Friday 4 September 2015

Rini Keponakan Pembantuku yang nakal (1)


Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.
Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.
Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.
Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu.

Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw. Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap.

“mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka.
Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi.
Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.
Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu.

“Mbak....uuuh. enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar.

Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar.

“Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.
“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian. Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw.

Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.
“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.
“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”

Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.
Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali.
Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya.
Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya. Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.

“uh... Donn. Punya kamu perkasa banget sih. Nikmat banget....” dengan mimik muka yang merem melek menikmati hujaman kont*l gw ke dalam liang senggamanya.

“mem*k mbak Dian juga gak kalah enaknya. Bisa pijit pijit punya saya... mem*k mbak di apain sih... kok enak banget.”

“Ih... mau tahu aja. Gak penting diapain. Yang penting kenikmatan yang diberikan sama mem*k mbak sama kamu Donn....” sahut mbak Dian sambil mencubit pentil tetek gw.

“Donn... ooohh.... Donn.... mbak mmmmauu kluuuuaaarr... ooohh.” Ujar mbak Dian sambil mendahakkan kepalanya ke atas, berteriak karena mencapai puncak dari kenikmatannya. Dengan lunglai mbak Dian ambruk merebahkan tubunya yang telanjang tepat di atas badan gw. Untung saja posisi kamar mbak Dian jauh dari kamar kamar saudara dan ortu gw. Takutnya teriakan tadi membangunkan mereka dan menangkap basah persetubuhan antara pembantu dengan anak majikannya. Gak kebayang deh jadinya kayak apa.
Lalu karena gw belum mencapai kenikmatan ini, maka dengan menyuruh mbak Dian mengangkatkan pantatnya sedikit tanpa harus mengeluarkan batang kont*l gw dari dalam liang kenikmatannya. Masih dengan posisi women on top. Kembali kini gue yang menyodok nyodok mem*knya dengan bringas. Sekarang gw gak perduli suara yang keluar dari mulut mbak Dian dalam setiap sodokan demi sodokan yang gw hantam kedalam mem*knya itu.

“Donn.... kamu kuat banget Donn... aaah... uuuhhh... ssshhhh.... ooohhh...” erangan demi erangan keluar silih berganti bersama dengan keringat yang semakin mengucur di sekujur badan gw dan mbak Dian.
“Truuuus... Donn... sodok trusss mem*k mbak Doooonn. Jangan perduliin hantam truuuss.” Erangan mbak Dian yang memerintah semakin membuat darah muda gw semakin panas membara. Sekaligus semakin membuat gw terangsang.
“Suka saya ent*t yah mbak... kont*l saya enak’kan... hhmmm.” Tanya gw memancing birahinya untuk semakin meningkat lagi.
“hhhhhmmmm... suka....sssshhh... banget Donn. Suka banget.” Kembali erangannya yang tertahan itu terdengar bersama dengan nafasnya yang menderu dera karena nafsu birahinya kembali memuncak.
“Bilang kalau mbak Dian adalah budak seks Donny.” Perintah gw.
“Mbak budak seks kamu Donn, mbak rela meskipun kamu perkosa waktu itu.... Ohhhh... nikmatnya kont*l kamu ini Donn.”

Semakin kencang kont*l gw ent*tin mem*knya mbak Dian. Mungkin seusai pertempuran ranjang ini mem*knya mbak Dian lecet lecet karena sodokan kont*l gw yang tak henti hentinya memberikan ruang untuk istirahat.
Merasa sebentar lagi akan keluar, maka gw balikkan posisi tubuh mbak Dian dibawah tanpa harus mengeluarkan kont*l yang sudah tertanam rapi didalam mem*knya. Gw peluk dia trus gw balikin tubuhnya kembali ke posisi normal orang melakukan hubungan badan.
Gw buka lebar lebar selangkangan mbak Dian dan kembali memompa mem*k mbak Dian. Terdengar suara suara yang terjadi karena beradunya dua kelamin berlainan jenis. “plok... plok...” semakin kencang terdengar dan semakin cepat daya sodokan yang gw hantam ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali bila dalam posisi seperti ini, kont*l gw seperti menyentuh hingga rahimnya. Setiap di ujung hujangan yang gw berikan. Maka erangan mbak Dian yang tertahan itu mengeras.

Sampai saatnya terasa kembali denyut denyutan yang semula gw rasakan, namun kali ini denyut itu semakin hebat. Seakan telah di ujung helm surga gw. Gw tahan gak mau permainan ini cepat cepat usai. Setiap mau mencapai puncaknya. Gw pendam dalam dalam kont*l gw di dalam lubang senggamanya mbak Dian.

Tiba tiba rasa nikmat ini semakin.... ooohhh....ssshhhh...


Denyut denyut itu semakin menjadi... tanpa dapat gw tahan lagi. Akhirnya.
“Mbak... Donn... mau kluuuarr nih.....”
“Donn... jangan dicabut keluarin didalam saja, jangan sia sia in sperma kamu sampai terbuat. Kluarin di dalam aja Donn.” Seru mbak Dian yang mengharapkan agar gw memuncratkan didalam liang senggamanya itu.
“Aaaahh..... Crooot... Croot.” Akhirnya sperma gw keluar didalam liang senggama mbak Dian. Bagi mbak Dian sperma yang gw krucil.netkan di liang kewanitaannya sangat nikmat sekali, berbeda dengan mantan suaminya yang dulu.
Karena banyaknya sperma yang keluar. Ketika gw cabut kont*l gw dari lubang kewanitaan mbak Dian. Sedikit demi sedikit mengalir keluar dari selah selah belahan bibir vagina mbak Dian sperma yang tadi gw keluarin.
“Thank’s yah mbak. Mbak Dian kembali lagi menyalurkan hasrat saya untuk menyetubuhi mbak Dian yang ke sekian kalinya.” Ucap gw kepada mbak Dian sambil merebahkan badan gw yang lemas terkuras karena pertempuran yang membawa kenikmatan ini.
“Mbak yang minta terima kasih Donn. Bukannya kamu, kamu sudah mau memberikan kenikmatan yang slalu mbak dambakan ini.” Kata mbak Dian sambil meraih kembali batang kont*l gw yang sudah tergulai lemas.
“Mbak suka yah sama kont*l saya... nanti bangun lagi loh. Apa mbak Dian mampu meladeni hercules ini kalau nanti dia bangun kembali.” Goda gw ke mbak Dian sambil meremas remas gunung kembarnya yang berukuran 36 B itu dengan puting yang mungil seperti wanita yang belum menikah.
“Ihh.... kamu kuat banget sih. Bisa mati kalau kamu hantam lagi punya mbak sama tongkat ajaib kamu ini. Tadi saja mbak sudah berkali kali mencapai puncaknya. Sedangkan kamu hanya dua kali.”. “Donn... mungkin sungguh beruntung sekali bila nanti wanita yang menjadi istri mu.” Kata mbak Dian yang mengakui keperkasaan tongkat “Dewa Cabul” ini.
“hahahaha.... habisnya tubuh mbak sungguh mengiurkan bila hanya dipandang saja, kan lebih nikmat lagi bila dirasakan langsung.” Tawa gw.


