Friday 10 March 2017

Me & U - PRIVATE SECRET 40

ALFRIZZY YUDHA PRATAMA

[​IMG]



REVALIAN DWINSYIRAH

[​IMG]



HARDIAH DAMAYANTI SOPUTAN

[​IMG]





BAB 39 – I’M HURT



Jakarta…



Puput melangkah gontai menuju kamarnya. Cardigan yang sebelumnya dia pakai, disampirkan pada lengannya. Sedangkan tangan kirinya menenteng ransel yang tak begitu besar. Langkahnya terhenti disalah satu pintu kamar sebelah kamarnya. Puput penasaran dengan suara isak tangis yang terdengar samar-samar dari balik pintu.

Puput membuka pintu kamar dan segera masuk ke dalam. Matanya membulat saat melihat tissue yang bertebaran di lantai. Sepertinya tissue-tissue malang itu menjadi korban asal lempar setelah digunakan untuk menghapus air yang keluar dari mata dan hidung Kakaknya. Sementara gadis yang sedang meratapi nasib itu sedang meringkuk di atas ranjang sambil memeluk guling dan kotak tissunya.

“Kak, kenapa kakak nangis?” Ujar Puput saat mengambil posisi duduk di ranjang tepat disebelah Reva.

“Gak apa-apa kok, Put...hiks.” Jawab Reva berusaha menghapus air matanya.

“Cerita aja kak ma Puput… mungkin puput bisa bantu,” sebuah ketulusan dari Puput sedikit menenangkan Reva.

Puput tersenyum saat reva menoleh kepadanya. “Serius, Kakak gak apa-apa”.

“Ihhh kakak pikir Puput masih kecil yah? Asal kak Dwi tau aja, Puput udah 20 tahun tau, Kaak“

“Hehe tapi beneran Put… kakak gak apa-apa” Jawab Reva.

“Pasti masalah cowok yah?” Tanya Puput mencoba menebak penyebab kesedihan kakaknya.

“Yah begitulah Put… dia lebih memilih wanita lain daripada kakak....huhuhu” Puput mengangguk paham maksud sang Kakak. Tapi ia heran Reva bisa sepolos itu. Lalu, Puput mengelus rambut Reva dengan lembut. Ia memandang sang kakak dengan sorot mata sedih.

“Percayalah kak, semua sudah di atur oleh-Nya… mungkin memang dia gak diciptakan buat Kakak.”

“Iya sih Put… tapi kakak mencintainya.” Kata Reva begitu pelan, namun suaranya terdengar jelas di telinga Puput.

Puput sontak memeluk Reva, tak sadar ia juga meneteskan air mata. Kini ia begitu mengkhawatirkan kondisi sang kakak. Merasakan sebuah keterpurukan karena masalah cinta.

“Oh Iya, dari pada diem dikamar… mending kita kedepan yuk… tadi ibu panggil tuh di depan“ Ujar Puput.

“Makasih yah dek, Makasih banget karena kakak masih memiliki kalian,”

“Iya kak, lupakan dia, atau kakak mau Puput kenalin sama …” Ujar Puput terputus.

“Puput, Dwi, makan dulu yuk!” Teriak Ibunya dari luar kamar.

“Iya Bu” Keduanya berpelukan sebentar, menangis bersama-sama. Merasa cukup lega bisa berbagi rasa dengan sesama saudara. Lalu beranjak dari kamar menuju ruang makan.



~•○●○•~​



Di dalam ruangan HRD Director 3MP, Citra baru saja menyelesaikan pekerjaannya. “Haaaahhhh,” lalu meregangkan kedua tangannya ke atas.

Krieekkk!

“Hai, sibuk?” Seorang pria baru saja masuk kedalam ruangannya. Citra membalasnya dengan gelengan kepala.

"Sini masuk” Ajak Citra mempersilahkan L masuk.

“Makan yuk.” Ujar L.

“Hmm, bentar lagi deh… masih jam 11 nih.” Jawab Citra sambil melihat arloji di lengan kirinya.

“Ya udah, lagian aku juga belum lapar banget.” Ujar L. “Oh iya, rencana yang kemarin gimana?”

“Hehehe, Citra gitu loh… semuanya berjalan dengan lancar sesuai yang di rencanakan sebelumnya.” Jawab Citra mengangkat kedua alisnya sambil menatap wajah L.

“Huffh, emangnya gak keterlaluan beib ngerjain si bos kek gitu?” Tanya L yang sebetulnya kurang setuju dengan permainan yang Citra lakukan saat ini.

“Sekali-kali kak Al digituin… biar hidupnya sedikit berwarna lah L, dari dulu datar-datar aja tuh hidupnya” Jawab Citra tersenyum.

“Iya sih, tapi kamu harusnya bangga dengan si bos… secara, dia gak suka mempermainkan wanita seperti…” Ujar L terputus.

“Seperti kamu, iya kan?”

“Asyemm, elah… itu mah masa lalu keles.” L nyengir menyela perkataan si Citra.

“Yah kan Citra hanya mengumpamakan doang… gak salahkan?”

“Susah yeh ngomong sama kamu, ada aja jawabannya… huffhhhh”

“Tapi...justru itu yang bikin Citra suka Hihihihi” Ujar Citra sembari mengedipkan mata.

“Hehehe, iya donk… L gityu loh.” Balas L membuat Citra memanyunkan bibirnya.

“huhuhu dasar!”

“Oh iya beib… sekarang apa rencana selanjutnya nih?” Tanya L membuat Citra sedikit berfikir.

"Ehm...step ke-2, Ibu Ningsih” Jawab Citra setelah memikirkan sesuatu.

“Maksudnya?” Tanya L masih bingung.

"Gak usah banyak nanya, liat aja nanti. Hihihihihi”

“Ya udah kalau gitu aku balik ruangan dulu, telpon aja kalau udah mau istirahat.” Ujar L lalu setelah itu ia pun pamit untuk kembali ke ruangannya.

Begitu L pergi, Citra tertawa kecil sembari jari-jarinya mengetuk meja
“Ok, step ke dua… sabar yah kak, dan maafkan Citra kalau sudah membuat kakak sedih" Gumam Citra dalam hati.



~•○●○•~​



Di ruangan Direktur Utama terlihat Al sedang sibuk di meja kerjanya, sebuah ketukan dari depan pintu membuatnya sedikit menoleh ke arah pintu. “Masuk.”

Tersirat sebuah senyuman tipis di wajah Citra yang baru saja masuk ke dalam ruangan Al. karena dialah yang menjadi dalang semua ini.

“Tumben kak, sibuk banget hari ini?” Tanya Citra saat duduk di depan Al.

“Hemm,” Al berdehem tanpa menoleh ke Citra.

“Citra ganggu gak?” Tanya Citra.

“Ada apa Cit?” Tanya Al yang masih sibuk memainkan jemarinya di atas keyboard laptopnya dan kedua matanya menatap tajam layar monitor.

“Citra cuma pengen bilang, besok Eci mau ke Jakarta tuh… katanya mumpung lagi libur” Ujar Citra menahan senyumnya.

Citra sebetulnya tak tega melihat kondisi kakaknya saat ini. Namun, ia juga sedikit kesal akan tingkah Al yang tidak berani membuka jati dirinya kepada Reva.

“Ohhh, ya udah… mamah dan papah gak ikut?” Tanya Al.

“Belum tau kak, nanti coba Citra tanya lagi. Maaf kalau Citra udah ganggu kerjaan kakak.” Jawab Citra membuat Al akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap ke Citra.

“Gak kok Cit, ini baru selesai selesaiin beberapa report yang di kirim sama si L dan Kang Nos.” Jawab Al mencoba melempar senyuman ke arah Citra.

“Ohh, ya udah deh kalau gitu… Citra tinggal dulu yah.” Ujar Citra beranjak dari duduknya.

“Ok,” Jawab Al singkat.

“Oh iya Kak, hmm… “ Citra menghentikan langkahnya dan kembali melihat ke arah Al.

“Ada apa?” Tanya Al menatap wajah Citra.

“Kakak baik-baik aja hari ini?” Tanya Citra.

“Hehehe, gak kenapa-kenapa kok Cit… kenapa emangnya?”

“Hari ini kakak kelihatan beda aja.” Jawab Citra membuat Al hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

“Mungkin kakak kurang tidur Cit.” Jawab Al.

“Yakin?”

“Menurut kamu? Sudahlah, jangan karena lulusan psikologi, kamu mengetahui semua apa yang aku rasakan… dasar”

“Yah udah deh… Citra gak akan nanya lagi.” Citra memperlihatkan wajahnya yang sedikit cemberut.

“Udah sana… katanya mau pergi, kok masih berdiri aja disitu.”

“Iya iya, dasar! Udah yah, Citra tinggal dulu.”

“Ok.” Akhirnya Citra meninggalkan ruangan Al untuk kembali ke ruangannya.



Al menarik nafas dalam-dalam setelah Citra pergi. Mata Al sedikit lelah, wajahnya pun sedikit pucat. Kejadian kemarin seakan membuat dunianya runtuh. Ia sadar ternyata selama ini ia sangat mencintai Reva. Namun semuanya terlihat mulai meredup. Kisah mereka berdua menurutnya telah berakhir.

“Hufhhh, kenapa aku begitu tolol yah.” Gumam Al pelan. Lalu mendesah, pasrah dengan keadaan. Mencoba menerima semuanya dengan kebesaran hati yang dimilikinya saat ini. Al tidak tahu lagi bagaimana caranya menyelesaikan masalahnya dengan Reva.

“Sampai kapan kamu terus seperti ini?” Sebuah pertanyaan di dalam dirinya yang sampai sekarang ia pun tak mampu menjawabnya.

Al meraih ponselnya, terdiam sesaat menatap layar ponsel yang tertuliskan sebuah nama, Gadis Bodoh. Seorang gadis yang telah membuat hidupnya lebih berwarna. Seseorang yang dengan tulus memberikan semua yang ia miliki untuknya .

Pelan tapi pasti, Al menggerakkan jempolnya untuk menekan sebuah tombol di layar ponselnya.

Ring back tone terdengar selama menunggu jawaban dari panggilannya. Nihil, tidak ada jawaban sama sekali. Sudah berkali-kali Al menghubungi Reva. Namun gadis itu mengacuhkannya.

"Dimana aku harus menemuinya?” Gumam Al pelan.

Al merasa bodoh lebih mementingkan pekerjaan. Selama Reva di Jakarta, ia tidak tahu dimana gadis pujaannya tinggal. Sebuah penyesalan berkecamuk di pikirannya. Namun semuanya telah terjadi. Dan waktu tak bisa diputar kembali.



~•○●○•~​



Besoknya…



Pagi ini Reva baru saja membantu ibunya sedang membersihkan taman belakang. Semalam ia sudah membulatkan tekadnya untuk tak mengingat nama Al dalam hidupnya. Mengubur dalam-dalam kisah mereka berdua.

