Papa Maya telah meninggal. Mamanya cantik dan seksi karena keturunan
Italy-Medan, walaupun sudah berumur 36 tahun saat sedang memperkenalkan
calon Papa Maya yang umurnya baru 29 tahun, cakep dan kaya. Anak
pertamanya bernama Rina baru kelas 2 SMA dengan tinggi 165 berwajah
cantik dan berkulit putih bersih, dan Maya dalam usianya yang ke 15,
masih duduk di kelas 3 SMP, walaupun tidak secantik Rina tapi wajahnya
oval, sangat manis dengan tubuh yang sangat seksi. Sedangkan yang
terkecil bernama Lita kelas 1 SMP, masih sangat kekanak-kanakan.
Frans,
calon Papa tersebut adalah orang yang sangat mengasyikkan dan baik
hati, sehingga Maya dan saudaranya tidak keberatan dengan pilihan
Mamanya. Suasana keluarga begitu nyaman setelah 3 bulan pernikahan Mama
mereka. Lita yang paling bungsu begitu dekat dan lekat dengan Frans,
seakan memang Papa kandungnya.
Suatu hari Sabtu yang takkan
dilupakan, Maya pulang pagi karena ada rapat sekolah. Di rumah biasanya
cuma ada Rina yang masuk sekolah siang, jadi Maya yang kecapekan setelah
pelajaran olah raga langsung masuk kamarnya di lantai 2. Selang
beberapa saat Maya merasa haus dan saat mengambil minum dia baru sadar
kalau dia tidak melihat Rina. Maya ke kamar Rina untuk melihat
keberadaan Rina, namun sebelum mengetuk pintu dia tertegun mendengar
suara asing dari kamar Rina. Penasaran, Maya mengambil kursi dan
mengintip dari lubang angin di atas pintu kamar Rina. Dilihatnya Rina
dan seorang cowok yang tampaknya adalah pacar Rina sedang bergurau
layaknya orang bergulat.
Mereka tertawa cekikikan saling
menggelitik, namun tiba-tiba tawa mereka berhenti saat cowok itu
mengecup bibir Rina pelan. Rina yang terkejut hanya memandang sesaat
kemudian membalas lembut. Mendapat reaksi tersebut sang cowok
melancarkan ciuman mautnya sampai Rina mendesah, membalas perlakuan
lidah cowoknya yang menari dalam rongga mulutnya. Saat si cowok mengecup
leher jenjang Rina, perlahan Maya melihat tangan si cowok mengusap dada
Rina perlahan dan meremas lembut.
Rina tampak semakin bernafsu
dan tak keberatan saat tangan si cowok menelusup ke dalam kaosnya dan
meremas lebih keras payudara Rina yang ranum, bahkan desahan Rina
semakin panjang. Mulut Rina terpekik lirih ketika kaosnya terangkat,
ternyata kaitan branya sudah lepas sehingga dua bukit itu terpampang
dengan indahnya, dan mulut cowoknya pun menjilati puting susunya
bergantian. Sambil menjilati, tangan si cowok ganti berpindah mengelus
paha Rina yang tertutup kulot selutut, menyingkap kulot sepangkal paha
tersebut sehingga memamerkan paha putih mulus Rina. Sedangkan tangan
Rina mengangkat kaos cowoknya dan membelai dada cowok itu dengan penuh
nafsu. Namun tiba-tiba Rina memegang "adek" si cowok lalu dengan isyarat
Rina meminta cowoknya rebahan. Rina membuka ritsluiting celana panjang
si cowok dan mulai mengulum kemaluannya yang tiba-tiba tegak mengacung
keluar, maju mundur dan sesekali menjilati ujung kemaluan cowoknya
sampai cowoknya mendesah kenikmatan.
Kaki Maya masih bergetar tak
mengerti ketika melihat cairan putih keluar dari kemaluan cowok Rina
dan menumpahi muka Rina, membuat cowok Rina tampak tegang. Lalu dengan
hati-hati Maya turun dari kursi dan mengembalikan kursi ke tempatnya,
lalu berlari kecil menuju kamarnya. Usai menutup pintu masih terbayang
kenikmatan kakak dan pacarnya saat bercumbu. Perlahan tangannya masuk ke
dalam celana dalam dan menggosok kemaluannya perlahan, Maya tetap tidak
mengerti mengapa tampak begitu nikmat. Sampai akhirnya Maya tertidur.
Ketukan
di pintu membangunkan Maya, ternyata hari telah sore dan Mama
membangunkannya untuk mandi. Karena masih shock dengan kejadian tadi
pagi, Maya minta ijin untuk menginap di rumah Inge, teman akrabnya. Mama
mengijinkan asal jangan sampai minggu sore, takut mengganggu belajar
untuk hari Senin. Maya menyanggupi dan berangkat dengan taksi tanpa
menelpon Inge karena sudah terbiasa menginap di sana.