Beberapa hari kemudian. Sepulangnya gw dari rumah temen gw di bilangan Mangga Dua, Jakarta Utara. Gw di kejutkan dengan sesosok hadirnya wanita yang memiliki paras ayu dengan mata yang bulat, seakan akan mengambarkan paras muka yang sangat mengiurkan bila di setubuhi. Bibir yang tipis merah merona bukan karena memakai lipstik, samar samar terlihat tumbuh bulu halus di pinggir bibir yang menantang untuk dicium. Memiliki postur tinggi badan sekitar 165cm, berkulit putih mulus. Memiliki rambut panjang hitam lurus sebahu, rambut halus yang tumbuh disekujur lengan putihnya pun menjadi sebuah pesonanya. Memiliki lingkaran dada 36 C yang membuat hati laki laki ingin melihat gundukan daging yang terbungkus itu secara langsung, didukung penuh dengan bongkahan pantatnya yang semok bagaikan buntut mobil BMW yang menungging kebelakang bila berjalan. Goyangannya begitu akan mengoda hati laki laki yang menatap pantulan pantatnya yang sungguh menawan itu.
Terbayang sepintas ingin menikmati tubuh indah itu meski bagaimana caranya, terlintas juga bila Rini menolak maka bakalan gw ambil jalan memperkosanya.

“Donn... kok ngelamun aja sih. Sudah makan blom, sana makan mbak Dian masak enak tuh hari ini. Katanya sih menu masakan yang paling kamu suka.”. “Sana makan dulu, jangan bengong...” tegur ibuku yang membuyarkan lamunan fantasi seks gw dengan Rini saat itu.
Akhirnya Rini mulai berkerja menjadi pembantu di keluarga gw. Sehari hari Rini suka pakai daster sedengkul. Terkadang kalau Rini lagi membersihkan ruangan keluarga, suka gw curi liat goyangan pantatnya yang bulat menantang untuk diremas itu. sekali kali kalau dia sedang menunduk membersihkan meja kaca diruangan tersebut. Terlihat dengan jelas buah dadanya yang menyembur ingin keluar dari BH yang ia gunakan, entah karena kekecilan atau buah dadanya yang terlalu besar untuk anak seusia Rini yang sekarang beranjak 17 tahun.
Hingga gw nekat untuk memenuhi hasrat setan gw ini.

Pernah waktu itu ketika keadaan rumah sedang kosong. Nyokap ke Bandung ada acara arisan ibu ibu. Bokap sibuk dengan urusannya sendiri di kantornya yang terletak di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta. Kakak gw masing masing sudah menikah dan punya keluarga masing masing. Sedangkan mbak Dian sendiri ijin pulang kampung untuk menengok anaknya hasil dari mantan suaminya. Sebelum pulang mbak Dian meminta untuk menyetubuhi dirinya sebelum nanti ia merindukan “tongkat ajaib” ini bila nanti di kampungnya. Begitulah mbak Dian kalau menyebut adik gw dengan sebutan itu. Mungkin ini juga gue anggap kesempatan emas bagi gw, karena saat ini keadaan rumah kosong hanya tinggal gw dan seorang wanita belia putih merangsang untuk segera menikmati bongkahan daging yang terbelah dan masih terbungkus rapi di balik celana dalam Rini. Serta dua gunung kembar yang jelas jelas hampir loncat dari rumahnya yang kekecilan.

Siang itu gw pura pura tidur di kamar gw, karena gw tahu jam berapa dia bersihin kamar gw, jamberpa dia nyapu dan jam berapa saja kalau Rini akan mandi.
Waktu itu gw tidur hanya mengenakan CD ketat yang secara otomatis membentuk lekukan lekukan di luar CD gw. Rini biasanya masuk kedalam kamar gw dengan mengetuknya terlebih dahulu, lalu akan masuk bila sudah gw iya kan.
Pertama tama dia kikuk lihat gw tidur terlentang dengan hanya mengenakan CD saja. Terlebih lagi Rini suka melirik nakal kearah selangkangan gw yang saat itu makin tegang kala lihat Rini memakai daster dengan lubang leher yang agak melebar dan tinggi daster yang Rini kenakan juga amatlah minim sekali. Lebih tepatnya daster itu di sebut dengan baju tidur terusan tanpa lengan tangan. Mengaitkan antara sisi depan dan belakang hanya dengan seutas ikatan tali berwarna putih.
Melihatnya saja membuat tangan gw terasa gatal sekali ingin cepat cepat menerkam tubuh sintal itu dan menindihinya di bawah tubuh gw. Merasakan seluruh jengkal tubuhnya, terutama merasakan membelah durian kampung rasa kota metropolitan.

Sekitar 20 menit kemudian, tiba tiba Rini meninggalkan sapu yang di tangannya, tergeletak di bawah lantai. Perlahan lahan gw perhatiin gerakkannya yang mulai serba salah itu. Mengendap endap Rini berjalan menghampiri gw yang pura pura tertidur di atas ranjang gw yang berukuran no 1. Kemudian ditatap seongkongan batang yang tersembunyi menantang di balik Cd yang gw pakai.
Dalam hati gw, akhirnya dugaan gw tentang wanita berbulu halus di lengan dan pahanya ternyata benar. Bahwa memiliki hasrat seks yang tinggi untuk merasakannya.
Dengan posisi Rini berdiri di sisi ranjang, mulai perlahan tangannya ia julurkan mendekati punya gw yang tersembunyi itu. Di usap usap batang kont*l gw seirama. Naik... turun... yang terkadang diselinggi dengan pijatan kecil pada katong pelir dan usapan halus di kepala kont*l gw yang membengkak karena tegang dan keluar dari sisi atas CD yang gw pakai itu.
Hati hati dia mulai menarik ke dua sisi atas CD gw, pelan pelan hingga membebaskan hercules yang sedari tadi ingin keluar.
Digenggam batang kont*l gw dengan tangan kanannya dan mulai memainkan batangnya sambil menaik turunkan tangannya di barengi jilatan jilatan kecil yang menyapu permukaan kepala kont*l gw yang terlihat mengkilap membengkak karena rangsangan yang diberikan oleh Rini lewat jilatan jilatan lidahnya yang sangat nikmat itu. lama lama semakin beringas Rini melahap batang kont*l gw hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya. Terasa sekali ujung batang kont*l gw mneyentuh hingga kerongkongannya. Terkadang digigit kecil pada helm surga gw. Akibatnya geli seperti ingin kencing.
Tak hanya itu. samar samar terlihat tangan sebelah kirinya mulai terselip diantara dasternya dengan kaki yang terbuka agak tertekuk pada lututnya. Rintihan demi rintihan silih berganti, seperti sudah tak memperdulikan keberadaan gw yang sedang ia nikmati. Akhirnya memang gw akui sendiri permainan yang Rini lakukan sangat nikmat sekali, melebihi bibinya yang slama ini gw anggap paling pro dalam hal seperti ini. Erangan gw akhirnya keluar juga dari sekian lama gw tahan agar dia nikmatin dulu hal yang ia lakukan terhadap hercules gw.

