Aku lupa kapan tepatnya semua ini dimulai, tapi itu terjadi kurang lebih
 ketika aku berumur 14 tahun. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. 
Seperti layaknya ABG, bentuk tubuhku mulai berubah. Payudaraku mulai 
tumbuh. Meski tidak semenonjol payudara Dina, teman sekelasku, namun 
payudaraku tetap terlihat menyembul ketika aku memakai kaos putih ketat 
favoritku. Kadang aku iri dengan Dina, tapi kadang aku justru kasihan 
dengan Dina. Payudaranya yang besar justru membuatnya tidak pede memakai
 kaos yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Dina selalu memakai kaos 
gombrong untuk menutupi bentuk payudaranya. Berbeda denganku yang sangat
 suka memakai kaos ketat yang memamerkan bentuk tubuhku. Bahkan kalau 
aku jalan berdua dengan Dina, cowok-cowok lebih sering melirik tubuhku 
ketimbang tubuh Dina. Tentu saja karena bentuk tubuhku terlihat jelas 
dibandingkan tubuh Dina di balik baju gombrongnya. Apalagi tubuhku lebih
 tinggi daripada tubuh Dina. Payudara kecilku nampak proporsional di 
tubuhku. Jadi meski sama-sama putih karena kami sama-sama keturunan 
Chinese, cowok-cowok di sekolahku lebih suka menggoda aku daripada 
menggoda Dina. Dan aku sangat suka kalau digoda.
Suatu kali aku diajak Mamaku jalan-jalan ke Jogja membeli stok untuk 
toko kami. Aku memakai tanktop hitam dan kaos putih ketat di luarnya. 
Tanpa beha. Mamaku sudah beberapa kali menyuruhku belajar memakai beha, 
tapi aku merasa tidak nyaman. Selain rasanya sesak, bentuk payudaraku 
jadi tidak seperti aslinya. Padahal aku suka kalau teman-teman cowokku 
mencuri-curi pandang ke arah payudaraku yang kadang putingnya terlihat 
sedikit menonjol.
Selama di Jogja, tiap kali aku berpapasan dengan cowok-cowok mahasiswa, 
mereka selalu melirik ke arah payudaraku. Waktu aku mampir di Gramedia, 
seorang mahasiswa bahkan mencoba curi-curi memfotoku ketika aku sedang 
berdiri membaca di rak novel. Aku memandang ke arah dadaku, ternyata 
memang putingku sedikit menonjol. Barangkali karena tanktop yang kupakai
 terlalu tipis. Seharian itu, aku menikmati tatapan liar para mahasiswa 
di Jogja, juga beberapa bapak-bapak gendut yang celananya jadi agak 
menonjol. Meski aku masih perawan, namun aku bisa membayangkan seorang 
dari mereka menggandeng tanganku menuju ruang tersembunyi, 
menghempaskanku ke meja lalu memelorotkan celana jeansku. Aku 
membayangkan vaginaku yang sudah basah perlahan dimasuki oleh penis 
coklat berkepala besar. Ooough.. membayangkannya saja sudah membuatku 
basah kuyup. Aku segera mencari kamar mandi lalu mengecek vaginaku. 
Benar saja, celana dalamku sudah basah oleh lendir. Lalu aku melakukan 
hal yang sedikit gila. Aku melepas celana dalamku, menyimpannya dalam 
tas kecilku lalu kembali memakai celana jeansku. Jadi aku sekarang tidak
 memakai celana dalam. Hal yang beresiko, sebab kalau aku basah kuyup 
lagi, celana jeansku akan langsung terkena lendir dan basahnya pasti 
terlihat sampai luar. 
Ketika aku keluar toilet, aku berpapasan dengan mas-mas petugas 
kebersihan di situ. Dia tersenyum lalu tak kuasa menahan matanya untuk 
tidak melirik ke arah payudaraku. Aku membuka tas kecilku untuk mencari 
uang seribuan. Ketika mau memasukkan uang itu ke kotak dana kebersihan, 
aku terpikir sesuatu yang sangat gila. Aku tidak hanya memasukkan uang 
itu ke kotak, tapi aku juga meletakkan celana dalamku tadi di meja 
petugas kebersihan itu lalu langsung berlari kecil kembali ke Gramedia. 
Si mas petugas kebersihan itu baru menyadari bahwa yang kuletakkan di 
situ adalah celana dalam ketika aku sudah agak jauh. Aku menoleh ke 
arahnya, ia sedang memegang celana dalamku, menoleh ke kanan kiri lalu 
memasukkannya ke saku celananya. Ouuch... aku seperti hendak berteriak, 
"Mas, perkosa aku mas.. perkosa aku..."
Hari itu aku merasa sangat bergairah, hingga aku memutuskan untuk 
mencoba untuk masturbasi pertama kalinya. Sambil memasuk-masukkan jari 
tengahku ke liang vaginaku, aku membayangkan mas-mas petugas kebersihan 
tadi menyeretku ke toilet pria, lalu menelanjangiku dan menghajar 
vaginaku dengan berbagai posisi. Mulai posisi berdiri bersandar di 
dinding hingga posisi nungging sambil memegang erat pinggulku. I feel 
very dirty, very naughty. 
Itulah awal kisahku sebagai seorang abege ekshibisionis muda. 
No comments:
Post a Comment