Rumah Inge
cukup besar, tetapi bonyoknya (orangtuanya) jarang ada di rumah dengan
kesibukan masing-masing. Saat kaki Maya melangkah masuk, dia sempat
terheran dengan sebuah mobil jip yang terparkir di halaman rumah Inge.
Setelah menekan bel, Inge keluar dengan muka surprise.
"Kebetulan sekali, ada beberapa temanku yang akan menginap di sini. Ayo masuk, kuperkenalkan," tukas Inge cepat.
"Bonyokmu?" Tanya Maya, yang dijawab Inge dengan mengangkat bahu, lagi-lagi bepergian.
Maya
melangkah masuk dan diperkenalkan dengan 3 cowok dan 2 cewek. 2 cowok,
Robby dan Jody, sudah kelas 2 SMA, sedangkan Andhy adalah teman sekelas
Inge. Inge dan Maya adalah teman SD, tapi SMP mereka terpisah. 2 cewek
yang lain, Adri dan Shinta, adalah teman sekelas Inge juga. Bertujuh
mereka bercanda sambil sesekali makan snack yang disediakan Inge.
Menjelang tengah malam, Inge mengajak mereka ke ruang tengah dan
mengeluarkan sebotol sampanye milik Papanya, ternyata dalam rangka
jadiannya dengan Andhy. Maya menolak minum untuk kedua kalinya saat
tenggorokannya terasa terbakar, Inge hanya tertawa sambil memeluk Andhy.
Namun begitu teringat pada kejadian di rumah, Maya menenggak beberapa
teguk sampai kepalanya pusing. Dan Maya pun tergeletak, saat lamat-lamat
dia mendengar suara house musik membahana. Pasti kerjaan Inge,
pikirnya. Inge memang korban kurang perhatian, apalagi dia anak tunggal.
Entah
berapa lama dia tak sadar saat tiba-tiba perutnya mual dan muntah tepat
di bawah sofa. Lampu ruang tengah telah berganti temaram, namun dia
sempat melihat Inge dan Andhy berpelukan tanpa baju sehelaipun di lantai
dengan kemaluan melekat erat dan wajah puas. Maya tertegun. Oh tidak
lagi, pikirnya. Dengan dipaksakan dia berjalan menuju kamar Inge, namun
sampai di pintu bukanlah pemandangan yang diharapkan. Tampak Shinta
telentang telanjang merintih dan mendesah dengan separuh badan di atas
tempat tidur sedang Robby tampak sedang berusaha memasukkan kemaluannya
ke lubang vagina Shinta yang tampak kecil. Suara Shinta terpekik
kesakitan saat tiba-tiba Robby mendorong masuk, menyobek selakangan
Shinta sampai berdarah, lalu meneriknya keluar perlahan-lahan.
Sesaat
tadi Maya melihat Shinta kesakitan, tetapi semenit kemudian yang
dilihat justru Shinta mendekap Robby erat sambil mendesah keenakan.
Goyangan-goyangan mereka menggugah nafsu Maya, sehingga Maya berbalik
dan mencoba melangkah ke kamar utama, pikirannya berharap semoga dia
tidak melihat satu pasang yang lain bercumbu, Jody dan Adri. Dan Maya
pun menghela nafas lega saat dilihatnya Adri terkapar mabuk di sudut
ruangan yang ia lewati. Maya memasuki kamar utama dan akan melempar
tubuhnya ke atas tempat tidur ketika tiba-tiba ia ingin muntah lagi dan
bergegas menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.
Setelah
muntah untuk kesekian kalinya, Maya mendengar siraman di WC dan baru
sadar bahwa Jody sedang memandangnya dari atas WC, rupanya ia sakit
perut. Kaki Maya tertahan melangkah ke luar saat tangan Jody memeluk
dari belakang dan mencium lehernya. Maya ingin berontak, tapi rasa
penasaran dan perasaan yang timbul akibat ciuman Jody membuatnya malah
memejamkan mata. Tangan Jody dengan sangat bernafsu meremas dada Maya
dari belakang, lalu menarik kaos Maya keluar dari kepalanya. Lunglai
rasanya kaki Maya saat tangan Jody juga melepas bra dan meremas payudara
yang belum tumbuh sempurna dengan leluasa. Disela kenikmatan yang Maya
rasakan dia merasa ada tonjolan menusuk pantatnya, bagian bawah tubuh
Jody telanjang!
Maya terkejut saat Jody menggendongnya keluar
dari kamar mandi dengan mulut yang menghisap-hisap payudaranya
bergantian, kanan kiri. Benar-benar suatu kenikmatan bagi Maya,
membuatnya tak sadar saat Jody merebahkannya ke tempat tidur dan membuka
celana dan CDnya tanpa melepas hisapan di dada Maya. Sesaat Jody
melepas ciumannya dan membuka kaosnya sendiri, dan Maya pun melihat
kemaluan Jody yang tegak lurus, membuat Maya ingin memegang. Jody
memejamkan mata ketika Maya memegang adeknya dan mengecupnya lembut,
lalu Jody membalikkan tubuh sehingga mereka melakukan posisi 69.
