Sunday 16 August 2015

Pembantuku itu 12

Aku sedang meneliti laporan penjualan, membandingkannya dengan stock logistik dan kecepatan produksi rata rata untuk merencanakan target produksi sebulan ke depan. Aku juga harus menetapkan margin error pada kegiatan produksi yang kemungkinan masih mampu kami telan. Angka angka dan grafik itu begitu menyita konsentrasiku. Biasanya Umy, sekertarisku, yang melakukan data analysis dan menyajikannya sudah dalam bentuk tabular yang terindex. Aku cukup pontang panting semingguan ini semenjak dia resign karena mengikuti suaminya ke Kalimantan. Dia berkenalan dengan zoologist berdarah new-zeland yang terobsesi dengan orangutan ini hampir empat bulan yang lalu. Pacaran secara singkat, menikah dua bulan lalu dan meninggalkan aku dalam lautan data yang sudah aku lupakan betapa melelahkannya proses ‘sortir’ untuk dapat menjadikannya dasar pengambilan keputusan.

“Ehemm…maaf pak…” suara itu terdengar setelah deheman sopannya

“iya?” aku menyahut tetapi mataku masih konsentrasi ke lembaran lembaran di tanganku

“saya di persilahkan masuk ke ruang bapak oleh HRD, untuk final interview dengan bapak…”

“iya sebentar ya!” sahutku pendek memotong perkataannya, masih berkonsentrasi pada kertas kertasku

“baik pak”

Done! Aku mencoretkan note terakhir di working agendaku sebelum mengangkat wajahku untuk memandangnya.

Eh?

Berdiri di depanku, seorang wanita muda dengan potongan professional. Membawa sebuah map dengan logo HRD perusahaanku, mengetahui sudah mendapatkan perhatian, dia sepontan dengan sopan menaruh map tersebut di mejaku. Kata ‘APPLICATION’ tercetak besar dengan huruf capital di map tersebut. Sejenak aku memperhatikannya lagi.

Tubuh proporsionalnya di bagian atas dia balut dengan blazer abu abu agak kehijauan dipadu dengan daleman kemeja putih berenda vertikal, kancingnya terbuka dua, sehingga sedikit memamerkan warna putih kulit dadanya, seutas kalung tali sederhana melilit lehernya dengan agak ketat, cukup berhasil untuk menonjolkan kesan jenjang disana. Dan tubuh bagian bawahnya di balut dengan rok mini span hitam yang ‘berporsi cukup’, rok mini yang agak panjang; hanya sedikit di atas lutut namun tetap memperlihatkan pesona kedua pahanya yang putih dan kencang. Rambut berombaknya dibiarkan tergerai namun tertata tanpa menunjukkan kesan ‘lepas’, menunjukkan kepercayaan diri dan kendali atas hal-hal yang berada di sekitarnya.

Yang paling membuatnya menonjol (well, aku berusaha untuk tidak menggunakan kata ‘mempesona’) adalah matanya yang menatap dengan pancaran yang menunjukkan kedalaman intelektualitas. Menurutku, kesimpulan akhir dari penampilannya: Sedikit kurang elegan karena cenderung kaku tapi selaras, terkesan kuat dan independen namun loyal, tidak ‘in style’ karena blazer model lamanya tetapi ‘in harmony’ dengan pernak pernik lainnya – pertanda seorang pengambil keputusan yang baik, tidak bitchy tetapi sarat dengan aura seduktif. Wanita yang menarik. Shit! Apa yang ku pikirkan? Kok malah…

“eee…gimana tadi?” kataku kalem

“Maaf pak, nama saya vitri, berdasarkan info dari HRD bapak, saya sudah lolos semua test sehingga saya di perkenankan untuk melakukan wawancara terakhir dengan bapak. Saya apply untuk posisi sekertaris pak. Copy HRD dari application, CV dan semua berkas-berkas tentang saya ada didalam map itu pak”. Dia berkata dengan lugas, menunjuk map dengan ibu-jarinya dan tidak lupa tersenyum. Wow…

Tanpa sedikitpun menyentuh map dari HRD tersebut, aku merapikan kertas yang sedikit berserakan di mejaku. Mengumpulkannya, dan menyodorkannya kepada wanita itu.

“analisa data ini! kalau sudah selesai, aku ada di ruang meeting utama bersama manager divisi. Kamu punya waktu 15 menit. Saya mau point-point yang penting untuk pengambilan keputusan target produksi bulan depan” aku menjawab perkataannya dengan tindakan yang mungkin sama sekali tidak dia perkirakan. Langsung di sodori pekerjaan analisa. Aku penasaran dengan reaksinya.

”baik pak” sahutnya mantab

WOW sekali lagi boleh kan!!?? (janji gak pake koprol deh!)

Kepercayaan diri yang menarik, batinku saat mengetahui dia tidak gelagepan dengan ‘ujian’ ku yang spontan dan asal asalan itu. Aku mulai berdiri dan bergerak untuk meninggalkan ruangan. Sampai di ujung pintu aku berbalik lagi.

“siapa tadi namamu?”

Dia semerta merta berdiri dan menjawab dengan sopan pula

“vitri pak”

Aku tersenyum, berbalik lagi ke pintu dan meninggalkan ruangan

Vitri…

Dan aku tersenyum lagi, entah apa yang ada di pikiranku…

No comments:

Post a Comment