“Rin... kamu sedang apa... kok celana dalam saya kamu buka. Dan bukannya kamu sedang membersihkan kamar saya.” Pura pura gw kaget dan memergoki Rini sedang mengoral kont*l gw.

Mungkin karena malu karena tertangkap basah mengoral anak majikannya yang sedang tidur. Rini langsung keluar dengan muka yang merah karena malu. Gw pun gak tinggal diam, gw susul Rini yang keluar tanpa berkata apa apa. Terlihat di ruangan tengah. Rini sedang duduk sambil menutup mukanya karena kejadian yang tadi itu. perlahan gw mendekati Rini dan duduk sebelah kiri sampingnya.

“Kenapa Rin... kok malahan diam saja.” Tanya gw dengan nada yang sopan teratur, seakan seorang dosen fakultas yang bertanya kepada mahasiswi yang bersalah.

“Rini... malu sama kakak...” jawab Rini dengan masih menutup muka cantiknya. Dengan sedikit rambut halus yang tumbuh di atas bibir merah tipisnya.

“Kenapa malu... apa karena tadi Rini mengoral kakak yah... kalau boleh kakak tahu. Kamu tahu hal itu dari mana Rin...” tanya gw kembali sekedar ingin tahu pengalamannya tentang oral kelamin laki laki.

“mmmmhh... Rini pernah nonton dirumah temen Rini. Rini lihat cewek menghisap punya laki lakinya dengan begitu enaknya.” Jawab Rini dengan sejujur jujurnya menceritakan pengalamannya tentang hal mengoral.

“Trus kenapa tadi... saat kak Donny sedang istirahat. Kenapa kamu membuka celana dalam kakak dan mengoral kemaluan kakak dengan begitu nikmatnya.” Tanya gw yang seperti mengintrogasi seorang tersangka pembunuhan tingkat kakap.

“Habis... punyanya kakak gede banget dan membentuk diluar celana kak Donny. Rini pertama tama hanya penasaran saja ingin melihat bentuk punya kak Donn... tapi, Rini gak tahu. Tiba tiba Rini ingin sekali memasukkan punya kak Donny kedalam mulut Rini. Layak seperti film yang pernah Rini tonton di rumah teman Rini itu.” jawab Rini dengan begitu polosnya ingin tahu dan merasakan menghisap kelamin laki laki.

“Trus sekarang Rini masih pengen... atau mau rasa yang lebih dari yang tadi Rini lakukan terhadap kak Donny barusan.” Tanya gw dengan mengusap usap paha putihnya yang terlihat hingga pangkal pahanya.

Rini bagaikan terkunci bibirnya untuk menjawab penawaran gw itu. hanya dengan menganggukna kepalanya yang berartikan iya.
Perlahan gw kecup bibir tipis yang sempat membuat gw ingin sekali merasakan nikmat bibir gadis berumur 17 tahun yang sekarang terpampang dihadapan gw.
Dengan lembut gw mengecup bibir Rini, perlahan gw sapu setiap detail bibir itu. lembut, halus, seperti makanan agar agar. Perlahan gw menurunkan celana gw bersamaan dengan CD yang tadi sempat Rini turunin.
Gw tuntun tangan kirinya menuju hercules yang telah siap sedari tadi bertahan ingin ikut merasakan kembali usapan dan hisapan gadis 17 tahun ini lagi.
Di usap usap batang kont*l gw yang menegang dengan keras, bersamaan dengan nafas yang semakin meninggi karena didera nafsu darah perawan yang belum terjamah oleh laki laki. Tak ingin kalah dengan kegiatan tangan Rini, kini tangan gw mulai mengusap lembut gunung kembar yang membusung menantang untuk diremas oleh tangan perkasa. Tanpa gw perintah atau gw kasih petunjuk. Rini dengan kesadarannya membuka daster berserta bra kekecilan yang menutupi buah dadanya yang berukuran 36 C dengan pentil merah kecil menantang ingin sesegera di hisap dan mungkin di gigit kecil.
Sesaat langsung gw tarik tubuh mungil itu ke dalam jangkauan dekapan gw. Dengan sigap gw hisap puting susu Rini yang menantang dan ternyata telah mengeras sedaritadi. Rini ternyata tak ingin hanya dia seorang yang merasakan kenikmatan ini bila pasangannya tak merasakan kenikmatan ini juga.
Disambar batang kont*l gw tegang mnegacung tegak berdiri, berirama dengan desahan suaranya. Rini memanjakan kont*l gw dengan sangat lembut. Seakan akan tahu benda yang kini ia genggam sekarang adalah pusaka seseorang yang sekarang memberikan ia kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Uuuuhh....ssshhh... uuuuuhhhhh.... Kak... uuuuuhhh. Enak banget kak... Uuuuuhh...” desah Rini tanpa melepaskan genggamannya dari batang kont*l gw. Seakan akan takut kehilangan tongkat pusaka warisan nenek moyang.

“Rin... enakkan. Kak Donny gak bohongkan... ini hanya pemanasan saja. Nanti... nanti permainan yang sesungguhnya Rini akan merasakan melayang ke surga tingkat tertinggi.” Seru gw memancing agar birahi Rini semakin terbakar dengan omongan gw.

“HHmmm... enak kak... enak... uuuuuhhhh....uuuuhhhh....kak. berikan Rini kenikmatan yang kakkkaak jannnjiiin iiiituuuu...” seru Rini dibarengi dengan desahan yang tertahan

november rain

Papa Maya telah meninggal. Mamanya cantik dan seksi karena keturunan Italy-Medan, walaupun sudah berumur 36 tahun saat sedang memperkenalkan calon Papa Maya yang umurnya baru 29 tahun, cakep dan kaya. Anak pertamanya bernama Rina baru kelas 2 SMA dengan tinggi 165 berwajah cantik dan berkulit putih bersih, dan Maya dalam usianya yang ke 15, masih duduk di kelas 3 SMP, walaupun tidak secantik Rina tapi wajahnya oval, sangat manis dengan tubuh yang sangat seksi. Sedangkan yang terkecil bernama Lita kelas 1 SMP, masih sangat kekanak-kanakan.

Frans, calon Papa tersebut adalah orang yang sangat mengasyikkan dan baik hati, sehingga Maya dan saudaranya tidak keberatan dengan pilihan Mamanya. Suasana keluarga begitu nyaman setelah 3 bulan pernikahan Mama mereka. Lita yang paling bungsu begitu dekat dan lekat dengan Frans, seakan memang Papa kandungnya.

Suatu hari Sabtu yang takkan dilupakan, Maya pulang pagi karena ada rapat sekolah. Di rumah biasanya cuma ada Rina yang masuk sekolah siang, jadi Maya yang kecapekan setelah pelajaran olah raga langsung masuk kamarnya di lantai 2. Selang beberapa saat Maya merasa haus dan saat mengambil minum dia baru sadar kalau dia tidak melihat Rina. Maya ke kamar Rina untuk melihat keberadaan Rina, namun sebelum mengetuk pintu dia tertegun mendengar suara asing dari kamar Rina. Penasaran, Maya mengambil kursi dan mengintip dari lubang angin di atas pintu kamar Rina. Dilihatnya Rina dan seorang cowok yang tampaknya adalah pacar Rina sedang bergurau layaknya orang bergulat.