"Mmmngh,
trus Jod.. enak..!", desah Maya tak tertahan. Jody semakin mencium
vagina Maya, mencari klitoris Maya dan menjilatinya bernafsu. Maya
semakin belingsatan dan mengocok kemaluan Jody sambil menghisapnya
membuat Jody mengerang.
"Aaahh, aku pe..ngen.., aahh..", pekik Maya
saat merasakan ada dorongan kenikmatan yang kuat ingin keluar dari
lubang kemaluannya, Maya orgasme sembari menyedot "adek" Jody
keras-keras yang ternyata juga menyebabkan Jody mengeluarkan sperma
mengisi penuh mulut Maya. Maya yang sedang orgasme tidak
mempedulikannya, terus menggelinjang sampai beban itu terlepaskan.
Maya
terbangun ketika ada sinar matahari yang masuk dalam kamar. Sudah jam 1
siang, dilihatnya Jody mendengkur keras disisi ranjang yang lain dengan
telanjang bulat. Cepat-cepat dia bangun dan berpakaian, setelah itu dia
keluar kamar dan melihat Inge dan Andhy tetap berpelukan dang posisi
yang berbeda, mungkin mereka melanjutkan kembali. Setelah merapikan
diri, Maya bergegas menelpon taksi dari HP-nya seraya bersyukur tidak
kehilangan kehormatannya.
Saat di dalam taksi dia menerima SMS
bahwa Rina dan Lita sedang ada di Mall dan mengajaknya, namun Maya malas
mana badan terasa hancur. Sampai di rumah dalam keadaan terkunci, Maya
membuka pintu dari kunci yang terletak di tempat tertentu, kemudian
mandi menyegarkan tubuh dan mengisi perutnya yang keroncongan. Setelah
mengunci pintu, Maya masuk kamar berniat melanjutkan tidur. Namun belum
sempat matanya terpejam, didengarnya mobil Papa barunya datang.
Tampaknya hanya berdua dengan Mama sebab tidak terdengar suara Kakak dan
Adiknya.
Tiba-tiba suara hening sekali membuat Maya curiga dan
keluar dari kamar, menuruni anak tangga yang kedua dan Maya langsung
menunduk menyembunyikan badan ketika didengar langkah berat menuju ke
arahnya, dilihatnya Mama berciuman sambil membuka pakaian Frans yang
kemudian dibalas oleh Frans dengan melucuti pakaian Mama. Maya tak bisa
bergerak bersembunyi di balik pagar tangga karena mereka berada tepat
dibawahnya.
"Masih mau lagi..?", suara Mama terdengar menggoda.
"Aaaw..!", jerit Mama kemudian saat Frans menjawab dengan jilatan di
selangkangan Mama. Mama tak bisa berdiri dan menjatuhkan diri di sofa,
mendesah dan menjerit pelan sambil meremas susunya sendiri. Maya
terbelalak melihat ukuran kemaluan Papa barunya yang sangat besar,
hampir 20 cm, dan mencabik vagina Mamanya dengan suara decak yang keras.
Desahan dan erangan keduanya silih berganti, berganti posisi dengan
gaya hewan, sambil berdiri, dengan mulut sama-sama ternganga nikmat.
Maya terpana melihat keduanya, walaupun capek mau tak mau perasaan aneh
itu muncul lagi. Maya ingin tidak melihat tapi ini jauh lebih seru dari
yang telah ia lihat. Tiba-tiba terdengar jeritan mereka bersamaan
membuyarkan lamunan Maya, dan Maya melihat keduanya roboh tak bertenaga.
Cepat-cepat Maya beranjak tak bersuara, dan entah perasaannya atau
tidak, dia sempat melihat Frans mengedipkan mata kepadanya.
Seminggu
setelah itu Maya masih mencoba melupakan setelah Inge merengek-rengek
minta maaf karena Maya merasa di jebak. Namun Maya menganggap semuanya
udah lewat dan dia berbaikan lagi dengan Inge. Maya pun mengajak Inge
untuk menginap di rumahnya sekedar untuk menghibur diri, Inge bersedia.
Sore
hari Inge datang dengan membawa berbagai macam coklat kesenangan Maya,
sesaat sebelum Frans datang. Frans masuk rumah dan sempat melirik Inge
yang memakai celana pendek dan kaos U can C, apalagi Inge menghormat
sambil menunduk menampakkan belahan dadanya.
"Baru pulang kantor, Om?" Tanya Inge berbasa-basi.