Pengkhianatan yang dilakukan Al sangat melukai hati Reva. Namun, ia masih memiliki keluarga yang mampu menghiburnya. Reva mencoba mengalihkan pikiran dengan lebih memikirkan kehidupannya bersama ibu dan adiknya.

“Oh iya bu, si aden gak pulang lagi yah semalam?” Tanya Reva saat sedang menyapu taman belakang.

“Iya Dwi, gak tau tuh… udah dua hari aden gak pulang. Ibu coba telpon HP-nya, tapi gak diangkat.” Jawab Ibunya membuat Reva hanya menaikkan kedua alisnya.

“Mungkin beliau lagi ada kerjaan diluar kota… hehehe,”

“Gak biasanya aden seperti ini, kalau ia mau keluar kota… pasti ia akan ngomong ke Ibu.” Jawab Ibunya. Tersirat di wajah Ibu Ningsih memikirkan pemilik rumah mewah tersebut.

“Iya bu, padahal Reva pengen banget ketemu… pengen ngucapin terima kasih karena sudah membantu ibu dan Puput selama ini.”

“Hehe, semoga saja ia udah pulang rumah sebelum kamu balik ke Makassar yah nak.” Ujar Ibunya tersenyum.

“Hehe, penasaran deh Reva ma dia, bu… cakep gak? Hihihi” Tanya reva membuat Ibunya sedikit heran atas pertanyaan anaknya.

“Husshhh… kamu tuh ada-ada aja… yah jelas ganteng loh nak, tapi sayang… sampai sekarang aden belum punya kekasih.” Jawab Ibunya.

“Masa sih Bu?” Tanya Reva penasaran.

“Iya Nak… ibu paling tau tentangnya. Dan memang dalam hidupnya lebih memikirkan kerjaan daripada memikirkan wanita.”

“Dasar aneh… heheheh, kira-kira kalau Reva kenalan ma dia. Apa ia akan jatuh cinta yah? Hihihihi.” Candaan Reva membuat Ibunya hanya geleng-geleng kepala.

“Mimpi kamu nak… hehehehe, udah ah yuk sarapan dulu sayang. Tuh adik kamu udah nungguin juga dimeja makan.” Ujar Ibunya mengajak Reva masuk kedalam rumah.

Di meja makan, terlihat Reva dan Puput sedang mengobrol tentang masa-masa kuliah Puput selama ini. Dan sesekali Reva pun ikut menceritakan tentang pekerjaanya.

“Enak dong, sekarang kak Dwi udah punya penghasilan sendiri.” Ujar Puput saat mendengar cerita kakaknya.

“Iya dong… makanya kamu buruan selesaiin kuliah kamu biar bisa kerja kayak kakak.” Ujar Reva.

“Iya nih kak, Puput udah berusaha semaksimal mungkin kok. Hehehehe” Ujar Puput membuat Reva ikut bahagia mendengar pengakuan adiknya.

“Iya Put, kakak bakalan bangga kalau kamu bisa selesaikan kuliah kamu dengan cepat” Ujar Reva setelah mengunyah makanannya.

“Insya allah Kak… hehehehe.”

Tiba-tiba ditengah obrolan mereka, ponsel Reva berdering menandakan adanya panggilan masuk dari seseorang.

“Bentar yah Dek.” Ujar Reva.



“Assalamualaikum, Yah Ci.” Ujar Reva saat mengangkat telponnya.

”Wa’alaikumsalam, cyinn lo lagi dimana?” Tanya Eci di seberang.

“Di Jakarta lah non… hehehe, kenapa? Kangen yah… hihihihi” Canda Reva.

”Gue juga lagi di Jakarta nih… hehehe, nih lagi diperjalanan menuju rumah kakak gue.”

“Astaga, kenapa gak bilang-bilang dulu… kan aku bisa jemput kamu di bandara.”

”Hihihihi, ada kakak gue yang jemput keles… santai aja,” Jawab Eci nyengir.

“Ya udah, pokoknya kita harus ketemuan yah… jam berapa kamu gak sibuk?”

”Hmm, nanti aku kabarin deh… bbm aja alamat kamu, nanti aku jemput.” Ujar Eci.

“Ya udah, nanti aku BBM yah.” Ujar Reva lalu setelah itu mereka pun mengakhiri obrolan di telpon. Lalu Reva mengirimkan alamat tempat tinggalnya ke Eci.

“Dari siapa kak?” Tanya Puput saat Reva kembali menyantap sarapan paginya.

“Dari teman kakak, di Makassar…. Ternyata sekarang dia juga lagi di Jakarta.” Jawab Reva.

“Ohh, ajakin main kesini aja kak.”

“Iya, kakak udah BBM ke dia alamat kita.” Jawab Reva kembali.

Akhirnya keduanya kembali menyantap sisa sarapan pagi mereka yang sempat terhenti.



Beberapa menit kemudian…



Saat Reva sedang melamun di pekarangan depan rumah, terlihat sebuah mobil Toyota All New Camry memasuki pekarangan rumah. Ibu Ningsih yang melihat mobil tersebut segera mendekat ke mobil dan berdiri di samping pintu depan bagian kanan.

Reva yang masih memperhatikan mobil tersebut sedikit menahan nafas, harap-harap cemas dan bertanya dalam hati tentang pemilik rumah tersebut. Karena kebetulan kaca mobil sedikit gelap jadi Reva agak kesulitan melihat orang yang berada di dalam mobil.

Seakan waktu berjalan begitu lambat, sesosok wanita cantik berpenampilan elegan baru saja keluar dari pintu depan sebelah kanan mobil. Ibu Ningsih sedikit membungkuk saat melihat pemilik mobil tersebut sambil tersenyum.



Dugh!

Wajah cantik Reva yang tadinya sedikit cemas seketika berubah. Pemandangan yang ada di depan matanya lah yang menjadi satu-satunya penyebab perubahan air mukanya tersebut.

Tiba-tiba seorang lagi baru saja membuka pintu mobil sebelah kiri menambah keterkejutan Reva saat mengetahui siapa gadis tersebut. Sosok yang sedang memakai pakaian santai, dengan travel bag yang berada di tangan kiri. Seorang gadis yang barusan menghubunginya.

Reva menelan ludah seakan tak percaya dengan apa yang ia saksikan saat ini, kedua gadis cantik yang baru saja keluar dari mobil begitu dikenalnya.

“Pagi Non.” Ujar Ibu Ningsih menyapa gadis yang berpenampilan elegan itu. Citra, membalas uluran tangan Ibu Ningsih untuk bersalaman.

“Eh… non Eci ternyata yang datang… kapan tibanya Non?” Ujar Ibu Ningsih lalu bergantian bersalaman dengan gadis itu.

“Sejam yang lalu bu, trus Kak Cicit langsung ngantarin kesini deh.” Jawab Eci tersenyum.

”Ada apa ini?” Batin Reva, sekujur tubuhnya terasa kaku. Jelas ke dua gadis yang baru saja tiba sudah merusak mood Reva hari ini. Entah ia harus senang atau tidak, namun dibenaknya saat ini jelas masih sedikit tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Bukan karena kedua gadis itu yang sangat ia kenal. Namun ada hal lain yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang.

“Hai…” Sapa Eci saat mendekat ke Reva.

Reva masih saja menatap wajah Eci dengan tubuh yang kaku. “H..Hai, ke..ke..” Bibirnya sangat susah untuk mengucapkan sesuatu. Eci hanya tersenyum seperti sedang meledeknya.

“Kenapa loe Cin? Kok kayak liat hantu aje?” Ujar Eci membuyarkan lamunannya.

“Eh… anu… ka..”

“Astagaaa biasa aje kali Cyin.” Ujar Eci. Namun Reva masih saja kaku berhadapan dengan sahabatnya.

“Hai Reva, apa kabar?” Citra ikut melangkah mendekat ke Reva lalu menyapanya dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.

“Eh kalian udah saling kenal yah?” Tanya Ibu Ningsih yang terkejut.

“I..iya Bu, Alhamdulillah Ibu Ci..Citra.” Kegugupan Reva dihadapan mereka membuat Citra dan Eci tersenyum.

“Woiyyy, kenapa loe? Kok loe kayak mayat hidup gini sih Cyin?” Tanya Eci, lalu segera memeluk tubuh Reva yang masih kaku. “Sorry, gue udah tau kalau loe anak ibu Ningsih… hehehehe, tapi… pengen ngasih surprise aje ke elo tau.”

Rangkulan Eci di bahu Reva membuat raut wajah Ibu Ningsih sedikit berubah.

“Maaf yah Bu. Eci ama Reva tuh sebenarnya sahabatan di Makassar.” Ujar Citra menjawab kekhawatiran setelah melihat raut wajah Ibu Ningsih.

“Dwi…” Ujar Ibu Ningsih, dan Reva mengangguk pelan, menjawab apa yang di khawatirkan oleh ibunya.

Reva melirik Eci, dan Eci pun tersenyum. “Kenapa? Kaget yah?” Tanya Eci membuat Reva membalas senyumannya.

“Ayo… udah ketemu ama kakak gue belum? Hehehe, jangan bilang loe berdua udah ehem…ehem di sini… secara kan loe satu rumah ma doi.” Bisik Eci.

Dugh! Pernyataan Eci barusan telah menjawab apa yang di khawatirkan oleh Reva sejak tadi.

Wajahnya seketika menjadi pucat, memikirkan apa yang akan terjadi. Di satu sisi, ia masih mencintai Al walaupun sudah menyakitinya. Di satu sisi, jelas sekali ia akan bingung menjawab pertanyaan dari Eci nantinya. Dan juga pertanyaan Mamah Eci saat ia di Makassar.

Seorang pria yang selama ini menopang hidup keluarganya. Sejenak, sebuah dilema menghampirinya. Apakah ia akan tetap mempertahankan cintanya dengan Al, atau menerima perjodohannya dengan kakak Eci.

“Hei kok masih melamun sih cin?” Tanya Eci saat mereka berada di ruang tengah rumah induk.

“Hehe, gak kok Ci. Masih syok aja dengan semua ini.” Jawab Reva.

“Ya udah kalau gitu, Kak Citra tinggal dulu yah Ci… masih ada kerjaan dikantor yang harus kakak selesaikan.” Ujar Citra tiba-tiba yang sedari tadi hanya diam memperhatikan tingkah kedua sahabat tersebut.

“Oce deh bos... hati-hati nyetirnya.” Jawab Eci.

“Ok, ya udah Va, Ibu Ningsih, Eci… Citra pamit dulu yah… Assalamualaikum.” Ujar Citra lalu berpamitan untuk kembali ke kantor.

Reva kembali melamun, berfikir dengan semua ini. Ibu Ningsih hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya, namun sungkan untuk menanyakan keadaan putrinya saat ini mengingat karena adanya Eci di situ. “Ya udah, Non Eci ibu siapin sarapan pagi dulu yah.”

“Iya Bu, makasih sebelumnya.” Jawab Eci lalu ibu Ningsih meninggalkan kedua gadis itu yang masih duduk di ruang tamu.

