seorang 
temannya yang bernama Emma, Muti menuju meja kerjaku, awalnya sih 
bertanya tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan keperluannya, 
mungkin karena merasa sudah akrab, Muti juga bertanya tentang no. HP ku,
 alasannya sih biar gampang saja, kalau nanti dia mau nanya sesuatu. 
Sambil tetap memperhatikan monitor, aku menyebutkan satu persatu 
nomernya. Ketika mereka ikut memperhatikan cara kerjaku, tiba-tiba, 
“buukkk..” tanpa sengaja, tangan Emma menyenggol buku yang aku simpan 
disisi meja. Aku langsung mengambil bukunya dengan cara berjongkok.
Alamak..
 ketika berjongkok, tanpa sengaja sudut mataku melihat sesuatu yang 
sangat indah, dua pasang paha mulus terpampang didepan wajahku. Bukan 
hanya itu, karena posisi kaki Muti ketika duduk, agak mengangkang, maka 
ketika ku perhatikan, dipangkal pahanya terlihat pemandangan yang cukup 
menggelitik kelelakianku. Ku lihat dia memakai CD berwarna Pink, dengan 
hiasan renda di sisinya. Mungkin karena mereka terlalu fokus 
memperhatikan hasil pekerjaanku, mereka tidak menyadari (atau memang 
sengaja?) kalau di bawah meja, aku sedang menikmati apa yang seharusnya 
mereka tutupi.
Karena takut mengundang kecurigaan dari teman 
sekerjaku, terpaksa aku kembali duduk dan menerangkan tentang cara kerja
 di PT. BT kepada Muti dan Emma. Namun kejadian yang baru saja aku 
alami, tetap mengganggu pikiranku. Mungkin karena aku tidak konsentrasi 
dengan apa yang sedang kami bicarakan, Muti bertanya.
 “Pak, kok kadang-kadang ngejelasinnya tidak nyambung sih..”.
 Sebenarnya aku malu mendapat pernyataan seperti itu, namun karena 
merasa sudah akrab, aku berbisik kepada Muti dan menceritakan kejadian 
yang sebenarnya.
Bukannya malu, Muti malah tersenyum mendengarnya.
 “Kenapa tidak disentuh saja Pak, biar tidak penasaran”, goda Muti.
 Emma yang tidak tahu apa-apa, hanya bengong mendengar pembicaraan kami.
 Sebagai seorang lelaki, mendengar penawaran Muti, aku malah berpikir 
yang tidak-tidak, dan membayangkan apa yang ada dibalik CD nya itu. 
Namun semuanya berusaha aku redam, karena walau bagaimanapun, di PT. BT 
ini, aku harus JAIM (Jaga Imej), agar aku tidak mendapatkan masalah.
Bel
 istirahatpun berbunyi, dan kami langsung menuju kantin untuk makan 
siang. Baru saja aku selesai makan, Muti mendekatiku dan berbisik “besok
 Bapak saya tunggu di Hero sekitar jam 09.00 pagi, ada yang ingin saya 
bicarakan, saya tunggu didepan ATM”. Walau singkat, tapi tetap membuatku
 bertanya-tanya, sebenarnya apa-yang akan dibicarakan? Mengapa waktunya 
hari sabtu, padahal kan setiap hari sabtu PT. BT libur. Mengapa dia 
berbisik sangat pelan kepadaku, apa takut terdengar yang lainnya?.
Besoknya,
 dengan tetap berpakaian rapi (seperti jika mau berangkat kerja), aku 
mengeluarkan motorku dan beralasan lembur kepada kedua orang tuaku. 
Menunggu adalah hal yang sangat membosankan, karena sampai di Hero, jam 
baru menunjukkan angka 07.30, Setelah mencari sarapan, sambil ngerokok, 
aku iseng-iseng ikut ngantri ATM, padahal cuma mau liat saldo doang, 
karena uang yang ada di dompetku, masih ada sekitar Rp. 400.000,-.
Dari
 jauh, aku sudah tahu kalau gadis yang menuju kearahku adalah si Muti, 
dan pagi ini, dia terlihat sangat sexy, karena Muti hanya mengenakan 
kaos dan celana jeans ketat.