"Nggak. Ntar balik lagi, hanya ambil barang Mamanya Maya, dia harus ke luar kota 2-3 hari."
"Lho Papa nggak ikut?" Tanya Maya.
"Nggak, Papa lagi ada proyek yang nggak bisa ditinggalin." Jawab Frans sambil tersenyum masuk kamar.
"Papamu cakep, aku mau.." bisik Inge, langsung dibalas cubitan oleh Maya.
Jam
sepuluh malam Maya tidak dapat menahan kantuknya, tapi Inge masih ingin
nonton TV jadi Maya tidur naik ke lantai 2 untuk tidur duluan. Rina dan
Lita sudah tidur dari tadi. Hampir tengah malam saat Frans datang dan
membuka pintu, dilihatnya Inge lagi asyik menonton TV sambil tengkurap,
memperlihatkan paha putih mulus di bawah celana pendeknya dan bentuk
pantat yang indah.
"Belum tidur?" Tanya Frans.
"Eh, Om, belum
nih lagi seru filmnya," jawab Inge hanya menoleh sebentar tanpa merubah
posisi nonton. Frans masuk kamar berganti piyama lalu kembali ke ruang
TV, melihat tubuh gadis 15 thn tengkurap tanpa beban.
"Bagus ya?" Tanya Frans sambil duduk di sebelah kaki Inge dan memandang lekat punggung Inge mencari siluet tali bra, tak ada.
"Drama sih, tapi kadung tahu ceritanya," jawab Inge tanpa menoleh.
"Kecil-kecil kok nonton begituan," goda Frans saat ada adegan making love sesaat.
"Kita udah ngerti lagi. Biasa Om, anak sekarang," lagi-lagi Inge cuek.
Tiba-tiba
Frans merasa pantat Inge sedikit bergesek ke kiri dan kekanan, lalu
Frans sadar bahwa Inge terbawa suasana adegan film yang memang
seharusnya gak layak ditonton seumuran Inge. Sedikit lagi, pikir Frans.
Frans berdiri mengambil soft drink dan kembali duduk di sebelah Inge,
lalu pura-pura tak sengaja minuman sedikit tumpah ke paha Inge sehingga
Inge kaget dan hendak bangun.
"Ups, maafin Om. Udah tetap tiduran
aja, Om bersihkan," sahut Frans cepat-cepat dan menahan tubuh Inge agar
tetap tiduran. Inge kembali keposisinya, membiarkan Frans mengusap
ceceran soft drink di pahanya. Tangan Frans membersihkan ceceran dengan
lembut, lama-kelamaan menjadi belaian yang semakin naik menuju pangkal
paha. Inge menggeliat geli tapi membiarkan tangan Frans membelai.
"Om.." Seru Inge tiba-tiba ketika dirasakan lidah Frans menjilati pahanya geli.
"Biar gak lengket," jawab Frans singkat sambil meneruskan jilatannya.
Inge
merasakan geli kenikmatan, kepalanya tidak lagi mendongak menonton tapi
menunduk mendesah. Tangan Frans membelai-belai pantat Inge sementara
lidahnya menjilati paha Inge. Sedikit pantatnya dia angkat ketika Frans
memeloroti celana pendeknya, meneruskan lidah menuju pantat Inge. "Ah..,
Om.." desah Inge saat lidah Frans bermain di permukaan vaginanya yang
masih tertutup celana dalam. Jari jempol Frans memijit-mijit bagian
depan vagina Inge, merasakan nafsu Inge yang semakin besar membuat
vaginanya semakin basah. Frans membalikkan tubuh Inge menjadi telentang
dan menjilati klitoris Inge sementara tangannya bergerak ke dalam kaos
buntung Inge meremas payudara bersamaan. "Om.. Geli.. Enak.." Inge
sesekali menggelinjang. Frans mendudukkan Inge dan melepas kaos Inge
sehingga telanjang bulat, mengangkat tubuh Inge jongkok ke pangkuannya
dan menjilati payudara Inge. Kemaluan Frans menyembul di belahan
piyamanya, menyentuh kulit vagina Inge dan Inge bergerak maju mundur
menggesek-gesek. "Om, masukin.." Pinta Inge memelas.
Tanpa
melepas kuluman di puting Inge, tangan Frans membuka tali piyamanya
sehingga bagian depan tubuhnya terbuka. Tangan Inge menjamah kemaluan
Frans dan menuntun menuju lobang kemaluannya, dan bless.. kemaluan Frans
masuk pelan-pelan saat Inge menekan. Mulut Inge ternganga merasakan
besarnya kemaluan Frans, sedkit tekanan hanya separuh kemaluan Frans
yang dapat masuk. Inge mengangkat pantatnya dan menekannya kembali
berulang-ulang sambil bergoyang sampai kemaluan Frans bersisa sedikit
yang tidak masuk. Frans merasakan kenikmatan jepitan vagina Inge dan
mempercepat kocokannya. Inge memeluk Frans dan menekan kuat-kuat sebelum
akhirnya menjerit tertahan pertanda orgasme.