“Udah deh cin… kok masih melamun aja?” Tanya Eci membuyarkan kembali lamunan gadis di sebelahnya.

“Hehehe, iya..iya bawel ihh” Jawab Reva.

“Ecii kangeeeeennnnnn.” Seketika Eci memeluk tubuh Reva membuat Reva sedikit terkejut. Lalu ia-pun membalas pelukan gadis itu.

“Iya, aku juga kangen ama kamu nek.” Balas Reva.

“Oh iya, sampai kapan loe di Jakarta?” Tanya Eci saat mereka kembali mengobrol.

“Hmm, minggu gue balik Makassar.” Jawab Reva.

“Hmm, gue sempat mikir Va… Buat apa loe balik ke Makassar? Mending loe disini aja… kan enak tuh ada ibu ama si puput.” Ujar Eci membuat Reva mengernyitkan alisnya.

“Terus kerjaanku di Makassar gimana non… dasar kamunya.”

“Elah, nanti gue bilang ama kak Citra, untuk pindahin loe ke Jakarta.” Jawab Eci membuat Reva terkejut. “Secara kan hotel tempat lo kerja punya kakak gue juga.”

“Iya sih… tapi…” Ujar Reva terputus.

“Udah, gak ada tapi-tapian… nanti malam gue yang akan ngomong ke kak Citra.”

“Terus kamu gimana? Masa iya aku tega ninggalin kamu di Makassar sih?” Tanya Reva membuat Eci hanya tersenyum.

“Gampang kalau gue mah… tinggal mesen tiket kalau kangen ama loe cin.” Jawab Eci dan sepertinya Reva pun tak bisa membantah keinginan sahabatnya.

Jelas sekali, keinginannya untuk tinggal bersama ibu dan adiknya saat ini sudah dipermudah oleh sahabatnya. Namun, sepertinya ada sedikit yang mengganjal di pikirannya sampai saat ini.

“Ya udah, kalau gitu kita ke kamar gue aja yuk… pokoknya selama gue di Jakarta… loe nginap di kamar gue yah.” Ujar Eci membuyarkan lamunan Reva.

“Gak apa-apa gitu?” Tanya Reva.

“Iyalah gak apa-apa… emang siapa yang mau ngelarang kamu?”

“Hufhhh kali aja kakak kamu yang larang.” Jawab Reva. Ia pun tak mampu menolak semua apa yang di inginkan oleh Eci.

Percuma saja ia menolaknya, karena ia sadar kalau Eci itu tipe orang yang keras kepala.

“Gue pastikan, kakak gue bakalan senang-senang aja kalau loe nginap dikamar gue… hehehehe,”

“Ya udah deh kalau gitu.” Jawab Reva pasrah.

“Yuk…” ajak Eci untuk naik ke salah satu kamar yang berada di lantai dua rumah tersebut.

Saat mereka berdua melangkah naik ke lantai dua, kedua mata Reva masih saja melihat-lihat sekeliling rumah tersebut. Matanya menyapu semua sisi yang berada diruangan yang ia lewati. Sepertinya mencari sesuatu. Namun, apa yang ia cari ternyata tidak terlihat sedikitpun sehingga membuatnya sedikit menarik nafas.

Mereka berhenti di depan salah satu pintu kamar di lantai dua. Kemudian Eci mempersilahkan Reva untuk masuk kedalam kamar tersebut dengan meninggalkan sebuah rasa penasaran di benak Reva. Penasaran atas apa yang selama ini ia pikirkan. ”Kok biar satu foto-pun gak ada sih… hufhhh, dasar orang aneh.” Batin Reva saat berada di dalam kamar.



~•○●○•~​



Di dalam sebuah kamar hotel mewah, Al memandang lurus ke depan, tepatnya kepada cermin yang memantulkan sebagian besar tubuhnya. Pandangannya tertancap pada matanya sendiri, mencoba mencari sesuatu dari sana. Sesuatu yang mungkin memberikan jawaban kepadanya tentang perasaannya saat ini. Hal yang telah terjadi pada malam itu memberikannya begitu banyak tuntutan dan pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya. Bukan oleh siapapun, tetapi hanya dirinya sendiri yang dapat memberikan jawaban itu.

Rasanya sulit sekali menggambarkan perasaannya saat ini. Malam itu Al hampir saja melakukan sesuatu yang ia pun tak akan pernah menyangkanya. Walaupun dalam keadaan setengah mabuk, Al masih mampu menyadari apa yang akan ia lakukan terhadap gadis itu.

Sudah cukup bagi Al menahan beragam gejolak di dadanya. Sepantasnya ia harus memutuskan siapa gadis yang akan ia pilih.

Satu hal yang saat ini ia pikirkan, segera berterus terang tentang siapa dirinya. Walaupun tidak semudah itu baginya mengakhiri kebohongan yang telah ia buat dari awal. Al menyiapkan mental untuk menerima konsekuensi dari keputusan yang akan ia ambil nantinya.

Aku melakukan semua ini hanya untuknya. Kalimat itu yang selalu saja diteriakkan oleh hati palsunya untuk mensugesti pikirannya sendiri ketika akal sehat mulai menuntut dirinya untuk menghentikan semua permainan yang pada akhirnya nanti ia tahu dengan jelas akan menyakiti dirinya sendiri.

Ingatannya berputar, mengingat kejadian malam itu…








Al menarik nafasnya yang terasa berat setelah selesai mengingat kejadian malam itu. Kemudian Al menoleh ke arah ranjang yang menjadi saksi malam itu.

Sudah dua malam Al memilih menginap di hotel ini, dan semalam ia memutuskan untuk tidak mengajak Diah karena ia ingin menyendiri dulu untuk berfikir atas apa yang telah terjadi antara dia dengan gadis yang dicintainya.

Lalu Al beranjak dari posisinya dan mengambil semua barang-barangnya yang berada di atas meja. Al harus berangkat lebih awal hari ini karena mengingat ada pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya.



~•○●○•~​



“Mending loe putusin aja tuh cowok Va…”

“Dia sudah selingkuh tau…”

“Mending loe terima aja kakak gue, toh juga loe kan belum kenal ma doi…”


Kalimat itu masih terus terngiang-ngiang di telinga Reva. Kalimat dari Eci yang semalam ia dengar saat menginap dikamar Eci.

Reva merasakan sebuah keraguan di dalam dirinya saat ini. Sejujurnya ia tak kuasa untuk menolak, tapi tak juga bisa dengan mudah menerimanya. Sangat sulit baginya untuk memenuhi permintaan sahabatnya, karena dihatinya masih mencintai Al walaupun sudah menyakitinya dengan berselingkuh dengan wanita lain.

Satu hal yang tak bisa diterima oleh akal sehatnya. Menikah dengan seseorang yang tak dikenalnya justru akan menjadi suatu beban tersendiri bagi Reva. Bagaimana mungkin menjalani suatu kehidupan pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta? Sedangkan cintanya sudah memilih seorang Al. hal itulah yang saat ini menjadi pertimbangan Reva hingga memberatkan hatinya untuk tulus menerima kenyataan itu.

Ketidakkuasaan untuk menolak juga menjadi batu sandungan yang paling besar dan sulit dihindarinya. Sebagai seorang anak dari ibu yang telah dibantu oleh pria itu makin membuatnya dilema.

Selama ini hidup Ibu dan adiknya telah terbantukan oleh pria itu. tinggal di rumah besar dan juga dipercaya menjaga rumah tersebut selama ini.

”Ya Allah, apa yang harus aku lakukan sekarang.” batin Reva tak kuasa menahan beban di dirinya.

Saat ini Reva duduk sendiri di ruang tamu, masih memikirkan beban yang akan ia tanggung nantinya. Sedangkan Eci masih tertidur, saat Reva memilih lebih dulu bangun pagi ini dan meninggalkan Eci di dalam kamar.

Samar-samar terdengar langkah kaki seseorang mendekatinya. Lalu ia pun menoleh ke arah suara langkah kaki tersebut.

“Kamu udah bangun, nyenyak amat tidurnya cin.” Ujar Reva saat melihat Eci berdiri di sampingnya sambil mengucek-ngucek kedua matanya.

“Hihi, maklum nek… capek tau kemarin baru nyampai dari Makassar.” Jawab Eci nyengir.

“Ya udah, bobo lagi sana… masih ngantuk kok udah bangun.”

“Enak aja… gue mau mandi dulu yah.” Jawab Eci. “Oh iya, tadi gue udah telpon kak Citra… dan dia setuju kalau loe pindah ke Jakarta.”



Dugh!



Sesaat Reva terdiam mendengar kalimat terakhir yang Eci katakan.

“So?” Tanya Reva.

“Udah ah… gue mandi dulu… entar dilanjut lagi ngobrolnya… byeee.” Eci tak menjawab pertanyaan Reva, malah lebih memilih beranjak meninggalkan Reva menuju kamarnya kembali.

“Dasar!.” Gumam Reva pelan sambil memandang tubuh Eci dari belakang yang sudah menjauh darinya.

Reva kembali terdiam, menatap layar smartphonenya. Melihat beberapa pesan dan juga panggilan tak terjawab di layar HPnya.

Beberapa kali Al mencoba menghubunginya, namun sepertinya Reva masih tak ingin membalas pesan BBM maupun mengangkat telpon dari pria itu.

”Apakah aku harus menghubunginya? Batin Reva. Awalnya memang gadis itu mengabaikan semua telpon dari Al. namun sepertinya ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.

“Hufhh, sepertinya aku harus mencari kepastian darinya.” Gumam Reva pelan. Lalu ia pun memutuskan untuk menghubungi pria itu melalui Hpnya.

“Halo, bisa ketemuan sekarang?”





Still Continued… .post { background:#fff url("https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWQBoqmDqaKxov0n55TbRCNe2ViGybhrVFL3zOXtwrDVZ97dYwtThhTCLkBy0NhgtqPNkUNbP_xpAFHiFHbda9XvJRrsleUZnL49jnPzZ0P8dxWky2KJoTJLcLbnv0lXWYVn03OJhrPM-u/s1600/Sidebar.jpg") repeat-x bottom; border:5px solid #000; margin:0 0 0.5em; padding:0.5em; color:#000; font-family:"Trebuchet MS"; -moz-border-radius-topleft: 20px; }

Me & U - PRIVATE SECRET 39

ALFRIZZY YUDHA PRATAMA

[​IMG]



REVALIAN DWINSYIRAH

[​IMG]



HARDIAH DAMAYANTI SOPUTAN

[​IMG]




BAB 38 – AKU YANG SALAH



Jakarta…

Sore ini, disebuah Café yang terletak tak jauh dari kantor pusat 3MP. Diah sedang duduk menghirup aroma khas yang begitu di kenal oleh hidung dan lidahnya. Hot cappucino latte kesukaannya baru saja di bawakan oleh salah satu waitres café tersebut.

