Thursday 18 January 2018

Me & U - PRIVATE SECRET 42

EPILOG


“Kok diam?” Tanya Reva saat mereka dalam perjalanan pulang kerumah Al.

“Hmm, gak tau… takut salah ngomong lagi.” Jawab Al menoleh kesamping.

“Semuanya lagi nungguin kita dirumah tuh.” Ujar Reva saat baru saja melihat sebuah pesan masuk di smartphonenya.

“Hufhhh, kok aku jadi grogi gini yah.” Jawab Al. jantungnya berdebar kencang saat mengetahui saat ini semua keluarganya sedang menunggu di rumah.

Beberapa saat yang lalu, saat Al mengetahui bahwa Reva sedang berada dikantornya membuatnya begitu bahagia. Dia akui bahwa semua ini bukan faktor kebetulan, tapi memang ada yang telah mengatur semuanya.

Dan Reva pun menceritakan bahwa Citra, Eci dan Mamahnya-lah yang telah mengatur semuanya.

Dari mulai Reva bertemu dengan Eci di Hypermart. Mengajak Reva masuk kedalam rumahnya. Dan tentu saja, sampai mereka bertemu di kantor pusat 3MP. Semuanya telah di atur oleh Citra.

Tak sedikitpun terlihat di wajah Al sebuah kekecewaan karena mengetahui bahwa keluarganya telah mengatur hal itu.

Beberapa penggal kalimat masih begitu jelas melekat dipikirannya.

“Kenapa senyam-senyum?” Tanya Reva saat Al baru saja mengingat kejadian di ruangannya.

“Gak… Cuman pengen senyum aja, emang gak boleh?.”

“Gak boleh… dan, aku itu masih kesal ma kamu tau.” Jawab Reva.

“Karena?”

“Karena kenapa kamu itu gak jujur dari awal sama aku?” Jawab Reva. Al hanya tersenyum sesaat.

“Karena, aku ingin mengetahui bahwa kamu itu mencintaiku bukan karena sesuatu yang aku miliki saat ini. Akan tetapi menerimaku sebagai orang biasa saja yang tak mempunyai apa-apa.” Jawab Al dengan serius.

“Siapa yang bilang aku mencintai kamu apa adanya?” Tanya Reva. “Eh…” Lanjutnya terkejut saat Al menyentuh dadanya dengan jari telunjuk.

“Bukan siapa yang bilang Va, tapi… hati kamu yang mengatakan semuanya.” Jawab Al setelah menunjuk dada gadis itu.

“Makasih…makasih karena kamu nyata… dan sebuah kenyataan yang jauh lebih sempurna dari harapanku selama ini.” Sebuah kejujuran yang di ungkapkan gadis itu sambil menunduk menahan gejolak di dadanya yang tiba-tiba ia rasakan.

Al hanya menoleh, dan mengusap lembut rambut gadis itu.

“Kamu…kamu hik..hik… sangat terlalu sempurna buat aku Al… hik…hik”

“Kok nangis lagi sih sayang?” Tanya Al mengangkat wajah gadis itu, dan tersenyum hangat saat menatap mata Reva.

“Gak tau Al… hik…hik… i-ini nyata kan?... dan kamu…kamu bukan hanya sebuah khayalan kan?” Al mengernyitkan alisnya mendengar kepolosan gadis itu.

“Emangnya ini kayak di film-film Va… hehe, iya-lah aku itu nyata sayang.” Jawab Al. “Udah ah… udah cukup galau-galauannya sayang… tuh kita udah sampai kok.” Lanjutnya saat mobil Al telah sampai di depan gerbang rumahnya.


Beberapa menit kemudian…


Dugh…Dugh!


Semua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu. Al dan Reva melangkah masuk kedalam rumah.

Ada kedua orang tua Al, Ibu Ningsih, Eci, dan juga Puput sedang duduk di sofa. Kebetulan Citra saat ini masih berada di kantor.

“Assalamualaikum…” Al dan Reva mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah.

“Wa’alaikumsalam,” Jawab semua orang yang berada di dalam.

Tubuh Al terasa kaku, berdiri menatap wajah-wajah semua orang yang berada di dalam rumah. Mamahnya hanya melotot menatap wajah Al. begitu juga Papahnya, hanya terdiam memasang wajah datar.

“Hufhhh…” Al menarik nafas panjang. Tangannya berkeringat dan terasa gugup untuk menghadapi semua orang di ruang tamu.

“Mah…Pah… Bu.” Reva segera meninggalkan Al yang masih berdiri kaku di depan pintu, dan duduk di apit oleh Ibu dan Mamahnya setelah menyalim tangan ke tiga orang tua itu.

“Hei… masuk Yud. Kok masih berdiri aja disitu.” Kata Mamahnya.

“I-iya Mah.” Jawab Al lalu melangkah pelan, menyalim tangan mamah dan Papahnya.

“Bu…” Al menyalim tangan Bu Ningsih.

“Eh… Den…” Ibu Ningsih terkejut dan Al hanya menatap wajah wanita itu dengan sebuah senyuman setelah menyalim tangan ibu Reva. Baru kali ini seorang Al menyalim tangannya selama ia bekerja dirumah.

“Bolos lagi yah kuliahnya?” Ujar Al saat Eci menyalim tangannya.

“Ye… orang lagi libur kok… wekk… jangan mengalihkan perhatian dulu… hihihihi, bentar lagi kena sidang eksekusi mati tuh Kak.” Ujar Eci nyengir.

“Hufhh dasar… Hai Put.” Al melanjutkan menjabat tangan Puput.

“Pak…” Puput menyalim tangan Al.

“Hmm, maaf Mah Pah… gak sempat jemput di bandara.” Ujar Al gugup dan masih berdiri dihadapan semua orang.

“Gak apa-apa… “ Jawab Mamahnya simple.

“Hufhhh… kok semuanya pada ngelihatin aku kayak gitu sih?”

“Va.” Reva hanya tersenyum manja menatap wajah Al yang terlihat kaku.

“Terus… ngapain kamu masih berdiri disitu? Huh!” Papahnya melototkan matanya membuat Al hanya nyegir.

“Ya udah, Al masuk dulu ke kamar yah… hehehe,”

“Hei Yud…siapa yang suruh kamu masuk? Sini…duduk dulu,” Kata Mamahnya saat Al ingin beranjak masuk ke kamarnya.

“Ok, Hufhhhh… tenang Al… tenang… Tarik nafas dalam-dalam… bismillah.” Ujar Al mencoba menenangkan dirinya. Dan tentu saja terlihat bodoh di depan semua orang.

“Hahahahahahahaha, dasar anak mamah… ihhhh menggemaskan banget ih.”

“Hahahahaha, dasar Kakak Eci yang kolot.”

“Yud, kamu ngapain?” Ujar papahnya yang hampir bersamaan semua orang saat melihat tingkah Al barusan.

“Duduk dulu.” Ujar mamahnya.

Al kemudian duduk di sofa dan berhadapan dengan semua orang. Seperti saja ia sedang menghadapi sebuah sidang yang seperti Eci katakan tadi.

“Va…” Ujar Al pelan.

“Yah…” Jawab Reva menahan senyumnya.

“Ibu Ningsih…” Ujar Al menatap wajah Ibu Ningsih.

“I-iya… Den Al.” Jawab Ibu Ningsih gugup.

“Bu… kok masih manggil aden sih ke Yudha.” Ujar Mamahnya menoleh ke Ibu Ningsih.

“Eh… anu Bu… itu…” Jawab Ibu Ningsih gugup.



Dugh…Dugh!

Al menguatkan hatinya kembali untuk melanjutkan sesuatu yang akan ia ungkapkan saat ini. Lalu, ia pun menatap wajah Ibu Ningsih membuat wanita itu menatap wajah Al dengan perasaan yang gugup

“Bu… maaf, sudah lancang mencintai anak Ibu selama ini… dan,” Al tak melanjutkan kalimatnya, dan sedetik ia kembali menarik nafas panjang.

“Terus?” Mamahnya tak sabar ingin mendengar kalimat selanjutnya dari Al.

Semua orang, kecuali Al. sedang terdiam menunggu Al melanjutkan kalimatnya.

“Dan, maaf karena tidak mengetahui bahwa selama ini... Reva itu anak Ibu… “

“Terus…” Papahnya menimpali.

Terlihat Eci menganga dan kepalanya naik turun mengikuti irama kalimat yang Al ucapkan. Semua orang seperti tersihir dengan Al yang pelan tapi pasti mulai mengatakan semuanya.

“Dan, Izinkan aku mencintai anak ibu... Reva untuk selamanya… dan aku mohon izinkan aku untuk menikah dengan Reva Dwinsyirah… Bu.” Al menyelesaikan kalimatnya, dan ditutup dengan tarikan nafasnya yang terasa begitu berat.


“Gimana Bu?” Tanya Al tertunduk.

“Den, I-ibu selalu merestui hubungan kalian sampai kapanpun... dan, Ibu juga selama ini sangat menyayangi Den Al sebagai anak ibu sendiri… dan, Hik…hik… Ibu sangat berterima kasih karena selama ini sudah sangat baik kepada Ibu dan Puput.”

“Bu… jangan panggil aden lagi yah… cukup panggil Al aja… atau Yudha.” Ujar Al tersenyum hangat membuat Ibu Ningsih mengangguk dan langsung memeluk tubuh Reva.

“Alhamdulillah… Mamah bangga ama kamu sayang… kamu akhirnya bertanggung jawab dengan apa yang telah kamu lakukan… dan, mamah juga sudah melamar nak Reva ke Ibu Ningsih untuk menjadi menantu Mamah. Menjadi Istri kamu…” Ujar Mamahnya menimpali.

“Iya Mah, makasih juga sudah menerima Reva… untuk menjadi istri Yudha nantinya.”

“Va… “ Al melanjutkan ucapannya seakan memanggil Reva yang masih saja terharu atas semua yang terjadi.

“Sudah ah… mending kita makan dulu yuk. Keburu dingin makanannya.” Ujar mamahnya dan akhirnya semua orang ikut mengangguk dan bergegas menuju meja makan untuk menyantap makanan yang telah di persiapkan oleh Ibu Ningsih dan tentu saja dibantu oleh Mamahnya Al.