Tubuh Inge
berkelojotan di atas tubuh Frans yang menikmati orgasme Inge. Lalu Frans
mengocok lagi walaupun Inge masih belum sadar dari orgasmenya. Saat
Inge membuka mata, Frans tersenyum, lalu Inge menundukkan kepala dan
mulai mengulum kemaluan Frans. Frans memejamkan mata menikmati kuluman
Inge, dijilati sampai ke testis dan disedot dalam-dalam. Lalu Inge
mengocok dengan mulutnya, dan Frans mengerang memuncratkan sperma ke
leher dan dada Inge.
"Makasih Om, Inge suka," ujar Inge sambil
mencium pipi Frans lalu memakai pakaian kembali dan naik ke lantai 2
menuju kamar Maya. Frans masih terhenyak merasakan sisa-sisa kenikmatan
dari sahabat anak tirinya. Namun tujuannya belum tercapai seluruhnya.
Maya
terheran melihat Inge masih mendengkur padahal hari sudah siang, dia
tidak mengira Inge talah menikmati Papa tirinya. 2 hari kemudian Maya
ijin pulang dari sekolah karena gak enak badan. Ketika tiba di halaman
rumahnya dia melihat cowok kakaknya keluar rumah dengan muka merah,
pasti mereka sedang bertengkar. Maya tak suka mencampuri masalah orang
lain, jadi dia cuek saja dan masuk ke dalam rumah. Saat Maya melewati
kamar Rina didengarnya kakaknya menangis, namun langkahnya tertahan
ketika ada suara lawan bicara Rina yang sangat dikenalnya, Frans.
"Sudahlah,
cowok gak hanya dia. Biarkan saja, nanti juga kembali," suara Frans
lagi-lagi terdengar. Maya tidak mengerti mengapa Frans tidak kerja, dan
rasa penasaran Maya membuatnya melongok ke kamar Rina yang pintunya
sedikit terbuka. Dilihatnya Rina memeluk Frans sambil menangis, kaosnya
yang kedodoran tampak lusuh habis bertengkar, tampak tali bra hitam Rina
terlihat. Frans balas memeluk sambil mengusap punggung Rina. Anak
tirinya yang satu ini memang yang paling cantik, bulan depan berumur 17.
Dengan
kaos kedodoran, Frans dapat mengintip belahan dada Rina yang montok,
sekitar 34B. Paha putih Rina tampak membayang di balik kulot tipis yang
sedikit tersingkap. Frans menahan nafsunya sambil terus mengusap
punggung Rina, mengusap-usap di sekitar tali bra Rina dan seolah tanpa
sengaja melepas kaitan branya. Rina tertegun saat tali branya lepas,
bagaimanapun dia tadi sedang horny saat cowoknya kelepasan memanggil
nama cewek lain. Lalu Rina memandang Frans lekat-lekat, mendekati wajah
Frans dan menciumnya. Frans membalas ciuman Rina seolah sayang, tapi
ketika bibir Rini berkutat semakin dalam, Frans membalasnya tanpa
sungkan.
Tangan Frans tidak lagi mengusap punggung Rina dari
luar, tapi sudah masuk ke dalam kaos Rina dan menyingkap kaos Rina ke
atas lalu akhirnya menariknya hingga lepas. Rina hanya diam saja saat
Frans mendorong tubuh Rina rebah di atas ranjang, membuka bra hitam Rina
dan mulai mencium leher Rina sementara tangannya membelai dan meremas
payudara indah Rina.
"Pa..," desah Rina keenakan. Frans terus
menciumi dan menjilati leher Rina, lalu turun menuju belahan dadanya dan
menggoda dengan jilatan-jilatan kecil di puting susu Rina sehingga Rina
memeluk kepala Frans menekan ke dadanya.
Tangan Frans mulai
menurunkan kulot dan celana dalam Rina sampai terlepas, kemudian
membelai paha putih mulus Rina sampai pangkal paha. Rina membuka kemeja
Frans, dan meremas tonjolan di celana Frans. Frans menghentikan
ciumannya saat Rina membuka sabuk celananya dan memelorotkan celana
panjang Frans. Lalu Rina membelai kemaluan Frans yang keras berotot di
balik celana dalam, mengecup kepala kemaluan Frans yang mengintip di
pinggiran celana dalam Frans sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya
setelah membuka celana dalam Frans. Frans membelai rambut Rina seraya
meremas payudaranya saat kepala Rina naik turun di selangkangan Frans.
Sesekali Rina menjilati kemaluan yang semakin lama semakin membesar
sampai tak cukup lagi Rina mengulum sampai pangkal.