 “Udah lama ya Pak? Kan Muti janjinya jam 09.00, sekarang baru jam 08.45, Muti tidak salah khan?”,
 “Jangan panggil aku Bapak dech Mut, aku kan belum nikah, dan ini bukan 
di kantor, panggil namaku saja dech, biar bisa lebih akrab”.
 “Ok deh Pak, eh Fik”, sambil tersenyum Muti langsung menggandeng tanganku.
 “Fik, enaknya kita ke mana yach”, tanya Muti.
 “Terserah, emang mau ngomongin apaan, kayaknya pribadi banget”.
 “Ngga juga, Muti seneng saja kalau deket ama Fik, kenapa ya?”
 “Mau tahu jawabannya”, candaku.
 “Ngga usah Fik, Muti juga udah tahu, Muti rasa Muti menyukai Fik”, jawab Muti polos.
 Tanpa disadari, mungkin karena saking senengnya, aku yang sejak awal 
memang mengagumi Muti, langsung memeluknya. Mendapat perlakuan begitu, 
Muti mencoba melepaskannya, dan mengingatkan, kalau kita masih ada 
dilokasi umum, tidak enak terlihat banyak orang. Akhirnya kami 
memutuskan mencari tempat yang cocok untuk berduaan. Tapi karena yang 
aku tahu cuma hotel tempat satu-satunya yang cocok untuk berduaan tanpa 
takut terlihat orang lain, walau terlihat agak ragu, Muti akhirnya 
menyanggupinya.
Sekitar jam 09.30, kami sudah sampai di front 
office hotel BI, dan mengambil sebuah kamar dengan fasilitas TV dan AC. 
Dengan agak ragu Muti memasuki pintu kamar (mungkin karena baru pertama 
kalinya), dan dia agak terkejut melihat fasilitas yang terdapat di 
dalamnya. Apalagi ketika dia melihat kamar mandinya.
 “Enak juga ya Fik, kita bisa ngobrol berduaan disini, tanpa takut akan terdengar atau terlihat oleh orang lain”.
 Muti langsung merebahkan badannya ke ranjang, dan mencari siaran TV 
yang khusus menyiarkan acara musik. Kebetulan banget lagunya adalah 
lagu-lagu romantis, yang secara tidak langsung, ikut mempengaruhi 
suasana hati kami.
Lewat aiphone, aku memesan makanan dan soft 
drink. Ketika aku menyalakan rokok, terdengar suara room boy mengetuk 
pintu dan mengantarkan pesananku. Aku mendekati Muti yang sedang 
rebahan, maksudnya sih mau nawarin makanan, tapi Muti langsung bangun 
dan bertanya.
 “Fik, apakah Muti salah bila Muti mencintai Fik, Muti 
sebenernya malu mengakuinya, tapi bila tidak diungkapkan, Muti takut 
kalau Fik tidak mengetahui apa sebenernya yang Muti harapkan. Maafin 
Muti yach, Muti udah ngerepotin Fik, padahal kan sekarang waktunya libur
 dan istirahat, tapi Muti malah meminta Fik menemui Muti”.
 Aku 
terharu juga mendengar kejujuran dan kepolosannya, akhirnya setelah 
mendengarkan semua tentang apa yang ada dihatinya, sambil membelai 
rambutnya (agar perasaannya menjadi lebih tenang), aku pun berusaha 
meyakinkannya, bahwa semua yang dialami, adalah wajar, jika seseorang 
mencintai lawan jenisnya, dan tidak ada yang namanya salah, jika sudah 
menyangkut perasaan hati.
