Tuesday 7 March 2017

Me & U - PRIVATE SECRET 30

NOSTRA AJIE PRASTEYO AKA Mr. Nos

[​IMG]


HELLEN KURNIAWATI

[​IMG]


BAB 29 - WHY, WHY AND WHY?

Setiap akhir pekan, kemacetan di jalan tol Cipularang menjadi pemandangan yang lumrah. Bandung merupakan salah satu destinasi utama warga Jakarta untuk berwisata, baik wisata alam maupun belanja. Selain terkenal dengan panorama alam yang indah, Bandung menjadi surga bagi mereka pecinta fashion. Itulah mengapa jalanan di Kota Kembang ini selalu dipenuhi kendaraan plat B, terutama di Jalan Cihampelas, Jalan RE Martadinata, Jalan Setiabudhi, dan Jalan Pasteur.

Kemacetan yang selalu membuat kesal bagi para pengendara, termasuk Nostra yang tejebak di pintu tol Pasteur. Sabtu sore, dia memutuskan berkunjung ke kota kelahirannya. Bukan untuk mengunjungi sanak saudara atau mengantarkan sang pujaan hati, Elsya, tetapi untuk menemui tunangan yang telah menghianatinya, Hellen.

Setelah 30 menit terjebak kemacetan di Jalan Pasteur dan kondisi padat merayap di Jalan Sukajadi, Nostra sampai di depan kosan Hellen, tepat nya di Jalan Cemara. Rumah kost tampak sepi dari luar, begitu juga pintu kamar Hellen yang tertutup rapat. Nostra berharap Hellen ada di dalam kamarnya. Dia sengaja tidak memberi kabar kepada tunangannya itu karena ingin memberikan kejutan.

Nostra segera turun dari mobil dan melangkah menuju kamar Hellen. Kamar kos yang cukup mewah dan menguras kantong. Tapi bukan masalah bagi Hellen karena semua biaya hidupnya ditanggung Nostra, termasuk biaya sewa kamar kos ini. Begitu sampai di depan kamar Hellen, Nostra pun mengetuk pintu

Tok...Tok...Tok!

Sayup-sayup terdengar suara orang teriak dari dalam kamar, "Bentar, lagi ganti baju."

Kriekkkk..! Tak lama pintu kamar pun terbuka. Hellen terkejut melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarnya. Sedikit gugup dan gembira bercampur dalam hatinya.

"Eh Aa?! Iih ya ampun Aa, kenapa gak bilang dulu mau kesini teh? Tah tingali, kamer Hellen masih berantakan keneh, belum diberesin," Ujar Hellen sedikit gugup. Namun Hellen lega karena dia telah memutuskan hubungannya dengan Nick sehari sebelumnya. Jika tidak, pasti Nostra akan memergoki dirinya sedang bermesraan dengan selingkuhannya itu. Mesra dan mesum, beda tipis.

Nostra tersenyum mendapatkan sebuah sambutan hangat dari tunangannya. "Kan Aa teh pengen kasih surprise," jawab Nos tersenyum tipis lalu tanpa di persilahkan oleh Hellen, Nostra segera masuk kedalam kamar.

"Eh, bentar atuh iih Aa. Hellen rapihin dulu kamarnya." Ujar Hellen namun tak dihiraukan oleh Nostra.

"Gak perlu. Eh, pakaian lo kok seksi banget? Tumben," Tanya Nos memperhatikan pakaian yang dikenakan Hellen.

"Hihihi, kan dikamar doang atuh a. Ngapain juga pake baju bagus-bagus? Tapi beneran A, neng teh seksi? Hihihi" ujar Hellen kikuk karena Nos telah menatap tubuhnya yang hanya menggunakan tanktop tipis dan hotpants yang sangat pendek.

Nostra mencoba mengalihkan pandangannya dari tubuh helen dengan melihat isi kamar Hellen. Fasilitas yang cukup mewah dengan AC dan beberapa peralatan elektronik, seperti satu set home theater dilengkapi LED TV 42 inch. Di samping tempat tidur, terdapat komputer all in one, Apple iMac dengan monitor 27". Semua fasilitas tersebut Hellen beli dari uang yang ditransfer Nostra.

"Kurang apa gue sama lo, neng? Liat! Semua yang lo mau gue kasih. Hidup mewah-mewahan ama selingkuhan lu. Sekarang udah saatnya lu kenal siapa Nostra yang sesungguhnya. Saatnya lu menikmati sajian terakhir gue, neng." Ujar Nostra dalam hati setelah memandangi barang-barang mewah yang ia belikan untuk Hellen. Seketika ekspresi wajahnya berubah menjadi datar namun dengan pandangan "membunuh".

"Jalan yuk, neng! Kemana gitu," Ajak Nostra dengan menatap tajam Hellen.

Hellen yang merasakan adanya perubahan sikap dari Nostra hanya bertanya-tanya dalam hati. "Ada apa yah dengan a Nostra?" Dia tidak berani bertanya langsung kepada tunangannya itu. Ada kekhawatiran bahwa Nostra mengetahui hubungannya dengan Nick, tapi Hellen mencoba menepisnya. Dia beranggapan mungkin tunangannya itu lelah setelah perjalanan dari Jakarta.

"Hayuuu! Udah lama iih gak jalan sama Aa" hellen mencoba antusias menanggapi ajakan Nostra. Ia pun mengambil satu stel pakaian, lalu melangkah ke kamar mandi.

Tak lama Hellen keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian. Dengan memakai pakaian casual dan tak lupa menggunakan Hijabnya membuat Nos tersenyum. Nos mengakui kecantikan Hellen saat ini. Namun, apalah sebuah arti kecantikan diluarnya jikalau dalamnya sudah hancur. Itulah yang dipikirkan oleh Nos.

Selama Hellen mengganti pakaiannya. Nostra mengirimkan pesan singkat kepada seseorang. Tak butuh waktu lama, pesan balasan pun ia terima. Bibirnya menyeringai tipis setelah memastikan rencana yang ia susun berjalan lancar.

Hellen pun keluar dari kamar mandi setelah selesai mengganti baju dan merias wajahnya. Cantik, penampilan Hellen memang cantik dan anggun. Make up tipis menghiasi wajahnya memberi kesan natural. Nostra pun menatap tajam, membuat Hellen grogi. "Iih segitunya liatin Hellen, cantik ya? Hihihi udah ah, yuk jalan!" ujar Hellen lalu menggandeng lengan Nos untuk keluar. Sementara Nos hanya tersenyum saja menjawab pertanyaan Hellen.

"Heh. Cantik emang gue akuin lu. Tapi buat gue, lu itu bagaikan sebuah kotoran berlapiskan emas. Biar luarnya terlihat mewah, tetap saja dalamnya...bau dan menjijikan" Gumam Nostra dalam hati dengan ekspresi jijik, tanpa sepengetahuan Hellen.

~•○●○•~​



Hellen terngiang-ngiang percakapannya dengan Nick di telepon kemarin. Hellen sempat berpikir untuk mempertimbangkan permintaan Nick, mengingat mereka sudah lama bersama menjalin hubungan. Namun Hellen menganggap tidak ada yang lebih baik dibanding Nostra.

Dengan Nostra, ia akan menjadi seorang ratu kecil yang tinggal di istana megah dan semua kebutuhan hidupnya akan terpenuhi. Dengan Nick belum tentu akan seperti itu. Masa depannya belum jelas, kuliah saja dia sudah 7 tahun belum lulus.

Selama ini Nick bahkan ikut menumpang hidup dari uang yang Nostra berikan pada Hellen, termasuk hanya untuk sekedar membayar cicilan kredit mobil kelas LCGC yang ia pakai. Hellen juga sebenarnya sangat mencintai Nostra. Namun karena tidak bisa membendung hasrat seksualnya, maka ia selingkuh dengan Nick.

"Neng, itu dimakan. Jangan diliatin terus. Nanti udangnya hidup lagi loh" Celetuk Nostra membuyarkan lamunan Hellen.

"Hehehe, iya Aa Nostra-ku yang tampan," Jawab helen agak kikuk.

"Hello...kemana aja, neng? masa baru sadar Aa tampan gini." Canda Nostra mencoba mencairkan suasana yang sedari tadi sunyi.

"Iih mulai deh ge-er, baru dipuji gitu juga." Balas Hellen sedikit meledek Nostra.

Gelak tawa meledak diantara keduanya sebelum akhirnya mata mereka saling menatap. Kerinduan terpancar dari sorot mata Hellen. Karena kesibukan Nostra membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk bertemu. Juga ada perasaan bersalah atas apa yang ia lakukan bersama Nick. Hellen bertekad, mulai detik ini ia akan fokus memberikan jiwa dan raganya hanya untuk Nostra. Jemari tangan Hellen pun bergerak secara naluriah menyentuh lembut tangan Nostra, kemudian menggenggamnya erat-erat. Seperti tak akan lagi melepaskan pria pujaan hati gadis itu.

"Ciee ada yang kangen nih sama Aa Nostra, ehem!" Celetuk Nostra yang kembali membuat Hellen tersipu, tapi tidak melepaskan genggaman tangannya.

“Wajar kan neng kangen sama aa?” Sahut Hellen sambil tersenyum manis menatap Nostra.

“Wajar kok neng.” Wajar kalau saja lu kagak selingkuh. Lanjut Nostra dalam hati. Namun Nostra berusaha tersenyum tipis kepada Hellen.

Namun, Hellen yang berusaha terus menggenggam tangan Nostra membuat Nostra tidak bisa menahan rasa jijik lagi.

"Sampe kapan pegang tangan Aa terus? Ayo kita lanjutin makan dulu." Ujar Nostra datar dan dingin. Perubahan emosi yang tiba-tiba pada diri Nostra, membuat Hellen terkejut dan akhirnya melepaskan genggamannya dari tangan Nostra.

“Eh..i-iya a. Hmm...maafin Hellen ya a,” ujar Hellen dengan berbagai pertanyaan di dalam hatinya, melihat berbagai perubahan sikap Nostra yang aneh menurutnya.

“Gak masalah, neng. Makan dulu yuk.” Jawab Nostra sambil kembali tersenyum tipis kepada Hellen, membuat Hellen menjadi semakin salah tingkah.

Setelah selesai menikmati santap malam mereka, Nostra dan Hellen pun meninggalkan Resto menuju parkiran.

Pintu mobil Nostra sudah terbuka, lalu mempersilahkan Hellen untuk naik layaknya sang permaisuri. Hellen tersipu diperlakukan seperti itu oleh Nostra. Namun, tanpa ia sadari sebuah senyum sinis tersirat di wajah tunangannya saat menutup pintu mobil.

Baru saja Nostra hendak masuk ke dalam mobil, terdengar suara wanita meneriakan namanya.

“Kak Ajie!" Suara wanita itu cukup nyaring, membuat Nostra menoleh. Seorang gadis berambut pirang berjalan cepat mendekatinya. Blazer berwarna putih gadis itu cukup panjang dan hampir menyamai rok mini yang dikenakannya. Tampilan sangat modis dipadu-padankan dengan wajah yang cantik dan senyuman yang manis.

“Kak Ajie,” Panggil gadis itu lagi dengan suara yang lebih pelan. Begitu sampai ke depan Nostra, ia langsung memeluk dan memberikan ciuman di pipi kanan serta kiri Nostra. “Lama gak ketemu, kakak makin tampan saja.”

Hellen bengong melihat apa yang dilakukan gadis itu pada tunangannya. Hellen pun merasa kesal dengan reaksi Nostra yang berdiri mematung saat gadis itu dengan mudah mencium pipi kiri dan kanannya.

Walau itu cuma sebatas salam tapi Hellen tetap merasa tidak senang. Hellen merasa, ia gak pernah sama sekali diperlakukan seperti itu selama ia menjadi tunangan Nos, se-akan dirinya dijaga dengan baik oleh pria itu. Bahkan menyentuhnya sedikit saja, Nostra sangat enggan karena selama ini yang Hellen tau, Nostra menjaganya sampai gadis itu sah menjadi istrinya.

Padahal Hellen begitu mendambakan sentuhan-sentuhan dari Nostra. Bahkan Hellen berharap bukan hanya sentuhan saja yang di dapatkan dari Nostra. Itulah yang akhirnya membuat Hellen selingkuh dengan Nick.

“Ehmm…maaf, kamu...??!” Nos berlaga terlihat bingung. Sebuah kedipan mata, membuat gadis itu melanjutkan aksinya.

“Aku Jessica, kak” Ungkap gadis itu dengan mimik muka merengut manja “Iih Kakak jahat, masa lupa sama aku?! Huh!"

“Oh, jessica? Iya iya gue inget sekarang. Lo makin cantik aja, Pangling gue hahaha” Nostra akhirnya meladeni sapaan dari gadis yang bernama Jessica itu dengan cukup antusias. "Apa kabar lo?".

“Iih kebiasaan, gombal! Kabar aku baik dan....liat! makin cantik kan? Hihihi,” sahut Jessica sambil merentangkan tangan dan kemudian memutar tubuh bak seorang model yang menunjukan pesonanya.

"Hahaha, lo emang selalu terlihat cantik dan euhmm...seksi" Goda Nostra sambil tangan kanannya menyentuh dagu jessica. Ditatapnya jessica tajam disertai senyum maut yang selama ini mampu membius gadis-gadis yang diincarnya.

Hellen terperangah melihat tingkah Nostra. Sikap hangat dan genit yang Nostra tunjukan kepada wanita itu, sangat jauh berbeda dengan saat sedang bersama dirinya, membuatnya seakan tak percaya bahwa Nostra bisa menggoda wanita seperti itu.

Terlebih hal itu Nostra tunjukan di depannya, seakan Nostra tidak menganggapnya ada di tempat itu. Reaksi Jessica yang malah memeluk pinggang Nostra semakin membakar api cemburu dalam hati Hellen. Ingin sekali Hellen meluapkan kecemburuannya daat ini, namun ia takut jikalau Nostra malah menganggapnya ke-kanak-kanakan.

Apa salah? Kalo saya tak senang dengan tingkahnya? Berulangkali pikirannya berkecamuk. Ingin rasanya melabrak wanita yang di anggapnya sangat ganjen terhadap tunangannya. Bahkan di hadapannya, di depan matanya dan seakan Nostra tak memperdulikan sama sekali apa yang ia rasakan.

“Oh iya, lagi ngapain disini? Bukannya lo di Amrik ya?” lanjut Nostra lagi. Mereka terlihat sangat akrab.

“Aku kesini ingin menemui seseorang, kak, Ada sedikit urusan penting.” Ucap Jessica dengan nada manja dan mengedipkan sebelah matanya.

Hellen semakin geram melihat tingkah Jessica yang genit dan manja pada tunangannya. Dia juga tak habis pikir mengapa Nostra malah membiarkan Jelssica memeluknya. Keadaan yang sangat tidak diharapkan Hellen. Beberapa saat yang lalu, dia sangat bahagia bisa makan malam romantis dengan Nostra. Namun semua berubah saat Jessica datang menghampiri. Nostra seperti lupa dengannya dan asik berbincang mesra dengan Jessica.

Dadanya berdegup kencang, tubuhnya terasa panas. Dan bendungan air matanya sebentar lagi meluap. Namun, Hellen berusaha menahan semuanya.

Karena merasa hanya sebagai aksesoris pemanis mobil, Hellen pun turun mencoba menegur Nostra. Melihat Hellen keluar dari mobil, Nostra pun melepaskan pelukan Jessica.

“Ups, maaf sayang. Keasikan ngobrol jadi lupa” ujar Nostra. Sebuah kata "Lupa" membuat Hellen merasa dirinya seakan tak dibutuhkan lagi oleh pria itu.

“Gak kok a. Lanjutin aja.” Ujar Hellen sambil menarik nafas panjang.