Mereka tertawa cekikikan saling menggelitik, namun tiba-tiba tawa mereka berhenti saat cowok itu mengecup bibir Rina pelan. Rina yang terkejut hanya memandang sesaat kemudian membalas lembut. Mendapat reaksi tersebut sang cowok melancarkan ciuman mautnya sampai Rina mendesah, membalas perlakuan lidah cowoknya yang menari dalam rongga mulutnya. Saat si cowok mengecup leher jenjang Rina, perlahan Maya melihat tangan si cowok mengusap dada Rina perlahan dan meremas lembut.

Rina tampak semakin bernafsu dan tak keberatan saat tangan si cowok menelusup ke dalam kaosnya dan meremas lebih keras payudara Rina yang ranum, bahkan desahan Rina semakin panjang. Mulut Rina terpekik lirih ketika kaosnya terangkat, ternyata kaitan branya sudah lepas sehingga dua bukit itu terpampang dengan indahnya, dan mulut cowoknya pun menjilati puting susunya bergantian. Sambil menjilati, tangan si cowok ganti berpindah mengelus paha Rina yang tertutup kulot selutut, menyingkap kulot sepangkal paha tersebut sehingga memamerkan paha putih mulus Rina. Sedangkan tangan Rina mengangkat kaos cowoknya dan membelai dada cowok itu dengan penuh nafsu. Namun tiba-tiba Rina memegang "adek" si cowok lalu dengan isyarat Rina meminta cowoknya rebahan. Rina membuka ritsluiting celana panjang si cowok dan mulai mengulum kemaluannya yang tiba-tiba tegak mengacung keluar, maju mundur dan sesekali menjilati ujung kemaluan cowoknya sampai cowoknya mendesah kenikmatan.

Kaki Maya masih bergetar tak mengerti ketika melihat cairan putih keluar dari kemaluan cowok Rina dan menumpahi muka Rina, membuat cowok Rina tampak tegang. Lalu dengan hati-hati Maya turun dari kursi dan mengembalikan kursi ke tempatnya, lalu berlari kecil menuju kamarnya. Usai menutup pintu masih terbayang kenikmatan kakak dan pacarnya saat bercumbu. Perlahan tangannya masuk ke dalam celana dalam dan menggosok kemaluannya perlahan, Maya tetap tidak mengerti mengapa tampak begitu nikmat. Sampai akhirnya Maya tertidur.

Ketukan di pintu membangunkan Maya, ternyata hari telah sore dan Mama membangunkannya untuk mandi. Karena masih shock dengan kejadian tadi pagi, Maya minta ijin untuk menginap di rumah Inge, teman akrabnya. Mama mengijinkan asal jangan sampai minggu sore, takut mengganggu belajar untuk hari Senin. Maya menyanggupi dan berangkat dengan taksi tanpa menelpon Inge karena sudah terbiasa menginap di sana.

Rumah Inge cukup besar, tetapi bonyoknya (orangtuanya) jarang ada di rumah dengan kesibukan masing-masing. Saat kaki Maya melangkah masuk, dia sempat terheran dengan sebuah mobil jip yang terparkir di halaman rumah Inge. Setelah menekan bel, Inge keluar dengan muka surprise.
"Kebetulan sekali, ada beberapa temanku yang akan menginap di sini. Ayo masuk, kuperkenalkan," tukas Inge cepat.
"Bonyokmu?" Tanya Maya, yang dijawab Inge dengan mengangkat bahu, lagi-lagi bepergian.

Maya melangkah masuk dan diperkenalkan dengan 3 cowok dan 2 cewek. 2 cowok, Robby dan Jody, sudah kelas 2 SMA, sedangkan Andhy adalah teman sekelas Inge. Inge dan Maya adalah teman SD, tapi SMP mereka terpisah. 2 cewek yang lain, Adri dan Shinta, adalah teman sekelas Inge juga. Bertujuh mereka bercanda sambil sesekali makan snack yang disediakan Inge. Menjelang tengah malam, Inge mengajak mereka ke ruang tengah dan mengeluarkan sebotol sampanye milik Papanya, ternyata dalam rangka jadiannya dengan Andhy. Maya menolak minum untuk kedua kalinya saat tenggorokannya terasa terbakar, Inge hanya tertawa sambil memeluk Andhy. Namun begitu teringat pada kejadian di rumah, Maya menenggak beberapa teguk sampai kepalanya pusing. Dan Maya pun tergeletak, saat lamat-lamat dia mendengar suara house musik membahana. Pasti kerjaan Inge, pikirnya. Inge memang korban kurang perhatian, apalagi dia anak tunggal.

Entah berapa lama dia tak sadar saat tiba-tiba perutnya mual dan muntah tepat di bawah sofa. Lampu ruang tengah telah berganti temaram, namun dia sempat melihat Inge dan Andhy berpelukan tanpa baju sehelaipun di lantai dengan kemaluan melekat erat dan wajah puas. Maya tertegun. Oh tidak lagi, pikirnya. Dengan dipaksakan dia berjalan menuju kamar Inge, namun sampai di pintu bukanlah pemandangan yang diharapkan. Tampak Shinta telentang telanjang merintih dan mendesah dengan separuh badan di atas tempat tidur sedang Robby tampak sedang berusaha memasukkan kemaluannya ke lubang vagina Shinta yang tampak kecil. Suara Shinta terpekik kesakitan saat tiba-tiba Robby mendorong masuk, menyobek selakangan Shinta sampai berdarah, lalu meneriknya keluar perlahan-lahan.

Sesaat tadi Maya melihat Shinta kesakitan, tetapi semenit kemudian yang dilihat justru Shinta mendekap Robby erat sambil mendesah keenakan. Goyangan-goyangan mereka menggugah nafsu Maya, sehingga Maya berbalik dan mencoba melangkah ke kamar utama, pikirannya berharap semoga dia tidak melihat satu pasang yang lain bercumbu, Jody dan Adri. Dan Maya pun menghela nafas lega saat dilihatnya Adri terkapar mabuk di sudut ruangan yang ia lewati. Maya memasuki kamar utama dan akan melempar tubuhnya ke atas tempat tidur ketika tiba-tiba ia ingin muntah lagi dan bergegas menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.

Setelah muntah untuk kesekian kalinya, Maya mendengar siraman di WC dan baru sadar bahwa Jody sedang memandangnya dari atas WC, rupanya ia sakit perut. Kaki Maya tertahan melangkah ke luar saat tangan Jody memeluk dari belakang dan mencium lehernya. Maya ingin berontak, tapi rasa penasaran dan perasaan yang timbul akibat ciuman Jody membuatnya malah memejamkan mata. Tangan Jody dengan sangat bernafsu meremas dada Maya dari belakang, lalu menarik kaos Maya keluar dari kepalanya. Lunglai rasanya kaki Maya saat tangan Jody juga melepas bra dan meremas payudara yang belum tumbuh sempurna dengan leluasa. Disela kenikmatan yang Maya rasakan dia merasa ada tonjolan menusuk pantatnya, bagian bawah tubuh Jody telanjang!