Gadis itu duduk sendiri di kursi bagian pojok kiri. Ia sedang menunggu seseorang yang baru saja mengabarinya melalui pesan singkat dari BBMnya, bahwa orang yang ditunggu sedang di perjalanan menuju Café.

Wajahnya murung, sambil menyerup cappuccino kedua matanya menatap jalan raya dengan pandangan kosong.

Dilema yang begitu besar yang saat ini hinggap di pikirannya, setelah bertemu dengan Citra beberapa hari yang lalu. Dimana gadis itu di panggil menghadap ke ruangan HR Director.

Beberapa penggal ingatannya tentang kejadian beberapa hari belakangan ini, sebuah ingatan yang membuat sesak di dadanya.





“Liat aja nanti, aku gak akan ngelepasin kak Al.” Gumamnya pelan setelah mengingat semua yang terjadi beberapa hari belakangan ini.

Saat gadis itu sedang sibuk melamun, tiba-tiba seorang pria menghampirinya. Al, baru saja tiba di café tersebut. “Maaf, udah nunggu.”

“Eh Kak… hehe, baru juga sampai.” Diah terkejut, lalu menoleh ke pria itu sambil tersenyum saat melihat Al sudah berada di depannya.

“Dasar.” Ujar Al lalu menarik kursi di samping gadis itu.

“Mana oleh-olehnya Kak.” Ujar Diah manja.

“Hehe, lupa Di.” Jawab Al membuat gadis itu cemberut. “Kok mukanya ditekuk gitu?” Tanya Al kembali.

“Au ah…” Jawab Diah memasang muka cemberut sambil memangku wajahnya di meja dengan kedua tangannya.

“Dasar gadis manjaa…” Al mengucek-ucek rambut gadis itu.

“Ihhh, apaan sih… sebel Diah sama kakak.”

“Kok gitu?” Tanya Al menahan senyumnya.

“Pokoknya sebal aja… masa selama di Makassar gak pernah ngabarin Diah ih.” Ujar Diah.

Tiba-tiba, sebuah intro lagu terdengar di sound dalam café. “Sttttttt,” Al menyuruh gadis itu untuk diam sejenak.

SHEILA ON 7

Datanglah sayang dan biarkan ku berbaring.

;Di pelukanmu walaupun tuk sejenak. 

Usaplah dahiku dan kan kukatakan semua.

Bila kulelah tetaplah disini,
Jangan tinggalkan aku sendiri

♫Bila kumarah biarkanku bersandar,♫
♫Jangan kau pergi untuk menghindar.♫

♫Rasakan resahku dan buat aku tersenyum,♫

♫Dengan canda tawamu walaupun tuk sekejap.♫

♫Karna hanya engkaulah yang sanggup katakan aku.♫

♫Karna engkaulah satu-satunya untukku.♫
♫Dan pastikan kita selalu bersama♫
♫Karna dirimulah yang sanggup mengerti aku,♫
♫Dalam susah ataupun senang.♫

♫Dapatkah engkau s'lalu menjagaku.♫
♫Dan mampukah engkau, mempertahankanku.♫

♫Bila kulelah tetaplah disini,♫
♫Jangan tinggalkan aku sendiri.♫
♫Bila kumarah biarkanku bersandar.♫
♫Jangan kau pergi untuk menghindar♫



“Untukmu Di.” Ujar Al tersenyum saat lagu selesai.

“Makasih Kak.” Jawab Diah membalas senyuman Al.

“Jangan bersedih lagi ya, masih ingat kan? Dulu kamu yang hibur aku dengan lagu ini.” Ujar Al.

“Hu uh.” Jawab Diah.

“Ya udah, kalo gitu senyum lagi dong.”

“Kak, hemm…” Ujar Diah masih memangku wajahnya menoleh ke Al.

“Kenapa?” Tanya Al.

“Lupain aja… hehe,” Ujar Diah tersenyum menatap mata pria itu. Tatapan mata sayu membuat Al tersenyum.

“Ngomong aja,”

“Apakah kakak pernah merasa sayang sama Diah gak?” Tanya Diah dengan wajah memohon.

“Hmm, mau jujur?” Tanya Al.

“Hu uh.”

“Aku sayang ke kamu, seperti halnya aku sayang ke Citra. Ngertikan maksudku?” Tanya Al membuat Diah menunduk. Tetesan air mata gadis itu tak terasa mengalir di pipinya, saat mendengar jawaban pahit dari Al.

“Makasih Kak, hik..” Ujar Diah tak berani menatap wajah Al.

“Kamu marah?” Tanya Al dan Diah hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya. “Maaf,”

“Gak apa-apa kak, mungkin Diah yang terlalu berharap ke Kakak.”

“Sejak awal, aku udah menyayangi kamu seperti halnya aku menyayangi Citra. Kamu ngertikan maksudku?”

“Ngerti Kak…” Jawab Diah.

“Ya udah, kalau gitu jangan sedih lagi dong… apa perlu aku minta ke masnya untuk mutarin lagu yang tadi lagi?” Ujar Al.

“Gak perlu kak… hehehe,” Jawab Diah dengan senyum dipaksa.

“Kamu butuh sandaran gak, untuk sekedar melampiaskan kesedihan kamu saat ini.?” Tanya Al. namun Diah menjawabnya dengan menggelengkan kembali kepalanya sambil tersenyum.

“Kak, boleh Diah minta sesuatu gak hari ini?” Tanya Diah yang kembali menatap wajah Al.

“Silahkan.”

“Jadikan aku kekasih kak Al malam ini, boleh gak?” Tanya Diah membuat Al mengernyitkan alisnya.

“Dasar aneh.”

“Boleh gak?” Tanya Diah memohon.

“Hehe, hanya sehari aja kan?”

“Iya kak, hanya malam ini aja… dan, hmmm… temani Diah malam ini.” Jelas gadis itu. “Boleh kan?”

“Ya udah… btw, masih mau nongkrong disini atau?” Tanya Al.

“Hmm, ajak Diah bersenang-senang dong Kak.” Ujar Diah tersenyum membuat Al akhirnya mengangguk mengiyakan permintaan gadis itu.

“Makasih Kak Al-ku… muachhh” Ujar Diah mengecup pipi Al.

Akhirnya tak lama, mereka meninggalkan café itu. Diah menggandeng manja lengan Al saat mereka melangkah menuju ke mobil pria itu.

Saat mereka di jalan, Diah mengirimkan sebuah pesan BBM kepada seseorang. Walaupun sedikit berat namun ia telah berjanji akan melaksanakan permintaan orang itu.



~•○●○•~​



Sore ini, Ibu Ningsih sedang membersihkan rumah Al. kebetulan kedua putrinya sedang jalan-jalan ke Mall. Maka ia memutuskan untuk sekalian memasak makanan buat para pekerja di rumah tersebut.

Tiba-tiba, HPnya berdering adanya panggilan masuk.

Sejenak wanita itu mengernyitkan alisnya saat melihat nama yang tertera di layar smartphonenya.

“Assalamualaikum, Iya Non Citra… ada apa yah telpon ibu?” Tanya Ibu Ningsih saat menjawab telponnya.

“Loh, kok bisa Non?”

“Hah? Waduh… coba deh nanti ibu telpon si Puputnya.”

“Semoga aja yang Non liat itu beneran si Puput, jadi dia bisa ngambilin barang Non Citra yang ketinggalan.”

“Ya udah deh Non, Ibu telpon Puputnya dulu… assalamualaikum.” Ujar Ibu Ningsih menutup telponnya.

Sedetik wanita itu mengernyitkan alisnya, sedikit pertanyaan dalam hatinya. Kenapa bisa kebetulan begitu yah. Tanpa pikir panjang, wanita itu segera menelpon putrinya untuk meminta tolong mengambikan barang Citra yang ketinggalan tadi.

“Wa’alaikumsalam, Put kamu lagi dimana nak?”

“Waduh, kamu bisa ke Grand Indonesia Gak nak?”

“Iya, kebetulan dompet non Citra ketinggalan di toko Charles & Keith

“Ya udah, kebetulan kamu lagi deket situ… kamu singgah gih nak, kasian Non Citranya tuh.”

“Wa’alaikumsalam,” Ujar Ibu Ningsih saat menutup telponnya.

“Dasar Non Citra, semoga saja dompetnya masih ada.” Gumam Ibu Ningsih pelan lalu melanjutkan kerjaannya.

Beberapa menit kemudian, saat Ibu Ningsih sedang memasak di dapur. Hpnya kembali berdering.

“Assalamualaikum, iya Non.”

“Alhamdulillah kalau gitu, Syukur deh kalau udah ketemu.”

“Gak masalah Non,”

“Iya, tadi ibu sudah minta tolong ke Puput… mungkin dia udah tiba di sana”

“Hehe, yah gak apa-apa Non… nanti biar ibu yang telpon ke Puputnya bilangin kalau dompet Non Citranya udah ketemu.”

“Iya Non, sama-sama.”

“Wa’alaikumsalam.”

Setelah menutup telpon Citra, ibu ningsih segera menelpon putrinya untuk memberitahukan bahwa dompet Citra ternyata sudah diketemukan.

Akan tetapi karena puput terlanjur sudah berada di Grand Indonesia, jadi kedua putrinya memilih untuk sekedar berjalan-jalan sejenak. Akhirnya Ibu Ningsih mengijinkan kedua putrinya untuk kembali berjalan-jalan dengan syarat pulangnya jangan terlalu malam.



~•○●○•~​



Grand Indonesia Shopping Town merupakan salah satu Mall terbesar di Jakarta. terdiri dari tiga bagian: East Mall, West Mall dan sebuahSkybridge yang menghubungkan kedua bagian tersebut. Skybridge tersedia di lantai 1, 2, 3, 3A, dan 5 dengan sebuah foodcourt berkonsep Food Louver yang berada di lantai 3. di Food Louver ini Anda bisa menemukan berbagai macam jenis makanan seperti Mie Lekker, KFC, Gado-Gado, Bakwan Malang, Masakan Jawa, Masakan medan.

Puput dan Reva sedang bercanda sambil berjalan-jalan mengelilingi mall tersebut. Walaupun mereka tak berbelanja, tapi setidaknya Reva cukup puas walaupun hanya sekedar berkeliling.

Lumayan, menambah pengalaman untuk gadis itu yang memang baru pertama kali ia menginjakkan kakinya di ibu kota.

“Kak, Puput ke toilet dulu yah.” Ujar Puput.

“Ya udah, kakak nunggu disini yah.”

“Hehehe, iya lah… jangan jauh-jauh… ntar tersesat baru tau rasa” Candaan Puput membuat Reva ikut tertawa.

“Dasar, Ya udah buruan sana.”

“Oce boss” Jawab Puput lalu meninggalkan Reva.

Saat Reva masih melihat-lihat pakaian wanita dari balik kaca. Dari arah Magnum Café sepasang muda-mudi saling bergandengan tangan baru saja keluar dari café itu.

Mereka sedang melangkah keluar Mall, berjarak beberapa meter dari Reva yang masih membelakangi mereka.