“Kak, siapa dia?”

“Astaga! Sampe lupa kenalin ke lo, Jes. Ini Hellen, tunangan gue” Nostra menarik Hellen dan langsung melingkarkan lengan kokohnya di pinggang gadis itu.

“Astagaaaa! Jadi kakak sudah bertunangan... surpriseee!” ujar Jessica menampilkan senyuman tulus dan suara manjanya. Jessica mengulurkan tangannya hendak memperkenalkan diri.

“Sayang, dia Jessica, teman aa dulu di kampus.” Nostra mempersilahkan Hellen menyambut uluran tangan Jessica. Tangan Hellen bergerak seperti robot ketika memaksa untuk menyentuh tangan Jessica. Nostra memutar bola matanya melihat kekakuan yang ditunjukkan gadis di sebelahnya itu. “Jessica adalah teman aa sekaligus mantan kekasih aa dulunya…”

DEG!

Hellen mematung mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Nostra. Tatapan Hellen langsung mengarah lurus pada Jessica, penuh dengan tanya soal kebenaran dari kata-kata Nostra. Mantan kekasih tunangannya… kata itu terngiang di telinga Hellen.

Kenapa selama ini Hellen tak pernah mengetahui masa lalu Nostra? Yah, ia sadar selama ini ia terlalu dimanjakan oleh Nostra sehingga hal kecil pun tentang masa lalu pria itu tak sempat ia tanyakan. Layaknya seperti pasangan lain, kejujuran yang paling utama dari segalanya.

“Ah Kak Ajie… kenapa sih harus menyebut statusku itu pada tunanganmu? Hehehe!” sungut Jessica memprotes kelancangan Nostra menyebutkan hubungannya dulu.

Nostra tersenyum singkat. “So what? Kan itu dulu... sekarang mah udah ada dia”

Hellen menoleh pada Nostra, mengisyaratkan ketidaksukaannya pada mantan kekasih tunangannya itu. Namun, Nostra cuek, tidak mempedulikan arti tatapannya itu. Ada apa yah dengan aa? Beberapa kali Hellen bertanya dalam hati tentang tunangannya yang jauh berbeda saat ini.

~•○●○•~​

Selama perjalanan pulang, tidak ada satu obrolan pun diantara Hellen dan Nostra. Hellen masih kesal dan cemburu melihat keakraban Nostra dengan Jessica. Ditambah kemesraan yang terjadi diantara keduanya, saling memeluk dan cium pipi. Nostra menyadari perasaan Hellen saat ini. Dia hanya menyeringai tipis karena rencana awalnya berjalan lancar. Membuat Hellen terbakar cemburu namun tidak sanggup berbuat apa-apa, bahkan untuk mengungkapkan perasaannya saat ini. Sesuatu yang sangat menyiksa bagi Hellen, namun keindahan tersendiri untuk Nostra.

Perjalanan yang penuh kesunyian pun berakhir saat mereka sampai di depan kosan Hellen. Nostra berinisiatif turun dan membukakan pintu untuk Hellen, namun tetap tanpa membuka suara. Hellen turun dari mobil dengan perasaan tak menentu.

Sekilas Nostra bersikap mesra dengan membukakan pintu mobil untuknya, tapi tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dan tatapan tajamnya membuat Hellen sedikit merasakan hal aneh. Ada ada dengan Nostra? Cepat sekali perubahan sikapnya. Itulah yang ada dalam benak Hellen, dia merasa seperti asing dengan sikap Nostra saat ini. Hellen enggan untuk bertanya sampai akhirnya mereka memasuki kamar kost Hellen.

“Aa mau neng buatin kopi?” Tanya Hellen saat mereka sudah masuk ke kamar kos Hellen. Nostra pun langsung duduk di pinggir tempat tidur.

“Gak, makasih” Jawab Nostra singkat, walau sambil tersenyum tipis.

"Aa mau tidur dimana?" Hellen mencoba mencairkan suasana dengan bertanya pada tunangannya itu, saat ia menyusul Nostra duduk di samping Nostra.

"Disini aja, boleh kan?" Jawab Nostra melirik Hellen disertai seringai tipis di wajahnya.

"Umhh...boleh kok a. Tumben Aa mau tidur disini......."

Ucapan Hellen terpotong karena Nostra tiba-tiba merengkuh bahu Hellen dan merebahkan gadis itu di ranjang. Kini, posisi keduanya tidur berhadapan.

"Neng diem aja. Apa Neng cemburu ama Jessica tadi?" Tanya Nostra to the point. Tangan kanannya menyentuh pipi Hellen, sedikit mengangkat wajah gadis itu agar menatap matanya.

Hellen menjadi bertanya-tanya sendiri apakah Nostra benar-benar tidak menyadari bahwa ia memang sangat cemburu melihat kedekatan Jessica dengan Nostra tadi. Ia kemudian memejamkan mata sebelum menjawab pertanyaan kekasihnya itu.

"Ya iya lah neng cemburu a," Hellen berhenti sejenak merasakan sentuhan tangan Nostra di pipinya .

“Cewe mana sih yang gak cemburu ngelihat kekasihnya ngobrol sedeket itu ama cewe lain?” Hellen bertanya balik kepada Nostra.

“Oh, jadi neng gak suka yah kalo Jessica deket-deket gitu ama aa?” Nostra kembali membalikan pertanyaan kepada Hellen.

"Jujur neng emang gak suka Jessica deket-deket, apalagi ampe meluk-meluk aa kaya gitu. Aa teh mesra banget sama dia, sampe peluk-cium segala. Sedangkan Aa sendiri aja jarang nyentuh neng, ketemu juga jarang," Lanjutnya. Merasa sudah mengeluarkan apa yang sedari tadi ia tahan, akhirnya hellen menarik nafas panjang.

"Jadi neng mau Aa sentuh? Apanya yang mau disentuh neng, hmmm?" jawab Nostra kembali tengil.

"Eh...anu... maksudnya...ehm itu" Hellen gelapan sendiri. Debar jantungnya terasa begitu kencang. Mendapat sebuah tatapan yang menurutnya sangat aneh, membuat Hellen memejamkan matanya perlahan-lahan.

Hembusan nafas Nos terasa hangat menyapu wajah Hellen. Hangat, damai yang Hellen rasakan. Perlahan bibirnya merasakan sentuhan bibir dari pria yang selama ini telah menjaga dan membiayainya. Hellen merasakan sebuah desiran hangat di tubuhnya. Nos menghisap bibir Hellen, dan tanpa di perintah, Hellen membuka bibirnya dan membiarkan lidah Nos memasuki rongga mulutnya. Tanpa ia sadari, seringai senyuman sinis terlukis diwajah pria itu yang saat ini mempunyai rencana terhadapnya.

Dalam hati, Hellen sangat bersyukur, akhirnya Nos mulai menyentuhnya. Sesuatu yang telah lama ia pendam, dan memutuskan melampiaskan kepada pria lain yang selama ini telah memberikan kepuasan hasrat seksualnya.

Hellen merasakan sebuah getaran berbeda saat ia bersama dengan Nick. Perasaan ingin melampiaskan semua hasratnya yang selama ini ia pendam.

Nos mulai menggelitik rongga mulut Hellen dengan penuh kemesraan. Hellenpun begitu menikmati apa yang dilakukan oleh Nos terhadapnya. Tak lama akhirnya bibir mereka terlepas. Kening mereka bersatu.

Hash... Hash...!

Hellen terdiam sambil mengatur nafasnya yang sudah tak beraturan. Ia tersenyum ketika tangan Nos yang kokoh melingkar di lehernya. Perlakuan Nos terhadapnya begitu lembut dan telaten. Masih dalam suasana spechless dan terpesona, Hellen menatap wajah Nos seakan meminta untuk melanjutkan apa yang selama ini ia impikan. Sebuah cumbuan hangat dari sang tunangan. Wajah Hellen begitu pasrah bahkan menunggu permainan selanjutnya dari Nos. Namun, terlihat Nos malah menahan sesuatu yang memang telah ia rencanakan sedari tadi.

"kenapa a?" bibir gadis itu bergerak tanpa mengeluarkan suara, meminta sebuah jawaban kenapa Nos tak melanjutkan apa yang selama ini ia inginkan.

"Lu dah siap neng? Hehe" ujar Nos dengan wajah sinis mengartikan sesuatu. Namun, sepertinya Hellen tak menyadari dan hanya mengangguk menunggu apa yang akan Nos lakukan selanjutnya.

Nos kembali memeluk tubuh Hellen demikian erat, bibir mereka kembali menyatu dan berciuman dengan begitu bergelora. hellen sangat menikmati setiap momen ini, saat-saat dimana bibir mereka saling bertemu, saling menghisap, saling menjilat. Dengan lihainya Nos mendaratkan ciuman yang begitu dalam, sangat intim, sampai membuat Hellen terbawa terbang langsung ke awang-awang. Mungkin sekitar 5 menitan mereka saling berpagut. Tangan kanan Nos memegang kepala Hellen dengan lembut, untuk kemudian Hellen menatap wajah Nos dengan pancaran penuh dan cinta menggelora.

"a, Neng cinta banget ama aa Nos" ujar Hellen singkat.

"lu mau gue bawa ke langit ketujuh Neng, udah siap kan?" ujar Nos membisikkan kalimat itu sambil menatap wajah Hellen yang telah merah padam karena malu. Anggukan mungkin jawaban terbaik yang bisa Hellen berikan pada Nostra karena bibirnya sudah terbisu dan tidak mampu mengucap satu katapun. Nostra melanjutkan dengan membimbing Hellen untuk berganti posisi dengan Nos berada di atas tubuhnya. Dalam posisi ini, Nos langsung menyusur pori-pori leher gadis itu. Menghirup aromanya pelan, untuk kemudian memberikan ciuman-ciuman kecil yang intens disekitarnya. Ciuman untuk merangsang libido Hellen. Tangan kirinya menengadahkan dagu gadis itu untuk memudahkannya mencium dan menghisap keindahan leher Hellen.

"huuuuuhhhhh" desahan kecil terdengar oleh Nostra.

Nostra berusaha mengendalikan ledakan-ledakan syahwat yang mendesak keluar untuk dipuaskan. Tangan kanan pria itu mulai bergeriliya menyentuh bahu Hellen yang tanpa pelindung. Mengelusnya perlahan centi demi centi. Nostra kemudian menghentikan hisapannya, meninggalkannya dengan penasaran dan wajah yang merah padam ingin dipuaskan. Nos tersenyum melihat wajah Hellen yang seakan memintanya untuk melanjutkan permainan mereka.

"aa..." desah Hellen.

Jemari Hellen mulai menelusur mulai dari dada turun ke perut Nos. Sepertinya Nos membiarkan apa yang dilakukan oleh Hellen. Lalu, jemarinya berhenti tepat diselangkangan Nostra. Kemudian, Hellen menatao wajah Nostra seakan meminta persetujuan untuk membuka resleting celana Nos. Dengan sebuah anggukan kecil, akhinya Hellen dengan rasa penasaran yang selama ini berkecamuk di pikirannya. Sebentar lagi akan terjawab.

Perlahan Hellen menarik resliting celana Nos ke bawah, dan sepertinya Nostra membantunya dengan memiringkan tubuhnya dan menarik celananya kebawah.

Hellen terbelalak, terkejut dengan apa yang ia lihat dihadapannya. Seakan tak percaya, dengan apa yang ia lihat. Penis panjang dan bogel mengacung dengan kokoh dihadapannya. Perasaan menyesal seketika menghampirinya, matanya berkaca-kaca, jantungnya berdegup kencang. Ternyata sebuah penis yang sangat jauh berbeda dengan punya Nick yang ukurannya tak bisa dibandingkan dengan milik Nos.

"aa" masih dalam sebuah rasa bersalah, Hellen menatap wajah Nos seperti menginginkan sebuah jawaban. Kenapa gak dari dulu membiarkan dirinya melihat apa yang dimiliki oleh Nostra. "kenapa a???? Kenapaaaaaaa?"

Nostra hanya mengernyitkan alisnya mendengar pertanyaan dari Hellen. Namun, ia sadar mungkin Hellen menyesal dan tak menyangka kalau ternyata Nos sangat perkasa dihadapannya.

Ingin rasanya Hellen melampiaskan kekesalannya kepada Nostra yang selama ini tidak membiarkan gadis itu mendapatkan sentuhan darinya. Tiba-tiba tetesan air matanya mengalir membasahi kedua pipi Hellen. Menyesal karena keperawanannya ia berikan kepada Nick. Menyesal telah menghianati Nos selama ini. Hanya karena bisikan dan hasrat seksualnya yang selama ini tak bisa ia tahan. Kenyataan yang ia lihat makin membuatnya merasakan sebuah penyesalan yang begitu mendalam, mengetahui kalo penis milik tunangannya jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh selingkuhannya.

Hellen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat Nostra hanya tersenyum karena merasa lega rencananya berhasil hari ini.

"Udah yah, nanti keterusan" ujar Nos memakai Kembali celananya dan membiarkan Hellen terdiam dengan pikirannya sendiri.

Pikiran Hellen berkecamuk, dan tubuhnya terasa kaku mengingat semua kejadian-kejadian beberapa tahun belakangan. Ada rasa rindu yang begitu besar akan pertama kali bertemu dengan Nostra. Beberapa kali pertanyaan dikepalanya mengganggu pikirannya. Apakah ia bisa mempertahankan hubungannya dengan Nostra kelak? Bagaimana jika Nostra mengetahui kalo ia tak perawan lagi? Sudahkah ia siap apabila Nos meninggalkannya karena sebuah kebodohan yang ia buat sendiri?

Tak terasa, matanya mulai terpejam. Karena telah lelah berfikir akhirnya gadis itu terlelap dalam tidurnya. Terlukis diwajahnya rasa letih lelah dan sedih akan kehidupan yang ia jalani saat ini.

Nos hanya menatap wajah Hellen sebentar, lalu mulai tertidur di atas sofa tak jauh dari ranjang. Ia pun tersenyum lega dengan hari ini. Maka, perlahan-lahan ia pun mulai memejamkan matanya untuk menuju ke alam mimpi.

~•๏⚪๏•~​

Embun pagi menyapa dedaunan di Kota Makassar. Para pengendara roda empat maupun roda dua, dan juga para pejalan kaki, pagi ini sedang ramai menuju tempat mereka mencari rejeki baik buat keluarga, pacar maupun sanak saudara.

Dikediaman rumah orang tua Al, diteras depan, ayah Al sedang duduk menikmati secangkir kopi dan rokok kretek menemaninya membaca sebuah koran tribun timur.

Echi baru saja tiba dari acara jogging paginya keliling kompleks perumahan, dan juga mamahnya baru saja selesai membereskan sarapan pagi buat mereka.

"Pah... Chi sarapan dulu yuk." ujar mamahnya saat menghampiri ayah Al dan juga Echi yang baru saja melepas sepatunya.

"Bentar lagi Mah," ujar Ayahnya, namun seperti biasa. Mamahnya Al segera menarik koran ayahnya lalu memaksa ayahnya untuk segera masuk kedalam rumah.

Memang sudah kebiasan pria setengah baya itu, jika sudah duduk sambil membaca koran kadang lupa akan waktu.

Saat mereka berkumpul di meja makan, tiba-tiba ayahnya mengajak ngobrol ke Echi. "Gimana kuliah kamu Chi?"

"Alhamdulillah Pah, nih bentar lagi Echi KKN" jawab Echi sambil memotong omletenya.

"Syukurlah kalo gitu, trus rencananya kamu mau KKN dimana?"

"Menurut mama dan papah, bagusnya Echi di kantor kakak diJakarta atau di Makassar aja?" tanya Echi.