Ketika dia menatapku dengan tatapan yang
 tajam, secara perlahan aku mencium keningnya. Tapi ternyata, yang 
kulakukan itu malah membuat Muti berani untuk membalas ciumanku. Dia 
langsung melumat bibirku, dan seperti seseorang yang tidak mau 
kehilangan sesuatu, dia memelukku dengan erat sekali. Sambil terus 
menikmati bibirku, tangannya terus mengelus dan mengusap seluruh bagian 
tubuhku. Mungkin beginilah cara dia mengungkapkan rasa sayangnya 
terhadap diriku. Tapi sekarang aku yang bingung, karena dengan 
melihatnya bentuk tubuhnya saja (waktu di kantor), bisa membuat aku 
“konak”, sekarang seluruh tubuhnya sudah melekat erat ditubuhku (walau 
masih memakai pakaian lengkap).
Kedua payudaranya terasa makin 
mengeras, akhirnya kuputuskan untuk menikmati keadaan ini, karena jujur 
saja, kadang-kadang, dulu akupun sering menghayalkan betapa nikmatnya 
jika bercumbu dengan si Muti, apalagi jika berjalan di belakangnya, 
goyangan pantatnya ngajakin kita jual tanah (maksudnya ntar duitnya buat
 ngebayarin pantatnya, he.. he.. he..). tanganku mulai berusaha membuka 
kaosnya, karena aku tidak mau pandanganku yang tertuju kepada kedua 
payudaranya, terhalang oleh kaos yang ia kenakan.
Pelan namun 
pasti, akhirnya bukan hanya kaosnya yang berhasil aku buka, BH nya pun 
sudah aku lepaskan. Sejenak aku terpana melihat keindahan bentuk 
payudaranya itu, namun hanya sebentar, karena aku ingin segera menikmati
 dan merasakan keindahan itu, kuremas kedua susunya, dengan mesra aku 
mulai menghisap putingnya yang sudah agak mengeras dan berwarna 
kecoklatan. Kucium dan kujilati bagian tubuhnya, mulai dari leher, terus
 bergerak turun dan menuju putingnya kembali.
“Yaa.. hisap terus sayaangg.. aacchh.. ennaakk banget Fik.. geli.. tapi nick..maaattt.. teeeruuus.. aaccchhh..”
 Muti terus meracau menikmatinya. Aku terus merangsangnya, dan mencoba 
membuka celana jeans yang dipakainya, lantaran jeans yang dikenakannya 
sangat ketat, aku kesulitan untuk membukanya, untungnya Muti mengerti, 
dengan agak mengangkat pantatnya, dia mulai mencoba menurunkan jeansnya 
sendiri. Dengan sabar, aku menunggu dan terus mempermainkan susunya. 
Setelah jeansnya terlepas, tangan Muti berusaha untuk membuka semua yang
 aku kenakan. Satu persatu jari tangannya membuka kancing kemejaku, dan 
setelah berhasil membuka baju dan celana yang aku pakai, Muti hanya 
menyisakan CD saja yang masih melekat ditubuhku.
Mungkin dia masih
 ragu untuk membukanya, karena diapun masih mengenakan CD. Walau 
diwajahnya terlihat, kalau dia sedang diamuk birahi, namun dia masih 
bisa menguasai pikirannya, aku yakin dia merasa takut di cap sebagai 
cewe yang agresif dan takut jika aku tidak menyukai tindakannya. Namun 
aku tetap menikmati suasana yang terjadi di dalam kamar hotel ini. Aku 
terus merangsang birahinya, ciumanku aku arahkan kedaerah perutnya, 
terus kebawah menyusuri lubang pusarnya, dan kedua tanganku, bergerak 
untuk membuka CD yang masih melekat ditubuhnya. Secara perlahan aku 
mencoba membuka CD nya, sambil terus mencumbunya, aku menciumi setiap 
daerah yang baru telihat ketika CD nya mulai bergerak turun. Muti sangat
 menikmati semua sentuhan yang aku berikan, bahkan ketika CD nya telah 
terlepas, dan aku mulai menjilati memeknya, dia terus mendesah dan malah
 membuka pahanya lebar-lebar agar lidahku bisa menjilati bagian dalam 
memeknya.
Dengan keharuman yang khas, memek itu telah membuat aku 
betah berlama-lama mencumbuinya. Aku terus menjilati, dan dengan jari 
telunjukku, aku coba merangsang dia dengan memainkan kelentitnya. 
