Sebagai seorang Ibu rumah tangga pekerjaan pagi itu sudah aku selesaikan
semua. Aku hempaskan diriku di sofa ruang keluarga untuk melihat acara
TV pagi itu. Setelah aku pindah-pindah channel TV ternyata nggak ada
acara yang menarik. Akhirnya aku putuskan untuk tiduran di kamar tidur.
Setelah merebahkan badanku beberapa lam ternyata mata ini tidak mau
terpejam. Rumah yang besar ini terasa sangat sepi pada saat-saat seperti
ini. Maklum suami bekerja di kantornya pulang paling awal jam 15.00
sore, sedang anakku yang pertama kuliah di sebuah PTN di Bandung. Anakku
yang yang kedua tadi pagi minta ijin untuk pulang sore karena ada acara
extrakurikuler di sekolahnya. Sebagai seorang istri pegawai BUMN yang
mapan aku diusia yang 45 tahun mempunyai kesempatan untuk merawat tubuh.
Teman-temanku sering memuji kecantikan dan kesintalan tubuhku. Namun
yang sering membuatku risih adalah tatapan para lelaki yang seolah
menelanjangi diriku. Bahkan temen-teman anakku sering berlama-lama
bermain di rumahku. Aku tahu seringkali mata mereka mencuri pandang
kepadaku.
Rumahku terletak di pinggiran kota S, kawasan yang kami huni belum
terlalu padat. Halaman rumahku memang luas terutama bagian depan sedang
untuk bagian samping ada halaman namun banyak ditumbuhi pepohanan
rindang. Kami membuat teras juga disamping rumah kami. Sedang kamar
tidurku dan suamiku mempunyai jendela yang berhadapan langsung dengan
halaman samping rumah kami.
Belum sempat memejamkan mata aku terdengar suara berisik dari halaman
samping rumahku. Aku bangkit dan melihat keluar. Kulihat dua anak SMP
yang sekolah didekat rumahku. Mereka kelihatan sedang berusaha untuk
memetik mangga yang memang berbuah lebat. Tentu saja kau sebagai pemilik
rumah tidak senang perilaku anak-anak tersebut. Bergegas aku keluar
rumah.
Seraya berkacak pinggang aku berkata pada mereka, "Dik, jangan dipetik dulu nanti kalau sudah masak pasti Ibu kasih".
Tentu saja mereka berdua ketakutan. Kulihat mereka menundukkan wajahnya. Aku yang tadi hendak marah akhirnya merasa iba.
"Nggak apa-apa Dik, Ibu hanya minta jangan dipetik kan masih belum masak
nanti kalau sakit perut bagaimana" aku mencoba menghibur.
Sedikit mereka berani mengangkat wajah. Dari dandanan dan penampilan
mereka kelihatan bahwa mereka anak orang mampu. Melihat wajah mereka
mereka yang iba akhirnya aku mengajak mereka ke dalam rumah. Aku tanya
kenapa pada jam-jam belajar mereka kok ada diluar sekolah ternyata
pelajaran sudah habis guru-guru ada rapat. Setelah tahu begitu aku minta
mereka tinggal sebentar karena mungkin mereka belum dijemput.
Iseng-iseng aku juga ada teman untuk ngobrol. Benar dugaanku mereka
adalah anak-anak orang kaya, keduanya walaupun masih kecil namun aku
dapat melihat garis-garis ketampanan mereka yang baru muncul ditambah
dengan kulit mereka yang putih bersih. Yang satu bernama Doni yang
satunya lagi bernama Edo.
Ketika ngobrol aku tahu mata-mata mereka sering mencuri pandang ke
bagian dadaku, aku baru sadar bahwa kancing dasterku belum sempat aku
kancingkan., sehingga buah dadaku bagian atas terlihat jelas. Aku
berpikir laki-laki itu sama saja dari yang muda sampai yang tua. Semula
aku tidak suka dengan perilaku mereka namun akhirnya ada perasaan lain
sehingga aku biarkan mata mereka menikmati keindahan payudaraku. Aku
menjadi menikmati tingkah laku mereka kepada diriku.
Bahkan aku mempunyai pikiran yang lebih gila lagi untuk menggoda mereka,
aku sengaja membuka beberapa kancing dasterku dengan alasan hari itu
sangat panas. Tentu saja hal ini membuat mereka semakin salah tingkah.
Sekarang mereka bisa melihat dengan leluasa.
