Pemilu 7 Juni 1999, yang baru saja lewat bagi sebagian orang kesannya 
penuh nuansa politis. Tetapi bagi saya, kesan sangat jauh berbeda, 
bahkan tidak akan pernah terbayangkan akan bermakna demikian dalam bagi 
saya pribadi. Kesan yang penuh sensualitas dan menggairahkan.
Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal 
biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak 
laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru saja
 selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima SD, 
lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang. Oh 
iya, panggil saja saya Yuli, asli Tolaki.
Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda 
Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus 
pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg Golkar untuk daerah 
tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu saya
 jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik, 
disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya 
dengan sepupu saya yang bernama, Ical. Saya belum ikut memilih, belum 
cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Ical sangat 
akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu SD,
 dan selalu menjadi teman main saya.
Senin itu, 7 Juni 1999, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan 
membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya 
sih oleh ibu, dan Ical juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh 
dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Ical untuk mijitin, Ical nurut
 saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Ical 
mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Ical, tangannya keras 
sekali, punggungku jadi fresh lagi.
"Duh, Cal.., mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..", kataku.
"Abis, posisinya nggak bagus kak", jawabnya.
"Kamu dudukin aja paha Kak Yuli, seperti biasa..".
"Tapi.., kak..".
"Alah.., nggak usah tapi.., biasanya kan juga begitu.., ayo..", Saya 
tarik tangan Ical memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau dia 
memijit saya pada waktu-waktu kemarin.
Ical akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat 
sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, 
pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak 
gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
"Kamu kenapa Cal, capek atau sakit..?", tanyaku.
"Tidak, tidak apa-apa kak", jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tidak 
karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak mau 
dirapatkan di pahaku, agak terangkat.
Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
"Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya", sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
"Tidak, tidak apa-apa kak..", jawabnya sambil menghindari cubitanku, 
malah tanganku tersenggol celana bagian selangkangannya yang seperti 
agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa 
isengku, karena memang saya dan Ical kalau main seperti anak-anak yang 
masih TK, asal ngawur saja.
"Loh.., itu apa di celanamu Cal, kok nonjol begitu.." Mendengar itu Ical
 merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, 
tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu 
menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
"Jangan Kak Yuli, Ical malu..", katanya. Dasar saya yang nakal, saya 
pelototin matanya, Ical langsung diam, dan tanganku leluasa memegang 
barang tersebut.
Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya 
yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Ical sudah menegang. 
Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan anak-anak dan 
sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seprti itu. Sementara 
Ical diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana 
saya tidak tahu.
Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Ical, semakin mengeras
 penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Ical mendesah
 tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang merah 
itu, Ical makin mendesah, "Ah.., ah.."
Kugenggam erat penis Ical dan kukocok-kocok dengan perlahan, semakin 
lama semakin kencang. Badan Ical ikut menegang, sambil kepalanya 
terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak 
mengerang, "Achh..".
Semakin kencang penis Ical kukocok, semakin menggeliat badan Ical 
membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Ical makin 
mengeras, "Ach.., achh..". Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin
 tidak tahan.., ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan 
reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis Ical.
 Rupanya Ical sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar 
atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.
"He Ical.., kenapa.." tegurku, sambil tetap mengocok penis Ical, 
"Achh.., achh.." Hanya itu yang Ical bilang, sementara tangannya 
meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan 
sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Ical meremas payudaraku, dan
 Ical lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan
 meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.
"Acchh.., acchh" erang Ical, saya mulai merasakan kenikmatan tersendiri 
pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan Ical dengan
 kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa
 yang ada pada Ical, hingga dia nekat menyosor payudaraku dan mengisap 
putingnya seperti anak bayi yang sedang menyusu.
"Aduh.., Ical.., aduhh" Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Ical.
Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Ical dari payudaraku, lalu 
kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul secara 
tiba-tiba, Ical balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah 
bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Ical menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga aku
 bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Ical, dan 
kupelorotkan celananya, hingga Ical bugil tanpa sehelai benangpun, dan 
kembali kukocok penisnya, sedangkan Ical kembali menyosor payudaraku 
yang sudah keras membukit.
Perlahan tangan Ical menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam 
rokku, "Acchh.., Acchh", Saya dan Ical terus mengerang dan 
menggelinjang. Tangan Ical menyelusup ke dalam CD-ku, lalu 
mengusap-ngusap vaginaku.
"Aduuhh.., Ical.." erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam
 vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Ical mempermainkan jarinya di 
dalam vaginaku.
"Acchh.., aduuhh.., acchh..". Tak tahan lagi, Ical menarik lepas rok dan
 celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat. Kemudian 
Ical mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya, sedangkan jarinya
 bermain dalam vaginaku.
"Acchh.." Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Ical yang keluar
 dari mulutku. Kemudian Ical berhenti menciumku, lalu ia mengambil 
posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan Ical 
lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh 
darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat di 
selangkanganku.
"aacchh, Ical.., apa yang kau lakukan..", tanyaku. Tapi terlambat, 
rupanya Ical sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan 
seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Ical mulai mengoyang batang 
penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai 
terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi 
vaginaku.
"Acchh.., Ical.., aduuhh Ical..", erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Ical dengan kedua kakiku 
sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung 
Ical. Semakin kencang goyangan penis Ical dan semakin keras pula erangan
 kami berdua.
"Acch.., aduhh.." Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat nikmat 
yang terdorong dari dalam.., dan erangan panjang saya dan Ical, "aahh". 
Bersamaan semprotan mani Ical dalam vaginaku dan semburan maniku yang 
menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan kubayangkan 
sebelumnya.
Ical menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua 
saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah 
terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih 
kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Ical, kami lalu berciuman lagi 
dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Ical, sehingga kembali 
menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga 
beberapa kali.
Hingga hari ini saya dan Ical, bila ada kesempatan masih mencuri waktu 
dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan 
yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Ical, ataupun di dalam 
kamar mandi.
TAMAT
      
     
     
No comments:
Post a Comment