Semakin aku percepat memainkan jari telunjukku, semakin cepat pula dia 
menggoyangkan pantatnya. Muti terus mendesah dan meracau tak karuan.
 “Aacchhhh.. terus sayang.. nikmatnya.. teruzzsss.. lebih ke dalam lagi 
Fik.. teruuzzss.. yacchhh.. benar.. jilati terus yang.. itu.. sayang.. 
accchhh”.
Karena rangsangan yang dia terima makin hebat, pantatnya
 bukan hanya digoyang-goyangkan, tapi malah diangkat-angkat ke atas, 
mungkin tujuannya agar lubang memeknya yang lebih dalam ikut tersentuh 
oleh lidahku. Dengan bantuan jari-jariku, aku terus mengaduk-aduk isi 
memek Muti, aku sentuh G-Spotnya secara perlahan, dia langsung 
menggelinjang, lalu kuelus G-Spotnya nya dengan jari tengahku, Muti 
makin liar, seperti orang yang sedang ngigau, dia meracau tak karuan, 
tak jelas suara apa yang keluar dari mulutnya, karena yang aku tahu, 
lubang memeknya sudah sangat basah oleh cairan kemaluannya, seluruh 
tubuhnya seperti menegang, tapi itu tak berlangsung lama, karena, 
dirinya langsung terdiam dan tergolek dengan lemas.
Melihat Muti 
sudah mencapai orgasme, aku berusaha untuk tenang, tetapi kontolku sudah
 sangat tegang (walau masih tertutup oleh CD) dan ingin segera merasakan
 nikmatnya memek Muti. Aku segera mencium dan menjilati “lubang surga” 
itu, agar Muti bisa merasakan apa yang namanya multi orgasme. Usahaku 
ternyata berhasil, karena hanya dalam beberapa menit, tubuhnya kembali 
bergetar dan menegang. Diiringi desahannya yang sangat menggairahkan, 
Muti kembali merasakan kenikmatan itu.
Karena beberapa kali 
mengalami orgasme, Muti terlihat sangat lelah, meski tak dikemukakan, 
terlihat jelas bahwa dia sangat puas dengan oral yang aku lakukan. 
Dengan tersenyum, dia mencoba untuk melepaskan CD yang masih melekat 
ditubuhku. Tanpa ragu, dia mulai menjilat dan mengulum kontolku. 
Mendapat perlakuan seperti itu, aku yang semula mendominasi permainan, 
hanya diam saja menikmati permainan Muti. Dengan bibir indahnya, dia 
mengulum dan mengeluar masukan kontolku ke dalam mulutnya, dan sesekali,
 dengan menggunakan kelembutan lidahnya, dia mengusap dan menjilat 
kepala kontolku.
Gila.. ternyata Muti bukan hanya indah buat 
dilihat, ternyata Muti mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam 
merangsang dan memanjakan kita dalam permainan seksnya. Aku berusaha 
agar tidak sampai kebobolan ketika dia melakukan oral terhadapku, namun 
kenyataannya, semua spermaku telah memenuhi mulutnya, ketika secara 
reflek, aku menjambak rambut dan menarik kepalanya sambil mendesah 
menahan kenikmatan saat spermaku akan keluar. Tanpa perasaan jijik, Muti
 menelan semua sperma yang ada di dalam mulutnya, seperti tidak puas, 
dia menjilati kontolku yang masih ada sisa-sisa spermanya.
“Fik, enak juga ya rasa sperma lo, gurih-gurih gimana gitu..”, kata Muti memuji.
 Aku hanya tertawa sebentar mendengarnya, karena bola mataku tetap 
memandang lekuk-lekuk tubuh Muti yang telanjang tanpa sehelai benangpun 
menutupinya. Kuperhatikan lagi “lembah” yang dihiasi oleh bulu-bulu 
halus itu, ternyata, warnanya agak memerah, mungkin karena tergesek oleh
 lidah dan jari-jariku.
 “Makasih ya Mut..”, kataku sambil menciumi memeknya.
“Fik, boleh tidak kalau Muti minta memek Muti di jilatin lagi, abis enak banget sih..”, tanya Muti sambil memohon.