"Kalo menurut Mama sih, mending kamu di Makassar aja. Kan kamu bisa KKN di Hotel Kakakmu aja. Pasti ada bagian Financenya kan?" Ujar Mamahnya menjawab pertanyaan Echi.

"Ya udah deh, nanti Echi telfon kak Yudha deh. Hehehe" ujar Echi, namun tiba-tiba Mamahnya memikirkan sesuatu.

"Chi, katanya mau nunjukin cewek yang di suka ama kakak kamu?" tanya Mamahnya membuat Echi menghentikan makannya. tapi ayahnya sepertinya masih sibuk mengunyah sarapan paginya dan mengangguk-ngangguk mengikuti ucapan mamahnya Echi.

"Eh iya Mah, hayuk kapan papa dan mama mau ketemu ama Kak Reva?" tanya Echi.

"Hari ini aja gimana?" jawab Mamahnya yang sangat antusias.

"Ok, ya udah habis sarapan kita kesana aja mah pah..." ujar Echi dan di jawab Ok oleh kedua orang tuanya.

Beberapa jam kemudian...

Mobil SUV Range rover sedang parkir dihalaman parkir Hotel Clarion. Lalu Echi dan kedua orang tuanya turun dari mobil dan beranjak masuk ke lobby hotel.

Sepertinya mamahnya Al tak sabar untuk melihat gadis yang menurut Echi sangat dicintai oleh putranya. Begitu juga dengan ayahnya. Lalu saat mereka tiba di lobby hotel, ketiganya memilih untuk duduk di lounge hotel sambil memperhatikan para resepsionis yang sedang bekerja melayani beberapa tamu yang akan check in maupun check out dari hotel.

Seorang gadis dengan senyuman khasnya, sedang melayani seorang tamu dengan begitu ramah. Penampilan yang layaknya resepsionis hotel dengan seragam hotel. "Itu dia pah mah, kak Revanya" ujar Echi menunjuk ke arah Reva.

"Hemmm...cantik yah Mah." ujar Ayahnya.

"Iya yah Pah...Mamah setuju kalo Reva jadi calon mantu Mamah."

"Ya udah, yuk kita samperin pah mah." ujar Echi namun ayahnya sepertinya memikirkan sesuatu.

"Hemmm...mungkin kita tunggu saat yang tepat dulu, baru kita samperin nak Reva." jawab Ayahnya membuat Mamahnya sedikit menggerutu karena sudah tak sabar memeluk calon anak mantunya.


Still Continued...

Me & U - PRIVATE SECRET 29

NOSTRA AJIE PRASTEYO AKA Mr. Nos

[​IMG]


HELLEN KURNIAWATI

[​IMG]


ELSYA KIRANA

[​IMG]



BAB 28 - KETIKA CINTA TERGANTIKAN



Didalam sebuah ruangan, yang terlihat begitu rapih, bersih terlihat seorang pria dengan berpenampilan elegan namun sedikit cuek sedang duduk di sofa sambil mengangkat ke dua kakinya yang diletakkan di atas meja. Ruangan Marketing Direktur, Nostra sedang duduk santai memegang soft drink di tangan kanannya dan sekilas wajahnya sedang memikirkan sesuatu. Jam dinding yang terletak di atas dinding sejajar dengan LCD TV didalam ruangan menunjukkan pukul 12.30 WIB, saatnya jam makan siang. Namun, sepertinya Nostra enggan untuk meninggalkan ruangannya saat ini.

Kemudian Nostra beranjak dari sofa menuju meja kerjanya, lalu melihat di layar laptopnya foto-foto hubungan Hellen dengan salah satu pria yang juga dikenalnya sedang bermesraan di beberapa tempat. Foto itu diberikan oleh Ichi, salah satu karyawan bagian finance di 3MP. Seringai senyuman terlukis diwajah Nostra, lalu ia mulai mengambil sebuah catatan kecil untuk menuliskan beberapa plan kedepan yang akan dia lakukan.

"Ok neng, sudah waktunya." Gumam Nostra pelan saat selesai menuliskan beberapa rencana di buku catatan kecilnya.

Nos kemudian meraih HPnya lalu menelfon seseorang yang akan masuk dalam rencananya kali ini.

"Halo, lagi dimana neng,?" Tanya Nostra saat orang yang ditelfon mengangkat telfonnya diseberang.

"Nih masih dikampus A, ada apa yah nelfon neng? Lagi kangen yah... hihi," jawab orang itu yang ternyata Hellen tunangan Nostra.

'Kampus birahi kali nyet!', Gumam Nostra dalam hati dengan senyum sinis tersungging di wajahnya.

"Oh gitu...Aa ganggu gak?" Tanya Nostra.

"Gak kok A, nih neng juga lagi nyantai... kan minggu depan udah libur semester" jawab Hellen membuat Nostra berfikir bahwa saatnya sudah tepat.

"Kebetulan tuh Neng, hemm... minggu depan aa mau ngajakin neng liburan. Mau gak?" Ujar Nostra.

"Mau...mau a', hehehehe emangnya mau ngajakin neng kemana a?" tanya Hellen dengan suara riangnya dari seberang. Nos hanya tersenyum sinis sambil ngangguk-nganggu karena rencananya mulus tanpa ada hambatan.

"Ada deh, yang jelas neng bakalan senang kok... aa juga lagi suntuk ama kerjaan, makanya pengen liburan dulu lah." Jawab Nostra.

"Yah udah neng ikut aja, terserah aa mau ngajakin neng kemana... mendaki kenikmatan juga neng ikut. Upsss maaf a becanda" ujar Hellen membuat Nos geleng-geleng kepala.

"Hussss...ngawur ah. Yah udah nanti aa kabarin lagi yah waktunya kapan kita berangkat." Ujar Nostra.

"Oce deh aa ku yang paling ganteng... muachhh muachhh." ujar Hellen sok manja di telfon.

"Hehe... pasti lagi ada maunya nih?"

"Hihihi...aa tau aja. Sangunya a, udah habis yang minggu lalu." jawab Hellen.

"Oke, ya udah habis tutup telfon aa langsung transferin yah. Byeee." Jawab Nostra lalu menutup telfonnya dan membuka Mobile Banking dilayar HPnya untuk mentransferkan sejumlah uang ke rekening Hellen.

"Silahkan menghabiskan duit yang gue kirim nyet. Lu kira gue rela apa. Hahahaha" Gumam Nostra kembali dalam hati saat selesai melakukan transfer dana.


~•○●○•~​


Beberapa saat yang lalu...


Seorang gadis di depan layar monitor komputer dimeja front line lantai satu 3MP, sedang gelisah sambil matanya tak hentinya melirik jam dinding di depannya. Ada rasa kangen dan rasa aneh saat seharian ini tak mendapatkan kabar dari seseorang yang selama ini sudah menyentil isi relung hatinya. Kadang juga matanya sesekali melirik sebuah rantang yang ia letakkan di bawah kursinya. Rantang yang dia bawa dari rumahnya yang memang spesial akan ia berikan ke pria yang seharian gak ada kabar ataupun sekedar basa-basi menghubunginya seperti biasa.

Bahkan jam dinding sudah menunjukkan waktu makan siang, namun sosok yang ditunggu tak kunjung terlihat batang hidungnya keluar dari lift direksi. Ada apa yah dengannya? Pikirannya berkecamuk mengingat hari ini ada yang berbeda dari pria itu yang tak lain adalah Nostra.

Yah, Elsya sedari tadi antara mau menelfon Mr.Nostra atau sekalian nunggu orangnya turun untuk makan siang, baru dia memberikan rantang yang sudah dilengkapi dengan lauk pauk spesial bikinan gadis itu. Namun, yang dinanti tak kunjung datang.

Seorang pria memakai seragam ISC (Jasa Cleaning Company) sedang masuk dari pintu lobby dan sepertinya akan naik ke lantai direksi. Senyum sumpul tersungging diwajah Elsya, saat bertemu pandang dengan pria itu.

"Eh eneng Elsya, kok senyam-senyum sendiri sih? Jangan bilang jatuh cinta ama akang?" Tanya pria itu saat menghampiri meja Elsya.

"Ihhhh Kang Paidi PD banget deh... hihi, hemmm. Elsya pengen minta tolong sih ama Kang Pai. Boleh gak?" Jawab Elsya membuat pria itu yang bernama lengkap Paidikage mengangkat sebelah alisnya.

"Wuih, untuk nona cantik kayak neng Elsya. Disuruh nyebur di lautan pun atau disuruh tabrak keretapun akang rela dah. Hehe," ujar Paidi sok nge-gombal.

"Ihhh apaan sih Kang, udah deh gombalnya. Basi banget," ujar Elsya sambil senyam senyum melihat tinglah supervisor CS tersebut.

"Kali aja nengnya tergoda... hihihi," jawab Paidi sambil cengingisan.

"Gak banget deh Kang, Elsya gak mau jadi bini ke tiganya kang Pai. Enak aja, mending nyari yang bujang." Jawab Elsya menyinggung si Paidi yang memang sudah mempunyai dua istri.

"Busyet dah... hahahaha ya udah mau minta tolong apaan nih ama akang? Selama akang bisa bantu, pasti akang laksanakan amanah neng Elsya dengan sebaik-baiknya." Ujar Paidi.

"Hihi... ini sih Kang, Elsya pengen nitip ngasih ke ruangan Pak Nostra." Jawab Elsya sambil memperlihatkan rantang yang tadi.

"Ohhhhhh... hemmm hemm. Udah ada kemajuan nih hihi. Lanjutkan neng." Ledek Paidi karena memang dia sudah mengetahui apa yang terjadi antara Elsya dan Nos. Secara kan dia selalu lalu lalang di daerah lobby karyawan dan selalu mencuri-curi pandang kegiatan para direktur dikantor 3MP.

"Ihhh dasar tukang gosip. Mau bantuin gak nih Kang?" Cibir Elsya.

"Oke... sini, kebetulan akang juga mau naik keruangan Bos Nostra. Sekalian aja kan." Ujar Paidi dan Elsya memberikan rantangan itu ke Paidi.

"Makasih sebelumnya yah Kang."

"Sami-sami neng. Ya udah akang tinggal dulu yah." Balas Paidi dan akhirnya pria itu meninggalkan Elsya sendiri dengan berbagai macam perasaan aneh dibenaknya.

Gak sabar apakah Nostra akan menyukai makanannya? Atau bahkan Nostra hanya membiarkan rantangnya di ruangannya tanpa menyentuhnya sedikitpun. Was-was di pikirannya. Apakah Nostra masih sama dengan Nostra yang dikenalnya? Entah lah. Karena mengingat seharian pria itu tak sedikitpun mengabarinya.

Waktu telah berlalu kurang-lebih setengah jam, tapi berbeda dengan Elsya yang merasa waktu berjalan terasa sangat lama. Tak sabar ingin mendengar komentar dari Nostra, tentang makanannya yang memang baru kali ini Elsya memberikan perhatian penuh terhadap pria itu.

Walau lambung sudah keroncongan, namun Elsya sepertinya masih menunggu respon dari Nostra dan masih duduk diam di mejanya saat ini.

Beberapa temannya yang lalu lalang untuk istirahat makan siang dikantin belakang mengajaknya untuk istirahat. Tapi Elsya menolaknya karena masih ingin menunggu pria itu.

"Duhh, lama banget yah. Jangan-jangan si aa masih sibuk dengan kerjaannya," gumam Elsya pelan.

Gadis itu menoleh kembali ke jam dinding, yang ternyata 45 menit telah lewat namun belum ada tanda-tanda respon dari Nostra.

"Ada apa yah? Tumben banget si aa gak ada kabar sama sekali."

Elsya makin tak sabar menunggu kabar dari Nostra, lalu dengan inisiatifnya akhirnya mencoba menghubungi HP pria itu.


------​


Kembali di ruangan MD, setelah menutup telfonnya. Tiba-tiba pintu ruangan diketuk oleh seseorang.

Tok...tok...tok! "Masuk," teriak Nostra yang sedang duduk dimeja kerjanya sambil masih fokus menatap layar laptopnya.

"Siang Pak, ada titipan dari Pak Paidi. Aku taruh di sini aja yah pak." Ujar Sekertaris pribadinya, dan Nostra hanya mengangguk tanpa menoleh sedikitpun ke sekertarisnya yang meletakkan rantangan dari Elsya di atas meja didepan sofa.

"Permisi pak." Ujar sekertarisnya lagi memohon pamit untuk keluar ruangan.

"Hemm..." jawab Nostra berdehem tanpa menoleh sedikitpun dan juga tak bertanya, apa titipan dari Paidi tadi.

Sepertinya memang Nostra saat ini sedang sibuk mengerjakan beberapa report strategy plannya untuk quartal depan. Karena terlihat tak sedikitpun ia menoleh ke arah rantangan di atas meja dalam ruangannya yang berjarak kurang lebih 2 meteran dari meja kerjanya saat ini.

Beberapa saat kemudian, dering HPnya mengagetkan pria itu dari kesibukannya barusan. Ia pun mengernyitkan keningnya, saat melihat nama Elsya di layar Hpnya.

"Yah Neng." Jawab Nostra tersenyum saat mengangkat telfon dari Elsya.

"Pak, jangan lupa makan yah. Jaga kesehatan," ujar Elsya ditelfon.

"Iya neng, bentar lagi gue turun ke bawah untuk makan siang. Lu dah makan belum?" Tanya Nostra tapi tatapannya masih di layar laptopnya.

"Gak perlu repot-repot turun Pak, kan tadi neng titipin ama Pak Paidi. Emangnya belum sampai yah pak di ruangan? Padahal udah sejam yang lalu loh."

"Ups..." ujar Nostra menyadari sesuatu, kemudian ia melihat titipan dari Paidi yang ada di atas meja. "Astaga! Maaf neng, itu kamu yang titip?" Lanjutnya kemudian beranjak dari kursi kerjanya untuk mengambil rantangan di atas meja.

"Jadi bapak dari tadi gak tau kalo itu dari Elsya? Ya udah deh, Elsya minta maaf pak kalo sudah mengganggu kesibukan bapak." ujar Elsya terdengar nada suara kekecewaan dirinya terhadap pria itu.

"Eh bukan gitu neng... widih, yummyyy... pasti enak nih" jawab Nostra mengalihkan pembicaraan karena sudah membuka rantangan dari Elsya yang didalamnya sudah terdapat ayam goreng kecap, telor balado, sayur asam dan beberapa tempe dan tahu yang sengaja ia masak demi pria itu. Walau sederhana, tapi terlihat Nostra senang atas perhatian yang diberikan oleh Elsya.

"Kalo gak enak, simpan aja pak. Biar nanti di ambil kembali ama Pak Pai" Ujar Elsya.

"Ini Nengnya yang masak? Enak banget...nyammm...kriukkkk" ujar Nostra sambil mengunyah makanannya.

"Iya Pak, ya udah maaf kalo udah mengganggu."

"Eits... yang nyuruh neng nutup telfon siapa? Sok naik aja ke atas. Gue nunggu di ruangan yah." Ujar Nostra menyuruh Elsya untuk naik keruangannya.

"Gak baik pak, bawahan seperti saya naik ke ruangan bapak kalo gak ada kepentingan"

"Eh yang bilang gak ada kepentingan siapa? Ini perintah! gak pake alasan. Daaaahhh gue tutup yah. Gue tunggu disini. Kita makan bareng" ujar Nostra lalu menutup telfonnya sepihak sebelum Elsya melanjutkan perkataannya.

Setelah menutup telfon, terlihat sebuah senyuman diwajah Nostra mengingat tingkah gadis itu yang selama ini memang sudah mengalihkan perhatiannya dari Hellen. Sejenak, pria itu melupakan masalahnya saat ini yang sudah didepan mata. Tergantikan dengan sebuah senyuman indah dari gadis yang baru saja terlintas dibenaknya saat ini.