Suasana menjadi ceria kembali, Al merasa sebuah kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan saat ini. Begitu juga Ibu Ningsih dan Reva ikut berbahagia karena mereka diterima dengan baik oleh keluarga Al.

“Bu… benerkan yang saya katakan tuh hari… kalau putra saya itu akan senang menerima Reva dan juga Ibu Ningsih sebagai keluarga kami. Reva sebagai istrinya dan juga Ibu Ningsih sebagai mertuanya.” Ujar Mamahnya Al saat berdiri berdua dengan Ibu Ningsih menyaksikan semua orang mengambil makanan di meja makan.

“Iya Bu, makasih yah atas semua ini… dan saya tidak tau lagi mesti membalas kebaikan ibu dan keluarga selama ini terhadap kami.”

“Gak perlu Bu… Kami semua menyayangi Reva kok… karena dialah satu-satunya yang menerima putra saya apa adanya… dan ibu tau sendiri-kan? Sampai kemarin-pun dia masih mempertahankan cintanya terhadap Putra saya yang belum ia ketahui sebenarnya. Dan menolak lamaran kami, padahal ia tahu bahwa putra saya itu pemilik perusahaan tempatnya bekerja… itulah yang dinamakan cinta sejati Bu.”

“Iya Bu, saya juga bangga dengan putri saya Bu… tidak menilai seseorang dari luarnya saja. Tapi, dia mencintai den Al dengan sepenuh hatinya.”

“Kok Den lagi sih Bu… ingat loh, dia anak Ibu juga loh.” Ujar Mamahnya Al.

“Hehehe, belum terbiasa Bu.” Jawab Ibu Ningsih.

“Harus dibiasakan dong Bu… hehehehehe,”

“Iya nanti pelan-pelan yah Bu…” Jawab Ibu Ningsih tersenyum.



~•○●○•~​


Makassar…

2 bulan kemudian...




Grand Clarion & Convention Center


“Saudara Lara Abdullah Bin Abdullah saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Citra Dwi Andayu Binti Alhabsyih dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar 4400 rupiah dibayar Tunai.” ucap Pak Imam saat menekan jari jempol L di atas panggung dan disaksikan oleh beberapa tamu undangan yang hadir di acara akad nikah tersebut.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Citra Dwi Andayu binti Alhabsyih dengan mas kawin tersebut dibayar Tunai.”

“SAH”

“SAH”

Semua tamu undangan yang hadir di acara pernikahan Mr.L dan Citra ikut berbahagia saat pengucapan ijab Kabul selesai dilaksanakan. Maka kedua pasangan tersebut akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri.

Kedua mempelai itupun saling berhadapan. Citra memandang pria dihadapannya yang kini berstatus sebagai suaminya itu dengan tatapan bahagia dan sendu. Air mata sedikit demi sedikit membanjiri pelupuk matanya. Sedangkan pria itu tersenyum manis.

Sejenak sang mempelai pria mengelus lembut pipi pengantinnya, lalu perlahan ia mendekatkan wajahnya dan menyentuhkan bibirnya kepada bibir gadis itu. Memberinya satu ciuman manis tanpa tuntutan. Helaan napas lega terdengar serentak dari para undangan, terutama pihak keluarga. Mereka semua tadinya merasa cemas bahwa menanti saat-saat pengucapan ijab Kabul di mulai.

Setelah acara ijab Kabul, maka kedua mempelai di persilahkan untuk duduk di atas panggung yang telah di sediakan oleh pihak EO. Suasana hall di hotel tersebut sudah ramai dan riuh. Semua sibuk dengan obrolannya masing-masing. Ada obrolan antar keluarga yang sudah lama tidak bertemu, ada juga pertemuan antar sahabat yang juga sudah lama tidak bertemu.

Namun, ada beberapa tamu yang hadir terlihat sedang berfikir dan juga terkejut atas kehadiran seseorang yang juga menjadi salah satu pendamping mempelai wanita.

“I-itu kan Reva?”

“Itu-kan Izzy?

“Perasaan… Reva kan sudah pindah di HO, kenapa sekarang dia ada di sini yah?” Indah, salah satu karyawan hotel Clarion yang hadir sebagai salah satu undangan terlihat heran dengan apa yang ia lihat saat ini.

Reva berjalan mendekati sekelompok orang yang sedari tadi bertanya-tanya tentang sesuatu yang mereka lihat saat ini.

“Hai Ibu Indah, apa kabar?” Reva menyapa Indah sambil tersenyum. Tak terlihat sebuah kesombongan di wajah Reva.

“Alhamdulillah baik… Reva juga, gimana kabar di HO?” Jawab Indah balik bertanya.

“Alhamdulillah baik juga, hei say… hai cin…” Jawab Reva, lalu menyalim semua teman-teman sesame resepsionis saat ia bekerja di Hotel milik Al.

“Loe sekarang makin cantik aja nek.”

“Hehehe, yah… biasa aja kali say.” Jawab Reva membalas candaan mereka.

“Eh bentar… loe udah jadian ama si Izzy?” Tanya salah satu kawan Reva yang juga teman sekolah Al dulunya.

“Hehe, iya say… “ jawab Reva.

“Siang ibu Rahma, Siang Pak Reza… siang juga Pak Toto dan Ibu Indri.” Sapa Al saat ingin menghampiri Reva dan berpapasan dengan ke empat orang tersebut.

“Siang pak Al.” Jawab mereka bergantian lalu bersalaman dengan Al.

"Terima kasih Pak Toto, Pak Reza dan Ibu Rahma, Ibu Indri... Sudah datang di acara pernikahan adik aku." ujar Al. "Duduk dulu yah Pak, Bu... Aku tinggal dulu." lanjut Al pamit.

Semua orang yang berada bersama Reva saat ini terdiam saat Al mendekat ke mereka.

“Udah pada kenal-kan? Calon suami Reva…hihihihi,” Ujar Reva.

“Hai Zy…”

“Hai sin… hai…” Al menyalami satu persatu teman sekerja Reva saat di Hotel.

“Hmm, Zy… boleh nanya sesuatu?” Tanya Sinta penasaran.

“Yah… silahkan?”

“Kok loe bisa berada di panggung sih bareng keluarga Ibu Citra? Apa loe juga…” Tanya Sinta sedikit ragu.

“Hmm, perlu gak yah aku kasih tau? Hehe…” Ujar Al bercanda.

“Udah cin… nanti kalian akan tau kok siapa Al sebenarnya. Week” Reva menyela ucapan Sinta. Dan segera menarik lengan Al untuk bergabung kembali dengan keluarganya.

Semua orang terdiam, khususnya para pegawai Hotel Clarion saat Al kembali ke atas panggung. Semua para Direktur hadir di acara pernikahan L dan juga Citra. Nos dan Elsya terlihat sedang duduk di salah satu meja yang berada di depan panggung.

Rangkaian resepsi yang digelar di hotel mewah milik 3MP begitu ramai. Walaupun awalnya banyak orang yang terkejut dengan sepasang kekasih yang terlihat begitu mesra. Tapi tak ada seorangpun yang berani berbicara dan menanyakan langsung atas apa yang mereka saksikan.

L sedang berdiri di atas panggung untuk sekedar memberikan sepatah kata* buat para tamu undangan yang hadir.

“Terima kasih buat semua tamu undangan yang hadir.”

“Terima kasih banyak juga buat sahabat-sahabatku yang menyempatkan hadir di acara ini…”

“Dan… Special Thanks buat sahabatku dan juga selaku pimpinanku langsung… dialah Bapak Alfrizzy Yudha Pratama… selaku pemilik tunggal PT. Tiga Mandiri Perkasa… telah menjadi teman, sahabat dan juga saudara selama ini… bersama-sama membangun semua ini dalam suka maupun duka.”

Dugh!

Indah, Rian dan beberapa orang yang pernah mencemo’oh Al. betapa terkejutnya mereka saat mendengar sepatah kata dari mempelai pria. Mereka seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

Semuanya menyesali atas apa yang mereka lakukan dulu. Reva, melihat dari jauh dua meja tempat Indah dan teman-temannya duduk hanya tersenyum bahagia. Karena sebuah rahasia besar yang selama ini tak diketahui oleh mereka akhirnya terbongkar juga.

Selepas acara resepsi, kedua mempelai dipersilahkan memasuki kamar hotel yang telah dipersiapkan setelah acara selesai. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Citra dan L. Keduanya membisu penuh arti. Tentunya perasaan keduanya sangat bahagia, setelah melewatkan hari ini untuk sebuah kehidupan baru di masa mendatang.

Citra terlihat duduk terpekur di atas ranjang. Gaun pengantinnya masih melekat indah di tubuh gadis itu.

“Sayang…,” panggil Citra pelan. L yang hendak membuka pintu lemari mengurungkan niatnya dan menoleh ke arah gadis itu .

“Ya beib…” jawab L sambil berjalan perlahan mendekati ranjang.

“So…?” tanya Citra, ia mendongakkan kepalanya bertatapan dengan L.

“Hmm, Sudah siap?.” Jawab L balik bertanya.

“Sudah dong…hehe, kan memang malam inilah yang selama ini aku tunggu.”

L mengerang menahan gejolak birahinya yang muncul seketika. lalu L menyentuh dagu gadis itu secara lembut. “Beib…” Bisik L pelan, lalu Citra memejamkan kedua matanya menerima kecupan pria itu.

Mulut L melumat seluruh bibir Citra, menyerap semua aroma nafas dan liur milik Citra. Pelukan gadis itu makin erat.

“Mffffhhhhmmmm,” Jemari L menelusuri lengan Citra, bergerak naik turun mencoba menambah rangsangan terhadap gadis itu tanpa melepaskan ciuman mereka.

“Hash…hash…” Saat bibir mereka terlepas, L maupun Citra mengatur nafas.

L kembali melancarkan serangannya mengecup lembut bibir Citra, beralih ke pipinya, memberikan kecupan-kecupan kecil, kemudian lanjut ke telinganya, menghembuskan nafas lembut membuat Citra memekik merasakan geli akan perlakuan L.