Maya terkejut saat Jody menggendongnya keluar dari kamar mandi dengan mulut yang menghisap-hisap payudaranya bergantian, kanan kiri. Benar-benar suatu kenikmatan bagi Maya, membuatnya tak sadar saat Jody merebahkannya ke tempat tidur dan membuka celana dan CDnya tanpa melepas hisapan di dada Maya. Sesaat Jody melepas ciumannya dan membuka kaosnya sendiri, dan Maya pun melihat kemaluan Jody yang tegak lurus, membuat Maya ingin memegang. Jody memejamkan mata ketika Maya memegang adeknya dan mengecupnya lembut, lalu Jody membalikkan tubuh sehingga mereka melakukan posisi 69.

"Mmmngh, trus Jod.. enak..!", desah Maya tak tertahan. Jody semakin mencium vagina Maya, mencari klitoris Maya dan menjilatinya bernafsu. Maya semakin belingsatan dan mengocok kemaluan Jody sambil menghisapnya membuat Jody mengerang.
"Aaahh, aku pe..ngen.., aahh..", pekik Maya saat merasakan ada dorongan kenikmatan yang kuat ingin keluar dari lubang kemaluannya, Maya orgasme sembari menyedot "adek" Jody keras-keras yang ternyata juga menyebabkan Jody mengeluarkan sperma mengisi penuh mulut Maya. Maya yang sedang orgasme tidak mempedulikannya, terus menggelinjang sampai beban itu terlepaskan.

Maya terbangun ketika ada sinar matahari yang masuk dalam kamar. Sudah jam 1 siang, dilihatnya Jody mendengkur keras disisi ranjang yang lain dengan telanjang bulat. Cepat-cepat dia bangun dan berpakaian, setelah itu dia keluar kamar dan melihat Inge dan Andhy tetap berpelukan dang posisi yang berbeda, mungkin mereka melanjutkan kembali. Setelah merapikan diri, Maya bergegas menelpon taksi dari HP-nya seraya bersyukur tidak kehilangan kehormatannya.

Saat di dalam taksi dia menerima SMS bahwa Rina dan Lita sedang ada di Mall dan mengajaknya, namun Maya malas mana badan terasa hancur. Sampai di rumah dalam keadaan terkunci, Maya membuka pintu dari kunci yang terletak di tempat tertentu, kemudian mandi menyegarkan tubuh dan mengisi perutnya yang keroncongan. Setelah mengunci pintu, Maya masuk kamar berniat melanjutkan tidur. Namun belum sempat matanya terpejam, didengarnya mobil Papa barunya datang. Tampaknya hanya berdua dengan Mama sebab tidak terdengar suara Kakak dan Adiknya.

Tiba-tiba suara hening sekali membuat Maya curiga dan keluar dari kamar, menuruni anak tangga yang kedua dan Maya langsung menunduk menyembunyikan badan ketika didengar langkah berat menuju ke arahnya, dilihatnya Mama berciuman sambil membuka pakaian Frans yang kemudian dibalas oleh Frans dengan melucuti pakaian Mama. Maya tak bisa bergerak bersembunyi di balik pagar tangga karena mereka berada tepat dibawahnya.

"Masih mau lagi..?", suara Mama terdengar menggoda. "Aaaw..!", jerit Mama kemudian saat Frans menjawab dengan jilatan di selangkangan Mama. Mama tak bisa berdiri dan menjatuhkan diri di sofa, mendesah dan menjerit pelan sambil meremas susunya sendiri. Maya terbelalak melihat ukuran kemaluan Papa barunya yang sangat besar, hampir 20 cm, dan mencabik vagina Mamanya dengan suara decak yang keras. Desahan dan erangan keduanya silih berganti, berganti posisi dengan gaya hewan, sambil berdiri, dengan mulut sama-sama ternganga nikmat. Maya terpana melihat keduanya, walaupun capek mau tak mau perasaan aneh itu muncul lagi. Maya ingin tidak melihat tapi ini jauh lebih seru dari yang telah ia lihat. Tiba-tiba terdengar jeritan mereka bersamaan membuyarkan lamunan Maya, dan Maya melihat keduanya roboh tak bertenaga. Cepat-cepat Maya beranjak tak bersuara, dan entah perasaannya atau tidak, dia sempat melihat Frans mengedipkan mata kepadanya.

Seminggu setelah itu Maya masih mencoba melupakan setelah Inge merengek-rengek minta maaf karena Maya merasa di jebak. Namun Maya menganggap semuanya udah lewat dan dia berbaikan lagi dengan Inge. Maya pun mengajak Inge untuk menginap di rumahnya sekedar untuk menghibur diri, Inge bersedia.
Sore hari Inge datang dengan membawa berbagai macam coklat kesenangan Maya, sesaat sebelum Frans datang. Frans masuk rumah dan sempat melirik Inge yang memakai celana pendek dan kaos U can C, apalagi Inge menghormat sambil menunduk menampakkan belahan dadanya.

"Baru pulang kantor, Om?" Tanya Inge berbasa-basi.
"Nggak. Ntar balik lagi, hanya ambil barang Mamanya Maya, dia harus ke luar kota 2-3 hari."
"Lho Papa nggak ikut?" Tanya Maya.
"Nggak, Papa lagi ada proyek yang nggak bisa ditinggalin." Jawab Frans sambil tersenyum masuk kamar.
"Papamu cakep, aku mau.." bisik Inge, langsung dibalas cubitan oleh Maya.

Jam sepuluh malam Maya tidak dapat menahan kantuknya, tapi Inge masih ingin nonton TV jadi Maya tidur naik ke lantai 2 untuk tidur duluan. Rina dan Lita sudah tidur dari tadi. Hampir tengah malam saat Frans datang dan membuka pintu, dilihatnya Inge lagi asyik menonton TV sambil tengkurap, memperlihatkan paha putih mulus di bawah celana pendeknya dan bentuk pantat yang indah.

"Belum tidur?" Tanya Frans.
"Eh, Om, belum nih lagi seru filmnya," jawab Inge hanya menoleh sebentar tanpa merubah posisi nonton. Frans masuk kamar berganti piyama lalu kembali ke ruang TV, melihat tubuh gadis 15 thn tengkurap tanpa beban.
"Bagus ya?" Tanya Frans sambil duduk di sebelah kaki Inge dan memandang lekat punggung Inge mencari siluet tali bra, tak ada.
"Drama sih, tapi kadung tahu ceritanya," jawab Inge tanpa menoleh.
"Kecil-kecil kok nonton begituan," goda Frans saat ada adegan making love sesaat.
"Kita udah ngerti lagi. Biasa Om, anak sekarang," lagi-lagi Inge cuek.

Tiba-tiba Frans merasa pantat Inge sedikit bergesek ke kiri dan kekanan, lalu Frans sadar bahwa Inge terbawa suasana adegan film yang memang seharusnya gak layak ditonton seumuran Inge. Sedikit lagi, pikir Frans. Frans berdiri mengambil soft drink dan kembali duduk di sebelah Inge, lalu pura-pura tak sengaja minuman sedikit tumpah ke paha Inge sehingga Inge kaget dan hendak bangun.