Ia akuin saat ini, dirinya telah jatuh cinta terhadap gadis yang bernama lengkap Elsya Kirana. Ada sesuatu yang dimiliki oleh gadis itu yang membuat Nostra harus bertekuk lutut dihadapannya. Namun, bukan Nostra namanya kalo tak mampu menyembunyikan perasaannya terhadap lawan jenisnya.

Sambil mengunyah se-sendok makanannya, pikirannya melayang mengenang beberapa kejadian yang di anggapnya cukup berbekas dihatinya. Senyuman, keluguan gadis itu dan juga perhatiannya secara tidak langsung terhadap Nostra sudah cukup membuat pria itu tersenyum sendiri.

Tok...tok...tok! Suara ketukan dipintu membuyarkan lamunannya, lalu ia beranjak untuk membukakan pintu karena jelas ia mengetahui siapa yang mengetuk dibalik pintu ruangannya.

Senyuman yang menawan, sambil menggembungkan kedua pipinya. Elsya, sudah berdiri didepan Nostra saat pria itu membukakan pintunya.

"Masuk gih." Ujar Nostra mempersilahkan gadis itu masuk kedalam ruangannya. "Ti, kalo ada yang nyariin gue, kecuali si boss. Bilang gue lagi sibuk yah." Lanjut Nostra memberitahukan kepada sekertaris pribadinya dan dijawab dengan sekali anggukan oleh wanita yang sudah 2 tahun menjadi sekertaris MD di 3MP.

"Makasih Pak," balas Elsya saat berada didalam ruangan.

"Just Aa." Ujar Nostra sambil tersenyum.

"Kan masih dikantor Pak." Jawab Elsya tersipu sambil wajahnya dibuat cemberut.

"Ini perintah... gak terima? Kalo iya gue bakalan nyium lu neng.hihihi," ujar Nostra membuat Elsya geleng-geleng kepala sambil melangkah ke sofa.

"Yuk, pasti neng belom makan kan?" Ujar Nostra mengajak Elsya untuk makan bareng.

“Ehmm...belum sih, kan Elsya nungguin aa makan dulu.” Jawaban tulus dari Elsya benar-benar membuat Nostra menjadi semakin kagum dengan kepribadian Elsya, hingga membuatnya tanpa sadar menatap wajah cantik Elsya tanpa berkedip.

“Ihhh aa kok ngeliatin Elsya ampe gitu banget sih? Ayo di makan atuh a makanannya,” ujar Elsya dengan wajah yang merona merah, menahan malu karena ditatap oleh Nostra.

“Hehehe. Gak kok. Yuk kita makan dulu neng.” Ajak Nostra. Dan Elsya pun kemudian mulai menikmati hidangan makan siangnya bersama dengan Nostra di sofa, berhadapan dengan LCD TV dalam ruangan Nostra itu.

“Hmm...a...maaf ya kalo Elsya salah. Elsya cuma pengen tanya, aa emang lagi ada masalah apa sih?” Elsya tiba-tiba bertanya kepada Nostra saat mereka berdua sudah selesai menyantap makan siang yang khusus disiapkan Elsya itu, dan membereskan sisa makanannya.

“Kenapa neng nanya kaya gitu?” Nostra malah bertanya balik kepada Elsya.

"Habisnya... aa nya hari ini aneh deh. Gak ada kabar sedikitpun dari pagi tadi. Gak seperti aa yang biasanya," ujar Elsya.

"Ohh...cuma lagi banyak kerjaan aja sih neng. Kalo gak percaya, sok liat aja tuh di laptop aa."

"Iya a, Elsya percaya kok. Ehmm...Elsya salah gak sih kalau Elsya nanya kenapa hari ini gak ada kabar gitu?" Tanya Elsya lagi.

"Gak salah kok neng. Neng cuci tangan di toilet aja, westafel ada di toilet." Ujar Nostra menunjuk toilet dalam ruangannya dan Elsya pun beranjak masuk kedalam toilet untuk mencuci tangannya dari bekas makanan.

Tak lama Elsya kembali ke sofa dan membereskan semua rantang, menyeka meja dengan tissue lalu setelah bersih, ia pun duduk di sofa kembali bersebelahan dengan Nostra.

"Oh iya, minggu depan Aa ada schedule keluar negeri. Ada kerjaan dadakan soalnya disana. Neng gak apa-apa kan, kalo aa tinggal dulu seminggu?" Tanya Nos saat mereka lagi santai.

"Gak apa-apa kali a, namanya juga kerjaan. Masa iya Elsya harus ngelarang. Lagian, Elsya siapa sih mau ngelarang-ngelarang aa nya tuk pergi?" Ujar Elsya dengan wajah cemberut namun terlihat manis didepan Nostra.

"Elah nih anak... lu itu adalah calon istri aa. Masa iya harus berulang-ulang kali aa harus bilang?" Jawab pria yang duduk disebelah gadis itu. Nostra menarik lengan kirinya lalu menggenggam jemari gadis itu.

"Bercandanya jangan keterlaluan atuh a, emangnya aa gak kasihan ama Elsya kalo nanti Elsya mengharapkan semuanya menjadi kenyataan, sementara aa hanya bercanda." Jawab Elsya membuat Nostra hanya menatapnya dengan tatapan sedikit jahil.

"Jadi, sekarang nengnya belum percaya ama aa?" Tanya Nostra dan Elsya hanya menunduk sambil mengangguk. Namun, di hati Elsya yang paling dalam seperti merasakan sebuah keseriusan dari pria itu.

"Ya sudah, kalo udah waktunya. Neng bakalan jadi istri aa. Asal, neng jangan selingkuh yah. Awas kalo aa tau, aa gak bakalan memaafkan sedikitpun apa yang neng lakuin. Ingat, sekali berbuat salah. Pantang bagi Nostra untuk memaafkan." Ujar Nostra menatap wajah Elsya dengan tatapan tajamnya membuat Elsya bergidik. Baru kali ini, gadis itu melihat sebuah keseriusan di wajah Mr.Nostra. tidak seperti biasanya.

"Iya A, neng akan jaga amanah aa. Dan, aa gak bakalan menyesal nantinya." Jawab Elsya tersenyum.

"Amiiinnnn... ya udah, berarti sekarang nengnya percaya kan ama aa?" Tanya Nostra dan dijawab dengan anggukan oleh gadis itu.

"Dikit, hihihihi." Jawab Elsya membuat Nos gemes terhadapnya, lalu Nos mengucek-ucek rambutnya. "Aihhhh, kan terbongkar deh rambut Elsya. Aa sih jahil banget" lanjutnya sambil membetulkan kembali rambutnya yang sempat acak-acakan.

Setelah membetulkan rambutnya, Elsya menoleh kesamping dan sedikit terkejut karena Nos sudah mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. Perlahan tapi pasti Nos mulai memegang dagu Elsya. Lalu tinggal berjarak 1 centi...

Kriek! Pintu ruangan terbuka, membuat Nos dan Elsya gelagapan.

"Ups, busyet dah lu Nos...mesum dikantor lu." Ujar L yang ternyata baru saja membuka pintu ruangan Nos bersama Al.

"Ck...ck...ck, nyari hotel gih kang. Malu-maluin aja," Al menimpali sambil tertawa.

"Eh, ma...maaf Mr.L dan Pak Al," ujar Elsya yang sudah berdiri sambil menunduk memberi hormat.

"Elah, kebiasaan lu berdua yah... masuk ruangan kagak pake ngetuk segala." Ujar Nos yang sudah berdiri dan mendekat ke arah L dan Al yang juga sudah masuk kedalam ruangan.

"Sengaja ncuk, kali aje gue bisa nangkap basah lu lagi coli. Hahahahaha," ledek L membuat Elsya hanya senyam-senyum melihat ke-akraban ketiga pria dihadapannya.

"Cabut yuk Nos," ujar L. Sementara Al hanya menggerakkan kepalanya untuk mengajak Nostra pergi.

"Hemmm... ya udah yuk," jawab Nos lalu menoleh ke belakang melihat Elsya masih berdiri. "Ya udah Neng, aa mau keluar dulu ya. Neng lanjut kerja aja dulu yah." Lanjut Nos.

"Iya Pak, kalo begitu Elsya pamit dulu mau ke bawah,"

"Ok sayang," jawab Nos.

"Mr.L dan Pak Al, Elsya pamit yah." Ujar Elsya lagi sambil melangkah untuk keluar ruangan dan pamitan terhadap L dan Al.

"Tenang Sya, akang Nos bakalan gue jagain biar gak bandel diluar... hahahahaha" celetuk L membuat Elsya makin tersipu sambil berjalan menunduk.

"Ngehe lu," balas Nos.

Ketiganya pun tertawa dan Elsya akhirnya meninggalkan ruangan untuk kembali melanjutkan kerjaannya.

"Ya udah yuk cabut," ajak L lalu ketiganya pun beranjak dari ruangan untuk keluar kantor.


~•○●○•~​


Angin berhembus dengan pelan, udara di kota Bandung yang sejuk bersama iringan lagu merdu dari suara gemericit burung saling bersahutan dan dibawah pohon yang rindang seorang pria sedang duduk bersama seorang gadis dikampus terkenal di kota pahrayangan.

Keduanya memandang para mahasiswa yang lalu lalang di sekitaran mereka, tatapan kosong karena dibenal mereka saat ini sedang berfikir tentang hubungan mereka yang sampai saat ini masih disembunyikan. Walaupun beberapa teman kampusnya maupun orang-orang terdekatnya sudah mengetahui hubungan mereka. Nick dan Hellen, mereka berdua saling menyelami pikiran masing-masing.

Terlihat sore ini Hellen tampak bimbang dan menjadi pendiam, Nick pun mengerti posisi gadis itu sekarang dipenuhi rasa dilema. Walaupun Nick sadar bahwa ia telah mencintai calon istri orang selama ini, tapi dibenaknya dia ingin tetap bersama dengan gadis itu.

Beberapa mahasiswa yang menyaksikan mereka tidak seberapa jauh, ada yang mencibir adapula yang hanya terkesan tersenyum dipaksa. Yah, karena beberapa temannya yang mengetahui bahwa Hellen mempunyai tunangan di Jakarta, sementara ia malah bermain serong dibelakang tunangannya itu .

“tu anak-anak kok ngeliat kita gitu sih!” kata Hellen agak kesal membuka obrolannya.

“ah biarin aja, mang knpa?” jawab Nick.

“Nggak enak aja tau, diliatin terus kaya gini, emang nya kita lagi ngapain sih? Kan cuman duduk-duduk aja. Kecuali kita lagi mesum-mesumanan, nah baru deh wajar mereka ngelihatin kita kek gitu” jawab Hellen sedikit cemberut.

“Hemm, jadi, minggu depan kamu udah berangkat bareng tunangan kamu?” tanya Nick yang mengingat tujuan mereka untuk bertemu hari ini, tanpa merespon keluhan Hellen barusan.

Hellen terdiam beberapa saat...

“Yah, dan hari ini aku pengen ngomong sesuatu ama kamu Nick….” jawab Hellen.

"Ngomong apaan?" Tanya Nick sedikit bingung.

"Kita sudahi saja hubungan kita yah, karena mulai detik ini Hellen pengen fokus menjaga cinta aa Nos terhadapku." Jawab Hellen menunduk.

Berat sekali Nick mendengar semuanya, memang ia sadar bahwa Hellen akan kembali kepelukan Nostra. Namun, dibenaknya tetap tak rela melepaskan gadis itu. Semua nya belum terlambat. Tarikan nafas panjang dari pria itu membuat Hellen menoleh kesamping. Sejujurnya, gadis itupun tak rela kehilangan seseorang yang selama ini telah menemaninya, memberikan kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari seorang Nostra. Dan tentu saja telah menemani hari-harinya beberapa bulan terakhir. jiwa raganya kan menjauh dan hanya kenangan yang tersisa. pintu sudah mulai tertutup rapat tak mungkin terbuka lagi, harapan Nick pun telah sirna sudah tenggelam bersama badai hati yang kini melandanya.

“Aku sakit hati Hel, kenapa secepat ini” desah Nick menahan emosinya. “kenapa begini akhirnya?" Lanjut Nick kemudian Hellen menatapnya, sorot mata yang menusuk hati pria itu.

“Apakah aku tidak punya kesempatan lagi untuk membuktikan bahwa aku jauh lebih baik dari tunanganmu itu?" Ujar Nick lagi yang membalas tatapan gadis itu. Kekecewaan melanda pria itu, ingin segera meluapkan semua emosinya. Namun, ia sadar bahwa situasi dan kondisi tidak memungkinkan.

“Maaf,” hanya kata itu yang terucap di mulut gadis itu. Hellen merasa sangat sulit menjelaskan dengan kata-kata. Hanya bisa menunduk dan mencoba menahan isak tangisnya.

“Tapi, tidak harus seperti itu kan,"

Daun-daun berjatuhan, bersama jatuh nya perasaan Nick, semua nya menjadi rumit seperti lilitan tali yang pagujud berserakan tak beraturan. Cinta di dunia ini beragam sekali dan begitu mengagumkan bila kita renungkan, mungkin bukan mereka saja yang mengalami hal seperti ini, dimana Nick harus menerima perempuan yang ia sayangi pergi dengan orang lain, mungkin ia tidak sendiri dan sangat menyadari dari awal akan seperti ini akhirnya. Ia berusaha menahan gejolak hati yang tidak menentu.

"Maaf, mungkin ini salah Hellen karena sudah berbagi cinta dengan kamu," jawab Hellen yang sudah meneteskan air matanya.

"Sudahlah kita tidak perlu saling menyalahkan, karena tidak ada yang bisa mengubah segalanya” ujar Nick, mengingat ketidakmungkinan yang membayanginya saat ini. Nick kembali terdiam.

Tentu saja ia ingin sekali mempertahankan cintanya terhadap Hellen. Namun, ia sadar apalah artinya dia dimata Hellen jika dibandingkan dengan tunangan gadis itu. Seorang pria kaya raya yang mempunyai masa depan cemerlang.

Ingin sekali Nick memuaskan hasratnya yang terpendam. Ingin mengganti hari-harinya yang terlewat dengan percuma. Dan yang terakhir, ia ingin melupakan gadis itu. Gadis yang telah membuatnya merasakan kepedihan cinta.

"Ya sudah, kalo gitu Hellen pamit dulu yah Nick. Lupain Hellen. Lupain semua yang udah kita laluin selama ini ya Nick." Ujar Hellen mengulangi maksudnya saat ini untuk berpisah dengan pria itu.

"Hemm, Yah sudah...mungkin...emang belum jodoh buat kita." Desah Nick sambil menoleh kesamping.

"Semoga kamu bisa mendapatkan cewek yang lebih baik dari Hellen yah." Hellen beranjak meninggalkan Nick yang masih duduk sendiri dengan berbagai pikiran di tempurung kepalanya.

"Kamu seenaknya aja mempermainkan aku. Kamu lihat saja nanti Hel, aku akan membalasmu melalui sahabat kamu, Elsya. Tunggu tanggal mainnya." Gumam Nick dalam hati, matanya menatap kepergian Hellen yang makin menjauh dari tempatnya saat ini.

Ada perasaan dendam dari pria itu yang ingin membalas rasa sakitnya terhadap Hellen melalui sahabat gadis itu yaitu Elsya. Seuntas senyuman sinis terlukis diwajah Nick. Dia yakin bahwa Elsya akan bertekuk di hadapannya. Apalagi ia mempunyai senjata bahwa Nostra yang saat ini sedang dekat dengan Elsya, adalah seorang pria yang menjadi tunangan Hellen. Yang selama ini menjadi sahabatnya sejak kecil. Nick pun mulai merencanakan sesuatu, dimana ia akan memulai berangkat ke Jakarta.