L tersenyum. “Kamu sudah siap sayang?” Citra mengangguk pelan. Tubuhnya gemetar, walaupun beberapa kali mereka melakukan petting, namun entah kenapa malam ini Citra sedikit gugup untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

L lalu mengecup kembali telinga Citra dengan lembut, lalu memainkan lidahnya dengan nakal mencicipin setiap inci kulit milik Citra.

“Uhhhh, sayang…” Bisik Citra mendesah.

L hanya tersenyum, lalu ia mengangkat tubuh Citra, dan merebahkan tubuh gadis itu di atas ranjang. Sedetik, L kembali melumat bibir Citra dan menindih tubuh Citra dengan lembut. Jemarinya menyentuh pelan, menyentuh lembut bagian depan gaun pengantin milik Citra, membuat gadis itu menatap lembut wajah L.

L sangat cekatan membuka kancing demi kancing gaun putih Citra, begitu pelan gerakannya, seolah ingin menyiksa dirinya sendiri, seperti seorang lelaki yang membuka hadiahnya dengan penuh antisipasi dan kemudian mengintip dengan hati-hati. Padahal ia sering melihat tubuh Citra tanpa sehelai benang-pun, namun mala mini sepertinya ia merasa penasaran dan jantungnya berdetakt begitu kencang.

“Malam ini, kamu seksi banget sayang.” Bisik L dengan nafas yang menggoda.

Citra tersenyum membuat L makin bergairah. Gadis cantik dan mempesona itu, kini terbaring dengan baju yang telah terbuka menampakkan kulitnya yang begitu menggoda.

L membantu Citra menurunkan gaunnya hingga sepinggang, kemudian menciumi leher gadis itu dan menjilatnya lembut. Perlahan-lahan, L melepaskan kaitan bra Citra, membuat gadis itu telanjang dada di depannya.

Terdengar nafas Citra terengah ketika L menyentuh payudaranya, lalu mengusap lembut putting sebelah kanan dengan gerakan seolah tak sengaja. L tersenyum saat melihat puting itu mengeras, seakan ingin disentuh lagi.

“Hsssssss…” Desah Citra merasakan sensasi panas yang membakar payudaranya.

L kembali menyerang leher gadis itu, lalu bibirnya naik untuk melumat bibir Citra. Kemudian kembali ke leher dank e telinga lalu berbisik di sana. “Kamu sudah siap sayang?” Kembali, L menanyakan hal yang sama, membuat sekujur tubuh Citra merasa gemetar.

“Sayang…” Citra mengerang, lalu memejamkan mata ketika L menunduk dan mengecup bagian atas payudaranya, kemudian, bibir L lewat sambil menghembuskan nafas panasnya sambil lalu di atas payudara Citra, membuat putingnya mengencang dengan kerasnya.

“L… Cukup sayang” suara Citra makin keras ketika L mengulangi perbuatannya berkali-kali. Pria itu mengecupi seluruh bagian payudara Citra tetapi mengabaikan putingnya yang sudah sangat keras.

Sepertinya L menyiksa gadis itu perlahan-lahan, karea ia hanya menghembuskan napasnya sambil lalu, menggoda Citra yang telah terbakar nafsunya.

“L… hisap uhhhhh“ Desah Citra menarik wajah L dan mengarahkan payudaranya ke bibir pria itu. Tentu saja, L tersenyum karena tingkah gadis itu.

“Ampun deh sayang…buruannn uhhhhhkkk…” Citra mengerang seolah kesulitan bernapas. Puting payudaranya begitu tegak dan panas, karena godaan-godaan pria itu, Citra sudah sangat menginginkan sesuatu yang lebih.

Dan L akhirnya melakukannya. Bibirnya dengan lembut mengatup di puting payudara gadis itu yang telah sah menjadi istrinya beberapa jam yang lalu. Lalu L menjulurkan lidahnya bergerak menggoda untuk memainkan puting istrinya dengan usapan-usapan lembut. Sensasi tersebut membuat tubuh Citra lemas, kedua jemarinya mencengkeram rambut suaminya, membuatnya acak-acakan.

Kemudian L menindih tubuh Citra sepenuhnya, bertumpu pada kedua siku dan lututnya, dan menenggelamkan kepalanya di payudara istrinya yang begitu ranum.

L mencumbunya dengan lidahnya, dan menghisap putingnya perlahan, membuat istrinya mengeluarkan erangan-erangan gelisah.

Setelah puas. L mengangkat kepalanya dan mengecup ujung hidung istrinya yang terengah-engah.

Citra merasakan kejantanan suaminya sudah mulai mengeras.

L menurunkan gaun istirnya. Citra membantu mengangkat tubuhnya sehingga gaun itu akhirnya terlepas seluruhnya dari tubuhnya, lalu L melemparnya ke lantai.

Citra terbaring telanjang di bawah tubuh suaminya yang masih berpakaian lengkap.

Bibir L kembali mengecup leher istrinya dengan penuh gairah, lalu turun menelusuri dada Citra, memberi hadiah kecupan lembut di kedua putingnya. L membungkuk dan mengecupi perut istrinya, membuat gadis itu merasakan sensasi panas menjalari perutnya, menuju kewanitaannya.

Kemudian L tanpa permisi menarik celana dalam istrinya turun. Citra menatap wajah suaminya dengan tatapan sayu.

“I love you sayang…” L membisikkan kata cinta di telinga istrinya. Dan Citra menjawabnya dengan lembut. “Love you to my Husband“

L meraba paha istrinya, membuat tubuh Citra menggeliat. Seperti terserang sengatan listrik. “Ukhhhh…” Erang Citra saat vaginanya tersentuh oleh jemari suaminya.

Perlahan-lahan, L mulai mencium kulit istrinya memulai dari leher, turun ke dada. Lalu menjulur ke arah selangkangan istrinya.

“Hufhh, ini nih yang selama ini bikin suami kamu maen ama tante lux…” Celetuk L disela-sela gairahnya. Citra hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

“Oughhht…” L mulai menyentuh titik sensitive kewanitaan istrinya. Dan memainkan lidahnya di klitoris berwarna kemerahan, membuat nafas istrinya terengah dan merasa seperti melayang di surge.

L begitu ahli menggerakan bibir dan lidahnya, membuat istrinya berkali-kali mengerang ketika dengan sengaja L menggerakkan lidahnya memutar, menggoda titik sensiti istrinya.

“Oughtttt… Sayanggg…” Citra memejamkan matanya, seperti akan mencapai sebuah ujung dari kenikmatan ini.

Citra menggigit bibirnya, menggerakkan tubuhnya ke kiri dan kanan. Nafasnya tersengal-sengal.

Tiba-tiba L menghentikan gerakannya dan menaikkan tubuhnya sejajar dengan istrinya.

“Sabar beib… jangan keluar dulu, biar barengan ama suami kamu.” Goda L membuat istrinya mengangguk pelan.

L menegakkan tubuhnya dan bertumpu pada lututnya yang mengangkang di atas tubuh telanjang istrinya, lalu membuka kemejanya. Citra menatap pria itu dengan rasa ketidak sabaran menghampirinya saat ini.

Citra menegakkan tubuhnya setengah duduk, dan membantu melepas ikat pinggang suaminya. Dan secepatnya L membuka celananya dan melemparnya ke lantai.

Kini mereka bugil bersama, Citra menatap suaminya yang berlutut telanjang di atasnya, dengan tubuh kekar. Sebuah penis yang berdiri kokoh sudah begitu keras dan siap untuk menembus pertahanan terakhir milik Citra.

Tanpa diperintah, Citra menarik tubuh suaminya, dan dengan posisi setengah duduk mulai menyentuh penis L yang sedang berjongkok di hadapannya.

Slurpppp…

“Oughtttt beib…” L mengerang, saat istrinya mulai mengoral batang kemaluannya dengan lembut.

Citra begitu lembut memaju mundurkan kepalanya, merasakan kulit batang kemaluan suaminya di dalam mulutnya.

Tak begitu lama, L menahan kepala istirnya. “Cukup beib… udah gak sabar nih pengen jebol tuh barang.” Celetuk L tersenyum.

Dengan penuh gairah, L merebahkan tubuh Citra kembali dan menindih tubuh tersebebut yang sudah sangat pasrah dihadapannya.

“Kamu tahu kan… ini bakalan sakit.” L mencoba melebarkan kedua paha Citra, dan Citra hanya mengangguk menjawab pertanyaan suaminya.

“Oughtttt…” Citra mendesah saat ujung penis suaminya menyentuh bibir vaginanya.

“Tahan yang sayang…” Bisik L, Citra hanya mengangguk sambil menggigit bibirnya.

L bertumpu kepada kedua sikunya, dan mendorongkan pinggulnya. Menekan tubuh istrinya perlahan-lahan. Tampaknya L sedikit kesulitan saat mencoba memasukkan kepala penisnya ke dalam liang vagina istrinya.

“Stttttttt…” Citra mendesis, menahan perih di vaginanya.

“Tahan yah sayang…” L kembali mencium bibir istrinya. Lalu mencoba menekan kembali penisnya ke bibir vagina istrinya. Perlahan-lahan, penisnya mencari jalan sendiri untuk menembus batasan akhir di dalam liang kenikmatan tersebut.

“Sa-sakit…. Ishhhhh, L, hik…hik” Seketika, Citra meringis kesakitan saat kepala penis L sudah hampir menembus keperawanannya.

Citra mengerang, mencoba mendorong tubuh L menjauh karena kesakitan yang dirasakannya.

“Jangan dorong aku sayang. Rileks yah…” L berbisik pelan di telinga istrinya, tubuhnya mendorong lagi.

“Arghhh, stttttttt…” Citra menahan rasa sakit yang begitu besar, dan segera L mencium bibir istrinya kembali saat penisnya berhasil membobol pertahanan terakhir milik Citra.

L menahan penisnya untuk tidak langsung bergerak, mengangkat kepalanya dan mengecup pipi istrinya lembut. L menatap wajah istrinya yang kesakitan selama proses itu.