Saat Rina
berhenti melakukan aktifitasnya karena tergengah-engah dan mengambil
nafas, Frans balas mulai menciumi vagina Rina yang masih perawan.
Lidahnya mencari klitoris yang masih tersembunyi dan menjilatinya sampai
Rina merintih-rintih. Sebuah daging kemerahan yang terlihat di belahan
daging selakangan Rina dijilatinya, sedikit ditarik dengan bibirnya,
sampai muncul sebuah lubang kecil tanda terangsangnya Rina di
kemaluannya, dan Frans membelainya deng lidahnya sambil memasukkan ujung
lidahnya. Rina menggelinjang tak keruan, keringat bercucuran namun
kenikmatan terasa begitu menggoda.
"Aaahh.. Pa,.. A.. ku..,
keluar..," erang Rina tiba-tiba menekan kepala Frans semakin dalam ke
vaginanya dan menjepitnya dengan paha. Frans menarik sedikit klitoris
Rina dengan bibir sehingga Rina merasakan orgasme yang cukup lama. Lalu
Rina tergeletak lemas.
Frans bangun memandang keindahan gadis 17
tahun yang sangat elok itu. Kedua kaki Rina dilebarkan sampai kemaluan
Rina yang berwarna kemerahan sangat mengundang. Frans menempelkan ujung
kemaluannya ke lobang kemaluan Rina dan menekan sedikit demi sedikit.
"Auh.. Pa, sakiit..," jerit Rina tertahan saat kemaluan Frans mulai
menerobos kemaluan Rina. Frans langsung menindih Rina, menciumi bibirnya
dan meremas kedua payudara Rina namun tidak menggerakkan kemaluannya,
setidaknya dengan ujung yang tepat Frans tinggal menekan saja setelah
pas waktunya.
Rina mulai terhanyut kembali oleh cumbuan Frans dan
mulai terangsang kembali. Sedikit demi sedikit justru Rina yang
bergoyang memperlancar masuknya kemaluan Frans. Namun karena terlalu
besar, hanya separuh kepala saja yang masuk. Dan Frans mulai menekan
pelan-pelan, "Mmmphh..," jerit Rina tertahan bibir Frans saat Frans
menekan kemaluannya menerobos selaput dara Rina, bless.. Frans
mendiamkan sejenak, membiarkan Rina tenang dulu.
Rina mengerenyit
menahan sakit, namun lidah Frans dimulutnya dan remasan di payudaranya
mulai mengurangi rasa sakitnya. Setelah wajah Rina tampak tenang, Frans
mengoccok sekali dan lagi-lagi Rina melenguh, baru setelah 4-5 kali
kocokan Rina mulai terpejam tenang menikmati dan menggoyangkan pantatnya
pelan-pelan. Frans menyodok pelan namun pasti, menembus semakin dalam
sampai Rina mendesah panjang saat kemaluan Frans benar-benar tenggelam
seluruhnya. Desahan-desahan dan erangan saling menyusul di antara
keduanya, mencucurkan keringat sebesar butir jagung.
"Enak..,
terusin.., lebih ce.. pat.." pinta Rina. Frans mempercepat kocokannya
membuat Rina menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri kenikmatan, lalu
memeluk Frans erat-erat dan menggigit dada Frans sambil berkelojotan.
Frans
membalikkan tubuh Rina menjadi tengkurap, menciumi belakang leher Rina
sambil mengelus payudara Rina dari belakang lalu ciuman Frans terus
turun sampai ke pantat Rina. Frans mengangkat pantat Rina dan meletakkan
guling di bawahnya lalu dengan posisi Rina yang tengkurap Frans mulai
menembak lubang kemaluan Rina dari belakang.
Rina yang lemas
hanya memejamkan mata menikmati terobosan kemaluan besar Frans, rasa
sakit yang tadi dirasakannya telah berganti. Tak lama Rina terangsang
kembali dan menggoyang serangan dari belakang itu, melenggak-lenggokkan
pantat sampai Frans keenakan dan cepat-cepat menarik kemaluannya keluar
lalu memuncratkan sperma di punggung Rina. Frans jatuh lemas sambil
memeluk Rina, dan setelah istirahat Frans bercinta lagi dengan Rina
habis-habisan dengan berbagai pose.
Maya sudah sejak tadi masuk
kekamarnya. Walaupun dia shock karena melihat Papa Tirinya bercinta
dengan kakaknya, Maya tak bisa memungkiri kalau dia juga terangsang.
Namun rasa tak enak badan Maya akhirnya menang sehingga Maya jatuh
tertidur. Maya jatuh sakit sudah dua hari tidak bangun dari tempat
tidur. Ingatannya tentang Rina membuatnya malas bicara dengan kakaknya,
walaupun Rina tetap tak berubah.