~•○●○•~​


Kota Jakarta malam ini lumayan macet. JEEP GC kesayangan Al saat ini sedang merayap dikemacetan. Mencoba menembus perlahan-lahan ditengah jalan tol menuju suatu tempat. Yah, sore tadi Al mendapatkan telfon dari seorang gadis yang mengundangnya untuk bertamu di kontrakan barunya.

Diah, gadis yang beberapa hari yang lalu tinggal dirumah Al. Sekarang, atas bantuan pria itu akhirnya Diah bisa tinggal dirumah kontrakan yang tentu saja dibiayai oleh Al. Seluruh hutangnya telah selesai.

Akhirnya setelah bergerilya dengan kemacetan, JEEP Al tiba juga di depan kontrakan Diah yang terletak di daerah jakarta timur.


---​


Beberapa saat yang lalu...


Diah tak sabar menunggu di pintu rumahnya, mengingat saat ini pria yang sudah mengetuk isi hatinya akan berkunjung di rumah kontrakannya.

Berdiri lama selama hampir setengah jam membuat kaki Diah terasa pegal. Namun, ia seakan tak sabar akan kedatangan Al saat ini. Beberapa kali ia mondar-mandir didalam rumahnya. Tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Beberapa kali pun ia menggerutu, karena sudah hampir jam 8 pria itu belum juga datang.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil JEEP hitam mengkilap berhenti di depan rumahnya. Seuntas senyuman kelegaaan dari gadis itu mengetahui siapa yang datang. Seorang pria berperawakan tinggi turun dari mobil itu, berjalan masuk ke dalam rumah dengan senyuman. Diah berlari mendekati orang itu, memaksa kakinya yang mulai tak nyaman dan lelah.

“Kak Al, kirain gak jadi datang” ujar Diah tersenyum sambil menyalim tangan pria itu.

“Tadi agak macet,” jawab Al singkat.

Beberapa saat digunakan Diah untuk mengatur napasnya, “Iya Kak, Diah ngerti kok…”

“Gak diajak masuk?” tanya Al membuat Diah mengangguk lalu mempersilahkan Al untuk masuk kedalam rumah.

Saat didalam rumah, dimana Al duduk di sofa panjang diruang tamu. Diah juga duduk di sofa yang berhadapan dengan Al. Ada perasaan tak menentu yang dirasakan oleh gadis itu. Tatapan Al membuatnya tak berdaya.

Tapi Al justru tersenyum, ia mengetahui apa yang ada dipikiran gadis itu. Namun Al saat ini teringat akan Reva yang menunggunya selama ini. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, berdua bersama Diah di rumah kontrakan gadis itu. Ada baiknya Al mengajak gadis itu sekedar menemaninya makan malam. Yah, itulah yang saat ini dipikirkan oleh pria itu.

"Sebaiknya kamu ganti baju gih, temani aku makan malam." Ujar Al membuat Diah sedikit mengangguk, namun masih belum sepenuhnya sadar dari lamunannya.

"Hei, kok melamun?" Al membuyarkan lamunan gadis itu.

"Eh gak kok kak Al, kalo mau makan. Biar Diah masakin aja." Ujar Diah namun Al menggeleng menolak tawaran gadis itu.

"Udah! aku gak mau ngerepotin kamu. Mending makan diluar aja kan, tinggal pesen trus makan. Ya udah kamu buruan ganti baju gih sana." Jawaban Al membuat Diah hanya mengangguk, sambil memaksakan untuk tersenyum, walau hatinya sebenarnya enggan untuk memenuhi ajakan Al tersebut. Namun Diah tidak ingin mengecewakan pria yang sudah membuat hatinya bergetar itu.


---​


Resto yang gak begitu besar, dan tak jauh dari perumahan tempat Diah tinggal. Menjadi pilihan Al dan Diah untuk makan malam bersama.

Diah memilih duduk berdampingan dengan Al, lalu mencoba bersikap semenarik mungkin dihadapan pria itu. Sambil menunggu pesanan mereka datang, Al mencoba mengajak ngobrol.

“Jadi gimana kontrakan baru kamu? Betah?” ujar Al.

"Lumayan sih kak. Hihihi, Diah makasih banyak loh ama kakak. Udah mau menolong Diah." Jawab Diah menoleh ke Al.

"Iya, sama-sama."

"Hihihi, kak. Hemmm... pengen banget dengar Kak Al manggil nama Diah." Ujar Diah membuat Al menaikkan satu alisnya.

"Lah, kan aku sering manggil nama kamu. Kok permintaan kamu aneh gini?" Ujar Al merasa heran terhadap gadis disebelahnya.

"Gak Kak," jawab Diah sambil menggelengkan kepalanya mengartikan bahwa apa yang di ucapkan Al adalah salah. Pria itu tak sadar bahwa ia selama ini gak pernah memanggil nama gadis itu. "Kakak gak pernah manggil nama Diah sama sekali."

"Masa sih? Ya udah Diah, gak usah mikirin aneh-aneh yah. Hehehe" ujar Al memanggil nama Diah, namun terlihat diwajah gadis itu sedikit rasa kekecewaan.

Entah mengapa Al tak pernah menyebut namanya sama sekali. Walau bagi Al mungkin memanggil nama Diah adalah sesuatu yang sederhana, tapi bagi Diah kata-kata itu merupakan kata-kata yang sangat di tunggu selama ini .

“Maafkan Diah yah Kak, sudah terlalu banyak minta ke Kakak.” ujar Diah penuh penyesalan. Wajahnya menunduk, sedang memikirkan sesuatu.

Diah menghela napas pelan, kakinya terasa lemas. Entah mengapa gadis itu seperti kehilangan tenaganya. Wajahnya berubah masam, menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh terhadap pria disampingnya.

Al memberikan tatapan penuh tanya terhadap gadis itu. Justru yang terlihat aneh saat ini adalah gadis itu. Kemudian Al mulai mengusap rambut gadis itu, memberikan sedikit rasa nyaman.

"Ada apa? Kok kamu jadi aneh malam ini?" Ujar Al membuat Diah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Cerita aja, mungkin kakak bisa membantu."

"Gak kok Kak, lagian kakak udah banyak membantu sih. Masa iya Diah merepotkan Kak Al lagi untuk kesekian kalinya?" Ujar Diah membuat Al hanya tersenyum.

"Kak, hemmm... ada yang pengen Diah katakan mah Kakak," ujar Diah kembali.

“Sok aja,”

"Kak, apakah kak Al udah punya cewek?" Tanya Diah sedikit bergetar bibirnya mengucapkan pertanyaannya barusan.

“Iya, hehehe. Kenapa gitu?” Sebuah jawaban singkat serta sebuah pertanyaan balik yang sederhana, namun bagi Diah, jawaban singkat itu seolah membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. Sebuah rasa kekecewaan yang pedih langsung menusuk di hatinya.

"Gak kok Kak, aku cuma nanya doank."

"Tapi dia di Makassar," ujar Al membuat Diah tersenyum.

"Ohhh, jadi dia di Makassar yah. Pasti bahagia banget yah punya pacar kayak Kak Al."

Al mengangguk pelan tapi diiringi dengan sikap acuhnya, “Tapi aku gak tau apa ia bahagia denganku atau tidak! Aku hanya bisa menjalaninya saja."

Diah menggeleng-geleng mantap, “Wanita bodoh yang gak bahagia jika punya cowok seperti kakak.”

"Apakah aku gak punya kesempatan untuk memilikimu Kak? Apakah dia wanita yang memang telah kakak pilih untuk menjadi istri kakak kelak?" Pertanyaan itu terus saja muncul dalam kepala Diah. Sosok pria yang benar-benar telah membuatnya jatuh cinta untuk kedua kalinya. Dia berbeda, tidak seperti layaknya pria lain dengan karakter hidung belang yang menginginkan wanita-wanita untuk menemaninya tidur di ranjang. Pria itu terkesan sopan dan gentle. Pria itu mengeluarkan aroma maskulin yang begitu kental. Benak Diah berkecamuk memikirkan tentang Al di sampingnya.

Tanpa disadari Diah telah terpesona pada pada pria yang telah menjadi sebab kegelisahan hidupnya beberapa hari belakangan, dan tentunya Diah sadar statusnya saat ini yang gak se-level dengan pria itu.

"Ehemm..."

Keheningan di antara mereka terhenti setelah Al berdehem lembut memecah kesunyian. Al tersenyum tipis melihat Diah yang masih diam terpukau.

Tak lama akhirnya makanan yang mereka pesan tiba diantarkan oleh salah satu waitress. Kemudian Al dan Diahpun larut bersama sambil mengobrol santai menikmati makan malam mereka.

Namun, satu yang saat ini Diah pikirkan. Sebelum janur kuning terhias indah. Maka semua wanita masih berkesempatan untuk memilikinya. "Baiklah kak, aku gak akan menyerah sebelum kakak mengucapkan ijab kabul bersamanya."



Still Continued...

Me & U - PRIVATE SECRET 28

ALFRIZZY YUDHA PRATAMA

[​IMG]


REVALIAN DWINSYIRAH

[​IMG]



BAB 27 - ALL NIGHT LONG



Seorang gadis memandang lurus ke depan, tepatnya kepada cermin yang memantulkan sebagian besar tubuhnya. Pandangannya tertancap pada matanya sendiri, mencoba mencari sesuatu dari sana. Sesuatu yang mungkin memberikan jawaban kepadanya tentang perasaannya saat ini. Hal yang telah terjadi pada malam itu memberikannya begitu banyak pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya. Bukan oleh siapapun, tetapi hanya dirinya sendiri yang dapat memberikan jawaban itu.

Rasanya sulit sekali menggambarkan perasaannya saat ini. Malam itu, gadis itu telah melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Yah… Reva, sudah memberikan mahkotanya kepada seorang pria yang dianggapnya sampai dengan sekarang adalah pria GAY. Namun, ada rasa heran dibenaknya saat ini. Kalau dia GAY, kenapa dia bisa menikmati setiap sentuhan dan menikmati persetubuhan mereka yah? Walaupun dalam keadaan setengah mabuk.

Sore ini Reva sedang berada didalam toilet karyawan, sambil bercermin mencoba memperbaiki seragamnya. Dan juga bersiap-siap untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sebentar lagi pergantian shift dengan temannya.

Sudah cukup bagi Reva menahan beragam gejolak di dadanya. Ingin sekali rasanya ia berada di hadapan Al, menyentuhnya dan memperlakukannya layaknya seorang kekasih kepada Al. Namun, ia sadar bahwa dirinya harus menahan gejolaknya saat ini dikarenakan mengingat keadaan Al yang belum sembuh total. Itu sih menurut Reva.

Reva kembali ke meja resepsionis sambil merapihkan beberapa kerjaannya dari pagi sampai sore. Beberapa temannya juga baik yang satu shift dengannya, maupun yang baru saja tiba sedang sibuk dengan serah terima pertukaran shift. Reva masih menatap hampa berkas-berkas di hadapannya. Pikirannya berkecamuk, merindukan sosok Al saat ini.

Seorang pria yang baru saja masuk dari pintu lobby, segera melangkah mendekat ke meja resepsionis. Ada perasaan ingin memeluk gadis dihadapannya, namun pria itu hanya bisa berdiri tersenyum menatap sosok Reva yang masih menunduk melihat-lihat berkas di atas meja resepsionis. Reva tak sadar bahwa sedari tadi pria yang hadir dipikirannya sudah berdiri di hadapannya sambil memasang senyum khas milik pria tampan itu.

Seperti merasa seseorang sedang berdiri dihadapannya, perlahan-lahan Reva mengangkat wajahnya dan terkejut melihat siapa yang hadir saat ini di depannya.

"Hai," sapa Al saat Reva mengangkat wajahnya dan melihat Al sudah berdiri di depan meja resepsionis.

"Eh... astagaaa, udah lama kamu disini?" Tanya Reva sedikit kikuk. Sambil menyelipkan rambutnya di telinga kanannya, lalu sedikit grogi gadis itu membereskan berkas-berkas dimejanya.

"Udah," jawab Al mendekat dan berpangku kedua lengannya di atas meja resepsionis.

"Mau jemput aku yah?" Tanya Reva tersenyum dengan rona merah di kedua pipinya.

"Iya, dan sekarang kamu beresin gih perlengkapan kamu... udah waktunya pulang kan?" Ujar Al.

"Eh... bentar lagi, gak enak ama Indah tau." Jawab Reva menoleh ke arah Indah yang sibuk dimejanya.

Beberapa temannya yang mengenal Al, hanya tersenyum. Rio, juga hanya menegur Al lalu kembali sibuk dengan kerjaannya. Mengingat Rio saat ini masuk shift siang.

"Udah, ayooo! waktunya pulang kan?" Ujar Al sembari menarik lengan Reva pelan untuk mengajak pulang.

Sepertinya Reva sedikit merasa gak enak dengan teman-temannya, walau memang sudah habis waktu shiftnya tapi se-enggaknya ada loyalitas terhadap tempat kerjanya.

"Bentar Al, nunggu yang lain pulang dulu." Ujar Reva menepis tangan Al.

"Udah waktunya kan? Yuk pulang." Al tak menghiraukan ucapan Reva dan memaksa gadis itu untuk membereskan perlengkapannya.

"Hei... kok kamu maksa gini sih Al, tuh liat si Indah bakalan marah loh kalo kamu maksain pulang." Ujar Reva namun tak di indahkan oleh Al.

"Pulang." Ujar Al singkat. Merasa tak terima dengan perlakuan Al, Reva menepis kembali tangan Al dan menjauh sedikit kebelakang.

"Gak mau," jawab Reva cemberut.

"Ibu Indah, udah waktunya shift pagi pulang kan?" Ujar Al sedikit berteriak membuat Indah menoleh.

"Selesaikan dulu pekerjaan lu Reva, baru bisa pulang." Jawab Indah sedikit ketus.

"Nah kan, gara-gara kamu nih." Ujar Reva berbisik.

"Gak perduli, pulang." Ujar Al masih menarik lengan Reva untuk pulang. Walaupun dalam hati Reva sangat senang akan kehadiran Al saat ini, namun ada perasaan dongkol bukan karena Al memaksanya pulang, tapi karena Indah yang sudah menatap mereka berdua dengan tatapan tak suka.

"Hei! jangan dipaksa donk kalo dia gak mau pulang. Lagian, gue gak izinkan dia pulang dulu... loyalitas dikitlah ama manajemen." Ujar Indah yang sudah menghampiri mereka berdua.

"Gak, pokoknya Reva harus pulang sekarang." Ujar Al membuat Indah makin tersulut emosinya.

"Al... udah, gak usah ribut ma dia." Bisik Reva namun Al tetap aja menyuruhnya pulang. "Nah kan ada big bos tuh Al, kesana gih sebentar, gak enak tau." Lanjut Reva sedikit mendorong tubuh Al karena melihat dari kejauhan Pak Toto dan Reza baru saja keluar dari lift dan melangkah mendekat ke meja resepsionis.

Al melihat mereka berdua, dengan sedikit kode di wajahnya mengartikan bahwa tolong dijaga rahasia dia. Akhirnya sekali anggukan dari Reza maupun Pak Toto meng-iyakan permintaan Al barusan.

"Yuk pulang." Ajak Al membuat Reva sudah tak tau harus berbuat apa lagi. Reva menunduk memberi sedikit hormat kepada kedua big bosnya. Namun, ia tak sadar bahwa pemilik hotel tempatnya bekerja saat ini sedang mengajaknya pulang.

Ada rasa sungkan yang dirasakan oleh Reva, rasa takut juga tentu saja karena kedatangan dua big bosnya dan adanya Al yang mengganggu kerjaannya saat ini.

"Siapa lu, maen perintah ama bawahan gue? Lagian gue kan dah bilang kalo Reva belum bisa pulang." Ujar Indah yang tak sadar saat ini Pak Toto dan Reza sudah berdiri dibelakangnya.