“Huff lama nih si Puput,” Gumam Reva sesaat sebelum membalikkan tubuhnya.



Tiba-tiba…

Dugh!

Saat Reva membalikkan badan. Ia melihat seorang pria yang begitu dikenal dan di cintainya sedang berjalan mesra berduaan dengan wanita lain. Pikirannya berkecamuk, seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Reva berdiri tegak dan menatap wajah pria itu, mencoba untuk menguatkan emosionalnya sebelum mencari kebenaran atas semua ini dan mencoba untuk berusaha berfikir positif.

Sepasang muda mudi itu masih bercanda tanpa menyadari sosok Reva sudah berjarak dua meter dari mereka. Bahkan pria itu tersenyum terhadap gadis di sebelahnya menambah rasa sakit di dada Reva. Sedetik kemudian, Reva memberanikan diri melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit walau hatinya dipenuhi rasa sakit untuk mendekati mereka. namun ia harus mencari jawaban langsung dari pria itu.

“Al…” Reva memanggil nama pria itu dengan bibir gemetar. Yang ternyata pasangan itu tak lain Al dan Diah.

“Eh,” Al yang tersadar segera menghentikan langkahnya. Namun, Diah masih saja menggandeng lengannya dengan manja.

“Maaf,” Hanya satu kata yang terucap dibibir pria itu. Biar bagaimana apa yang ia lakukan saat ini sudah sangat salah.

Reva menjawab dengan mengangguk dan menatap tajam mata Al.

“Siapa Kak?” Tanya Diah menoleh ke Al.

“Dia…” Ujar Al terputus.

“Sudah jelas, inilah jawaban selama dua hari ini kamu tidak mengabariku.” Ujar Reva mencoba menahan sesak didadanya.

Mata Reva mulai berkabut, dadanya terasa sesak. Tak bisa dipungkiri bahwa ia merindukan sosok itu, orang yang sangat ia cintai, namun takdir berkata lain.

“Apa yang kamu lihat saat ini, hanyalah…” Ujar Al terputus. Mencoba merangkai sebuah kalimat untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Gak Al, udah jelas kok semuanya.” Reva menyela sambil menggelengkan kepalanya. Membuat Al hanya menarik nafasnya. Entah apa yang ia harus lakukan saat ini.

Sedih bercampur pasrah, karena percuma saja ia menjelaskan kepada Reva. Karena ia sadar saat ini Reva sedang emosi.

“Di, bisa lepaskan tangan kamu dulu.” Ujar Al pelan membuat Diah mengikuti kemauan pria itu. “Makasih.”

Tubuh Reva kaku, lututnya perlahan-lahan terasa lemas. Napasnya kini makin terasa sesak setelah menyadari bahwa harapannya sudah musnah. Apa yang ia lihat didepan mata kepalanya sendiri telah menjawab semuanya.

“Kamu marah?” Tanya Al mendekati gadis itu.

“It’s ok Al… mungkin aku yang tolol sudah mempercayai semuanya.” Jawab Reva pelan dan sudah tak bisa membendung kesedihannya saat ini. Butiran-butiran air mata perlahan-lahan turun membasahi kedua pipinya.

Hatinya terasa begitu sakit. Seseorang yang dicintainya dan dipujanya begitu tega melakukan sebuah kebohongan yang sangat menyakitkan untuknya. Reva merasa sudah ditipu mentah-mentah. Reva merasa telah menjadi orang paling bodoh di dunia karena begitu mudahnya dipermainkan oleh satu orang pria yang sangat dipercayainya. Rasanya Reva ingin berteriak, bila mengingat semuanya yang pernah mereka lalui bersama.

“Stop! Jangan mendekat lagi.” hardik Reva keras. Tubuhnya menegang dan kaku karena menahan emosi. Sedangkan Al menghentikan gerakannya persis seperti yang diinginkan Reva karena ia sendiri pasrah dengan semuanya.

“Va… maaf” Ujar Al pelan.

“Plis, mulai sekarang jangan ganggu aku lagi… kisah kita sudah berakhir disini, semua janji-janjimu selama ini ternyata palsu… hik…hik” Ujar Reva yang sudah menangis dan menatap tajam wajah Al. “Kamu tau Al! Sakit Al… sakit banget” Lanjutnya memukul pelan dadanya.

“Iya Va, pasti sakit… dan aku minta maaf.” Jawab Al membuat Reva tak mampu berkata apapun.

Sebuah harapan yang Reva tanamkan ke diri Al musnah seketika. Mimpi-mimpi indah yang akan mereka rajut saat menikah nanti kini hilang ditelan kenyataan pahit. Kenyataan bahwa Al telah membohonginya selama ini. Menciptakan sebuah perasaan cinta terhadapnya. Membiarkan dengan ikhlas melepaskan sebuah mahkota terpentingnya untuk pria itu. Ternyata hanyalah sebuah permainan yang telah diatur oleh Al selama ini.

“Percuma kamu minta maaf Al…hik…hik… dan terima kasih atas semua kebohonganmu selama ini…hik”

“Maafkan aku Va.” Ujar Al menyesali semua yang telah terjadi. Namun tak bisa melenyapkan kesedihan yang Reva rasakan.

“Sudah cukup… sudah cukup semuanya… aku benci kamu Al…hikk…hik” Tak bisa menahan lagi perasaannya. Maka Reva memilih untuk segera meninggalkan tempat itu. “Maaf, aku harus pergi… hik…hik… dan sekali lagi jangan ganggu aku mulai saat ini dan selamanya.” Ujar Reva sesaat sebelum meninggalkan Al dan Diah.



Hening!



Diah mendekat ke Al yang masih berdiri kaku menatap kepergian Reva.

“Kejar Kak,” Ujar Diah pelan.

“Gak usah Di,” Jawab Al menoleh ke gadis itu.

“Kenapa kak?” Tanya Diah yang sebetulnya tak tega berbuat seperti ini.

“Ntah lah, aku juga bingung dengan semuanya.” Jawab Al pasrah.

“Diah minta maaf yah kak… hik…hik” Ujar Diah yang ikut bersedih.

“Kamu gak salah kok, ini semua salahku.” Ujar Al menarik tubuh Diah lalu memeluk gadis itu. “Yuk, mending kita pergi saja”

“Kakak yakin gak mau mengejarnya?” Tanya Diah.

“Buat apa? Toh dia juga lagi emosi saat ini… yang ada, dia pasti makin emosi saat aku mengejarnya.”

“Hufhh, dasar Kak Al… pengecut” Ujar Diah pelan.

“Memang…” Jawab Al membuat Diah hanya menggelengkan kepalanya.

Saat Al dan Diah melangkah meninggalkan tempat yang menjadi saksi kejadian yang menyedihkan tadi, Puput baru saja kembali dari toilet.

“Loh, Kak Dwi mana yah?” Gumam Puput saat tak melihat kakaknya berada di tempat itu.

“Loh, itukan Pak Al.” Lanjutnya saat melihat Al dan Diah dari jauh sedang melangkah keluar. “Hufhhh, pasti itu cewek yang tuh hari nginap dirumah… tapi serasi sih… hihihihi, semoga Pak Al bisa mendapatkan jodoh secepatnya.”

“Eh, ngomong-ngomong kak Dwi dimana yah?”

Puput kemudian menelpon kakaknya, “Halo Kak, lagi dimana?”

“Oh ya udah, Puput kesana sekarang.” Ujar Puput lalu pergi menemui Reva yang sudah berada di luar Mall setelah menutup telponnya.



~•○●○•~​



Diperjalanan, Al masih diam sambil fokus menyetir. Dalam diamnya dia menyesali semua apa yang ia lakukan tadi. Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini. Padahal apa yang ia lakukan hanyalah sekedar untuk menyenangkan si Diah, namun kenyataannya malah sangat jauh berbeda.

“Kak…” Diah mencoba memecah keheningan sambil menoleh ke arah Al.

“Hmm,” Al hanya berdehem tanpa menoleh sedikitpun.

“Kita mau kemana?” Tanya Diah sedikit merasa heran. Karena mobil yang mereka kendarai berlawanan arah dengan tempat tinggalnya maupun tempat tinggal Al.

“Malam ini kamu masih pacarku kan?” Tanya Al masih tidak menoleh ke gadis itu.

“Menurut kakak?”

“Temani aku malam ini.” Ujar Al masih menatap tajam jalan raya.

“Emangnya mau kemana Kak?” Tanya Diah sedikit gugup.

“Entahlah… pokoknya temani aku aja.”

“Ya su..sudah.” Jawab Diah mengangguk dan kembali menatap jalan raya dengan pikirannya yang berkecamuk memikirkan pria disampingnya.



~•○●○•~​



Berbeda dengan Reva, saat ini mereka berdua telah tiba di rumah. saat diperjalanan, Reva mencoba menutupi kesedihannya dari adiknya. karena biar bagaimanapun ia tidak tega jikalau adik dan ibunya merasakan kesedihannya saat ini. karena mengingat mereka baru bertemu yang selama ini terpisahkan.

Reva mencoba mengalihkan pikirannya dengan mengajak bercanda adik dan ibunya dirumah.

"Oh iya, nelpon sepupu kamu gih... ajakin main ke rumah lagi." Ujar Ibunya saat mereka bercanda bertiga di ruang tamu.

"Ya udah, bentar bu." Jawab Reva lalu menelpon sepupunya.

"Halo Di, lagi dimana?" Tanya Reva.

"Oh, iya nih dicari sama ibu."

"Hehehe, iya disuruh main kerumah."

"Bagus lah... ya udah sekalian aja makan malam dirumah. hehehe, ditunggu yah sayang."

"Byee," Ujar Reva menutup telponnya.

"Gimana Nak?" Tanya Ibunya,

"Iya bu, dia mau kesini... habis selesai kerjaannya dari kantor dia langsung ke rumah." Jawab Reva tersenyum dipaksakan.

"Kamu kenapa nak?" Tanya Ibunya tersadar melihat Reva seperti sedang sedih.

"Gak ada apa-apa bu... hehehe,"

"Oh iya, kalau kalian mau berenang atau main di depan silahkan aja... kebetulan malam ini aden gak pulang rumah."

"Hmm, bu..." Ujar Reva seakan ingin menanyakan sesuatu kepada ibunya.

"Kenapa nak?" Tanya Ibunya.

"Eh... gak..gak jadi deh bu." Reva mengurungkan niatnya. dalam benaknya, ia penasaran dengan pemilik rumah tersebut.

"Tapi, sepertinya aku gak salah dengar suara itu... apakah mungkin?? ahhh gak... gak mungkin dia." Batin Reva.



Sejam kemudian...

"Assalamualaikum," Sebuah suara dari seorang gadis terdengar dari luar pintu rumah saat Reva dan keluarganya sedang bercengkrama di ruang tamu.

"Wa'alaikumsalam... masuk Di." ujar Reva menoleh ke pintu masuk.