"Ups, maafin Om. Udah tetap tiduran aja, Om bersihkan," sahut Frans cepat-cepat dan menahan tubuh Inge agar tetap tiduran. Inge kembali keposisinya, membiarkan Frans mengusap ceceran soft drink di pahanya. Tangan Frans membersihkan ceceran dengan lembut, lama-kelamaan menjadi belaian yang semakin naik menuju pangkal paha. Inge menggeliat geli tapi membiarkan tangan Frans membelai.
"Om.." Seru Inge tiba-tiba ketika dirasakan lidah Frans menjilati pahanya geli.
"Biar gak lengket," jawab Frans singkat sambil meneruskan jilatannya.

Inge merasakan geli kenikmatan, kepalanya tidak lagi mendongak menonton tapi menunduk mendesah. Tangan Frans membelai-belai pantat Inge sementara lidahnya menjilati paha Inge. Sedikit pantatnya dia angkat ketika Frans memeloroti celana pendeknya, meneruskan lidah menuju pantat Inge. "Ah.., Om.." desah Inge saat lidah Frans bermain di permukaan vaginanya yang masih tertutup celana dalam. Jari jempol Frans memijit-mijit bagian depan vagina Inge, merasakan nafsu Inge yang semakin besar membuat vaginanya semakin basah. Frans membalikkan tubuh Inge menjadi telentang dan menjilati klitoris Inge sementara tangannya bergerak ke dalam kaos buntung Inge meremas payudara bersamaan. "Om.. Geli.. Enak.." Inge sesekali menggelinjang. Frans mendudukkan Inge dan melepas kaos Inge sehingga telanjang bulat, mengangkat tubuh Inge jongkok ke pangkuannya dan menjilati payudara Inge. Kemaluan Frans menyembul di belahan piyamanya, menyentuh kulit vagina Inge dan Inge bergerak maju mundur menggesek-gesek. "Om, masukin.." Pinta Inge memelas.

Tanpa melepas kuluman di puting Inge, tangan Frans membuka tali piyamanya sehingga bagian depan tubuhnya terbuka. Tangan Inge menjamah kemaluan Frans dan menuntun menuju lobang kemaluannya, dan bless.. kemaluan Frans masuk pelan-pelan saat Inge menekan. Mulut Inge ternganga merasakan besarnya kemaluan Frans, sedkit tekanan hanya separuh kemaluan Frans yang dapat masuk. Inge mengangkat pantatnya dan menekannya kembali berulang-ulang sambil bergoyang sampai kemaluan Frans bersisa sedikit yang tidak masuk. Frans merasakan kenikmatan jepitan vagina Inge dan mempercepat kocokannya. Inge memeluk Frans dan menekan kuat-kuat sebelum akhirnya menjerit tertahan pertanda orgasme.

Tubuh Inge berkelojotan di atas tubuh Frans yang menikmati orgasme Inge. Lalu Frans mengocok lagi walaupun Inge masih belum sadar dari orgasmenya. Saat Inge membuka mata, Frans tersenyum, lalu Inge menundukkan kepala dan mulai mengulum kemaluan Frans. Frans memejamkan mata menikmati kuluman Inge, dijilati sampai ke testis dan disedot dalam-dalam. Lalu Inge mengocok dengan mulutnya, dan Frans mengerang memuncratkan sperma ke leher dan dada Inge.
"Makasih Om, Inge suka," ujar Inge sambil mencium pipi Frans lalu memakai pakaian kembali dan naik ke lantai 2 menuju kamar Maya. Frans masih terhenyak merasakan sisa-sisa kenikmatan dari sahabat anak tirinya. Namun tujuannya belum tercapai seluruhnya.

Maya terheran melihat Inge masih mendengkur padahal hari sudah siang, dia tidak mengira Inge talah menikmati Papa tirinya. 2 hari kemudian Maya ijin pulang dari sekolah karena gak enak badan. Ketika tiba di halaman rumahnya dia melihat cowok kakaknya keluar rumah dengan muka merah, pasti mereka sedang bertengkar. Maya tak suka mencampuri masalah orang lain, jadi dia cuek saja dan masuk ke dalam rumah. Saat Maya melewati kamar Rina didengarnya kakaknya menangis, namun langkahnya tertahan ketika ada suara lawan bicara Rina yang sangat dikenalnya, Frans.

"Sudahlah, cowok gak hanya dia. Biarkan saja, nanti juga kembali," suara Frans lagi-lagi terdengar. Maya tidak mengerti mengapa Frans tidak kerja, dan rasa penasaran Maya membuatnya melongok ke kamar Rina yang pintunya sedikit terbuka. Dilihatnya Rina memeluk Frans sambil menangis, kaosnya yang kedodoran tampak lusuh habis bertengkar, tampak tali bra hitam Rina terlihat. Frans balas memeluk sambil mengusap punggung Rina. Anak tirinya yang satu ini memang yang paling cantik, bulan depan berumur 17.

Dengan kaos kedodoran, Frans dapat mengintip belahan dada Rina yang montok, sekitar 34B. Paha putih Rina tampak membayang di balik kulot tipis yang sedikit tersingkap. Frans menahan nafsunya sambil terus mengusap punggung Rina, mengusap-usap di sekitar tali bra Rina dan seolah tanpa sengaja melepas kaitan branya. Rina tertegun saat tali branya lepas, bagaimanapun dia tadi sedang horny saat cowoknya kelepasan memanggil nama cewek lain. Lalu Rina memandang Frans lekat-lekat, mendekati wajah Frans dan menciumnya. Frans membalas ciuman Rina seolah sayang, tapi ketika bibir Rini berkutat semakin dalam, Frans membalasnya tanpa sungkan.

Tangan Frans tidak lagi mengusap punggung Rina dari luar, tapi sudah masuk ke dalam kaos Rina dan menyingkap kaos Rina ke atas lalu akhirnya menariknya hingga lepas. Rina hanya diam saja saat Frans mendorong tubuh Rina rebah di atas ranjang, membuka bra hitam Rina dan mulai mencium leher Rina sementara tangannya membelai dan meremas payudara indah Rina.
"Pa..," desah Rina keenakan. Frans terus menciumi dan menjilati leher Rina, lalu turun menuju belahan dadanya dan menggoda dengan jilatan-jilatan kecil di puting susu Rina sehingga Rina memeluk kepala Frans menekan ke dadanya.

Tangan Frans mulai menurunkan kulot dan celana dalam Rina sampai terlepas, kemudian membelai paha putih mulus Rina sampai pangkal paha. Rina membuka kemeja Frans, dan meremas tonjolan di celana Frans. Frans menghentikan ciumannya saat Rina membuka sabuk celananya dan memelorotkan celana panjang Frans. Lalu Rina membelai kemaluan Frans yang keras berotot di balik celana dalam, mengecup kepala kemaluan Frans yang mengintip di pinggiran celana dalam Frans sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya setelah membuka celana dalam Frans. Frans membelai rambut Rina seraya meremas payudaranya saat kepala Rina naik turun di selangkangan Frans. Sesekali Rina menjilati kemaluan yang semakin lama semakin membesar sampai tak cukup lagi Rina mengulum sampai pangkal.