"Udah, Reva. Kamu pulang aja." Ujar Reza mengejutkan si Reva maupun Indah.

Damm!

"Eh... pak Reza, tapi kan..." ujar Indah terkejut saat menoleh ke belakang. Biar bagaimanapun, Pak Toto maupun Reza adalah dua petinggi di hotel tempatnya bekerja. Maka Indah dengan terpaksa hanya bisa mengangguk mendengar ucapan Reza maupun Pak Toto.

"Udah selesaikan jam kerja kamu Va?" Tanya Pak Toto.

"I...iya Pak, sudah" jawab Reva sedikit terbata-bata.

"Yah sudah, waktunya pulang kan? Dan Indah, kamu yang lanjutin kerjaan si Reva yah." Ujar Pak Toto membuat Indah tak bisa berkutik lagi.

Akhirnya Indah dengan berat hati mengangguk dan meninggalkan mereka untuk kembali ke mejanya semula.

"Makasih yah Pak," ujar Al tersenyum dan dijawab dengan anggukan dan kata iya oleh Reza maupun Pak Toto.

Akhirnya Reva dan Al berjalan menuju parkiran mobil, terlihat Reva masih sedikit kesal oleh tingkah Al tadi. Namun, ia pun bersyukur karena tak perlu lembur lagi. Al menarik lengan kanan Reva sambil menggandeng paksa. Walaupun sedikit penolakan dari Reva, Al tetap memaksa menggandeng lengan gadis itu yang membuat Reva hanya bisa mengikutinya dan menggembungkan kedua pipinya.

"Huuuhhh..."

Seruan kecil dan terdengar halus itu, ternyata masih terdengar oleh Al, sehingga ia pun menoleh ke arah Reva yang terlihat sedang merajuk. Al sedikit tersenyum melihat Reva sedang merajuk seperti itu, dan bahkan membuat Reva terlihat semakin imut di mata Al.

"Masih ngambek?" Tanya Al saat tiba di mobilnya. "Yuk naik."

"Bodo'."

"Muka kamu jelek loh kalo cemberut gitu." Ujar Al saat mereka berdua meninggalkan parkiran karyawan.

"Terserah." Jawab Reva masih cemberut.

Jalan Pettarani sore ini sedikit macet, karena memang bertepatan dengan jadwal pulang kerja para karyawan. Dengan ditemani sebuah lagu dari 'Jason Mraz, Lucky', SUV Range Rover yang dikendarai oleh Al melaju dengan santainya.

"Mau kemana?" Tanya Reva saat Al berbelok ke jalan Sungai Saddang.

"Mau ke Tanjung Bunga." Jawab Al singkat sambil menoleh kesamping.

"Ngapain disana?" Tanya Reva masih sedikit cemberut.

"Pacaran," jawab Al.

"Huh, emang aku pacar kamu?" Tanya Reva menoleh pelan ke arah Al. Jantungnya sedikit berdetak lebih kencang mendengar kalimat yang di ucapkan Al. Walau simple, tapi mampu menciptakan rona merah dikedua pipi gadis itu.

"Menurut kamu?"

"Huhhhh, bodo'." Gerutu Reva karena melihat reaksi Al yang sangat datar.


~•○●○•~​


Pantai Tanjung Bunga, Al dan Reva memilih tempat itu hanya sekedar menghabiskan waktu sore ini sambil melihat Sunset yang terbenam dilautan nan biru. Tak banyak yang mereka lakukan di sana. Reva berdiri bersandar di kap depan mobil sambil melihat sekitar pantai yang sore ini tidak terlalu ramai oleh para pengunjung. Al duduk di depan mobil yang diparkir mengarah ke pantai. Sambil duduk menikmati kibasan angin sepoi-sepoi, pria itu juga menanti senja, tak lupa di tangan kanannya sedang memegang sebuah bungkusan kuaci, dan juga segelas es kelapa muda yang dipesannya di pedagang Es kelapa muda tak jauh dari tempat mereka.

Reva hanya menatap punggung Al yang masih duduk tanpa beralaskan apapun dipasir pantai Tanjung Bunga. Ada perasaan bahagia mengingat saat ini mereka masih diberi kesempatan untuk bisa berduaan lagi. Namun, ada kegelisahan dihatinya yang sampai detik ini membuatnya bingung. Reva melangkah mendekat di belakang Al, lalu kedua tangannya memegang kedua pundak pria itu sambil merungkuk menatap pantai nan indah.

"Al," sapa Reva pelan dari belakang Al.

"Hemm..." Al hanya berdehem sambil menoleh kebelakang. Sebuah senyuman tersirat diwajah pria itu saat mata mereka bertemu pandang.

"Senja tiba." Ujar Reva. Lalu Al berdiri dan menarik lengan gadis itu untuk kembali ke mobil.

Al memeluk Reva dari belakang sambil tubuhnya menyandar di kap depan mobilnya. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari keduanya. Hanya detupan jantung mereka yang makin kencang. Reva menoleh kesamping dan mendapatkan wajah sendu dari Al dengan senyuman khasnya.

"Nanti malam kita kemana ya?" Tanya Reva sambil tersenyum dan membalas pelukan Al dengan memegang kedua lengan Al yang saat ini masih memeluknya.

"Terserah kamu aja Va." Jawab Al.

Mereka terdiam kembali, pikiran mereka berkecamuk. Kedua mata mereka malah asyik menyaksikan ombak-ombak yang menari dengan indahnya dilautan.

"Kamu tahan gak, tiap hari dijutekin gt sama indah?" Ujar Al mencoba mengobrol kembali.

"Yah mau gimana lagi, itu udah sifatnya dia... gak tau kenapa dia jadi sensi gitu" jawab Reva. Al hanya ngangguk-ngangguk sambil berfikir, apalagi yang akan dia obrolkan. Aneh memang, karena dasarnya Al orangnya gak banyak ngomong. Tapi, masa iya mereka hanya diam-diaman aja disini. Reva pun demikian, setelah menjawab pertanyaan Al akhirnya ia pun membisu kembali dengan pikirannya yang berputar-putar tak menentu.

Tiba-tiba Al tersenyum karena baru saja memikirkan sesuatu. Ingin sekali dia iseng ngeledekin si Reva. Maka wajahnya ia miringkan sedikit sambil memandangi wajah reva dari samping. Hari ini gadis itu terlihat lain, semakin cantik. Gumam Al dalam hati.

"Sepertinya kamu ada yang beda dari biasanya" ujar Al tersenyum.

"Apaan? Perasaan biasa aja" jawab Reva mencibir.

"Kamu pasti dikantor tadi, dandan dulu deh" ujar Al seakan meledek si Reva.

"Ih, sok tau deh... lagian ngapain juga aku dandan?" Ujar Reva namun tak bisa membohongi hatinya yang berbunga-bunga setelah mendapatkan pujian dari pria itu.

"Beneran, kamu semakin hari semakin cantik aja" ucapan Al telak membuat Reva tersipu, Al terus memandangi wajah reva dari samping. Ada senyuman terlihat diwajah Reva. Senyum malu-malu karena ditatap oleh Al.

"Paan sih," ujar Reva sambil mengusap wajah Al saking malunya. Dan akhirnya, kedua mata mereka saling berpandangan. Beberapa detik kemudian bibir mereka menyatu, beradu dalam romansa sore itu. Hanya sebentar bibir mereka bersentuhan. Lalu akhirnya, karena malu Reva kembali menatap kedepan dengan perasaan tak menentu. Sesaat kembali Reva menoleh kesamping, lalu mata mereka bertemu pandang. Ada sesuatu yang Reva rasakan di dalam hatinya. Tanpa sadar, wajah mereka saling mendekat. Reva hanya menerima sepersekian detik perlakuan Al kepadanya yang sudah mendekatkan bibirnya dengan bibir gadis itu.

"Hmmmmffffhhhhhh," mereka saling berciuman, melepaskan rasa rindu yang selama ini mereka pendam. Kedua mata mereka terpejam. Al memeluk erat tubuh Reva dari belakang, dan lidahnya sudah menggelayut menari indah didalam rongga mulut Reva. Air liur mereka telah berbagi, tanpa ada kesan rasa jijik dari keduanya.

Setelah dianggap cukup, Al melepaskan ciumannya di bibir gadis itu. Reva pun membuka kedua matanya lalu kembali memalingkan wajahnya menatap ke pantai. Ada rasa nyaman berada dipelukan Al, seperti itulah yang dirasakan oleh Reva. Tanpa terasa, dia bener-bener telah jatuh cinta terhadap Al.

Sedih, bimbang, yang saat ini sedang hinggap dihati Reva. Ingin sekali dia mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini. Tapi ada sedikit rasa ketakutan yang tiba-tiba terbersit dipikirannya.

"Al, kita ini sebenarnya bagaimana?" kata Reva sedikit ngos-ngosan setelah selesai mengatur nafasnya.

Al memalingkan tubuh Reva untuk berhadapan dengannya. Senyum simpul terlempar di wajah pria itu. Tatapannya mampu meluluhkan hati siapa saja yang melihatnya. Setidaknya, itulah yang ada di benak Reva saat ini.

Sedetik kemudian, Al mengusap lembut wajah kiri Reva turun ke pipi. Ada rasa deg-degan yang Al rasakan. Namun, dia berusaha menjaga emosinya agar tidak melakukan hal yang berlebihan sebelum saatnya tiba.

"Menurut kamu?" Tanya Al tersenyum.

"Bingung," jawab Reva menunduk tak kuasa menatap kedua mata pria dihadapannya.

Al tersenyum lalu mengangkat kembali wajah Reva, menatap matanya. Mata yang indah. Begitu indah malah. Sampai sulit sekali Al menilai mana yang lebih indah, antara mata gadis itu atau matahari senja di kaki langit sebelah barat sana.

"Kamu maunya gimana?" Tanya Al sambil berusaha menahan emosinya saat ini.

"Apakah kamu gak berusaha mengejar masa depanmu?" suara Reva sedikit bergetar saat menanyakan itu kepada Al.

“Masa depanku? Hmm...maksud kamu?” Tanya Al sedikit bingung dengan pertanyaan Reva. Dan Reva pun tampak sedang menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk menahan gejolak emosinya yang saat ini seperti hendak mengungkapkan segala perasaannya kepada Al.

Untuk mengatasi kegugupannya, Reva berusaha menutupinya dengan sibuk menyingkirkan beberapa helai rambutnya yang tergerai menutupi wajah karena tertiup angin pantai.Al kemudian membantu Reva menyingkirkan rambut dari wajahnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Rambutnya yang lurus sedikit berwarna merah maroom dan lembut itu memang mudah dikibarkan angin.

“Maksud kamu dengan masa depan aku itu gimana Va?” Al kembali bertanya kepada Reva.

“Hmm...yah...apa kamu gak mau berusaha untuk mengejar masa depan kamu yang sesungguhnya? Menjadi pria normal, dan hmm....memiliki seorang istri?” Tanya Reva yang berusaha untuk tegar sambil menatap mata Al. Dan Al pun langsung menaikan sebelah alisnya saat mendengar pertanyaan Reva itu

"Masa depan itu? Ngapain juga dikejar kalau masa depan yang itu..." jawab Al kemudian.

"Kok ngapain?" Reva melotot sedikit tidak terima ucapan Al barusan.

"Lah ngapain dikejar?" kata Al agak berbisik. Sambil menatap bola mata Reva dalam-dalam. "Masa depanku yang kamu maksud itu kan sudah ada di depanku sekarang."

Butuh waktu beberapa saat untuk Reva menyerap dan memahami makna perkataan Al itu, sebelum akhirnya wajahnya pun langsung merona merah.

"Gombaaaallll!" serunya sambil berusaha meninju lengan pria itu yang sedikit menghindar. Akhirnya Al berlari menghindar dari tangkapan gadis itu.

Mereka saling kejar-kejaran di atas pasir pantai ditemani oleh suara ombak diwaktu senja. Riang gembira, tawa bahagia menghampiri keduanya. Entah mengapa Reva sangat bahagia mendengar pengakuan Al barusan. Walaupun tanpa perkataan sebuah kalimat Cinta, namun sudah cukup membuat Reva tersenyum bahagia. Al berusaha menghindar dan Reva masih berusaha mengejarnya. Lalu pria itu berhenti dan menunggu gadis itu.

BUG! Tubuh Reva langsung menabrak tubuh Al dan mereka salinh berpelukan erat disaksikan oleh sang surua yang redup-redup sudah menyembunyikan dirinya dibalik awan dan seakan tersenyum berpamitan berganti dengan sang rembulan.

"Al... aku sayang banget ama kamu." Bisik Reva saat mata mereka saling memandang. Dan tubuh mereka saling berpelukan.

"Iya i know." Jawab Al singkat.

"Kalau bener aku masa depannya, maka buktiin dong Al!" cibirnya.

"Boleh... tapi, tunggu 1 purnama lewat dulu yah" jawab Al membuat Reva kembali memeluknya. Wajah Reva terbenam di dada Al dan seperti memikirkan sesuatu. Lalu gadis itu mengangkat wajahnya memandang Al tajam.

"Lamar aku! Setelah 1 purnama itu telah lewat" ujar Reva dengan serius.

Al terdiam.

"Kok diem aja sih, Al?" Tanya Reva karena tak mendapat jawaban dari Al.

"I promise." Jawab Al yang langsung membuat Reva melelehkan air matanya karena bahagia mendengar dari mulut Al yang selama ini ia tunggu.

"Makasih... hiks... hiks..." ujar Reva yang kembali menatap wajah Al sambil menangis, kali ini dengan sorot lembut dan cukup lama. Al sangat tau, kalau gadis itu menangis bahagia dan seakan sedang mencari keseriusan atas pernyataan Al barusan. Maka Al mengangguk mengartikan kesungguhan dari apa yang ia katakan barusan.

Satu anggukan kecil sudah cukup bagi Reva sebagai sebuah tanda janji untuknya, dan Reva pun kembali membenamkan wajahnya di dada Al, dan memeluknya sangat erat, seolah-olah tidak ingin terlepas dari pelukannya, walau hanya sedetik saja.

"Al, thanks yah" kata Reva mendongak wajahnya ke atas.

"Your welcome" jawab Al mengusap rambut gadis itu yang masih menggelayut manja di tubuhnya.

Mereka berdua kembali ke depan mobil, Al kembali memeluk tubuh Reva dari belakang sambil mengusap lembut lengan gadis itu yang sedang melipat kedua tangannya di dadanya.

"Udah malam yah." Ujar Reva membuka obrolan.

"Hemmm..." Al hanya berdehem tanpa merubah posisinya sebelumnya.

Walaupun langit mulai kehilangan cahayanya seiring kepergian sang surya, dan berganti dengan sinar temaram sang rembulan, tapi Al masih enggan untuk beranjak dari posisinya saat ini. Al seakan tidak ingin melepaskan kehangatan gadis itu dari pelukannya. Sebuah senyum tipis terbayang di sudut bibir manis Reva saat ia merasakan kehangatan dan kebahagiaan ketika berada dipelukan Al. Berbagai macam pertanyaan yang sudah mengganggu pikiran dan konsentrasinya selama ini, terbayarkan sudah sore ini. Walau tidak langsung mendapatkan sebuah kepastian dari mulut sang pria tampan, namun Reva tau bahwa Al bersungguh-sungguh atas apa yang sudah ia ucapkan barusan.

"Mikir apaan?" Tanya Al berbisik.

"Mikirin kamu." Jawab Reva menoleh.

"Heheh... ngapain dipikirkan? Kan udah ada di sini." Jawab Al tersenyum.

"Al, hemm... habis ini mau kemana?" Tanya Reva.

"Aku mau menghabiskan malam bersamamu." Jawab Al.