"Hayoo.. pada ngliatin apa!", Aku pura-pura mengagetkan mereka.
Tentu saja ini sangat membuat mereka menjadi sangat salah tingkah.
"Ti.. dak.. kok.. Bu Nita" Doni membela diri.
"I.. itu acara TV bagus Bu Nita" Edo menambahkan.
"Nggak apa-apa Ibu tahu kalian melihat tetek Ibu to.. ngaku aja" aku mencoba mendesak mereka.
"E.. Anu Bu Nita" Edo nampak akan mengatakan sesuatu, namun belum lagi
selesai kalimat yang diucapkannya aku kembali menimpali, "Mama kalian
kan juga punya to, dulu kalian kan netek dari Mama kalian"
"I.. ya Bu Nita" Doni menjawab.
"Tapi sekarang kami kan sudah nggak netek lagi, lagian punya Mama lain
ama punya Bu Nita" Edo nampaknya sudah mampu menguasai keadaannya.
"Lain bagaimana?" Aku menanyakan.
"Punya Mama nggak sebesar punya Bu Nita" Doni menyahut.
Kata-kata tersebut membuat aku berpikiran lebih gila lagi. Gairahku yang
semakin meninggi sudah mengalahkan norma-norma yang ada, aku sudah
kehilangan kendali bahwa yang ada di depanku adalah anak-anak polos yang
masih bersih pikirannya. Aku menarik kursi kehadapan mereka.
"Doni, Edo kalian mungkin sekarang sudah nggak netek lagi karena kalian sudah besar kalian boleh kok.." aku berkata.
Tentu saja kata-kataku ini membuat mereka penasaran.
"Boleh ngapain Bu Nita" sergah Doni.
"Boleh netek sama Ibu, kalian mau nggak..?" tanyaku walau sebenarnya aku sangat sudah tau jawaban mereka.
"E.. ma.. u" jawab Edo.
"Mau sekali dong" Doni menyahut.
Jawaban mereka membuat aku semakin bergairah. Aku berpikiran hari ini
aku akan mendapatkan sensasi dari pria-pria muda ini. Aku duduk
dihadapan mereka kemudian dengan agak tergesa aku melepaskan daster
bagian atasku sehingga kini bagian atas tubuhku hanya tertutupi BH warna
krem. Sepertinya mereka sudah tidak sabaran lagi terlihat dari
tangan-tangan mereka yang mulai menggerayangi susuku. Aku menjadi geli
melihat tingkah mereka.
"Sabar sayang.. Ibu lepas dulu kutangnya" sambil tersenyum aku berkata.
Setelah aku melepas kutang, tumpahlah isinya, sekarang buah dadaku
terbuka bebas. Mata mereka semakin melotot memandangi payudaraku.
Tampaknya mereka bingung apa yang harus mereka lakukan.
"Ayo dimulai kok malah bengong" aku menyadarkan mereka.
Mereka bangkit dari duduknya. Tangan mereka kelihatan berebut untuk meremas.
"Jangan rebutan dong.. ah.. Doni yang kiri.. e yang kanan" perintahku.
Birahiku semakin meninggi, sementara Doni sudah mulai mendekatkan
bibirnya ke putingku Edo masih membelai sambil dipilin-pilin putingku.
Edo mulai mengisap-isap putingku. Oh betapa seakan perasaanku melayang
ke awan, apalagi ketika mereka berdua mengisap secara bersamaan nafasku
menjadi tersengal. Tanganku membelai kadang agak sedikit menjambak
sambil menekan kepala mereka agar lebih dalam lagi menikmati buah
dadaku.
Mereka semakin menikmati mainan mereka aku semakin terhanyut, aku ingin lebih dari hanya ini. Aku semakin lupa.
Ketika baru nikmat-nikmatnya tiba-tiba Edo melepaskan isapannya sambil berkata, "Bu Nita kok nggak keluar air susunya?".
Aku kaget harus menjawab apa akhirnya kau menjawab sekenanya, "Edo mau nggak, kalo nggak mau biar Doni saja.. mau nggak?"
"Mau.." Edo langsung menyahut.
Doni tidak menggubris dia semakin lahap menikmati buah dadaku. Akhirnya aku ingin lebih dari sekedar itu.
"Don.. Edo.. ber.. henti dulu.." aku meminta.
"Ada apa Bu Nita?" Doni bertanya.
"Kita ke kamar saja yuk.. disini posisinya nggak enak" jawabku.