Seorang gadis masih memakai seragam pemerintahan baru saja tiba di rumah. akhirnya setelah dipersilahkan masuk, gadis itu meminta izin untuk menumpang mandi dan berganti pakaian. karena malam ini ia memutuskan untuk menginap dirumah Reva.



Still Continued...

Me & U - PRIVATE SECRET 38

ALFRIZZY YUDHA PRATAMA

[​IMG]



REVALIAN DWINSYIRAH

[​IMG]





BAB 37 ; JAKARTA, I'M COMING



Sebuah appartement bergaya western, terdapat 2 kamar tidur yang lumayan luas. Terdapat 1 kamar mandi bersebelahan dengan Kamar tidur bagian belakang, tetapi masing-masing kamar mempunyai kamar mandi dalam. Beberapa perabotan-perabotan yang cukup mewah menghiasi tiap suduh dalam ruangan.

Di salah satu ruangan yang dijadikan ruang kerja, Al dengan lincah memainkan jemarinya pada keyboard laptop. Matanya menatap tajam monitor produk lansiran Apple. Lalu Sesekali mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk, otaknya sedang berpikir sesuatu lalu kembali menatap layar monitornya. Terlihat jelas dia sedang serius mengerjakan presentation untuk bahan meeting dengan SatuLever, Prinsipal yang menjadi Mitra 3MP.

"Haaaaaarrhhh," Al menghembuskan nafas panjang lalu menyandarkan tubuhnya di kursi, mengangkat ke dua tangannya ke atas untuk sekedar meregangkan otot-ototnya setelah menyelesaikan semua kerjaannya. Merasa cukup, Pria itu beranjak dari kursi kerjanya. Tersirat sebuah senyum diwajahnya saat melihat foto yang berada di dinding. Ingatannya terputar kembali, berawal dari sebuah ketidaksengajaan, sehingga tak terasa hubungan mereka sudah sejauh ini. Hubungannya dengan Reva tak terasa telah berjalan kurang lebih enam bulan. Namun, Al masih belum berani jujur. Ia masih menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya pada Reva.

Beberapa saat kemudian, terdengar pintu terbuka diiringi sapaan dari orang yang baru saja masuk. "Al... aku pulang,"

"Loh... kok gak bilang-bilang sih, kan aku bisa jemput" Ujar Al saat menghampirinya. Reva sore ini memutuskan untuk pulang cepat.

"Hehehe, males aja dijemput terus... hufhhh lelahnya" jawab Reva yang sudah duduk disofa dan menghela nafas.

"Jadi gimana? Di Acc gak pengajuan cuti kamu?" Tanya Al.

"Iya dong, tapi nanti cutinya senin aja... Biar bisa seminggu di Jakarta." Jawab Reva.

"Kok cutinya gak besok aja? Biar bisa bareng aku ke Jakartanya." Ujar Al membuat Reva menatapnya.

"Hemm, karena sepertinya aku harus duluan berangkat ke Jakarta Va... ada urusan mendadak yang harus aku selesaikan secepatnya." Lanjut Al mencoba tersenyum.

"Hufhhh, emang ini perusahaan nenek moyangmu Al... ngajuin Cuti itu paling lambat seminggu sebelumnya... dasar!" Jawab Reva membuat Al hanya tersenyum kecut mendengar jawaban gadis itu. "Katanya kamu pengen bareng ke Jakarta-nya?"

"Iya Va, tapi sekali lagi aku minta maaf... gak bisa nepatin janji aku," Jawab Al. "Lagian kan, nanti kita ketemuan di Jakarta... pokoknya nanti aku yang jemput yah,"

"Hufhhhh, terserah kamu aja deh." Jawaban Reva barusan membuat Al menarik nafas. Lalu pria itu menatap wajah Reva, namun gadis itu hanya memejamkan matanya untuk sekedar beristirahat sejenak.

Hening!

Al menarik nafas, lalu mencoba mengobrol kembali. "Oh iya, Seandainya memang itu perusahaanku... apa kamu percaya?" Ujar Al memancing reaksi Reva.

Dugh!

Reva membuka matanya, menatap wajah Al. mencari sebuah jawaban atas penuturan Al barusan. Beberapa detik, gadis itu menatap wajah Al dengan ekspresi wajahnya seolah mengatakan "Apakah ini jawaban dari kecurigaanku? Ohh tidak...tidak..tidak"

"Hahahahahaha, mimpinya jangan ketinggian Al... hahahaha, udah ah. Aku mau mandi dulu."Ujar Reva lalu beranjak dari duduknya.

"Hehe, dibilangin gak percaya." Ujar Al dan sepertinya Reva tak menggubrisnya yang sudah meninggalkannya berdiri sendiri di ruang tamu. "Va...Va, gimana caranya yah aku ngomong ke kamu yang sebenarnya... hufhhhhh," lanjutnya bergumam menatap kepergian Reva.

~•○●○•~​



Jakarta...

Ditempat yang berbeda, L dan Citra saat ini sedang berada di jalan menuju apartemen Citra. L sore ini mengantar kekasihnya pulang. Dalam perjalanan, mereka mengobrol mengenai rencana pernikahan mereka nantinya yang tinggal 2 bulan lagi.

Tiba-tiba Hp Citra berdering. "Bentar yah L" Ujar Citra meraih Hpnya.

"Wa'alaikumsalam... Yah Ci." Citra menjawab teleponnya.

"Hufff, masa sih... jadi gagal dong rencana awalnya Mamah."

"Hehe, bagus dong kalau gitu... jadi dia gak menilai apa yang saat ini di miliki oleh kakak kita... betul gak?"

"Iya, tapi kan orangnya sama... Kakak ama cowok dia kan orang yang sama, hehe" Kata Citra tersenyum saat L menoleh ke samping.

"Apa yah? Hmmm, coba deh nanti Kak Cicit mikirin rencana apa yang bagus buat mereka... kebetulan kak Cicit lagi ma Kak L nih... kali aja dia bisa membantu rencana kita."

"Ya udah nanti Kakak update kekamu seperti apa rencana kakak ma Kak L"

"Wa'alaikumsalam," Jawab Citra lalu menutup telfonnya.

"Kenapa sayang?" Tanya L saat Citra menoleh kepadanya.

"Ini si Eci ma si Mamah lagi pengen ngerjain Kak Al" Jawab Citra.

"Apaan tuh?"

"Jadi gini ceritanya..." Ujar Citra menceritakan apa yang selama ini direncanakan oleh Mamahnya dan juga adiknya.

L mendengarnya hanya bisa mangguk-mangguk dan sesekali memberikan masukan terhadap rencana mereka.

Lucu sih, tapi mau gimana lagi. Karena Citra pun ikut kesal terhadap kelakuan kakaknya yang gak gentle membuka identitasnya kepada orang yang dicintainya.

Setelah Citra selesai menceritakan rencana mereka, L terdiam sejenak sedang memikirkan sesuatu.

"Jadi gini... sepertinya kita butuh bantuan orang lain nih. Hmm, kan kamu bilang ntuh cewek mau ke Jakarta juga kan?" Tanya L setelah selesai berfikir.

"Iya, tuh ibunya ternyata yang kerja dirumah Kakak... dia pengen nemuin ibunya disini." Jawab citra.

"Ohhhh, hahahaha... dunia ini emang sempit yah, hemmm sesempit punya kamu sayang." Ujar L nyengir.

Plaaaakkk! "Kamu tuh yah... ihhhh menyebalkan." Ujar Citra menabok pelan kepala L.

"Cie..cie..cie... yang malu-malu gitu... hahahahahaha.. tapi emang benerkan masih sempit." Ledek L membuat Citra kesal.

"Udah gak sempit lagi... udah di bobol ama orang lain... PUASS!" Jawab Citra membuat L langsung menoleh ke arahnya dengan wajah terkejut.

"Nah loh..." Ujar L.

"Hahahaha, makanya buruan dijebol... ntar Citra kasih ke orang lain baru tau rasa kamunya." Ledek Citra membuat L gerang.

"Grrrrrr, kan tuh malam kamu yang belum siap... gimana sih"

"Hehehe, iya sih... maaf yah L" Jawab Citra memohon.

"Ada tante LUX kok... jadi no problem." Jawab L sembari menggaruk-garuk kepalanya. Ekspresi L sukses membuat Citra terpingkal-pingkal.

"Hahahahaha, tapi aku bangga sama kamu." Ujar Citra mengelus lengan kiri pria disampingnya.

"Bangga sih bangga... tapi akunya yang sakit kepala tau," Ujar L.

"Hahahahaha, biarin. Lagian sabar dikit lah L. kan tinggal dua bulan lagi," Ujar Citra mengingatkan hari pernikahannya.

"Iya...iya, btw gimana tadi... lanjutin lagi rencana ma si Al" Kata L.

"So... yang kamu maksud orang lain itu siapa?" Tanya Citra penasaran.

"Diah." Jawab L tersenyum licik membuat Citra sejenak berfikir dan tersenyum saat mengetahui apa yang direncanakan oleh kekasihnya.

"Ok, nanti Citra yang mancing deh"

"Sipp kalau gitu... nanti aku yang bantuin nyicipin yah"

Plaaakkk! "Auww sakit tau... kamu tuh yah makin hari makin suka nabok euy Cit" Ujar L mengelus kepalanya.

"Tau ah... dasar cowok mesum" Ujar Citra kembali cemberut.

"Ya elah... bercanda kaleee."

"Auhh ahhh... bicara aja ama tembok"

"Hahahahaha, kamu gak pantas ngambek kek gitu kali non... kagok jadinya. Hahahahaha" Ledek L melihat tingkah Citra di sampingnya.

"Ihhhhhh kamu tuh yah... udah, mulai besok jangan ngomong ma Citra lagi. Titik!"

"Hihhihihi, ampun sayang," Ujar L membuat Citra tersenyum.

Tak lama, akhirnya mobil sedan Audi milik L memasuki parkiran apartemen Citra. "Masuk dulu yuk L." ujar Citra meminta L untuk mampir sebentar.

"Hmm, L..." Ujar Citra saat baru saja membuka pintu apartemennya.

"Yah sayang?" Tanya L dengan wajah mesumnya.

"Tayang-tayangan lagi yuk... hehe,"

"Wanjirrrr... hayuuuuu siapa takut"

"Auwwww" pekik Citra saat L langsung menggendong tubuh gadis itu untuk melanjutkan sayang-sayangan mereka di apartemen milik kekasihnya.



~•○●○•~​



Beberapa hari kemudian...



Wajah Reva terlihat tidak bersemangat siang ini, lebih tepatnya seperti kesal yang bercampur dengan rasa penasaran. Ponsel dalam genggamannya mungkin saja terasa panas karena sedari tadi bolak-balik dipandangi dan digenggam erat karena menunggu panggilan ataupun pesan singkat dari seseorang.