"Tapi, kan ada sodara aku di appartemen." Ujar Reva mengingat saat ini ada sepupunya yang menginap di appartemen milik Al.

"Ada hotel kan?"

"Hehe... iya sih. So?" Tanya Reva dengan mengulum mulutnya memikirkan sesuatu.

"Yuk..." ajak Al dan Reva hanya mengangguk tersenyum pasrah dengan ajakan pria itu.

Akhirnya Al pun menjalankan Mobilnya meninggalkan Pantai Tanjung Bunga menuju Hotel Arya Duta yang terletak berhadapan dengan jalan masuk Metro. Lebih tepatnya di jalan Penghibur Pantai Losari. Al memilih Hotel itu sebagai tempat menginap mereka dan menghabiskan malam ini bersama gadis itu, karena letaknya tak jauh dari Pantai Tanjung Bunga.

Setelah menyelesaikan seluruh administrasi dengan pihak resepsionis, akhirnya mereka pun segera ke kamar di antar oleh Bellboy Hotel.

"Nih mas." Ujar Al memberikan tip dengan selembar uang merah kepada bellboy yang mengantarnya ke Junior suite Room yang telah dipesan oleh Al.

"Wah, makasih Pak." Balas Bellboy tadi yang bersukur karena mendapatkan tip yang lumayan dari Al.

Reva melangkah masuk sambil matanya melihat sekeliling isi kamar dalam ruangan ini. Kamar Junior Suite yang di sewa Al, menyediakan ruang luas dengan tempat tidur King dan ruang tamu terpisah yang nyaman seperti suasana di rumah. Kamar suite berukuran 54 meter persegi ini dilengkapi dengan set sofa, televisi layar datar di ruang yang terletak di ruangan tamu dan ada juga di kamar tidur. Kamar Junior suite ini memiliki akses khusus menuju Club Lounge di lantai sebelas yang menawarkan berbagai keuntungan tambahan mulai dari makan pagi, evening cocktails, Internet akses, dan ruang meeting pribadi.

Tak hentinya Reva berdecak kagum atas apa yang ia lihat saat ini, ada perasaan tak menentu dan tanda tanya dalam benaknya. Bahwa dari mana Al mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar hotel mewah seperti ini?. Tapi Reva enggan bertanya kepada Al yang sudah memeluknya dari belakang.

"Kamu kenapa?" Tanya Al memeluk Reva dari belakang dan wajahnya ia sandarkan dibahu kanan Reva.

"Apakah gak berlebihan nginap disini?" Tanya Reva menoleh ke samping.

"Gak kok, aku kan pengen berduaan ama kamu dan gak ada yang mengganggu." Jawab Al makin merapatkan pelukannya.

"Kan bisa nyari hotel yang murah Al, kenapa harus buang-buang duit seperti ini?" Ucapan Reva barusan membuat Al makin yakin bahwa gadis yang saat ini berada dipelukannya adalah gadis yang sederhana. Al bersyukur bahwa ia tidak salah memilih Reva saat ini. Satu step sudah membuat Al yakin, namun belum saatnya ia mengungkapkan jati dirinya saat ini. Ia pun tersenyum sambil mencium lembut rambut gadis itu.

"Bau," ujar Reva.

"Gak kok, masih bau shampo." Jawab Al.

"Aku gak bawah baju ganti Al, masa iya aku pake baju seragam kek gini?" Tanya Reva yang sadar karena masih memakai seragam kerjanya yang hanya tertutupi oleh cardigan hitam miliknya.

"Kan bobonya ntar gak pake baju kan?" Ujar Al membuat Reva menoleh sambil melototkan kedua matanya.

"Hahaha, emang berani?" Tanya Reva sudah mulai mengetahui maksud Al barusan.

"Udah ah... mandi dulu gih." Ujar Al menyuruh mandi Reva.

"Trus baju gantinya gak ada Al." Jawab Reva.

"Udah kamu mandi, aku pesan makanan dari sini aja. Ntar kamu pake kimono aja." Ujar Al membuat Reva malu dan tersipu menatap wajah Al yang sudah terlihat mesum.

"Ihhhh kamu kayaknya udah ada kemajuan deh." Ujar Reva karena merasakan adanya tonjolan yang menekan-nekan bokongnya dari belakang.

"Hehe... gak suka?"

"Udah berdiri juga yah... hehehe, ya udah aku mandi dulu yah." Ujar Reva lalu meninggalkan Al di ruang tengah menuju kamar mandi.

Saat Reva berada didalam kamar mandi, Al menelfon operator hotel untuk memesan makanan untuk makan malam mereka. Sambil menunggu Reva yang masih berada didalam kamar mandi. Akhirnya Al menyibukkan diri membuka laptopnya sekedar mengecheck email yang masuk.

Beberapa saat kemudian Reva keluar dari kamar yang hanya menggunakan kimono berbahan lembut berwarna abu-abu sedang melangkah menuju ruang tamu dimana Al baru saja menutup laptopnya.

Begitu tiba di depan Al, gadis itu tersenyum manja ke arah Al. Menyadari bahwa gadis itu tak memakai dalaman apapun dari balik kimononya. Sontak, penis Al langaung menegang dari balik celana jeansnya.

"So?" Tanya Reva genit.

"Aku mau mandi dulu yah." Ujar Al lalu beranjak meninggalkan Reva yang masih memperhatikan tubuh belakang Al.

"Hihi..." Reva hanya tertawa melihat tingkah polos Al dihadapannya.

Reva kembali ke dalam kamar dan langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang, meraih remote TV untuk menyalakannya sambil menunggu Al selesai mandi.

Tak lama Al keluar dari kamar mandi dan mendapati Reva yang sedang baring di atas ranjang. Al hanya menoleh lalu melangkah dengan hanya menggunakan kimono yang sama dengan yang Reva gunakan keluar dari kamar menuju ruang tamu.

"Hei, kok keluar?" Tanya Reva sambil merubah posisi tidurnya menyamping dengan menahan kepalanya dengan lengan kanannya.

Ting... tong! Suara bel didepan pintu membuat Al tersenyum lalu seperti mengejek Reva dengan wajah yang dibuat-buat menjadi lucu.

"Tuh... ada orang.. hehe" jawab Al membuat Reva kesal lalu mengembalikan posisinya seperti semula.

Ternyata room boy baru saja mengantarkan pesanan mereka, lalu akhirnya Room boy tersebut mengatur beberapa pesanan mereka seperti steak 2 porsi dan 2 soft drink di atas meja ruang tamu.

"Makasih yah Mas." Ujar Al tak lupa juga memberikan tip kepada room boy itu.

"Sama-sama pak."

Akhirnya Room boy tadi meninggalkan ruangan dan Al segera menutup kembali pintu kamarnya. Menyadari bahwa dirinya sedang berduaan di dalam kamar hotel, dengan seorang gadis cantik dan seksi yang sedang menunggunya tanpa mengenakan daleman sama sekali, membuat gairahnya menguasai pikirannya hingga membuat penisnya jadi semakin menegang dari balik kimononya. Untung saja sang Room Boy tadi tidak sempat melihat tonjolan diselangkangan Al itu.

"Va, makan yuk." Ujar Al memanggil Reva dari luar.

"Gak lapar... sini aja Al, nemenin aku kek." Jawab Reva membuat Al hanya geleng-geleng kepala.

Akhirnya karena nafsu mengalahkan akal sehatnya, Al melangkah masuk kedalam kamar lalu duduk ditepi ranjang sambil alasan melihat siaran TV yang sebetulnya menampilkan acara yang gak jelas. Hanya pengalihan semata saja. Reva beranjak dari ranjang lalu berdiri dihadapan Al yang masih duduk ditepi ranjang.

"Mau ngapain?" Tanya Al saat Reva mendekat dan mulai duduk dipangkuan Al.

"Mau ngapain lagi coba? Berduaan disini?" Jawab Reva tersenyum genit.

Reva melingkarkan kedua lengannya di belakang leher Al. Lalu menatap mata pria dihadapannya. Al sepertinya mengerti dengan jelas apa yang dipikirkan oleh gadis itu. Begitu pula sebaliknya.

"Auwww..." pekik Reva saat merasakan adanya gundukan keras yang menekan di selangkangannya.

"Kenapa?" Tanya Al belagak bodoh.

"Itunya tegang... hehehe, untung masih ada kimono... kalo gak ada bisa berabe deh Al." Ujar Reva dengan wajah yang terlihat menggoda dan bergairah. Jelas Al tak bisa menahan gairahnya saat ini. Membuat penisnya makin menegang sejadi-jadinya.

Keduanya saling memandang, tersenyum penuh arti dan sedikit anggukan dari Reva akhirnya gadis itu yang sedikit agresif memajukan wajahnya ke wajah Al. Sepersekian detik akhirnya bibir mereka bersentuhan. Al membuka mulutnya membiarkan lidah Reva bermain-main di rongga mulutnya.

Setelah cukup lama mereka berciuman dengan penuh kemesraan satu sama lain, Al kemudian melepaskan tautan bibirnya dari bibir Reva, dan menatap matanya untuk sesaat, sebelum Al mulai mengecupi dengan lembut wajah Reva yang sudah dilanda gairahnya. Keningnya, pipinya dan bibirnya tak luput dari kecupan lembut bibir Al, hingga membuat bulu kuduk Reva sedikit berdiri seiring rasa geli akibat kecupan Al itu. Dan saat bibir mereka kembali saling bertautan, lidah mereka pun langsung saling beradu dan saling membelit dalam pergulatan bibir yang penuh birahi. Aroma semerbak bunga khas sabun mandi bermerk dari tubuh keduanya menambah rangsangan antara mereka. Kemudian sambil berciuman, Al berinisiatif melepaskan tali kimono Reva dengan perlahan-lahan. Reva melihat*Al sedikit kesulitan melepaskan kimononya, sehingga dengan terpaksa maka Reva pun melepaskan ciumannya, dan gadis itu pun bangkit untuk melepaskan kimononya sendiri.

Terpampang lah tubuh seksi dengan payudara berukuran sedang dan bulat dengan dua buah puting berwarna merah kecoklatan sangat menantang untuk segera di lumat. Vagina bersih dengan sedikit bulu-bulu tipis menghiasinya membuat Al tersenyum lalu menarik lengan gadis itu untuk membantunya membuka kimono Al.

Kini mereka berdua sudah sama-sama bugil tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka. Tidak ada lagi raut wajah malu yang terpancar dari wajah mereka.

Akhirnya Al kembali memeluk tubuh Reva dan melancarkan ciuman bertubi-tubi di wajah, leher telinga dan kembali ke bibir mungil gadis itu. Sambil berjalan mundur Reva menarik tubuh Al untuk rebahan di ranjang. Mereka masih saja meneruskan perang lidah, dan Al memeluk erat tubuh gadis itu hingga dua payudara sekal milik Reva menempel di dada Al, sungguh nikmat pikiran Al saat ini. Lalu Reva mulai menelusuri tiap inci tubuh bidang Al lalu tangannya perlahan-lahan turun untuk menjamah penis yang sudah begitu tegang milik Al.

"Huuuu..." desis Al saat jemari Reva mulai menyentuh penis panjang miliknya. Seperti tersetrum oleh sengatan listrik, tubuh Al bergidik menerima rangsangan dari gadis itu.

Reva menarik tubuh Al untuk berganti posisi dimana saat ini posisi Reva sudah berada di atas Al.

Reva terlihat sangat agresif, sambil melumat bibir pria itu, tangannya pun sibuk mengocok penis milik Al. Tangan Al pun kini sudah meraba dua payudara sekalnya. Al menarik wajah Reva lalu Lidahnya menyisiri isi mulut Reva, bagian dalamnya seperti gusi dan gigi terus ia sapu hingga ke langit mulutnya, Reva pun juga membalas dengan menyedot pelan lidah Al, sungguh permainan mulut yang cukup lama. Bibirnya pun terus digigit kecil oleh Al, baik bagian atas maupun bawahnya. Terus beradu beberapa menit hingga mereka merasa cukup, dan berlanjut ke tahap berikutnya.

"Ouhhhhh!" Pekik Reva saat Al mulai menciumi kembali leher gadis itu, lalu menurun hingga ke dadanya.

Slurpppp... slurpppp! Dengan lembut bibir Al mulai mengenyot puting payudara sebelah kanan milik Reva. Sedangkan payudara yang bagian kirinya diremas dengan tangan pria itu. Merasa seperti terbang ke langit ketujuh, sebuah sensasi kenikmatan yang dirasakan oleh Reva. Maka tanpa sadar ia menyodorkan dadanya kepada Al untuk lebih memainkan kedua payudaranya.

Cukup lama Al menyantap payudara milik Reva, hingga gadis itu sendiri merasa sebuah sensasi kenikmatan berbarengan dengan kegelian. Karena posisinya di atas, ia lebih leluasa bergerak.

Reva kemudian turun sehingga Al tidak bisa lagi menyedot payudaranya, ia sengaja turun untuk mencapai daerah penis pria itu. Tanpa ragu lagi, Reva mulai memegang penis milik Al lalu sedikit mengocoknya pelan. Matanya menatap wajah Al dengan mengulum mulutnya membuat sebuah pandangan yang begitu indah dihadapan Al saat ini. Kemudian Reva mulai menyentuhkan bibirnya di ujung penis Al. Lalu, ia pun membuka mulutnya sambil melahap penis milik Al perlahan-lahan.

Slurppp...slurppp! Reva mulai menaik turunkan kepalanya, mengulum batang kemaluan Al yang hanya setengah masuk kedalam tenggorokannya.

"Oughhttt" desis Al menerima rangsangan di penisnya. Sungguh nikmat sekali bisa bersetubuh dengan orang yang kita cintai. Itulah yang saat ini Al pikirkan.

Reva masih saja terus mengulum batang kemaluan Al, kantung telurnya pun tak luput dimainkan oleh Reva, baik dengan mulut maupun dengan jarinya. Kemudian ia mengocok penis Al dengan tangannya, sungguh nikmat. Lalu Reva mulai menjilat pangkal paha yang ditumbuhi bulu-bulu tipis hingga kembali ke ujung penis pria itu. Al tak bisa menahan rasa geli sekaligus nikmat di selangkangannya.

Cukup lama juga Reva mengulum penisnya, dan sepertinya Reva masih ingin berlama-lama bermain di penis milik Al. Tidak ingin sekedar hanya bersikap pasif dan menikmati kuluman Reva, Al pun berinisiatif memutar tubuh gadis itu, dan mengatur posisi Reva hingga wajah Al berada tepat di bawah selangkangan Reva. Reva pun kemudian menurunkan pinggulnya, berusaha mengarahkan vaginanya ke wajah Al. Reva masih saja tak melepaskan kulumannya dipenis Al. Dan Al pun mulai menjulurkan lidahnya untuk membelah bibir vagina milk Reva.

"Mmmhhhhh." Desah Reva yang mulutnya masih tersumbat oleh penis milik Al saat lidah Al udah mulai memainkan clitorisnya.

Al mulai menjalankan aksinya dengan jilatan dan gigitan kecil di bagian clitorisnya, Reva pun merasa geli, apalagi jemari Al tak henti-hentinya keluar masuk dan mengobok-obok liang vaginanya. Reva pun demikian, sesekali ia melepaskan kulumannya dan mengganti kerja mulutnya dengan tangannya.

Gaya enam sembilan mereka berlangsung cukup lama, hingga Al maupun Reva sudah sangat merasa di puncak, mereka pun segera menghentikan pergulatannya. Tak mau cepat-cepat menyudahi percintaan mereka, maka Al memutuskan untuk mengambil jeda menenangkan kemaluan mereka. Tak sampai dua menit, akhirnya Reva yang memulai kembali menciumi tubuh Al yang masih terbaring di atas ranjang.