Kemudian aku berdiri tentu saja daster yang aku pakai merosot kebawah.
Mata mereka menatap tubuhku yang sintal dengan penuh nafsu.
"Ayo.." aku mengajak.
Aku berjalan ke kamarku hanya menggunakan celana dalam yang berwarna
hitam yang kontras dengan kulitku yang putih. Seperti kerbau dicocok
hidungnya mereka mengikuti diriku. Sampai di dalam kamar aku duduk di
sisi ranjang.
"Don.. Edo.. sayang lepas saja seragam kalian" pintaku.
"Tapi Bu Nita" Edo masih agak ragu.
"Sudahlah turuti saja" aku menyahut.
Dengan malu-malu mereka mulai melepas baju dan celana seragam mereka.
Tampaklah kontol-kontol dari pria-pria muda itu sudah ngaceng. Rambut
kemaluan mereka tampak belum tumbuh lebat, sedang batang kemaluannya
belum tumbuh benar masih agak kecil. Namun melihat pemandangan ini
libidoku semakin naik tinggi.
"Bu Nita curang.." Edo berkata.
"Kok curang bagaimana?" aku bertanya.
"Bu Nita nggak melepas celana Ibu!" Edo menjawab.
Gila anak ini, aku tersenyum kemudian bangkit dari dudukku. Celana
dalamku kemudian aku lepaskan. Sekarang kami bertiga telanjang bulat
tanpa sehelai benangpun. Tatapan mereka tertuju pada benda yang ada
dibawah pusarku. Bulu yang lebat dan hitam yang tumbuh menarik perhatian
mereka. Aku duduk kembali dan agak meringsut ke rangjang lalu menaikkan
kakiku dan mengangkangkannya. Memekku terbuka lebar dan tentu saja
terlihat isi-isinya. Mereka mendekat dan melihat memekku.
"Ini namanya memek, lain dengan punya kalian" aku menerangkan.
"Kalian lahir dari sini" aku melanjutkan.
Tangan mereka mengelus-elus bibir kemaluanku. Sentuhan ini nikmat sekali.
"Ini kok ada lobang lagi" Doni bertanya.
"Lho ini kan lobang buat beol" aku agak geli sambil menerangkan.
Jari Doni masuk ke lobang vaginaku dan bermain-main di dalamnya.
Cairan-cairan tampak semakin membanjiri liang vaginaku. Sementara jari
Edo kelihatannya lebih tertarik lubang duburku. Jari Edo yang semula
mengelus-elus lobang dubur kemudian nampaknya mulai berani memasukkan ke
lobang duburku. Aku biarkan kenikmatan ini berlangsung.
"Ouw.. a.. duh.. e.. nak.. sekali.. nik.. mat.. sa.. yang.. terr.. us" aku merintih.
Pria-pria muda ini agak lama aku biarkan mengobok-obok lobang-lobangku.
Sungguh pria-pria muda ini memberiku kenikmatan yang hebat. Aku hanya
bisa menggigit bibir bawahku tanpa bisa berkata-kata hanya rintihan dan
nafas yang tersengal-sengal.
Akhirnya aku mendorong mereka aku bangkit dan menghampiri mereka yang
berdiri di tepi ranjang. Aku berjongkok dihadapan mereka sambil kedua
tanganku memegang diiringi dengan remasan-remasan kecil pada penis
mereka. Aku mendekatkan wajahku pada penis Doni aku kulum dan jilati
kepala penis muda nan jantan ini. Tampak kedua lutut Doni tergetar. Aku
masukkan seluruh batang penis itu kedalam mulutku dan aku membuat
gerakan maju mundur. Tangan Doni mencengkeram erat kepalaku. Sementara
tanganku yang satu mengocok-kocok kontol Edo.
"Bu Nita.. say.. ya.. ma.. u.. ken.. cing.." Doni merintih.
Tampaknya anak ini akan orgame aku nggak kan membiarkan hal ini terjadi karena aku masih ingin permainan ini berlanjut.
Kemudian aku beralih pada penis Edo. Tampak penis ini agak lebih besar
dari kepunyaan Doni. Aku mulai jilati dari pangkal sampai pada ujungnya,
lidahku menari di kepala penis Edo. Aku tusuk-tusuk kecil lobang
perkencingan Edo kemudian aku masukkan seluruh batang penis Edo.
Jambakan rambut Edo kencang sekali ketika aku semakin mempercepat
kulumanku.
