Hari ke-2 setelah kepergian anak dan istriku untuk berlibur di rumah
mbak yuni. Terus terang aku kangen mereka. Aku bahkan tidak di beri
kesempatan bicara agak lamaan oleh anakku pada saat aku telepon, dia
masih larut dalam euphoria liburan di kak priya, kakak ponakan
favoritnya. Priya ini anak mbak yuni gedhe, satu tahun lebih tua dari
anakku, dan keduanya share interest yang sama: Pesawat. Ya udah, papanya
udah gak kepakai dalam tahap ini. Aku hanya tersenyum sendiri waktu
nyetir pulang, membayangkan betapa cerita anakku pasti akan sangat heboh
kalau dia sudah kembali nanti. Di depan gerbang, aku kaget ada seorang
yang mendeprok di depan gerbangku.
“mbak yun?” sapaku kaget setelah turun dari mobil dan melihat wajahnya.
Mbak yuni inilah istri kakak ponakanku, mas andri yang aku ceritakan
menggugat cerai dia karena mas andri sekarang di butakan oleh pihak ke
tiga. Ada perempuan lain di bahtera rumah tangga mereka.
“dik…” sapanya lirih
“aku kemarin tadi sudah sms sama dik ine, kalau mau datang ke sini, dan dik ine bilang gak papa…” lanjutnya
“naik apa mba? Kok tidak nelpun? Kan aku bisa jemput…” tanyaku lebih lanjut
“enggak papa dik, takute ngerepotin…” jawabnya cepat
“ga papa mba, gak usah sungkan gitu ah mba, kaya dengan siapa aja, aku kan adikmu…” jawabku
“mungkin sebentar lagi bukan…” desisnya lirih sambil berpaling. Dikiranya aku tidak mendengar.
Setelah memasukkan mobil ke garasi, aku mempersilahkan mbak yuni untuk
masuk rumah dan segera membuatkannya minuman dingin. Mbak yuni ini
sebenarnya seumuranku, orangnya kecil mungil dangan kulit putih.
Pakaiannya selalu rapi, dia mengenakan jilbab, dan menurutku, mas andri
beruntung mendapatkan sitri secantik dia. Sebenernya dia anak orang
kaya, hanya papanya mengalami kebangkrutan tidak berapa lama setelah dia
menikah dengan mas andri. Karena tidak tahan sama tekanan, papanya
meninggal sakit jantung dan mamanya menyusul tidak lama setelah itu.
Kasihan juga, sekarang hanya tinggal dia dan kakak kandung dia yang
bertempat tinggal di batam.
“tadi mba naik apa? kok mbak tidak nelpun, kan saya bisa jemput mba,
atau gimana…” aku mengulangi pertanyaannku yang tadi belum dia jawab
dengan penuh.
“aku naik bis dik, aku sudah sms sama dik ine, dan dia bilang gak papa
aku sementara numpang di semarang, di kampung aku sudah tidak kuat dik,
melihat mas andri…” jawabnya
“dan maaf kalau tadi tidak nelepun dik deny (namaku), sebenernya mau nelepun, hanya…pulsaku habis…” lanjutnya lirih
“oowg, ga papa mba, hanya seperti aku bilang tadi, kalau mbak nenepon
kan aku bisa jemput di terminal, atau sedikit persiapan…eh, anak anak
ikut eyangnya berlibur ke rumah mbak yuni gedhe ding ya mbak…” katanku
lagi mengalihkan pembicaraan. Aku tidak mau dia selalu teringat kampung,
sementara dia mencoba ‘lari’ untuk menenangkan pikiran. Well,
kliatannya aku selalu tau.
“iya anak anak ikut” jawabnya pendek
Aku memandangnya dengan sangat iba, bener bener kakak ponakannku, si
andri itu memang gila. Aku juga bukan laki laki baik baik,
tetapi…menelantarkan anak istri jelas tidak ada di dalam kamusku. Kami
bertemu pandang, aku sadari betul mata mbak yuni tampak sangat capek dan
sayu. Padahal wajahnya manis, mungkin lebih manis dari istriku.