"Gak sabar yah?" Ujar Al disela-sela pertarungan mereka.

"Hu uh" jawab Reva yang sudah mengangkangi penis Al sambil menggesek-gesekkan kepala penis Al di bibir vaginanya.

"Arghhhh........" desah Reva merasa nikmat walau hanya masih bergesekan kelamin.

"Ouggghhhh..." desah Al juga menikmati gesekan kepala penisnya di bibir vagina Reva.

Al menatap kedua mata gadis itu, seakan saling berbicara untuk mempertanyakam kesiapan leduanya. Dengan sekali anggukan dari Reva menunjukkan bahwa dirinya sudah sangat siap melanjutkan pertarungan yang sebenar-benarnya. Maka Al mulai membantu Reva dengan memegang penisnya dan mendorong tubuh Reva untuk menurunkan pantatnya perlahan-lahan.

Reva memejamkam kedua matanya menikmati inci demi inci batang penis Al melesat masuk ke dalam liang senggamanya.

"Uhhhhhhh... sssttt" desis Reva saat ujung penis Al mentok di rahimnya. Masih tersisa batang kemaluan Al yang masih berada diluar.

"Uhhhhhhh" desah Al dan Reva dan Bulu-bulu di tubuh mereka mulai merinding saat benda hangat dan tumpul milik Al mulai bergesek-gesek pelan didalam liang vagina gadis itu.

“Hkk.. Hh.. Shh.. Ouchh” Reva mendesis tercekat.

“Ouchh.. Hhahh..” Reva berkali-kali pula mendesis menahan nikmat yang kembali naik ke kepalanya.

Dengan pelan Reva mulai menarik pantatnya kembali ke atas lalu perlahan menurunkannya lagi. Membuat penis Al keluar masuk diliang senggamanya yang sudah mulai bisa beradaptasi dengan besarnya penis Al. Sekarang gerakan naik turun pantat Reva membuat batang penis Al mulai lancar melesat didalam liang vaginanya.

Plokkk... plookkk... plookkk!

“Hugghh..” mereka sama-sama menahan napas saat merasakan sebuah kenikmatan di kelamin mereka. Seluruh batang penis Al sudah masuk ke dalam jepitan lubang vagina milik Reva hingga ke pangkalnya. Gadis itu sangat* merasakan pantatnya menempel ketat pada kantung biji telur kemaluan Al. Lubang vaginanya terasa berdenyut-denyut meremas batang penis Al yang memenuhi lubang vaginanya.

Saking panjangnya batang penis milik Al hingga mulut rahimnya Reva seolah-olah seperti tersodok benda tumpul. Tubuh mereka terdiam seperti terpatok satu sama lain oleh pasak yang menyumpal lubang kemaluannya.

Tangan Al yang tadinya memegang kedua sisi pinggul gadis itu mulai bergerak meremas kedua payudara sekal milik Reva membuat gadis itu makin kuat mengeluarkan desahan-desahan erotis dari mulutnya.

Mata Reva pun terpejam menahan desakan nafsu yang mulai mendesak dari perutnya.

Sambil berpegangan pada dada Al, Reva mulai menaik turunkan tubuhnya dengan gaya WOT. Dan Al tak mau diam dengan makin meremas kedua payudara gadis itu yang bergelantung dengan indahnya.

"Aaaaahhhhh... Alllll, akuu mau keluuaaaaarrrr" erang Reva merasakan gejala-gejala orgasmenya akan segera tiba.

Liang vagina Reva mulai berdenyut-denyut mengurut batang penis milik Al. Lalu tiba-tiba tubuhnya terhempas di atas dada Al.

Orgasme pertamanya pun ia capai, lalu Reva melepaskan penis Al dari vaginanya kemudian berbaring lemas di atas tubuh Al.

"Huuuhhhh... Al, akuuu saayaanggg kamuuu" ujar Reva mencium seluruh tubuh Al. Kemudian Al hanya tersenyum mengangguk dan melepaskan tubuh Reva untuk dibaringkan di atas ranjang.

Al mulai menggauli kembali gadis itu, tubuh lemas dengan dua payudara sekal dan dua puting menghiasinya membuat Al makin gemas. Penis panjangnya masih mengacung dengan tegaknya dan terlihat kilapan-kilapan di batang penisnya hasil dari cairan pelumas liang kenikmatan milik Reva.

Tangan Al meremas kembali payudara Reva saat berada di atas tubuh gadis itu dan mulai melumat kembali bibir gadis itu yang sedikit terbuka karena dirinya sepertinya masih mengatur nafas.

"Hhhmmmmfffmm" Bibir Reva langsung menyatu dengan bibir Al. Lidahnya segera terdorong masuk ke dalam mulut Reva dan mulai menggelitik rongga mulutnya. Membuat nafsu Reva mulai bangkit kembali.

Posisi dengan Al diatas menindih Reva nampaknya mampu membangkitkan gairah gadis itu kembali. Penis Al menggelitik bibir vagina gadis itu dari arah depan, sementara tangan Al meremas-remas payudaranya dan keduanya saling berpagutan bibir. Indah sekali!

"Uhhhhhh..."

Al mulai menggesek-gesekkan ujung kemaluannya dibibir vagina Reva. Kemudian perlahan tapi pasti ia pun mulai memasukkan kembali penisnya ke dalam liang kemaluan gadis itu.

"Oughhhttttt" Reva terpekik sambil membuka mulutnya saat Al melepaskan ciumannya. Dan sepertinya Reva menikmati setiap inci kulit kemaluan mereka saling bergesekan. Mulut gadis itu sudah terbuka membentuk huruf O. Dan tatapan matanya sangat indah membuat hati Al menjadi teduh dan penuh gairah.

Bibir Al mulai memagut kembali bibir Reva dan dengan lidahnya kembali mendorong-dorong lidah gadis itu. Air liur mereka saling tertukar, tak ada rasa jijik dan rasa aneh yang saat ini mereka rasakan. Yang ada hanyalah sebuah nafsu yang di-iringi dengan rasa sayang dan rindu yang mendalam.

Sementara batang penis Al mulai menghujam lubang vagina Reva perlahan-lahan.

Plokkk... plokkk... plokkk!

Berkali-kali rambut kemaluan Al yang kasar seperti habis dicukur menggaruk-garuk selangkangan gadis itu saat penisnya melesak ke dalam lubang vagina gadis itu hingga ke pangkalnya. Terdengar gadis itupun berkali-kali mengerang tanpa rasa malu-malu lagi.

Tanpa harus diperintah, Reva mulai mengimbangi goyangan pantat Al naik turun mengikuti irama tusukan penis pria itu. Tubuh Reva pun mulai terhentak-hentak dan gerakannya sudah tidak terkendali. Tubuhnya semakin cepat bergoyang dan naik turun menyambut dorongan penis kekar milik Al hingga masuk sedalam-dalamnya ke dalam jepitan lubang vaginanya.

“Ter.. Rushh.. Aalllll.. Oohh” tak henti-hentinya Reva terus mendesis-desis tak terkendali. Tubuhnya seolah melayang dan ringan. Al semakin cepat menarik dan mendorong penisnya menghujam lubang vagina berlendir milik Reva.

"Aaaaaahhhhhhhhhhh" tiba-tiba Reva mengerang dan tersentak. Perutnya terasa kejang menahan desakan yang hampir meledak.

“Ouhhhhh...” terdengar Al juga mulai menggeram sambil menusuk-nusuk lubang vagina gadis itu kian kencang. Lalu mulutnya kembali melumat bibir Reva.

Gadis itu juga sepertinya tak dapat menahan lagi tubuhnya berkelojotan melepaskan ledakan birahi yang sudah tidak terbendung lagi. Ia-pun menggigit bibir Al yang melumat bibirnya. Pada saat yang sama, tubuh Al pun menggeliat dan tersentak-sentak seperti penari breakdance. Tubuh bagian bawah mereka yang saling menempel menggeliat secara bersamaan. Selangkangan yang menempel ketat dan seperti terpaku pada tulang kemaluan Al memutar tak terkendali.

“Arghh.. Shh..” seperti suara koor, mereka berdua menggeram secara bersamaan.

Otot-otot vagina Reva berdenyut-denyut mencengkeram penis Al yang tertanam sepenuhnya didalamnya.

"Ohhhhhhh... akuuu kekuaaaarrrr, akuuu tariiikkk yah" erang Al yang mengingat bahwa saatnya ia menarik penisnya supaya tidak muncrat di dalam vagina Reva.

"Saaaammmaa Allllllll, gak usaaahhh... didalam aja, aku lagi gak suburrr kok"

Crooot... crooot.... crooottt...

Akhirnya penis Al mengedut-ngedut dan hampir 7 kali menyemburkan cairan hangat yang menyiram ke dalam mulut rahim milik Reva. Terasa begitu kencang semburan sperma Al menyemprot dalam lubang vagina gadis itu. Dan juga Reva melepaskan orgasmenya yang berbarengan dengan Al. Mereka tak mau melepaskan kesempatan detik-detik sisa terakhir orgasme mereka. Mereka terus bergerak hingga tuntas sudah sperma Al terperas denyutan lubang vagina milik Reva.

Akhirnya mereka sama-sama terdiam lemas tak berdaya. Napas mereka saling memburu. Denyut jantungnya pun berdentum setelah bekerja keras memburu kenikmatan. Baik Al maupun Reva yang kelelahan tak mampu bergerak lagi.

Al menggeser tubuhnya dan menghempas tubuhnya berbaring disebelah Reva. Tangan mereka menyatu, wajah mereka saling menoleh. Senyum kebahagiaan pun terlihat diwajah keduanya. Senyum kepuasan dan kebahagiaan karena bisa bersatu kembali. Terlihat juga betapa banyak cairan sperma yang disemprotkan Al ke dalam lubang vagina milik Reva hingga sebagian meleleh ke pinggir bibir vagina gadis itu.

Beberapa saat kemudian Al menatap lekat-lekat sosok Reva yang tertidur di sebelahnya. Wajah cantiknya tampak lelah, namun terlihat sedikit sunggingan senyum kepuasan. Ini adalah kedua kalinya mereka bercinta. Ada perasaan bahagia dan senang antara keduanya.

"Makasih yah Va..." ujar Al setelah mengecup lembut kening Reva dan dijawab dengan sebuah senyuman kepuasan diwajah gadis itu.


~•○●○•~​


Beberapa hari kemudian...


Bandara international soekarno hatta. Terlihat pagi ini Al dan L sedang menunggu kedatangan sahabatnya dari visit 2 hari di daerah sumatra. Tujuannya adalah memantapkan bahan persentasinya nanti yang tinggal beberapa hari lagi dengan pihak Satulever.

Dari arah pintu kedatangan, sosok yang di nantikan akhirnya muncul juga. Nostra Ajie Prasetyo, sahabat Al dan L sedang melangkah keluar dari pintu kedatangan dengan menggunakan kaos berkerah berwarna biru muda dengan garis strip berwarna hitam. Dan bawahannya menggunakan jeans berwarna biru dengan sepatu jungle kesayangannya berwarna coklat. Tak lupa kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya menutupi kedua matanya.

"Woi woi... tumben lu berdua jemput gue." Ujar Nostra saat bersalaman dengan kedua sahabatnya.

"Maklum lah Nos, lu kan ujung tombak kite-kite... iye gak Al." Jawab L.

"Hemm... bisa dibilang iya." Jawab Al singkat.

Akhirnya mereka bertiga meninggalkan gedung bandara soekarno-hatta menuju kantor pusat 3MP.

Saat mereka bertiga tiba di depan pintu lobby karyawan, terlihat Citra baru saja keluar dari pintu lift dan melihat ketiga ujung pentolan 3MP baru saja masuk dari pintu lobby. Akhirnya Citra melemparkan sebuah senyuman. Khususnya buat Mr.L.

"Hai, kapan nyampe kang Nos?" Tanya Citra menjulurkan tangannya menjabat tangan Nostra.

"Baru aje neng Cit." Jawab Nostra namun matanya melirik ke arah meja front line dan terlihat sosok gadis cantik dengan paras yang mampu meneduhkan hati Nostra selama ini. Elsya, gadis cantik yang selama ini hadir dibenak pria itu.

"Yuk ah." Ajak L untuk naik. Namun, sepertinya Nostra tak menanggapi ajakan sahabatnya. Malah mendekat ke arah meja Elsya.

"Hai neng... serius amat sih." Ujar Nostra membuat Elsya gelagapan. Bagaimana tidak, ke-empat direktur pimpinam perusahaan sedang berada dihadapannya.

"Eh bapak... hehehe, gak juga sih pak." Jawab Elsya tersipu malu sambil menunduk memberikan penghormatan kepada Al dan L maupun Citra.

"Ngehe lu Nos... woi ini kantor, gak boleh pacaran tau." Ujar L membuat Citra menyenggol tubuhnya karena mengingat posisi mereka berdua tidak beda dengan Nos dan Elsya.

"Ehemmm..." Al berdehem membuat L hanya tersenyum kecut.

"Mampooosss lu... makanya ngaca lu nyet." Celetuk Nos ngeledek si L.

Candaan L dan Nos membuat Al hanya tersenyum saja. Dan hanya bergeleng-geleng karena tingkah keduanya gak pernah berubah sama sekali. Tiba-tiba L mendekat ke Elsya lalu mulai ngejahilin si Nostra.

"Hei Nos, lu bawa ole-ole gak buat si Elsya?" Tanya L sambil cengingisan mengingat jelas bahwa pasti Nostra tidak akan pernah mengingat membawakan ole-ole buat siapapun saat ia melakukan trip keluar kota.


"Eh... jangan salah lu L. Nih, buat yayang Elsya tercinta." Ujar Nostra mengeluarkan sebuah bingkisan sirup markisa. "Asli dari Medan"

"Apaan nih Pak? Gak usah repot-repot kali." Jawab Elsya tapi tetap Nostra memaksa untuk menerimanya.

"Gue curiga nih." Ujar L.

"Ups..." ujar Elsya saat membuka dua botol jus markisa yang diberikan oleh Nostra. Lalu sambil menoleh ke arah Nostra yang sudah cengengesan memasang muka jahil dan bodohnya.

"Kenapa?" Tanya Citra.

"Hehehe... makasih yah Pak." Ujar Elsya lagi karena melihat bahwa markisa tersebut bukan berasal dari Medan. Malah ada sebuah tulisan from Jakarta. Namun, sepertinya Elsya tetap menerima bingkisan itu agar tidak mempermalukan Nostra dihadapan teman-temannya.

"Ya udah, neng gue naik dulu yah. Yang bener kerjanya loh... awas malas-malas." Ujar Nostra sambil mencolek dagu gadis itu.

"Segitu doank lu Nos? Kalah donk ama gue... sini sayang." Ujar L sambil lengannya menarik tubuh Citra.

PLAK!

"Bruakakakakkakaka...." tepokan di kepala L dari Al membuat Nostra ngakak melihat tingkah bodoh L.

"Ups ada abangnya... maaf kakak ipar." Ujar L cengingisan.


Akhirnya ke-empat Direktur itu meninggalkan Elsya dengan sebuah perasaan senang. Mereka melangkah masuk ke lift untuk memulai aktivitas mereka masing-masing.

Di dalam ruangan Marketing Direktur. Terlihat Nostra baru saja menyalakan laptopnya untuk memulai pekerjaannya siang ini.

Tiba-tiba kegiatannya terhenti mengingat sesuatu yang akan ia kerjakan selain pekerjaan kantornya.

"Hemmm... ok, neng... kamu siap-siap yah." Gumam Nostra pelan sambil memikirkan sesuatu. "Pokoknya lu bakalan nyesal karena sudah membuat gue kecewa."

Nostra kemudian tersenyum sinis, seperti sedang merencanakan sesuatu.



Still Continued...