"Dihhhh... orang ini kemana, sih? Sejak kemarin sore hingga pagi ini dihubungi tidak pernah diangkat. Sekarang malah tidak aktif sama sekali." Gerutu Reva sambil menatap kesal pada ponselnya. Sudah beberapa kali sejak sore kemarin, Reva menghubungi Al. Awalnya ia ingin sekedar menginformasikan bahwa hari ini ia akan ke Jakarta kepada pria itu, tapi tidak ada respon yang didapat hingga Reva merasa kesal sendiri. "Apa dia tidak ingin menjemputku nanti?"

Reva berdiri dengan kesal di depan pintu Apartemen, sesekali menghentakkan kakinya yang berbalut sepatu Sneakers abu-abu kesayangannya. Reva sedikit penasaran dengan kondisi Al saat ini. Pria itu memang mengetahui bahwa hari ini Reva akan berangkat ke Jakarta dan akan berada disana selama seminggu untuk menemui Ibunya. Tapi sebagai pasangan kekasih, Reva ingin Al sering menghubunginya untuk bertukar kabar. Dan saat ini, Reva ingin Al menjemputnya di Bandara.

"Woi Va, udah siap belom? Kok ngelamun sih" Ujar Eci yang sedari tadi melihat tingkah Reva. "Kenapa muka loe ditekuk gitu? Apa loe dah hubungi cowok loe di Jakarta?" Eci melempar beberapa pertanyaan, namun Reva hanya menjawan dengan menggelengkan kepalanya.

Eci siang ini berencana untuk mengantar Reva ke Bandara. "Gak kok... hehehe, Yuk ah Ci" Jawab Reva tersenyum.

"Loe belom jawab pertanyaan gue kale non" Tanya Eci saat mereka sudah berada dijalan menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

"Sudahlah Ci, tidak penting juga kok." Ujar Reva.

"Dasar aneh... jangan bilang cowok loe gak bisa jemput loe nanti?" Tanya Eci.

"Maybe... tapi ada sepupu gue kok yang jemput nanti"

"Dasar! Kalau gitu, kenapa muka loe masih ditekuk gitu?"

Reva menghela nafasnya berat, dengan wajah yang masih tertekuk dan senyum dipaksakan. Wajah Al berulang kali membayang dalam pikirannya dengan berbagai ekspresi berbeda dari pria itu. Mulai dari wajah yang tersenyum, jahil, marah, bahkan cemberut. Membuat Reva semakin kesal karena pria itu tak kunjung membalas pesan BBMnya maupun menelponnya kembali.

"Kan gue dah bilang, mending loe ama kakak gue... gini kan loe gak sakit hati lagi. Hehehehehe"

"Gak lah Ci... gue cintanya ma dia, dan gue bukan type cewek yang menilai cowok dari kekayaannya" Jawab Reva menoleh ke Eci sambil tersenyum.

"Iye, tapi kan setidaknya Kakak gue jauh lebih baik dari pada cowok loe yang sekarang" Ujar Eci mencoba memanas-manasi Reva.

"Menurut kamu gitu, kan aku belum kenal ma kakak kamu"

"Mau gue telpon gak? Biar kakak gue yang jemput loe di Jakarta nantinya. Trus sekalian loe bisa kenalan ma dia... Gimana?" Tanya Eci membuat reva terkejut.

"Eh..eh, gak perlu Ci... gak segitunya juga kali"

"Ya sudah, terserah loe aje dah" Ujar Eci.

"Hehehe, maaf yah Ci... bukan maksud menolak keinginanmu untuk ngejodohin ama Kakak kamu. Tapi, cinta itu gak bisa dipaksain." Ujar Reva, tersirat diwajahnya masih merasakan kesal dan sedih terhadap Al.

"Iya sih Va, it's Ok... kan belum tentu juga loe nikahnya nanti ama cowok loe... kali aja tuhan berkeinginan lain. Dan ternyata jodoh loe itu Kakak gue. Hehehehehe"

"Hehe, ngarep yah? Lagian kenapa sih kamu pengen banget ngejodohin aku ma kakak kamu?" Tanya Reva.

"Karena gue tuh tau banget, kalau kakak gue itu cocoknya ama elo... dan lagian gue juga udah sayang banget ama loe Va." Jawaban tulus dari Eci membuat Reva tersentuh.

"Makasih yah Ci, udah sayang dan mau bersahabat denganku yang berasal dari masyarakat biasa."

"Elah... biasa aja kali Va. Gue juga orang biasa kok... kan gue dah bilang, kakak gue doank yang kaya... kalau gue mah sama ama kayak elu." Ujar Eci.

"Tapi kan biar gimana, kekayaan kakak kamu itu berasal dari kedua orang tua kan." Ujar Reva membuat Eci menoleh dan tersenyum.

"Gak Va, loe salah... keluarga gue itu sama ama kayak loe. Dulunya susah juga kok... asal loe tau aja, semua ini dibangun dari nol ama kakak gue loh. Dan gak ada bantuan sama sekali dari keluarga." Jawaban Eci membuat Reva sedikit terkejut.

"Masa sih Ci? Jadi semua ini memang karena hasil kerja keras kakak kamu yah?"

"Yup... makanya gue bangga banget dengan kakak gue... dan gue gak mau nantinya dia dapat istri yang hanya mencintainya karena apa yang saat ini ia dimiliki." Ujar Eci membuat Reva hanya mangguk-mangguk. "Setidaknya, calon kakak ipar gue nantinya harus mengetahui bahwa Kakak gue itu dulunya orang susah."

"Ohhh, tapi maaf sayang. Bukan Reva orangnya." Ujar Reva.

"Iya... kan belum tau kedepannya seperti apa. Hehehehe" Jawab Eci dan Reva hanya bisa mangguk-mangguk.

Reva sempat berfikir dan juga penasaran, seperti apa sosok kakak Eci. Yang jelas, Reva saat ini tersentuh dengan cerita Eci barusan. Ia pun ikut bangga terhadap apa yang telah dilakukan oleh Kakak Eci. Akan tetapi, hatinya tidak tersentuh sama sekali jikalau kembali pembahasan tentang perjodohannya dengan pria itu. Karena cintanya sudah memilih Al, dan sudah tak bisa berpaling ke orang lain.

"Hmm, Va... andai saja kakak gue ternyata itu cowok loe... gimana?" Tanya Eci mencoba menyinggung Reva.

"Eh... hehehehe, gak mungkin lah. Mana mungkin dia seberuntung kakak kamu Ci." Tepis Reva membuat Eci hanya tersenyum mendengar kepolosan Reva.

"Kan sapa tau aja, lagian loe juga gak pernah ketemuin gue ke cowok loe."

"Iya, dia nya yang gak mau ketemu ama teman-temanku Ci. Apa yah... hmmm. Emang orangnya rada aneh sih. Tapi justru itu yang membuatku mencintainya." Jawab Reva.

"Emang loe gak cerita tentang gue? Siapa gue gitu... dan lagian kan loe udah gue anggap sodara sendiri. Masa iya segitunya dia gak mau ketemu ma gue." Tanya Eci.

"Gak sih Ci, aku hanya ngomong ke dia... sahabatku pengen ketemu ma dia, tapi... yah gitu... sebelum aku ngelanjutin ceritaku, dia udah pergi dan seakan tak perduli dengan apa yang aku tanyakan sebelumnya." Ujar reva menjawab pertanyaan Eci.

"Dasar cowok aneh. Yang tuh malam kan? Yang suka mabuk itu" ujar Eci.

"Emang aneh kok... hehehe, tapi aku mencintainya" Jawab Reva. "Dan dia buka type cowok yang suka mabuk-mabukan, tuh malam dia kek gitu karena sesuatu alasan."

"Makan tuh cinta...hehehehe" Ledek Eci membuat keduanya tertawa di dalam mobil sepanjang perjalanan menuju bandara.

Akhirnya city car milik Eci tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, lalu setelah itu Eci segera membantu menurunkan salah satu tas ransel milik Reva.

"Makasih yah Ci, kontek-kontekan aja yah." Ujar Reva.

"Iya sama-sama Va, salam buat ibu loe yah disana... dan juga sama cowok loe tuh yang sok misterius." Balas Eci lalu setelah cipika-cipiki akhirnya Eci meninggal kan Reva di bandara.

Reva melangkahkan kakinya menuju pintu keberangkatan, lalu setelahnya Reva melakukan check in di salah satu counter merek penerbangan pesawat berlambangkan kepala Singa.



~•○●○•~​



Beberapa Jam kemudian...



Sebuah perumahan elite ibu kota, berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi di kawasan Green Garayan Residence, Jakarta Selatan. Rumah berlantai dua dibangun dengan konsep modern bergaya western terlihat sepi.

Beberapa pepohonan menambah kesan mewah terhadap rumah tersebut, terdapat sebuah pos security yang terletak di sebelah kanan pagar rumah.

Sebuah taksi yang baru saja tiba di depan pagar rumah mewah tersebut, membuat seorang security segera menghampiri taksi tersebut.

Dan didalam taksi ternyata Reva dan sepupunya yang tadi menjemputnya sedang mengobrol.

"Yakin ini alamatnya?" tanya Reva mengernyitkan keningnya.

"Yakin banget, nanti aku antar masuk kedalam" jawab gadis yang mengantar Reva ke alamat orang tua kandungnya.

"Hehehe, makasih yah Di" ujar Reva.

"Anggap aku bayar utang ma kamu Va, kan tuh hari udah ngijinin nginap ditempat kamu selama 2 minggu"

"Hehehe, siap sayang"

Sebuah rasa ketidaksabaran menghinggapi Reva, rasa rindu yang begitu besar ingin segera bertemu dengan ibunya.

"Selamat siang, mau ketemu dengan siapa Mba?" Tanya security saat kaca mobil terbuka.

"Ibu ningsihnya ada pak? Saya ponakannya yang kemarin datang." Jawab sepupu Reva.

"Eh si enengnya... bentar yah." Jawab Secutiry tadi lalu segera kembali ke posnya dan membuka pagar rumah dengan menekan sebuah tombol di atas meja. Pagar pun terbuka secara otomatis,

"Silahkan neng... bapak sudah menelfon ibu di dalam." Ujar pria itu untuk mempersilahkan taksi tersebut masuk kedalam.

Saat taksi yang digunakan oleh Reva dan sepupunya masuk ke dalam pekarangan rumah mewah tersebut, terlihat beberapa mobil mewah terparkir dengan rapinya di garasi rumah maupun di pekarangan.

"Rumah ibu kamu berada dibelakangnya Va" Ujar Sepupu Reva saat melihat gadis disebelahnya sedang diam memperhatikan seluruh penjuru rumah tersebut.

"Hehehe, Iya Di... ibu hanya kerja disini kan." Jawab Reva membalas senyuman gadis di sebelahnya.

Bagaimanapun Reva tak akan pernah lupa walau semua peristiwa itu terjadi saat ia masih berusia 12 tahun. Lebih tepatnya saat ia masih duduk di bangku kelas 6 SD. Dan hari ini, semuanya akan terbayarkan. Rasa rindu terhadap ibunya yang telah terpisah lama dengannya.

Saat Reva baru saja turun dari Taksi, seorang wanita setengah baya sedang berdiri kaku di depan pintu rumah yang tak lepas menatap tubuh Reva saat ini.