“Maaf…” Bisik L.

“It’s Ok sayang…sttttttt,” Jawab Citra.

“Masih sakit?”

“Hu uh…” L mengusap air mata istrinya.

“Mau berhenti dulu?” Tanya L dan Citra menjawab dengan gelengan kepalanya.

Lalu L dengan lembut mulai menggerakkan tubuhnya, agak sakit bagi Citra pada awalnya, merasakan sesuatu yang asing menggesek bagian tubuhnya yang begitu peka. Tetapi kemudian ritmenya mulai terasa. Setiap L bergerak, Citra mulai bisa menikmati rasa sensual yang terkirim dari kewanitaannya ke sekujur tubuhnya.

“Oughtttt…” Citra mengerang, sambil berpegangan pada tubuh L.

L tersenyum bahagia saat melihat bahwa Citra sudah tidak merasa sakit lagi. Lalu pria itu mulai menggerakkan tubuhnya kembali, dan mempercepat ritme goyangannya sedikit demi sedikit.

Plok…Plok…Plok…!

L bergerak cepat dengan penuh gairah, membawa mereka menuju puncak gairah masing-masing.

Ketika puncak itu hampir tiba, L membimbing istrinya, membawanya lebih dulu mencapai orgasme yang luar biasa itu. “Oughtttttt beibbb… aku nyampeeee…” Erang Citra saat mencapai orgasmenya.

L merasakan vagina istrinya mencengkram batang kemaluannya dengan kuat di dalam, membuatnya tak tahan lagi,

“Oughttt… beib… aku jugaaa…” orgasmenya meledak di dalam liang kenikmatan istrinya, dan menyemburkan bibit-bibit L junior beberapa kali.

L berbaring menindih tubuh istrinya, menahan dengan siku dan lututnya supaya tidak membebankan beratnya di tubuh istrinya, kepalanya berbaring di bantal di samping kepala isterinya. Napas mereka berdua terengah-engah. Kepalanya masih dipenuhi kabut kenikmatan itu. Luar biasa rasanya bercinta dengan orang yang dicintai. Orgasmenya sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. L membuka matanya dan mengecup telinga istrinya yang ada di depannya,

“I love you sayang…”

“Love you too… hash…hash…”

Mereka masih berusaha menormalkan napasnya.

Mereka tersenyum mesra dan saling berciuman. “Auwww…pelan-pelan sayang.” Citra meringis saat L melepaskan penisnya dari dalam vagina milik Citra.

“Maaf. Sakit ya.” Citra hanya menganggukkan kepalanya.

Sejenak, mereka beristirahat. Lalu akhirnya melanjutkan kembali pertempuran mereka dan menghabiskan malam ini menuju puncak kenikmatan yang luar biasa.


~•○●○•~​


Jakarta…

Beberapa bulan kemudian…




Reva terharu menahan sesuatu yang hampir saja meledak karena merasakan sebuah kebahagiaan setelah mendengar penjelasan dari pria itu. Mengenai rencana pernikahannya yang rencananya akan di adakan di Makassar.

“Hmm…” Gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu kepada pria tampan di hadapannya.

“Ada apa Va?”

“Kamu tau, sore ini kamu terlihat begitu ganteng tau…hihihi.”

“Gombal… udah ah, denger dulu nih.” Kata Al, mencoba menjelaskan kembali rencananya. Namun terlihat Reva hanya menatap wajah Al dan tak memperdulikan penjelasan dari pria itu.

Perasaan bahagia yang tak mampu Reva lukiskan saat ini. Menjadi seorang ratu dari kerajaan 3MP. Wanita mana yang tak menginginkannya?

Masih memandangi wajah Al, membuat pria itu menghentikan ucapannya. “Hei, gadis bodoh… kalau kamu liatin aku kek gitu terus…hmm,” Kata Al menggantung ucapannya.

“Apa?” Tanya Reva pelan.

“Aku akan memperkosamu malam ini…hehehehe.”

“Emang berani?” Tanya Reva seperti mengulum sesuatu dimulutnya.

“Siapa takut… Awas, bentar malam aku akan culik kamu.” Ujar Al.

“Ibuuuuuuu…tolong” Teriak Reva bercanda membuat Al memeluk tubuh gadis itu.

“Makasih yah sayang…” Al mengecup kening Reva.

“Sama-sama sayang… “Jawab Reva.

Sore ini, mereka lagi duduk santai di salah satu café yang terletak tak jauh dari kantor pusat 3MP. Awalnya, Reva menerima telpon dari Al dan menyuruh gadis itu segera ke café karena Al sudah menunggunya di sana.

“Bentar yah sayang…” Ujar reva, lalu membalas sebuah pesan yang baru saja terkirim dari seseorang. “Oh iya, kamu belum kenal ama sepupu aku yah Al?” Tanya Reva setelah membalas pesannya tadi.

“Hmm, belum… katanya dia lagi di bali?” Tanya Al.

“Iya sih, sebelum kita ketemu dia sudah di mutasi ke Bali… dan sekarang kebetulan doi sedang di Jakarta… aku ngajakin ke sini yah, sekalian kenalan ma kamu.” Jawab reva.

“Yah terserah kamu aja Va…” Jawab Al tersenyum.


Beberapa saat kemudian…


Dari arah pintu masuk, seorang gadis cantik berwajah oriental baru saja masuk ke dalam café. Gadis itu memakai seragam dari salah satu dinas pemerintahan berwarna coklat gelap.

“Hai Di…” Reva melihat gadis itu segera memanggilnya sambil mengangkat tangan kanannya.

“Itu yah Va?” Bisik Al saat gadis tadi melangkah menghampiri mereka.

“Iya, dia seorang Jaksa loh Al… hati-hati, kalau kamu jahat, nanti aku nyuruh doi untuk menjarain kamu…hihihi,” Jawab Reva.

“Hai say… maaf sudah menggangu…” Ujar gadis tadi, dan Reva berdiri bersalaman dengannya. Dan tak lupa melakukan cipika-cipiki dulu.

“Oh iya, Di… kenalin nih cowok Reva.” Ujar Reva memperkenalkan Al dengan gadis itu.

“Alfrizzy… panggil Al aja yah.” Ujar Al menjulurkan tangannya untuk berkenalan dengan gadis itu.

“Dian... Dian Ekawati.” Balas gadis itu.



~•○●○•~​



Bali – Intercontinental Hotel

5 Tahun kemudian…




Sore ini, terlihat tiga orang pria sedang duduk di sebuah kursi sedang memperhatikan wanita-wanita dan juga beberapa anak kecil yang sedang bermain di pantai.

Mereka bertiga tak terasa sudah mempunyai kehidupan masing-masing.

Yah, mereka adalah Mr. Nos, Mr. L dan juga Al. tiga direktur 3MP.

“Oh iya, gimana rencana pengembangan BMT ke daerah Indonesia timur kang?” Tanya Al setelah meneguk softdrink-nya.

Nostra Ajie Prasetyo, saat ini sudah mempunyai perusahaan sendiri di bidang Distributor Teleco produk. Sudah 3 tahun ini ia menjalankan usahanya dibantu oleh istrinya yaitu Elsya Kirana. Namun, Nos tetap masih menjadi Marketing Direktur di 3MP.

Perusahaan yang ia bangun, cukup sukses selama 3 tahun ini. Menjalankan bisnis distribusi produk teleco dari salah satu group Sinarmas adalah suatu tantangan baru untuknya. Dan di bantu oleh Al dan juga L, akhirnya Nos bisa membuktikan dan mensejajarkan PT. Bukit Mas Telecom menjadi salah satu perusahaan Disributor Teleco terbesar di Indonesia.

Nos dan Elsya dikarunia seorang Putra bernama Mikael Abimayu dan saat ini sudah berumur 2 tahun. Nos dan Elsya melangsungkan pernikahan mereka 6 bulan setelah pernikahan L dan Citra.

“Insya allah, bulan depan sudah mulai proses administrasinya dengan pihak Smart. Al” Jawab Nos.

“Oh syukurlah kalau gitu… oh iya L, mending kamu suruh Citra naik gih… kasian tuh bini kamu lagi hamil malah nemenin si Tira bermain.” Ujar Al.

“Beib…” L memanggil Citra. Dan wanita itu segera menghampiri mereka bertiga.

“Hufhhhh, sayang tuh anak bandel banget… gak mau naik, jadi Cicit biarin aja ama bibi-nya sana.” Ujar Citra terlihat cukup lelah. Apalagi saat ini, ia sedang mengandung bulan ketiga anak ke dua mereka.

L dan Citra, masih bekerja di 3MP karena biar bagaimana L sudah menjadi keluarga Al setelah menikah dengan Citra.

L dan Citra dikarunia seorang putri bernama Atira Abdullah, dan saat ini berumur 3 tahun lebih tua 7 bulan dari putra Mr.Nos dan Elsya.

Citra akhirnya duduk disebelah suaminya sambil memperhatikan anaknya yang sedang bermain bersama kedua putri Al.

Tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah Al.

“Yayah…yayah… marahin bubun neh, masa tadi marahin Qeqey.” Anak itu memeluk tubuh Al dengan manja.

“Iya sayang… nanti yayah marahin bunda yah.” Jawab Al.

Dzaqirah Alhabsyih, panggilan Qeqey. Putri sulung Al berumur 3 tahun.

Al saat ini mempunyai dua orang putri. Yang bungsu bernama Vina Alhabsyih, Panggilannya Vivi masih berumur 1 tahun dan saat ini sedang bermain dipantai bersama ibunya.

Dari kejauhan, rombongan keluarga mereka baru saja selesai bermain dipantai dan menghampiri mereka.

“Sya, udah?” Nos bertanya ke istrinya.

“Sudah A’… nih Kael nakal banget… gak mau berhenti bermain.” Jawab Elsya mengucek-ngucek rambut putranya.

“Sama ama babenya Sya, demen banget nakalin nyak-nya Kael.” Celetuk L.

“Yayah, aku naik dulu yah… kasian Vivi nih kedinginan.” Ujar salah satu wanita meminta izin ke Al untuk naik ke kamar mereka.