 “Boleh saja sih, tapi boleh tidak kalau Fik ngentot Muti, soalnya 
kontol Fik udah tidak kuat nich, pengen buru-buru berada di dalam memek 
Muti. Boleh yach?”
 “Muti takut Fik, kata temen-temen Muti, rasanya sakit banget, tidak mau ah.. ntar kalau sakit gimana?”, tolak Muti.
 “Pokoknya Muti rasain saja nanti, Fik apa temen Muti yang salah”, kataku sambil mulai menjilati memek Muti.
 Dengan melebarkan pahanya, dan mempergunakan kedua tangannya, Muti 
membantu melebarkan memeknya agar mempermudah ku di dalam mencumbui 
memeknya. Kujilati klitnya hingga dia menggelinjang tak karuan menahan 
rasa nikmat yang dia terima.
Sengaja aku terus menjilati klitnya, 
agar dia diamuk oleh gairahnya sendiri, ketika kulihat tubuhnya mulai 
menegang, dan mengalami orgasme, entah untuk yang keberapa kali, aku 
langsung memindahkan cumbuanku kedaerah putingnya yang sudah sangat 
kencang. Kuciumi bagian bawah susunya, kusedot dan kumainkan lidahku di 
daerah tersebut.
“Fik.. enak sekali sayang.. acchhh.. ooohhhh..”
 Muti menggelepar menahan birahinya yang semakin besar. Kulihat jari 
lentik Muti mulai bermain dibibir kemaluannya sendiri, dia terus 
mengelus, dan sekali-sekali memasukan jarinya ke dalam lubang memeknya 
yang sudah sangat basah karena banyaknya cairan pelicin yang keluar dari
 dalam memeknya memeknya. Sambil tetap membenamkan wajahku diantara dua 
gunungnya, tanganku secara perlahan menarik tangan Muti yang sedang asik
 mengeluar masukan jarinya. Awalnya dia menolak, tapi ketika aku bimbing
 jarinya kearah kontolku, Muti langsung menggenggam dan mengocoknya.
Setelah
 agak lama, aku meminta Muti agar dia berada diatas tubuhku yang sudah 
dalam posisi berbaring. Dengan perlahan, dia menaiki tubuhku. Sengaja 
aku menggesek-gesekan kontolku diantara lubang memeknya, ternyata benar,
 apa yang aku lakukan telah membuat kenikmatan yang dirasakan oleh Muti 
makin menjadi-jadi, diapun mulai bergerak menggesekan kontolku ke bagian
 luar memeknya. Akhirnya, walau dengan posisi berada di bawah, tanpa 
sepengetahuan Muti, aku berusaha mengarahkan kontolku agar bisa memasuki
 lubang memeknya. Muti terus menggerakkan dan menggesekan memeknya, dan 
tanpa disadarinya, ternyata kepala kontolku mulai bergerak memasuki 
memeknya ketika dia menggerakan pantatnya dari atas ke bawah.
Terasa
 lembut sekali ketika kepala kontolku menyentuh bagian dalam dari lubang
 surganya, ada perasaan nikmat yang sulit untuk diungkapkan, dan tanpa 
terasa, sudah seluruh bagian kontolku berada di dalamnya. Seperti 
kesetanan, Muti terus menggoyangkan pantatnya, sesekali terdengar 
rintihan dan erangannya. Akupun terus mengeluar masukan kontolku ke 
dalam lubang memeknya (walau agak sulit karena posisiku berada di 
bawah).
Secara reflek Muti langsung merebahkan tubuhnya diatas 
tubuhku ketika dia sudah mencapai orgasmenya. Namun karena aku belum 
orgasme, aku langsung membalikan badannya agar berada di bawah tubuhku. 
Dengan sedikit santai, aku terus menggerakan “junior”ku, namun karena 
tubuh Muti yang bersih dan terawat, birahiku tidak bisa mengerti jika 
aku ingin lebih lama menikmati kemulusan tubuhnya. Akhirnya spermaku 
keluar di dalam kehangatan lubang memeknya.
No comments:
Post a Comment