Reva menatap wanita itu, sebuah mata yang telah mengalirkan air mata. Sudah terlalu lama gadis itu memendam rasa rindunya terhadap wanita itu.

"I..ibu," Ujar Reva kaku, sekujur tubuhnya terasa bergetar dan bibirnya gemetar memanggil wanita itu. Sedangkan gadis di sebelahnya hanya bisa terdiam memperhatikan adegan mengharukan antara ibu dan anak.

"Dwi... hik..hik..hik... Dwiii anaaakkk ibuu." Balas ibunya, dan segera Reva berlari dan menghambur tubuhnya memeluk tubuh wanita itu. "Maafkan ibu sayang... hik."

"Dwi kangeennn sama ibu..hik" Balas Reva. Tangisannya pun memecah dan memeluk erat tubuh ibunya. Bibirnya gemetar. Pandangannya ikut kabur karena dipenuhi air mata merasakan kebahagiaan yang selama ini ia impikan. Bermimpi bertemu dengan ibunya.

Dengan tangan gemetar, Ibunya mengelus rambut Reva lalu tersenyum penuh duka saat menatap wajah putrinya. "Maafkan ibu yah nak"

Terharu melihat pertemuan antara ibu dan anak, keponakan ibu Ningsih masih saja terdiam dan tak terasa meneteskan air mata bahagia.

"Dwi kangennn bu... pliss jangan tinggalkan Dwi lagi...hik" Ujar Reva tak mengehentikan tangisannya. Ibu Ningsih tak mampu berkata-kata lagi, hanya bisa membalas pelukan anaknya dan menjawab pertanyaan putrinya hanya dengan anggukan kepala.

Sekian lama terpisahkan antara jarak dan waktu, membuat Reva mengucap syukur kepada yang maha kuasa. karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan ibunya.

Beberapa saat, setelah tangisan mereka mereda. ibu Ningsih mempersilahkan kedua gadis itu untuk masuk. "Ayo masuk dulu, gak enak dilihat ma orang. Apalagi sama aden, karena bentar lagi beliau akan pulang kantor."

"Puput kemana Bu?" Tanya Reva saat tak melihat adiknya.

"Adikmu masih dikampus sayang, bentar lagi pulang kok... yuk, kita kebelakang aja langsung." Ujar Ibunya lalu mengajak mereka melalui pintu samping menuju tempat tinggalnya yang memang telah di siapkan oleh pemilik rumah.

Reva tak henti-hentinya memeluk tubuh ibunya, seakan tak ingin melepaskan pelukannya saat ini. Sedangkan sepupunya masih tak bisa mengeluarkan sepatah katapun, bahkan ia pun ikut terharu dan meneteskan air mata melihat Reva bertemu dengan ibunya setelah sekian lama terpisahkan.

"Duduk Di, maaf rumah berantakan." Ujar Ibu Reva mempersilahkan sepupu Reva untuk duduk di sofa.

Sebuah rumah yang terletak dibelakang rumah induk, yang tak begitu besar tetapi cukup buat Ibu Ningsih dan putrinya tinggal selama ini.

"Iya tan... " Jawab gadis itu lalu duduk di sofa ruang tamu.

"Udah yah, ibu bikinin minum dulu." Ujar Ibunya seakan ingin melepaskan pelukan Reva ditubuhnya.

"Gak mau... Reva masih kangen ama ibu." Jawab Reva dengan manja, yang justru makin mengeratkan pelukannya ditubuh ibunya.

"Iya sayang... cantik kamu sekarang yah.." ujar ibunya mengangkat wajah Reva lalu menatap wajah cantik anaknya.

"Siapa dulu dong ibunya," Jawab Reva tak henti-hentinya mencium pipi ibunya. Melepaskan semua apa yang ia rasakan.

"Ya udah, mending kamu ganti baju dulu... oh iya Di, kamu nginap juga disini kan malam ini?" Ujar Ibu Reva sembari bertanya kepada ponakannya.

"Iya tan... hehehe, lagian juga aku sedang gak ada kerjaan kok." Jawab ponakannya.

"Ya udah ganti baju dulu gih... oh iya, nanti malam kalian gak usah keluar rumah yah, gak enak ama aden kalau kalian berkeliaran diluar." Ujar Ibunya.

"Pasti galak yah bu tuan rumahnya?" Tanya Reva.

"Justru malah beliau baik banget loh nak... ibu yang sungkan aja kalau dia lihat kalian berkeliaran didepan." Jawab Ibunya.

"Eh Va, kata tante... pemilik rumahnya masih muda loh, single juga. Hehehe, kali aja kamu bisa berkenalan dengan dia. Iya gak tan?" Ujar sepupu Reva membuat Reva hanya tersenyum.

"Hussttt, ngawur kalian." Ujar ibunya membuat keponakannya hanya nyengir.

"Ya udah, ibu tinggal dulu... mau masakin makan malam para pekerja disini, kalian istirahat aja dulu. Kalau mau apa-apa telfon aja, gak usah keluar sebelum ibu yang menyuruh kalian nantinya." Ujar Ibu Reva.

"Iya Bu,"

"Iya Tan,"

Akhirnya kedua gadis itu bergegas berganti pakaian dan juga mengatur barang bawaan Reva untuk diletakkan di lemari setelah ibunya kembali bekerja.

Saat Reva dan sepupunya sedang sibuk merapikan beberapa pakaiannya, tiba-tiba pintu depan diketuk. "Assalamualaiku,"

"Wa'alaikumsalam," Jawab Reva lalu keluar dari kamar.

"Ka...kakak," Ujar seorang gadis yang baru saja masuk kedalam rumah. Dan kedua matanya sudah mengeluarkan air mata melihat sosok Reva saat ini.

"Puput? Hik.hik..." Ujar Reva yang segera berlari dan memeluk tubuh adiknya.

"Kak Dwi, hik... Puput kangen banget ama kakak." Tangis adiknya memecah. "Ibu tadi udah ngomong didepan, kalau kakak udah datang... makanya Puput langsung lari ke belakang.. hik..hik..hik,"

"Iya Put, maafkan kakak yah." Jawab Reva.

"Puput yang minta maaf kak, gak pernah ngasih kabar ke kakak selama ini."

"Udah... udah deh, udah cukup acara nangsi-nangisnya... mending bantuin kakak kamu ngaturin pakaian dan barang-barangnya." Ujar sepupu Reva yang hanya bisa menyaksikan kembali drama sedih di hadapannya.

"Hehe, ya udah mana Puput bantuin," Jawab Puput dan akhirnya mereka bertiga larut dalam sebuah kebersamaan yang begitu bahagia.

Mereka bertiga akhirnya hanya ngumpul didalam kamar, sambil mengobrol tentang masa-masa selama mereka berpisah sambil menunggu ibunya kembali ke rumah mereka.



~•○●○•~​



Malam hari, sebuah Mobil JEEP WR baru saja tiba di parkiran rumah saat security yang sedang berjaga di pos depan telah membukakan pintu pagar rumahnya.

"Malam Pak," Sapa Al saat security tadi membukakan pintu mobilnya.

"Malam juga Pak Al," Balas Bapak security sambil membungkukkan tubuhnya saat Al memberikan kunci mobil kepadanya untuk memarkirkan mobil tersebut.

"Makasih ya Pak," Ujar Al lalu melangkah masuk kedalam rumah.

Saat Al berada di ruang tengah, Ibu Ningsih baru saja selesai membersihkan rumah dan tersenyum menyambut kedatangan pria itu. "Malam Den,"

"Malam Bu... Oh iya, aku mau keluar lagi yah Bu... gak usah nyiapin makan malam buatku." Ujar Al menghentikan langkahnya di depan pintu kamar pribadinya lalu kembali menoleh ke arah ibu Ningsih.

"Baik Den," Jawab Ibu Ningsih tersenyum. "Oh iya Den, ibu minta maaf sebelumnya."

"Kenapa Bu? Ngomong aja." Tanya Al tersenyum ramah.

"Anu Den, anak ibu yang dari Makassar udah tiba tadi siang." Ujar Ibu Ningsih. "Dan dia akan nginap dirumah selama berada di Jakarta."

"Oh ya udah Bu... hehehe, Gak masalah kok." Al tersenyum sambil mengangguk menyetujuinya. "Kalau butuh apa-apa ngomong aja yah, atau mau kemana-mana minta tolong aja sama supir untuk mengantarnya selama di Jakarta."

"Gak perlu Den, paling nanti Ibu mau ngajakin keliling-keliling kota Jakarta pake busway." Tolak ibu Ningsih dengan sopan.

"Ya udah, ibu atur aja yah..." Jawab Al. "Kalau gitu aku tinggal dulu yah Bu."

"Baik Den, makasih sebelumnya." Balas Ibu Ningsih membungkukkan tubuhnya dan dibalas sebuah anggukan kepala dari Al sambil tersenyum sebelum pria itu melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Saat Al berada di dalam kamar, Ibu Ningsih melihat Puput baru saja masuk dari ruang samping. Dan disusul oleh Reva membuat Ibu Ningsih segera menghampiri mereka.

"Eh ngapain kalian disini?" Tanya Ibu Ningsih.

"Hehe, ini Kak Dwi katanya udah lapar Bu." Jawab Puput.

"Astaga, ya udah tungguin aja dibelakang... gak enak Put, ada Aden di dalam kamarnya." Ujar Ibu Ningsih mencoba mendorong pelan tubuh Puput untuk menyuruhnya kembali ke rumah belakang.

"Ihhh Ibu, emangnya Bapak mau menggigit kami... dasar ibu, parnonya kebangetan Kak Dwi." Ledek Puput.

"Put, Dwi tungguin ibu aja deh di belakang... ini bentar lagi adennya mau keluar... sana-sana, jangan berkeliaran disini dulu." Ujar Ibunya kebingungan dan menyuruh kedua putrinya untuk kembali kerumah mereka.

"Iya...iya...ihhh Ibu cerewet banget. Lagian kan Puput pengen ngenalin Kak Dwi ama bapak." Ujar Puput.

"Udah Put... yuk ah, dengerin kata Ibu." Ujar Reva menarik lengan adiknya.

"Hustttt... kalau didengar ama aden. Bisa kena marah kamu Put."



Saat Ibu Ningsih masih menyuruh kedua Putrinya untuk keluar, terlihat pintu kamar pribadi Al terbuka. "Bu Ningsih." Ujar Al memanggil nama Ibu Ningsih.

"I..Iya Den... udah kalian kebelakang sekarang... tuh aden udah keluar kamar."

"Iya iya... yuk Kak." Ujar Puput mengajak Reva untuk kebelakang. Namun sepertinya Reva sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa kak?" Tanya Puput saat mereka melangkah ke belakang.

"Eh gak kok dek, lupakan aja." Jawab Reva tersadar dari lamunannya barusan.



"Apa aku gak salah dengar suara tadi?" Batin Reva.




Still Continued...