“Ya udah, bareng aja… aku duluan yah semuanya.” Al berpamitan kepada Nos dan L beserta keluarga mereka untuk naik duluan ke atas.

Al dan wanita cantik yang tak lain istrinya yang sedang menggendong putrinya si Vivi dan Al memegang tangan Qeqey sambil melangkah naik ke atas kamarnya.


Banyak hal yang telah terjadi selama lima tahun belakangan ini, namun yang pasti. Semua telah di atur oleh yang maha kuasa. Jodoh, umur dan tentu saja karir.




__FINISH__

Me & U - PRIVATE SECRET 41

ALFRIZZY YUDHA PRATAMA

[​IMG]


REVALIAN DWINSYIRAH

[​IMG]



BAB 40 – SORRY, I CAN’T WAIT ANYMORE (END)



“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA – 0146 dengan tujuan Medan. Penerbangan ke Medan akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam dan 15 menit, dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki di atas permukaan air laut. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan Garuda Indonesia ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada anda untuk menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama Garuda Indonesia kapten Alan Smith dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama Garuda Indonesia.” Terdengar suara awak kabin baru saja menginformasikan bahwa pesawat akan segera take off. Kemudian salah satu pria yang duduk di Business Class segera mengencangkan sabuk pengamannya bersamaan dengan para penumpang lainnya.

Detik-detik saat lepas landas adalah sesuatu yang paling mendebarkan bagi para penumpang yang berada di dalam pesawat. Sejak pilot mengatakan “Cabin crew, take off position”, hampir semua penumpang baik yang berada di business class maupun di kelas ekonomi tak henti-hentinya berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Begitu juga Al, ia baru saja membacakan Bacaan Basmalah, Subhanallah dan Laa Haula Walaa Quwwata Illa Billah lalu menutup kedua matanya. Kemudian, ia kembali menatap keluar melalui jendela dengan pandangan kosong.

Akhirnya pesawat berhasil lepas landas dan mengangkasa di ketinggian 32.000 kaki atau sekitar 10.000 meter.

Siang ini, Al bertolak ke Medan untuk keperluan bisnis. Selain itu, dia memanfaatkan momen ini untuk mengalihkan sejenak pikirannya.

Sebuah Kursi yang dapat diluruskan hingga 180 derajat dan dilengkapi dengan pijat diarea pinggang sebetulnya bisa dimanfaatkan oleh semua para penumpang yang berada di kelas bisnis. Namun saat ini Al lebih memilih tak menggunakannya fasilitas tersebut.

Tak begitu lama, dua orang pramugari sedang mengantarkan beberapa menu makanan terdiri dari roti dan butter sebagai makanan pembuka. Untuk menu utama ada dua pilihan saat ini, yaitu Spaghetti atau opor ayam. Namun sepertinya, Al sedang tak berselera untuk mencicipin menu-menu tersebut.

“Orange jus-nya aja Mba.” Ujar Al.

“Baik Pak.” Jawab salah satu pramugari lalu menuangkan sebuah orange jus ke dalam gelas yang telah di persiapkan sebelumnya. Dan meletakkan di samping pria itu. “Selamat menikmati Pak.”

Saat pramugari tersebut telah selesai membagikan beberapa makanan ke para penumpang di kelas bisnis, Al kembali menatap jendela dengan pikiran yang tak menentu.

Al mengingat kembali kejadian dua hari yang lalu, kejadian saat bertemu kembali dengan seorang gadis yang begitu di cintainya.



“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di Medan, kita telah mendarat di Bandar Udara internasional KUALANAMU, kami persilahkan kepada anda untuk tetap duduk sampai pesawat ini benar-benar berhenti dengan sempurna pada tempatnya dan lampu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan. Berakhirlah sudah penerbangan kita pada hari ini. Atas nama Garuda Indonesia, kapten Alan Smith dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat berpisah dan semoga dapat berjumpa lagi di dalam penerbangan Garuda Indonesia lain waktu. Sebelum meninggalkan pesawat, kami ingatkan kembali kepada anda untuk memeriksa kembali bagasi kabin anda agar tidak ada barang yang tertinggal. Para penumpang dengan lanjutan penerbangan silahkan melapor pada bagian layanan pindah pesawat di ruang penerbangan. Terima kasih.” Terdengar suara awak kabin saat pesawat baru saja mendarat di bandara Kualanamu Medan.

Al tersadar dari lamunannya yang cukup lama. Lalu, setelah pintu pesawat terbuka. Maka Al beserta penumpang kelas bisnis lainnya dipersilahkan untuk keluar lebih dulu.


~•○●○•~​


Jakarta…

Reva merasa sangat kesal dengan kejadian yang baru-baru ini dialaminya. Reva terus saja melamun selama dua hari ini. Kondisinya yang masih saja uring-uringan membuat Ibu dan adiknya merasa heran melihat kondisi Reva yang tidak biasanya.

Saat Reva melangkah keluar dari kamar, dan kebetulan adiknya pagi tadi sudah berangkat ke kampus. Terlihat sedih dengan sebuah tatapan kosong.

“Dwi… kamu kenapa nak?” Tanya Ibunya yang melihat Reva di ruang tamu.

Reva hanya menatap dinding dengan tatapan kosong, sedang duduk di sofa tanpa menghiraukan teguran ibunya barusan.

“Cerita sama ibu gih… kamu kenapa.” Ibunya mendekatinya dan duduk di samping gadis itu.

“Eh ibu… gak apa-apa kok Bu.” Kata Reva beralasan membuat Ibunya menggelengkan kepalanya.

“Ibu yakin kamu sedang ada masalah.”

“Gak kok Bu… Reva gak kenapa-kenapa.” Jawab Reva menoleh ke Ibunya.

“Oh iya, hemm… kamu kenal dengan Mamah dan Papahnya Non Eci?” Tanya Ibunya membuat Reva sedikit terkejut.

“Iya Bu, kenapa emangnya?” Tanya Reva mengernyitkan alisnya.

“Mereka nyariin kamu tuh diluar.” Ujar Ibunya menambah keterkejutan Reva mendengar bahwa kedua orang tua Eci berada di rumah.

“Ha?” Kata Reva. “Ibu gak bohong-kan?” lanjutnya memastikan ke Ibunya.

“Assalamualaikum wr wb.” Tiba-tiba Eci masuk kedalam rumah dan mengucapkan salam membuat Reva dan ibunya menoleh ke pintu.

“Wa’alaikumsalam. Eh non Eci… masuk Non.”

“Wa’alaikumsalam… kata ibu..” Ujar Reva terputus.

“Nek…dicari mamah dan papah tuh diluar.”


DEGH!

Betul sekali apa yang dikatakan ibunya barusan, Reva sepertinya merasa sedikit gugup ingin bertemu dengan kedua orang tua Eci.

“Woi… kenapa loe melamun?” Tanya Eci yang masih berdiri di depan pintu membuyarkan lamunan Reva.

“Eh… kok gak bilang-bilang sih Ci kalau mamah dan papah mau ke Jakarta?” Tanya Reva gugup.

“Gue juga kaget kok, kenapa tiba-tiba mereka udah ada di rumah.” Jawab Eci cuek. “Udah buruan, dicariin tuh ama mamah dan papah diluar.”

“Eh..bentar Ci… ganti baju dulu.” Jawab Reva.

“Buruan, gak pake lama.”

“Iya nek…bawel amat sih.” Jawab Reva lalu beranjak masuk kedalam kamarnya.

“Bu, Eci keluar dulu yah… oh iya, ibu juga dicariin tuh ma mamah diluar.” Ujar Eci saat Reva sudah berada didalam kamar.

“Baik Non, Ibu keluar sekarang.” Jawab Ibu Ningsih lalu keduanya akhirnya melangkah keluar.


Beberapa saat kemudian…

Reva melangkah keluar dari rumahnya, lalu masuk ke dalam rumah induk di depan melalui pintu samping setelah selesai berganti pakaian. Pelan tapi pasti dengan sedikit gugup, sepanjang itu Reva berfikir bahwa sepertinya sesuatu akan terjadi.


Dug... Dug... Dug!

Jatung Reva berdegup kencang, saat melihat sosok wanita setengah baya dan juga seorang pria setengah baya sedang duduk bedampingan di sofa ruang tengah yang berada tak jauh dari kolam renang dalam rumah.

Sejenak Reva berdiam diri menguatkan hatinya dan masih berdiri kaku memperhatikan orang-orang yang berada di ruangan tersebut. Bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. berulang kali Reva menarik nafasnya yang terasa begitu berat dan memantapkan hatinya untuk bertemu dengan kedua orang tua Eci.

Begitu ia merasa dapat menguasai diri walaupun suasana hati masih sedikit gelisah, perlahan tapi pasti Reva berjalan menuju ke meja yang terlihat telah berkumpul beberapa orang yang Reva kenal.

Di meja keluarga saat ini, berjarak sekitar tiga meter dari tempat Reva berdiri. Semua orang yang berada disitu tersenyum melihat Reva.


Dugh!

Lagi-lagi, jantung Reva berdetak makin kencang saat melihat sosok seorang gadis yang berada di sebelah seorang gadis dengan berpakaian elegan menatapnya sambil tersenyum.

”Ada apa ini?” Batinnya dan pikirannya berkecamuk. Emosi, dan juga penasaran dengan yang ia lihat di depan matanya.

“Hei, kok loe masih bengong aje disitu cin.” Ujar Eci membuat Reva hanya tersenyum kecut menahan kegugupannya saat ini.

“Ayo duduk nak.” Ujar Mamah Eci menimpali.

“Hufhhh,” Reva menarik nafas, memantapkan hatinya untuk bergabung dengan mereka.

Raut kegelisahan saat Reva melangkah dan akan duduk di sebelah ibunya.

“Duduk sini aja sayang.” Ujar Mamahnya Eci mempersilahkan Reva duduk di posisi tengah antara wanita itu dengan Ibunya.

“Hai Reva…” Citra, baru saja menegur Reva yang masih saja terdiam dan bingung atas semua ini.