Pada hari ketiga sakitnya mulai
membaik, panasnya sudah mendingan. Setelah makan malam, Maya memanggil
Lita untuk diambilkan obat tapi yang muncul adalah Frans yang mengatakan
bahwa yang lain sedang nonton TV. Karena Maya tetap dingin pada Frans,
akhirnya Frans mengambilkan obat Maya dan menyuruhnya istirahat. Tengah
malam, Frans memastikan semua tertidur terutama Maya yang telah ditukar
obatnya oleh Frans dengan obat tidur. Frans berjinjit menuju kamar Maya
dan mengunci dari dalam. Dilihatnya Maya tidur pulas, setengah
selimutnya tersingkap menampakkan paha seksi di belahan piyama tidurnya.
Maya
memang tidak secantik Rina, tapi tubuhnya yang bongsor mampu
membangkitkan gairah lelaki manapun. Dengan rileks Frans membuka tali
piyama Maya, membelai tubuh Maya yang masih tertutup bra dan celana
dalam. Lekak-likuk kemaluan Maya terlihat di tengah kain celana
dalamnya. Frans membuka bra dan celana dalam Maya sehingga telanjang,
lalu dia juga membuka piyamanya dan berdiri telnjang dengan kemaluan
mengacung. Frans naik ke tubuh Maya dan menciumi leher Maya, lalu turun
ke payudara, ke paha, dan kembali ke pangkal paha sampai akhirnya ke
kemaluan Maya yang begitu lembut, dengan bulu-bulu halus yang lembut.
Semua
dilakukan Frans tanpa tergesa karena dia benar-benar ingin menikmati
tubuh Maya. Ciumannya di kemaluan Maya membuat Maya sedikit bergerak
tapi tidak bangun, sehingga pelan-pelan Frans mulai menjilati lubang
kemaluan Maya. Maya mulai menggeliat saat Frans menjilati klitoris Maya
yang merah muda, suatu refleks alam sadar atas rangsangan Frans. Frans
menjilati sampai puas, sampai kemaluannya tegang berotot mengacung.
Frans menempelkan ujung kemaluannya ke lubang kemaluan Maya dan mulai
mendorong, sedikit demi sedikit kemaluan Frans masuk, dan Frans meringis
nyeri karena kemaluannya terjepit rapat.
"Ooohh..," tiba-tiba
Maya mendesah membuat Frans terdiam, terasa darah keperawanan Maya
menetes mengalir menyentuh pangkal kemaluannya. Tapi begitu melihat mata
Maya yang masih terpejam, Frans meneruskan usahanya mendorong-dorong.
Dengan sedikit mengocok, kemaluan Frans masuk semakin dalam, dan Frans
pun menikmati saat kemaluan Maya tampaknya sudah dapat menerima tamu
asing yang menikmatkan, sehingga Frans mengocok kemaluan Maya sedikit
keras. Beberapa saat tampak reaksi Maya ikut menggoyang, yang lama-lama
menjadi terlihat Maya begitu menikmati walaupun matanya terpejam.
Maya
sendiri sedang bermimpi bertemu Jody dan mengajaknya kencan di sebuah
danau. Saat sedang berenang tiba-tiba Jody menciumi seluruh tubuhnya
seperti di rumah Inge, membuat Maya terangsang hebat dan mengajak Jody
bercinta. Ternyata bercinta begitu mengasikkan, sangat nikmat.
"Terusin
Jod.. Ah, ee.., nak.. banget!" Frans terkejut mendengar ucapan Maya,
tapi dia tak ambil pusing dan terus menggenjot kemaluan Maya yang sangat
legit dan sempit. Frans malah tampak berusaha mengimbangi
goyangan-goyangan Maya yang gila-gilaan, begitu nikmat, sampai Frans pun
ingin segera mengeluarkan cairan yang mengisi penisnya.
Tiba-tiba
saat Frans menekan untuk terakhir kalinya, Maya membuka mata. "Papa??
Oh.., enak.." dan mata Maya membelalak menyisakan putih tanpa bola mata
bersamaan dengan orgasme Frans yang menyemprotkan ke dalam rahim Maya.
Frans terdiam beberapa saat menunggu reaksi Maya, tapi Maya terlalu
kelelahan dan justru memeluk Frans. Ketika Frans menarik diri dan
memakaikan pakaian Maya setelah membersih darah keperawanan Maya, Maya
sudah tertidur.
Esoknya Maya tak mengerti apakah semalam mimpi atau
tidak, yang dia tahu sakitnya semakin parah. Lita menjadi teman
satu-satunya dirumah karena Mamanya tetap sibuk dengan urusan kantor.
Sore itu Lita bercerita banyak tentang sekolahnya dan teman-temannya.
Lalu dia pamit pergi mandi saat didengarnya suara Frans memanggil. Lita
berlari menghampiri Frans dan loncat ke gendongannya.
"Jadi ya, Pa, mandiin Lita? Please?" rengek Lita yang begitu manja pada Frans.