Saat Rina berhenti melakukan aktifitasnya karena tergengah-engah dan mengambil nafas, Frans balas mulai menciumi vagina Rina yang masih perawan. Lidahnya mencari klitoris yang masih tersembunyi dan menjilatinya sampai Rina merintih-rintih. Sebuah daging kemerahan yang terlihat di belahan daging selakangan Rina dijilatinya, sedikit ditarik dengan bibirnya, sampai muncul sebuah lubang kecil tanda terangsangnya Rina di kemaluannya, dan Frans membelainya deng lidahnya sambil memasukkan ujung lidahnya. Rina menggelinjang tak keruan, keringat bercucuran namun kenikmatan terasa begitu menggoda.

"Aaahh.. Pa,.. A.. ku.., keluar..," erang Rina tiba-tiba menekan kepala Frans semakin dalam ke vaginanya dan menjepitnya dengan paha. Frans menarik sedikit klitoris Rina dengan bibir sehingga Rina merasakan orgasme yang cukup lama. Lalu Rina tergeletak lemas.

Frans bangun memandang keindahan gadis 17 tahun yang sangat elok itu. Kedua kaki Rina dilebarkan sampai kemaluan Rina yang berwarna kemerahan sangat mengundang. Frans menempelkan ujung kemaluannya ke lobang kemaluan Rina dan menekan sedikit demi sedikit. "Auh.. Pa, sakiit..," jerit Rina tertahan saat kemaluan Frans mulai menerobos kemaluan Rina. Frans langsung menindih Rina, menciumi bibirnya dan meremas kedua payudara Rina namun tidak menggerakkan kemaluannya, setidaknya dengan ujung yang tepat Frans tinggal menekan saja setelah pas waktunya.

Rina mulai terhanyut kembali oleh cumbuan Frans dan mulai terangsang kembali. Sedikit demi sedikit justru Rina yang bergoyang memperlancar masuknya kemaluan Frans. Namun karena terlalu besar, hanya separuh kepala saja yang masuk. Dan Frans mulai menekan pelan-pelan, "Mmmphh..," jerit Rina tertahan bibir Frans saat Frans menekan kemaluannya menerobos selaput dara Rina, bless.. Frans mendiamkan sejenak, membiarkan Rina tenang dulu.

Rina mengerenyit menahan sakit, namun lidah Frans dimulutnya dan remasan di payudaranya mulai mengurangi rasa sakitnya. Setelah wajah Rina tampak tenang, Frans mengoccok sekali dan lagi-lagi Rina melenguh, baru setelah 4-5 kali kocokan Rina mulai terpejam tenang menikmati dan menggoyangkan pantatnya pelan-pelan. Frans menyodok pelan namun pasti, menembus semakin dalam sampai Rina mendesah panjang saat kemaluan Frans benar-benar tenggelam seluruhnya. Desahan-desahan dan erangan saling menyusul di antara keduanya, mencucurkan keringat sebesar butir jagung.

"Enak.., terusin.., lebih ce.. pat.." pinta Rina. Frans mempercepat kocokannya membuat Rina menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri kenikmatan, lalu memeluk Frans erat-erat dan menggigit dada Frans sambil berkelojotan.
Frans membalikkan tubuh Rina menjadi tengkurap, menciumi belakang leher Rina sambil mengelus payudara Rina dari belakang lalu ciuman Frans terus turun sampai ke pantat Rina. Frans mengangkat pantat Rina dan meletakkan guling di bawahnya lalu dengan posisi Rina yang tengkurap Frans mulai menembak lubang kemaluan Rina dari belakang.

Rina yang lemas hanya memejamkan mata menikmati terobosan kemaluan besar Frans, rasa sakit yang tadi dirasakannya telah berganti. Tak lama Rina terangsang kembali dan menggoyang serangan dari belakang itu, melenggak-lenggokkan pantat sampai Frans keenakan dan cepat-cepat menarik kemaluannya keluar lalu memuncratkan sperma di punggung Rina. Frans jatuh lemas sambil memeluk Rina, dan setelah istirahat Frans bercinta lagi dengan Rina habis-habisan dengan berbagai pose.

Maya sudah sejak tadi masuk kekamarnya. Walaupun dia shock karena melihat Papa Tirinya bercinta dengan kakaknya, Maya tak bisa memungkiri kalau dia juga terangsang. Namun rasa tak enak badan Maya akhirnya menang sehingga Maya jatuh tertidur. Maya jatuh sakit sudah dua hari tidak bangun dari tempat tidur. Ingatannya tentang Rina membuatnya malas bicara dengan kakaknya, walaupun Rina tetap tak berubah.

Pada hari ketiga sakitnya mulai membaik, panasnya sudah mendingan. Setelah makan malam, Maya memanggil Lita untuk diambilkan obat tapi yang muncul adalah Frans yang mengatakan bahwa yang lain sedang nonton TV. Karena Maya tetap dingin pada Frans, akhirnya Frans mengambilkan obat Maya dan menyuruhnya istirahat. Tengah malam, Frans memastikan semua tertidur terutama Maya yang telah ditukar obatnya oleh Frans dengan obat tidur. Frans berjinjit menuju kamar Maya dan mengunci dari dalam. Dilihatnya Maya tidur pulas, setengah selimutnya tersingkap menampakkan paha seksi di belahan piyama tidurnya.

Maya memang tidak secantik Rina, tapi tubuhnya yang bongsor mampu membangkitkan gairah lelaki manapun. Dengan rileks Frans membuka tali piyama Maya, membelai tubuh Maya yang masih tertutup bra dan celana dalam. Lekak-likuk kemaluan Maya terlihat di tengah kain celana dalamnya. Frans membuka bra dan celana dalam Maya sehingga telanjang, lalu dia juga membuka piyamanya dan berdiri telnjang dengan kemaluan mengacung. Frans naik ke tubuh Maya dan menciumi leher Maya, lalu turun ke payudara, ke paha, dan kembali ke pangkal paha sampai akhirnya ke kemaluan Maya yang begitu lembut, dengan bulu-bulu halus yang lembut.

Semua dilakukan Frans tanpa tergesa karena dia benar-benar ingin menikmati tubuh Maya. Ciumannya di kemaluan Maya membuat Maya sedikit bergerak tapi tidak bangun, sehingga pelan-pelan Frans mulai menjilati lubang kemaluan Maya. Maya mulai menggeliat saat Frans menjilati klitoris Maya yang merah muda, suatu refleks alam sadar atas rangsangan Frans. Frans menjilati sampai puas, sampai kemaluannya tegang berotot mengacung. Frans menempelkan ujung kemaluannya ke lubang kemaluan Maya dan mulai mendorong, sedikit demi sedikit kemaluan Frans masuk, dan Frans meringis nyeri karena kemaluannya terjepit rapat.