“Eh..i-iya Ibu Citra.” Reva pun akhirnya menyalim tangan kedua orang tua Eci. Lalu menjabat tangan Citra.


Tiba-tiba…

“Kenalin Va…” Ujar Citra. Reva gemetar saat menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan seorang gadis yang sedari tadi membuatnya emosi.

“Diah.” Ujar gadis itu tersenyum. Namun, Reva hanya bisa menatap wajah Diah tanpa membalas senyuman gadis itu. Reva pun menyebutkan namanya saat bersalaman dengan Diah lalu kembali duduk di samping ibunya.

“Tarik nafas sayang… jangan gugup gitu.” Ujar Mamahnya Eci yang duduk di sebelahnya lalu memeluk tubuh gadis itu yang sedikit gemetar.

“Mah…i..ini ada apa yah?” Tanya Reva gugup menoleh ke wanita disebelahnya.

“Minum dulu deh… takutnya nanti kamu jantungan lagi… hehehe,” Ujar Mamahnya Eci mengambil segelas air putih yang berada di atas meja lalu memberikan kepada gadis itu.

Gluk…gluk!

Seakan tenggorokannya terasa kering, Reva meneguk air minum tersebut. Lalu setelahnya meletakkan kembali gelas itu di atas meja.

Seperti waktu berjalan begitu lambat, Reva melihat satu persatu wajah yang berada di tempat itu. Citra sedang tersenyum, Eci pun tersenyum jahil. Dan Diah, mencoba tetap tersenyum menatap Reva. Lalu Reva melihat pria setengah baya yang sedang duduk di sebelah Mamahnya Eci. Reva pun menatap wajah Mamahnya Eci, kemudian menoleh ke arah kanan, melihat wajah Ibunya yang sepertinya juga masih bingung dengan semuanya.

“Jadi gini sayang, mungkin sudah saatnya kami berterus terang akan semuanya.” Mamahnya Eci mencoba berbicara.

“I-iya Mah, ma…maksud Mamah?” Tanya Reva pelan.

“Hmm, apakah perlu berbicara formal atau biasa aja nih?” Tanya Mamah Eci membuat semua orang yang berada di tempat itu hanya tersenyum.

“Mungkin mamah mau ngomong dulu ama Ibu Ningsih.” Lanjut wanita itu, kemudian menoleh ke Ibu Reva.

“Iya ibu, ada apa yah?” Tanya Ibu Ningsih yang ikut cemas.

“Jadi gini, maksud kedatangan kami kesini itu… ingin melamar Reva untuk menjadi menantu kami.”


DUGH!

Semua orang terdiam, begitu juga Ibu Ningsih yang terkejut dengan ucapan wanita itu. Begitu juga Reva yang sudah curiga dengan semua ini. Namun, ia masih penasaran dengan seorang gadis yang masih saja tersenyum menatapnya.

“Ma..maksud ibu? i..ini…” Ujar Ibu Ningsih gugup.

“Iya Ibu, kami melamar anak Ibu, Reva untuk menjadi istri putra pertama kami… gimana?” Tanya Mamahnya Eci.

“Astaghfirullah. Ibu...ibu gak lagi bercanda kan bu? Ba...bagaimana mungkin bu? Reva kan, cuma anak seorang pembantu rumah tangga seperti saya bu. Ba...bagaimana mungkin Reva bisa menjadi istri aden? Apa kata aden nanti bu?” Seru ibu Ningsih dengan wajah bingung dan kalut mendengar lamaran yang begitu mendadak dan mengejutkan ini.

“Ya insya Allah kami serius bu Ningsih. Saya justru sudah sangat berterima kasih ama bu Ningsih, yang udah membantu merawat anak saya selama anak saya di Jakarta. Dan bagi kami, ibu Ningsih dan anak-anak ibu itu udah bagaikan keluarga sendiri bu. Tidak ada sedikitpun dari kami yang tidak setuju menjadikan bu Ningsih sebagai bagian dari keluarga kami. Sebagai ibu mertua putra kami. Sebagai besan kami.” Jawab mamahnya Eci dengan lembut. Tidak terlihat sedikitpun kebohongan di mata mamahnya Eci saat mengucapkan kalimat itu. Dan membuat bu Ningsih tidak kuasa menahan rasa haru dan bahagia, hingga air matanya pun langsung berderai membasahi kedua pipinya.

“Mengenai putra kami, nanti bu Ningsih bisa melihat sendiri bagaimana reaksinya dengan lamaran ini.” Lanjut mamah Eci dengan sebuah senyuman jahil tersungging di bibirnya.

“Va…” Bisik Ibu Ningsih menoleh ke putrinya dengan mata sudah basah oleh air mata.

“Hik…hik…ta-tapi, Dwi udah…” Reva tak melanjutkan kalimatnya karena sudah tak tahan akan kesedihannya saat ini.

Semua orang kecuali Ibu Ningsih dan Reva hanya terdiam, sementara Reva dan Ibunya sudah menangis tak kuasa menahan gejolak di dalam dada mereka.

“Gimana sayang? Apakah kamu menerima Mamah dan Papah sebagai mertua kamu?” Tanya Mamahnya tersenyum hangat.

“Mah..hik..hik.. Reva masih menunggunya Mah… masih menunggu kepastian darinya.hik..hik…” Jawab Reva tak kuasa menahan tangisannya. Walau berat, namun dia harus mengeluarkan semua yang ia rasakan saat ini. “Dan kamu… aku minta kamu jelaskan semuanya… apa yang sudah terjadi dan kenapa kamu ada disini?” Lanjut Reva menunjuk ke arah Diah.

“Eh… emm...maaf, tapi sebaiknya biar Kak Citra aja yang jelasin semuanya ya Va.” Jawab Diah bingung dan menoleh ke Citra.

“Ada apa dengan semua ini? Tolong jelasin…hik…hik… kenapa Reva jadi bego seperti ini… Ibu Citra tolong jelasin ke Reva bu…hik…hik…” Ujar Reva yang masih bingung dengan semua ini.

“Kamu tenangkan dulu emosi kamu sayang” Ujar Mamahnya Eci yang sudah memeluk tubuh gadis itu.

“I..iya Mah… tapi tapi… ada apa ini? Tolong katakan sejujurnya.”

“Hmm, ok mamah mau nanya… kamu menunggu kepastian dari siapa?” Tanya Mamahnya tersenyum sambil mengusap lembut kepala gadis itu.

“Dari cowok Reva mah…Hik…hik…hik… karena…karena…dia.” Jawab Reva lalu menunjuk kembali ke arah Diah. “Dia yang sudah menghancurkan semuanya.”

“Loh kok aku sih.” Celetuk Diah membuat Reva makin emosi.

“Apa yang kamu tunggu darinya sayang?” Tanya Mamahnya.

“Menunggu kepastian darinya Mah…hik…hik…karena Reva mencintainya…dan..Reva gak bisa hidup tanpa dia Mah,” Jawab Reva dengan sebuah kejujuran. Kedua orang tua Eci tersenyum bahagia mendengar pengakuan gadis itu.

“Kalau Mamah bilang, kamu itu bodoh… kenapa menunggu orang kayak dia… apa yang kamu harapkan darinya?”

“Hik..hik..gak tau Mah, tapi buat Reva… cuma dia yang bisa bikin Reva bahagia Mah…” Jawab Reva menunduk tak kuasa menahan kesedihannya.

“Hufhhh… kamu tau, mamah bangga mendapatkan calon menantu kayak kamu.” Kata Mamahnya membuat Reva mengangkat wajahnya dan kembali menatap wajah wanita itu.

“Ma-maksud mamah?”

“Kamu belum bisa menebak sayang? Ada Diah tuh… dan kamu tau, kamu itu sedang dikerjain selama ini sama mereka.” Jawab wanita itu sambil tersenyum.

“Ma-maksud Mamah? Reva belum ngerti mah.”

“Arghhhhh, loe tu yeh… gemesin banget sih Va. Loe ama kak Al itu sama-sama idiot tau.” Ujar Eci menimpali karena geram melihat sahabatnya. Dan sebuah nama yang Eci sebutkan tadi membuat Reva terkejut.

“Ka…Kak Al?” Reva mengulang sesuatu yang Eci sebutkan dan menunggu penjelasan dari semua orang dengan perasaan gugup.

“Iya sayang… anak Mamah itu...” Ujar Mamahnya menggantung ucapannya sambil menatap wajah Reva dengan tersenyum. “Dialah yang kamu tunggu saat ini.”

“Ma-maksud Mamah?” Reva bertanya memastikan apa yang barusan ia dengar.

“Hehehe, masih belum mengerti juga?” Tanya Mamahnya dan dijawab dengan gelengan kepala oleh gadis itu.

“Namanya Alfrizzy kan? Alfrizzy Yudha Pratama.” Jawab Mamahnya membuat sekujur tubuh Reva terasa kaku. “Dialah putra sulung mamah dan papah… dan juga pemilik perusahaan tempat kamu bekerja.”



DUARRRR!


Tubuh Reva terasa kaku mendengar semua kenyataan yang selama ini tak ia ketahui. Bibirnya gemetar seakan tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Matanya menatap wajah wanita itu untuk mencari kebenaran yang ia katakan barusan. Kedua telapak tangannya basah karena keringat dinginnya yang sudah membasahi tubuhnya.

“Iya sayang… dia anak mamah.” Mamahnya menekankan jawabannya membuat Reva menangis dan memeluk tubuh wanita itu.



"Ini gak mungkinnnn... ini gak mungkiiiiinnnnn." suara tangisan dari Reva setelah mengingat semua penggalan-penggalan kenangannya tentang pria itu. Mulutnya tertutup dengan kedua tangannya. Air matanya berlinang membasahi kedua pipinya masih tak percaya dengan semua kenyataan ini.

“Kamu marah sayang?” Tanya Mamahnya memeluk tubuh Reva. Dan Ibu Ningsih hanya diam sambil menangis bahagia setelah mengetahui semua yang telah terjadi antara putrinya dan juga Al.

“Gak tau mah…hik…hik… entah Reva harus bahagia atau marah mengetahui yang sebenarnya.” Jawab Reva tak berhenti menangis.