"Oke,
tapi janji jangan kasih tau Mama. Ntar dia marah udah gede kok minta
dimandiin," jawab Frans sambil menggendong Lita menuju kamar utama. Lita
mengacungkan 2 jari tanda setuju, meloncat masuk ke kamar utama dan
membuka baju. Frans mengunci pintu kamar dan memandang anak tirinya yang
bungsu, sudah kelas 1 SMP tapi masih manja minta ampun, padahal mulai
tampak tanda-tanda kewanitaan dalam diri Lita. Payudaranya mulai
membusung dan mulai memakai bra ukuran kecil, dan yang pasti sama dengan
saudara-saudaranya, Lita memiliki kecantikan yang mempesona.
Lita
sudah berendam di bak mandi saat Frans masuk ke kamar mandi hanya
memakai celana pendek. Lita menyambutnya dengan menyemprotkan air ke
Frans yang di balas oleh Frans, lalu Frans pun ikut masuk ke bak mandi.
Setelah capek bercanda, Frans mulai menggosok tubuh Lita dengan sabun.
Payudaranya masih menguncup, tapi pinggulnya sudah terbentuk, bahkan
sudah tumbuh bulu-bulu di sekitar kemaluan Lita.
"Kenapa sih, Pa?
Apanya yang enak sih?" Frans terkejut dan sadar bahwa tangannya dari
tadi meremas-remas payudara yang belum tumbuh itu. Frans Cuma tersenyum,
tapi kemaluannya mulai berdiri.
"Itu yang bangun apa, Pa? Lita boleh
liat ya?" sahut Lita tiba-tiba memegang kemaluan Frans yang masih
terbungkus celana pendek. "Ih, kok bisa keras ya? Tadi kan nggak?"
"Udah,
ah. Sini Papa handukin biar gak masuk angina," bujuk Frans sambil
mengangkat tubuh Lita dari bak mandi dan mengusap tubuhnya dengan handuk
sambil menggendongnya menuju kamar.
"Boleh kan Pa, Lita lihat? Itu
yang sering dipake Mama," Frans tersentak. "Lita juga heran kok Mama
suka banget digituin sama Papa, apalagi kalo burungnya Papa udah masuk
ke 'itu'nya Mama, kayaknya enak banget'" ujar Lita polos.
"Kok Lita tahu?" Tanya Frans mencoba menghindar saat tangan Lita mencoba menangkap kemaluannya.
"Lita
pernah liat Papa dan Mama gituan, malem-malem waktu Lita pengen dianter
pipis. Liat dong!" Frans tak bisa menolak lagi saat Lita memelorotkan
celana pendeknya dan memegang kemaluan Frans yang bertambah tegang.
"Hihi, lucu. Pa, coba Papa merem deh," pinta Lita. Walau tak mengerti
Frans memejamkan mata sambil duduk di tepi tempat tidur, lalu tersentak
saat membuka mata Lita sedang mengulum kemaluannya. "Enak ya, Pa? sama
Mama digituin kan?" Frans mengangguk dan mendorong kepala Lita menuju
kemaluannya lagi. Kuluman Lita begitu natural, walaupun terkadang Frans
meringis karena tergigit tapi rasanya nikmat sekali. Tiba-tiba Lita
melepas kulumannya.
"Pa, Lita mau dimasukin ke sini kayak Mama, kayaknya enak," ujar Lita sambil menunjuk kemaluannya.
"Bener
mau? Nggak langsung enak loh!" Anggukan Lita langsung membuat Frans
mengangkat tubuh Lita, merebahkan ke tempat tidur, dan menciumi lubang
kemaluan Lita yang masih sempit. Lita melonjak-lonjak kegelian, tapi
setelah dipegangi oleh Frans dia menahan geli dan memegangi tangan Frans
erat-erat.
"Pa, kok jadi enak ya?" Lita mulai mendesah dan memajukan
pantatnya maju mundur. Frans sudah tidak tahan lagi, dia mulai
memasukkan kemaluannya ke lubang vagina Lita yang kecil.
"AAwww..
sakiit, Pa!!" Frans sudah hilang akal dan menutup mulut Lita sampai
terdengar bunyi sobeknya selaput dara muda dan darah yang bercucuran.
Lita mulai menangis. Frans mengocok lagi pelan-pelan sampai Lita terdiam
dan dapat menahan sakit. Walaupun tidak dapat memasukkan seluruh
kemaluan, Frans merasakan jepitan yang sangat nikmat. Lita mulai
menggelinjang saat Frans mengocok pelan-pelan dan tiba-tiba Lita
mengejang, "AAhh..fiuh, sakit, Pa, tapi enak!" ujar Lita lemas. Frans
tidak tega dan akhirnya melepas kemaluannya. Sudah cukup baginya.
No comments:
Post a Comment