"Wouw.. a.. ku.. ju.. ga.. mo.. ken.. cing.. nih" Edo merintih.
Aku hentikan kulumanku kemudian aku bangkit dan naik ke atas ranjang
lalu aku kangkangkan kakiku lebar-lebar sehingga memekku terbuka lebar.
"Siapa duluan sayang, itu tititnya dimasukkan ke sini" aku berkata
sambil tanganku menunjuk ke lobang vaginaku yang nampak sudah basah
kuyup.
Mereka berpandangan, tampaknya membuat persetujuan. Dan akhirnya Doni
duluan yang akan menusukku. Doni naik ke atas ranjang dan mengangkangiku
tampak penis yang tegang mengkilat siap menusuk lobang wanita yang
pantas menjadi neneknya. Aku tuntun penis Doni masuk ke lobang
kenikmatanku. Aku tuntun pria muda ini melepas keperjakaannya, memasuki
kenikmatan dengan penuh kasih. Dan bless.. batang zakar Doni amblas ke
dalam vaginaku.
"Ah.." aku mendesis seperti orang kepedasan
"Masukkan.. le.. bih.. da.. lam lagi.. dan genjot.. say.. ang" aku memberi perintah.
"Iya.. Bu Nita.. e.. naak.. se.. kali" Doni berkata.
Aku hanya bisa tersenyum sambil menggigit bibir bagian bawahku.
Tampaknya Doni cepat memahami perkataanku dia memompa wanita tua yang
ada dibawahnya dengan seksama. Genjotannya semakin lama semakin cepat.
Edo yang menunggu giliran hanya tertegun dengan permainan kami. Genjotan
Doni kian cepat aku imbangi dengan goyanganku. Dan tampaknya hal ini
membuat Doni tidak kuat lagi menahan sperma yang akan keluar.
Dan akhirnya "Sa.. ya.. mo.. ken.. cing.. la.. gi.. Tak.. ta.. han.. la.. gi.." Doni setengah berteriak.
Kakiku aku lipat menahan pantat Doni. Doni merangkul erat tubuhku dan..
cret.. cret.. ser.. cairan hangat membajiri liang kewanitaanku. Doni
terkulai lemas diatas tubuhku, butiran-butiran keringat keluar dari
sekujur tubuhnya.
"Enak.. se.. ka.. li Bu Nita" Doni berkata.
"Iya.. tapi sekarang gantian Edo dong sayang" aku berkata.
Doni mencabut penisnya yang sudah agak mengempis dan terkapar lemas disampingku.
"Edo sekarang giliranmu sayang" aku berkata kepada Edo .
"Kamu tusuk Ibu dari belakang ya.."aku memberi perintah.
Kemudian aku mengambil posisi menungging sehingga memekku pada posisi
yang menantang. Edo naik ke atas ranjang dan bersiap menusuk dar
belakang. Dan bless.. penis pria muda yang kedua memasuki lobang
kenikmatanku yang seharusnya belum boleh dia rasakan seiring dengan
melayangnya keperjakaan dia.
Tampaknya Edo sudah agak bisa menggerakkan tubuhnya dengan benar dari
dia melihat permainan Doni. Edo menggerakkan maju mundur pantatnya. Aku
sambut dengan goyangan erotisku. Semakin lama gerakan Edo tidak teratur
semakin cepat dan tampaknya puncak kenikmatan akan segera diraih oleh
anak ini. Dan akhirnya dengan memeluk erat tubuhku dari belakang sambil
meremas susuku Edo mengeluarkan spermanya.. cret.. cret.. lubang
vaginaku terasa hangat setelah diisi sperma dua anak manis ini..
Edo terkapar disampingku. Dua anak mengapitku terkapar lemas setelah memasuki dunia kenikmatan.
Aku bangkit dan berjalan ke dapur tanpa berpakaian untuk membuatkan susu
biar tenaga mereka pulih. Setelah berpakaian dan minum susu mereka
minta ijin untuk pulang.
"Doni, Edo kalian boleh pulang dan jangan cerita kepada siapa-siapa
tentang semua ini, kalian boleh minta lagi kapan saja asal waktu dan
tempat memungkinkan" aku berkata kemudian mencium bibir kedua anak itu.
Aku memberi uang jajan mereka masing-masing 50.000 ribu.
Dan sampai saat ini mereka telah kuliah, aku masih sering kencan dengan mereka. Aku semakin sayang dengan mereka.
TAMAT
No comments:
Post a Comment