"Ooohh..," tiba-tiba Maya mendesah membuat Frans terdiam, terasa darah keperawanan Maya menetes mengalir menyentuh pangkal kemaluannya. Tapi begitu melihat mata Maya yang masih terpejam, Frans meneruskan usahanya mendorong-dorong. Dengan sedikit mengocok, kemaluan Frans masuk semakin dalam, dan Frans pun menikmati saat kemaluan Maya tampaknya sudah dapat menerima tamu asing yang menikmatkan, sehingga Frans mengocok kemaluan Maya sedikit keras. Beberapa saat tampak reaksi Maya ikut menggoyang, yang lama-lama menjadi terlihat Maya begitu menikmati walaupun matanya terpejam.

Maya sendiri sedang bermimpi bertemu Jody dan mengajaknya kencan di sebuah danau. Saat sedang berenang tiba-tiba Jody menciumi seluruh tubuhnya seperti di rumah Inge, membuat Maya terangsang hebat dan mengajak Jody bercinta. Ternyata bercinta begitu mengasikkan, sangat nikmat.
"Terusin Jod.. Ah, ee.., nak.. banget!" Frans terkejut mendengar ucapan Maya, tapi dia tak ambil pusing dan terus menggenjot kemaluan Maya yang sangat legit dan sempit. Frans malah tampak berusaha mengimbangi goyangan-goyangan Maya yang gila-gilaan, begitu nikmat, sampai Frans pun ingin segera mengeluarkan cairan yang mengisi penisnya.

Tiba-tiba saat Frans menekan untuk terakhir kalinya, Maya membuka mata. "Papa?? Oh.., enak.." dan mata Maya membelalak menyisakan putih tanpa bola mata bersamaan dengan orgasme Frans yang menyemprotkan ke dalam rahim Maya. Frans terdiam beberapa saat menunggu reaksi Maya, tapi Maya terlalu kelelahan dan justru memeluk Frans. Ketika Frans menarik diri dan memakaikan pakaian Maya setelah membersih darah keperawanan Maya, Maya sudah tertidur.
Esoknya Maya tak mengerti apakah semalam mimpi atau tidak, yang dia tahu sakitnya semakin parah. Lita menjadi teman satu-satunya dirumah karena Mamanya tetap sibuk dengan urusan kantor. Sore itu Lita bercerita banyak tentang sekolahnya dan teman-temannya. Lalu dia pamit pergi mandi saat didengarnya suara Frans memanggil. Lita berlari menghampiri Frans dan loncat ke gendongannya.

"Jadi ya, Pa, mandiin Lita? Please?" rengek Lita yang begitu manja pada Frans.
"Oke, tapi janji jangan kasih tau Mama. Ntar dia marah udah gede kok minta dimandiin," jawab Frans sambil menggendong Lita menuju kamar utama. Lita mengacungkan 2 jari tanda setuju, meloncat masuk ke kamar utama dan membuka baju. Frans mengunci pintu kamar dan memandang anak tirinya yang bungsu, sudah kelas 1 SMP tapi masih manja minta ampun, padahal mulai tampak tanda-tanda kewanitaan dalam diri Lita. Payudaranya mulai membusung dan mulai memakai bra ukuran kecil, dan yang pasti sama dengan saudara-saudaranya, Lita memiliki kecantikan yang mempesona.

Lita sudah berendam di bak mandi saat Frans masuk ke kamar mandi hanya memakai celana pendek. Lita menyambutnya dengan menyemprotkan air ke Frans yang di balas oleh Frans, lalu Frans pun ikut masuk ke bak mandi. Setelah capek bercanda, Frans mulai menggosok tubuh Lita dengan sabun. Payudaranya masih menguncup, tapi pinggulnya sudah terbentuk, bahkan sudah tumbuh bulu-bulu di sekitar kemaluan Lita.

"Kenapa sih, Pa? Apanya yang enak sih?" Frans terkejut dan sadar bahwa tangannya dari tadi meremas-remas payudara yang belum tumbuh itu. Frans Cuma tersenyum, tapi kemaluannya mulai berdiri.
"Itu yang bangun apa, Pa? Lita boleh liat ya?" sahut Lita tiba-tiba memegang kemaluan Frans yang masih terbungkus celana pendek. "Ih, kok bisa keras ya? Tadi kan nggak?"
"Udah, ah. Sini Papa handukin biar gak masuk angina," bujuk Frans sambil mengangkat tubuh Lita dari bak mandi dan mengusap tubuhnya dengan handuk sambil menggendongnya menuju kamar.
"Boleh kan Pa, Lita lihat? Itu yang sering dipake Mama," Frans tersentak. "Lita juga heran kok Mama suka banget digituin sama Papa, apalagi kalo burungnya Papa udah masuk ke 'itu'nya Mama, kayaknya enak banget'" ujar Lita polos.
"Kok Lita tahu?" Tanya Frans mencoba menghindar saat tangan Lita mencoba menangkap kemaluannya.
"Lita pernah liat Papa dan Mama gituan, malem-malem waktu Lita pengen dianter pipis. Liat dong!" Frans tak bisa menolak lagi saat Lita memelorotkan celana pendeknya dan memegang kemaluan Frans yang bertambah tegang. "Hihi, lucu. Pa, coba Papa merem deh," pinta Lita. Walau tak mengerti Frans memejamkan mata sambil duduk di tepi tempat tidur, lalu tersentak saat membuka mata Lita sedang mengulum kemaluannya. "Enak ya, Pa? sama Mama digituin kan?" Frans mengangguk dan mendorong kepala Lita menuju kemaluannya lagi. Kuluman Lita begitu natural, walaupun terkadang Frans meringis karena tergigit tapi rasanya nikmat sekali. Tiba-tiba Lita melepas kulumannya.

"Pa, Lita mau dimasukin ke sini kayak Mama, kayaknya enak," ujar Lita sambil menunjuk kemaluannya.
"Bener mau? Nggak langsung enak loh!" Anggukan Lita langsung membuat Frans mengangkat tubuh Lita, merebahkan ke tempat tidur, dan menciumi lubang kemaluan Lita yang masih sempit. Lita melonjak-lonjak kegelian, tapi setelah dipegangi oleh Frans dia menahan geli dan memegangi tangan Frans erat-erat.
"Pa, kok jadi enak ya?" Lita mulai mendesah dan memajukan pantatnya maju mundur. Frans sudah tidak tahan lagi, dia mulai memasukkan kemaluannya ke lubang vagina Lita yang kecil.
"AAwww.. sakiit, Pa!!" Frans sudah hilang akal dan menutup mulut Lita sampai terdengar bunyi sobeknya selaput dara muda dan darah yang bercucuran. Lita mulai menangis. Frans mengocok lagi pelan-pelan sampai Lita terdiam dan dapat menahan sakit. Walaupun tidak dapat memasukkan seluruh kemaluan, Frans merasakan jepitan yang sangat nikmat. Lita mulai menggelinjang saat Frans mengocok pelan-pelan dan tiba-tiba Lita mengejang, "AAhh..fiuh, sakit, Pa, tapi enak!" ujar Lita lemas. Frans tidak tega dan akhirnya melepas kemaluannya. Sudah cukup baginya.