“Tetapi itulah kenyatannya sayang… dan mamah percaya kalau putra mamah juga mencintai kamu.”

Beberapa saat Reva menatap wajah-wajah semua orang yang berada di tempat itu, di benaknya masih tak percaya dengan kenyataan ini. Citra dan juga Diah tersenyum menatap wajah gadis itu.

“Maafkan Citra yah say,”

“Maafkan aku juga yah.” Ujar Diah yang hampir bersamaan dengan Citra.

Entah Reva harus merasa senang, atau marah. Namun yang pasti bahwa semuanya sudah jelas. Biar bagaimana pun ia harus menerima semua kenyataan didepan matanya. Al, yang ternyata selama ini adalah seorang pria sukses dan Berkharisma, mencintainya apa adanya.

Banyak hal yang telah mereka lewati. Dan tentu saja semuanya sangat indah menari-nari dimemory Reva.

Tak ada sama sekali suatu memory yang menyakitkannya. Cuma kejadian sore itu saja, saat ia melihat Al berjalan dengan Diah di salah satu mall di Jakarta. Tapi semua sudah jelas bahwa kejadian itu hanyalah permainan seorang Citra.

“Bu Cit…” Ujar Reva, Citra tersenyum mengetahui raut wajah Reva saat ini seperti memohon sesuatu.

“Hmm, jadi gini ceritanya…”

Citra mulai menceritakan semua kejadian-kejadian yang selama ini ia lakukan. Di awal, saat Eci menelponnya menceritakan rencana Mamahnya untuk mengerjain Al dan Reva maka Citra tergelitik hatinya untuk ikut andil dalam rencana tersebut.

Beberapa hari, Citra tak melihat perkembangan yang signifikan dari rencana Mamahnya. Ditambah lagi suatu informasi dari Eci bahwa ternyata Reva masih kukuh dengan cintanya terhadap kekasihnya yang juga kakak Citra. Maka Citra meminta izin ke Mamahnya untuk mengambil alih rencana mereka.

Mulailah Citra menyusun rencananya, saat mendengar informasi bahwa Reva akan ke Jakarta. Maka Citra mengawali rencananya dengan menghubungi Diah. Awalnya Diah menolak permintaan Citra, namun bukan Citra namanya kalau berhenti sampai disitu. Maka ia pun mempertemukan Diah dengan Rizal. Berlanjutlah kisah mereka berdua, dan karena memang Diah pun menganggap Citra sebagai kakak, maka ia pun menyetujui ikut membantu rencana tersebut.

Akhirnya Citra mengatur pertemuan antara Diah dan Al saat pria itu baru saja tiba di Jakarta. Namun, Al dua hari masih sibuk dengan kerjaannya yang menumpuk. Maka sore itu, akhirnya Al menyetujui permintaan Diah untuk bertemu dengannya di salah satu café.

Dengan manja, Diah meminta Al untuk menemaninya sekedar berjalan-jalan ke salah satu Mall terbesar di ibu kota. Lalu saat diperjalanan menuju Mall, Diah mengirim pesan BBM ke Citra bahwa mereka sudah menuju Mall yang dimaksud.

Citra tak melepaskan kesempatan tersebut, maka gadis itupun menyusun rencana dan menghubungi Ibu Ningsih. Dan hasilnya sesuai yang direncanakan.

Reva cemburu melihat Al dan Diah sedang bermesraan di Mall tersebut. Namun Citra tak berhenti sampai disitu saja. Ia menghubungi Eci dan juga Mamahnya untuk segera ke Jakarta. Eci berangkat duluan sehari sebelumnya, disusul oleh kedua orang tuanya hari ini.


“Jadi gitu ceritanya say.” Ujar Citra menutup ceritanya.

“Ta-tapi kenapa harus seperti ini?” Tanya Reva.

“Hehehe, asal kamu tau aja Va… kak Al itu memang bodoh dalam hal cinta… aku kenal betul karakternya. Jadi, yah akhirnya kami yang harus turun tangan sebelum semuanya berantakan.”

“Tapi…Kenapa ia membohongiku selama ini?” Tanya Reva lagi.

“Ya elah nek… kayak gak tau aja sifat si doi. Hehehehe, udah!. Pokoknya udah jalannya kek gini kisah cinta kalian. Sesama pasangan idiot...hahahahahaha.” Tawa Eci membuat Reva mengernyitkan alisnya. “Loe bakalan makin sakit hati kalau menunggu doi untuk berterus terang yang sebenarnya… mungkin nunggu sampai lebaran monyet kali. Hahahaha.”

“Ci…hustttt.” Tegur Mamahnya. Eci hanya nyengir.

“Kok diam sayang?” Tanya mamahnya. Saat melihat Reva terdiam dan seperti memikirkan sesuatu.

“Mah…ini nyata kan?” Tanya Reva membuat semua orang tertawa mendengar kepolosan gadis itu.

“Ini nyata nak… Tau gak, papah tadi itu udah pengen ngomong duluan bilang cowok kamu itu adalah anak Papah. Tapi, ah sudahlah. Papah sedih melihat kisah cinta kalian.” Akhirnya Papah Eci mengangkat suara membuat semua orang tersenyum.

“So? Apakah loe menerima kakak gue jadi suami loe gak?” Tanya Eci.

“Iya gimana kakak ipar? Apakah Citra diterima jadi adik ipar kak Reva. Hehehehehe.”

“Hahahahahaha, terus Diah juga diterima sebagai adik ipar kak Reva?” Ujar Diah menimpali.

“Hah?” Tanya Reva menatap wajah Diah.

“Iya Va, Diah ini adalah adik angkat Kak Al… jadi yah saudara angkat kami juga.” Citra menjelaskan status Diah.

“Jadi gimana? Diterima gak?” Tanya semua orang kecuali ibu ningsih yang hampir bersamaan.

“Bu…” Reva menoleh ke Ibunya meminta jawaban dari wanita itu.

“Kamu toh yang jawab…kok malah nanya Ibu sih.” Ibunya tersenyum bahagia membuat Reva kikuk.

“Hmm, tapi…tapi.. dimana Al nya mah? kok gak ikut datang sih Mah?” Tanya Reva gugup.

“Tau tuh Va, kak Al lagi keluar kota.” Citra menjawab pertanyaan Reva.

“Hah?”

“Lah Cit, emangnya kamu gak ngasih tau kalau Mamah dan Papah mau ke Jakarta?” Tanya Mamahnya ikut terkejut.

“Buat apa Mah… udah, tenang aja… Citra udah atur semuanya kok. Hihihihihi.” Jawab Citra.

“Ya udah, kalau gitu… yuk mending kita makan aja dulu… jadi, Mamah anggap kamu menerima anak Mamah jadi suami kamu kan?” Tanya mamahnya membuat Reva hanya mengangguk kecil dengan wajah yang memerah menahan rasa malu, tapi sekaligus membahagiakan.

Suasana menjadi ceria kembali, Reva merasa sebuah kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan saat ini. Begitu juga Ibu Ningsih yang masih seakan tak percaya dengan semua ini. Namun yang pasti, ia pun ikut bahagia mengetahui bahwa ternyata seorang pemuda yang selama ini menopang hidupnya adalah calon suami anaknya. Dan jelas saja ia sangat menyetujuinya karena sudah mengenal Al selama ini. Seorang pria bertanggung jawab dan juga baik hati.


~•○●○•~​


Sudah dua hari ini, setelah kejadian di rumah Al dan mengetahui bahwa siapa Al sebenarnya. Pagi ini, Reva sedang berada di dalam mobil sedan milik Citra menuju kantor pusat 3MP.

Semuanya telah di atur oleh Citra, bahkan memasukkan Reva di kantor pusatnya sebagai sekertaris pribadi sang Direktur Utama.

Dan hari inilah hari pertamanya untuk bekerja di kantor pusat 3MP.

“Pagi Va, pagi Kak Cit.” Sapa Diah tersenyum saat keduanya baru saja masuk ke lobby karyawan. “Wah, cantik banget say pagi ini…hihihihi,”

“Hai Diah… pagi juga.” Jawab Reva tersenyum. “Makasih yah.”

“Doi belum datang Di?” Tanya Citra.

“Belum Kak, mungkin nanti siang kak Al-nya ke kantor.” Jawab Diah.

“Hai beib…ini yah orangnya?” Sapa L yang baru saja tiba dan melihat sosok Reva.

“Eh iya, kenalan dulu gih.”

“Lara Abdullah… panggil L aja yah.” Ujar L.

“Reva Pak.” Balas Reva bersalaman dengan pria itu.

Citra melihat kesekeliling ruangan lobby karyawan, seperti mencari seseorang. “Kang Nos belum datang yah L?” Tanya Citra.

“Tuh dia… baru nongol.” Ujar L menoleh ke belakang dan seorang pria dengan gaya khas tengilnya baru saja tiba.

“Eh bapak…” Reva yang langsung tersenyum geli sendiri saat melihat pria itu.

“Loh..kok loe natap gue kek gitu sih neng.” Celetuk Nos melihat tatapan aneh dari Reva.

“Hehe, gak kok Pak.” Jawab Reva menahan tawanya.

“Hmm, gue kan dah bilang… jangan rebut cowok gue… tapi kok loe ngekhianatin kepercayaan gue?huh!” Ujar Nos meledek si Reva.

“Hehehe, maaf deh pak…habisnya cowok bapak yang duluan godain Reva.”

“Hahahahaha, dasar kang Nos…sukanya bercanda melulu… oh iya Va, kamu udah kenal Kang Nos kan?”

“Udah Bu,” Jawab Reva.

“Neng… apa kabar nih?” Tanya Nos sambil mengajak Reva bersalaman.

“Alhamdulillah baik pak, hehehe” Jawab Reva setelah bersalaman dengan pria itu. “Makasih yah atas semuanya.”

“Elah, tenang aja neng… untuk calon nyonya besar mah, kami akan melakukan apapun yang membuatnya bahagia. Bener gak Cit” Celetuk Nos.

“Iya-kan aja Va, dari pada panjang.hehehehehe,” Jawab Citra.

“Beib, yuk naik.” Ujar L mengajak mereka untuk naik.

“Ya udah.. yuk.”

“Ya udah…neng Diah, kami naik dulu yah.” Celetuk Nos dan akhirnya ke tiga direktur itu beserta Reva meninggalkan Diah sendiri. Karena sudah seminggu Elsya tak lagi bekerja di kantor 3MP karena sudah dipingit oleh calon suaminya.


Beberapa saat kemudian…

"Ini ruangan kamu yah Va", Ujar Citra menunjukkan sebuah ruangan kecil di sudut yang terletak di lantai paling atas gedung 3MP.

“Iya Ibu Citra.” Jawab Reva tersenyum.

“Bingung aku Va, kamu masih aja manggil Ibu ke aku.”

“Hehehe, kan emang seharunya gitu Bu.” Jawab reva tersenyum.

“Kamu kan bentar lagi jadi kakak ipar aku, Va. Udah sih panggil aku Citra aja deh ah. Gak usah pake bu lagi.” Seru Citra.

“Baik bu.” Jawab Reva sambil tersenyum geli.

“Heh. Serah kamu deh Va.” Kata Citra. "Seluruh staff direksi di sini berjumlah empat orang, Tapi tugas kamu adalah membantu si bos aja. Paham kan?”

“Siap Bu.” Jawab Reva.

“Dasar.” Ujar Citra sambil tersenyum melihat Reva terus memanggilnya ibu.

“Ya udah kalau gitu, aku tinggal dulu yah… mungkin gak lama lagi kak Al datang.” Ujar Citra lalu meninggalkan Reva sendiri di dalam ruangan kecil berdampingan dengan ruangan Direktur Utama.

Reva terdiam di dalam ruangannya, pikirannya berkecamuk menanti saat-saat yang menegangkan untuknya.

Apa yang akan ia katakan nanti saat bertemu dengan pemilik perusahaan?

Reva tersenyum saat mengingat semua kenangan mereka selama ini. Seakan tak sabar menanti kehadirannya.

Beberapa kali ia menatap cermin kecil yang dikeluarkannya dari dalam tas untuk melihat wajahnya. Gugup dan harap-harap cemas yang saat ini ia rasakan.



Beberapa jam kemudian…


Di parkiran bawah 3MP, Al baru saja memarkir mobilnya di tempat biasa. Kemudian melangkah masuk ke dalam lobby karyawan.

“Siang kak.” Sapa Diah melihat Al baru saja masuk.

“Siang Di.” Balas Al dan sepertinya tak ingin basa-basi. “Aku naik dulu yah.”

“Baik Kak.” Jawab Diah.

Tanpa Al sadari, gadis itu tersenyum saat Al sudah meninggalkannya sendiri. Lalu gadis itu mengirimkan sebuah pesan BBM ke seseorang.


Ting… Tong!

Pintu lift terbuka di lantai paling atas gedung. Dan Al melangkah menuju ruangannya tanpa menoleh sedikitpun.

“Hmm, udah ada yah.” Gumamnya saat mendengar adanya aktivitas di dalam ruangan kecil yang terletak di samping ruangannya.

Sepertinya, tiga hari ini Al belum bisa melupakan kejadian saat bertemu dengan Reva. Pikirannya terus menerus memikirkan gadis itu. Bahkan saat berada di dalam ruangannya, ia hanya duduk sejenak di singgasananya lalu berdiri kembali dan melangkah ke dispenser untuk sekedar membuat secangkir kopi.

Al melangkah membawa secangkir kopi menuju ke jendela dalam ruanganya.

Pria itu menatap jalan raya yang siang ini terlihat macet. Tak sedikitpun kecurigaan tentang siapa yang berada di sebelah ruangannya. Untuk memastikan, maka ia menelfon Citra.

“Halo, Cit… udah ada sekertaris baru buat aku yah?” Tanya Al menelpon adiknya.

“Oh ya udah kalau gitu… nanti aku lihat,”

Kemudian Al menutup telponnya dan kembali melamun memikirkan gadis itu. Sebuah senyum manja begitu terngiang-ngiang dipikirannya. Entah mengapa ia tak mampu melupakannya.

“Kamu dimana sekarang Va?” Gumam Al pelan, raut wajahnya terlihat sedih merindukan sosok Reva saat ini sambil menatap jalan raya dari jendela.

Sesaat Al melihat arloji di tangan kanannya, kemudian ia pun menelpon seseorang memakai telpon kantornya. “Halo, segera ke ruanganku sekarang.” Lanjutnya lalu menutup telponnya tanpa memberikan kesempatan orang diseberang untuk menjawab.



Beberapa saat kemudian…


Tok…tok…tok!

Pintu ruangan diketuk dari luar. “Masuk,” Suara berat dari pria itu untuk mempersilahkan orang yang mengetuk ruangannya segera masuk.


Krieekk!


Pintu ruangan terbuka, namun Al masih berdiri diam menatap jalan raya dengan secangkir kopi di tangan kanannya untuk menemani lamunannya saat ini.

Pria itu sepertinya enggan untuk menoleh ke arah seseorang yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.


“Selamat datang di 3MP, semoga kamu betah bekerja di perusahaan ini.” Ujar Al. dengan Suara beratnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah orang itu yang hanya tersenyum menatap punggungnya.

“Silahkan kembali bekerja… aku masih sibuk saat ini, dan tidak ingin diganggu untuk sementara waktu.” Lanjut Al. “Mengerti?”



Hening…


Al mengernyitkan alisnya karena tak mendapatkan jawaban dari orang itu.

Sedangkan orang yang masih berdiri menahan senyumannya, menarik nafas panjang sebelum mengucapkan sesuatu.


Dug…Dug…Dug…! Terasa sekali jantung orang itu berdetak lebih kencang. Setelah memantapkan hatinya, maka ia-pun mengeluarkan suaranya.



“Apakah aku harus menunggu satu purnama lewat, agar aku bisa berada disini?”



Dugh!



Al terdiam mendengar suara orang itu, suara seseorang yang begitu dikenalnya. Tubunya bergetar dan terasa kaku.

Pikirannya berkecamuk, apakah ia tak salah dengar suara tersebut?



“Sampai kapan aku harus menunggu penjelasan dari kamu tentang semuanya?” Suara orang itu kembali terdengar begitu indah ditelinga Al.





“Sepengecut itukah pria yang aku cintai, sampai gak mau mempertahankan cintanya selama ini?”



Al membalikkan tubuhnya perlahan-lahan. Kedua matanya menatap sosok seorang gadis yang sedang berdiri di depan mejanya.

Al melangkah perlahan-lahan mendekatinya.




“Diah… apakah karena dia aku harus membencimu?”



“Kenapa? Kenapa kamu tidak menjawabnya?”

Al tak menjawab pertanyaan gadis itu, dan masih melangkah mendekatinya.

Kedua mata mereka saling bertatapan, sebuah senyuman hangat terlihat diwajah cantik gadis itu.



“Va…” Bibir Al gemetar memanggil nama seorang gadis yang berdiri menatap wajahnya. Sangat dekat dengan tubuhnya, bahkan aroma tubuh gadis itu begitu hangat ia rasakan.


“Aku benci kamu…” Kata gadis itu.


“Va…” Al tak mampu berkata apapun. Dan untuk pertama kalinya, gadis itu menyaksikan bahwa pria itu meneteskan air mata di hadapannya. “Maaf…hik..hik”

Al tak kuasa menahan kesedihannya saat ini, ia mencoba mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air matanya. “Gak usah, Al.” Ujar gadis itu menahan lengan Al. "Biarkan saja,"


“Apa?” Ujar Reva dengan wajah menantang menatap wajah pria itu yang sudah mengeluarkan air matanya.


“Bodoh!” Reva kembali mengejek pria itu.


“Jelek banget ih… pria tampanku gak cocok kalau nangis kek gini.”


“Maaf atas semuanya.” Ujar Al dan dijawab dengan anggukan kepala gadis itu. "Maaf, karena sudah membohongimu selama ini."


“Kamu… kamu jahaaaattt bangettt Hik…hik…hik…hik.” Reva tak bisa menahan lagi perasaannya saat ini. Lalu segera memeluk tubuh kaku pria dihadapannya.

Keduanya berpelukan begitu erat, berciuman hangat untuk mengeluarkan semua kerinduannya selama ini.

“Va, I Love you…” Bisik Al saat bibir mereka terlepas dan kening mereka saling merapat.

“I love you to Al…hik…hik…” Jawab Reva. “Al… akhirnya kamu nangis juga. Hik…hik…”


Dibiarkannya pria itu memelukknya dengan sayang dan mengecupinya. Pria itu, walaupun seorang pengecut namun ia mencintainya. Sebuah harapan baru yang kembali tertanam di hati gadis itu terhadapnya. berharap mereka akan hidup bahagia selamanya, seperti kisah Cinderella dan seorang pangeran dari negeri khayalan.



Buat aku jadi bahagiamu..
Meski kian dalam rasa ku padamu..
Meski kian berat perasaan yang kupendam pada dirimu..

Dan pada akhirnya,
Bibirku hanya diam tak mampu berucap dihadapanmu..

Buat aku jadi satu-satunya yang kamu cintai..

Walau galau hatiku..
Walau perih hati ini..
Ketika kau tak ada disampingku..

Buat aku jadi satu-satunya yang ada dihatimu..

Meski aku bukan satu-satunya orang yang mencintaimu..

Meski aku bukan satu-satunya orang yang berdiri disampingmu..

Dan pada akhirnya,
Aku tak bisa berpaling darimu meski hanya untuk beberapa detik..

Aku menghitung waktuku..
Waktu yang kuhabiskan bersamamu..

Waktu dimana kita tertawa..

Bercanda..

Menangis..

Bertengkar..

Marah..

Dan melakukan segalanya berdua..

Hanya aku dan kamu..
Kamu dan aku..
Aku tak sempurna tanpa dirimu..

Karena sesungguhnya yang kurasa adalah bahagia bersamamu..

Me And You,
Karena hanya aku…

Aku yang telah mengetahuimu…
Your PRIVATE SECRET







___THE END___