Sebenarnya mbak yuni ini pintar berdandan dan merawat diri, dulu pas
pertama kali bertemu (waktu aku melamar ine) dia nampak segar dan
energik, sekarang benar benar terbalik 180 derajad, terlihat capai dan
layu, aku sadar bebannya pastinya sangat berat.
“eh, mbak yun mandi dulu aja ya, tak siapin makanan, aku tadi cuman beli
seporsi sih, tapi cukup kok kita makan berdua, nanti aku masak sedikit,
atau mau makan di luar?” kataku lagi berusaha seriang mungkin.
“sudah apa adanya aja dik, tidak usah repot repot” jawabnya
“OK, mbak yun mandi, aku masak, trus kita makan dulu sebelum mbak yun
istirahat, keliahatnnya capek banget kakakku yang paling cantik ini”
kataku menggoda
“mhmm” dia hanya tersenyum simpul
“nak gitu dunk, senyum dikit, kan tambah manis…jangan lesu terus geto
ntar cepet tua lho, santai aja mba, ntar juga semua ada jalannya…nah,
sekarang mandi aja dulu, tak ambilin handuk sekarang nyonya…??” godaku
lebih lanjut.
“eh, betewe, kok gak bawa tas? Maksudku, baju ganti dll?” tanyaku lagi
Dia malah tertawa terbahak bahak, aku sampai kaget, udah stress berat
kali mbak ku yang satu ini. Ke arah gila mungkin? Serem juga!
“iya, tadi lupa cerita…” katanya
“kelihatnnya tasku ketinggalan di terminal, tadi dari rumah aku bawa
koper, tapi dasar pikun, pas mau naik bis jurusan ini, cuman tas kecil
yang aku bawa…” lanjutnya
Eh? Aku bengong…tapi pernyataannya tadi benar banar menegaskan pikirannya yang kacau dan tidak fokus…
“eee..yang bener mba?” tanyaku masih kurang percaya
“sumprit suwer kewer kewer” jawabnya masih mencoba sambil bercanda
“…dan kenapa aku gak nelpun kamu dik…karena sampai di bis, aku juga
kecopetan, hp dan dompetku ilang…” lanjutnya sambil menunjukkan tas
kecil dia yang robek, seperti bekas disilet.
Eh? Aku tambah bengong…sambil garuk garuk kepala ala wiro sableng…
“hahahahaha…” tawaku keras keras “wedewww…dengan begini, aku nobatkan
mbak yun sebagai orang ter-sial of the day deh…ntar piagam dan piala
menyusul…wedew…kacawww…” candaku lebih lanjut
Kami berdua tertawa, mungkin dengan pemikiran yang berbeda di otak kami,
jujur aku tidak melihat apa yang membuat dia tertawa, karena yang
nampak di mataku hanyalah wajah kosong dan mata sayu yang kehilangan
minat akan hidup. Benar benar kasihan.
Aku bilang gak usah di pikirkan, ntar kalo cuman HP gampang, tak cariin
lagi, tus masalah surat surat yang di dompet ntar kita urus, tapi
katanya Cuma dompet uang yang hilang, semua surat surat ada di tas.
“nah apa ku bilang? Kalau rejeki gak akan ke mana…” kataku mencoba bercanda lagi
“trus abis mandi mbak yun mau make baju apa? Jangan telanjang lho,
karena di rumah ini cuman ada kita berdua, aku takut kagak nahan…”
lanjutku menggoda dia
“yee…ya minjem baju ine to, kalau boleh…” jawabnya masih sambil senyam senyum
“boleh lah…apa sih yang gak boleh buat mbak yu kita yang paling maniizzz ini?” jawabku masih becanda
Dia kembali tersenyum sambil tersipu sipu
Aku masih mengaduk aduk telur orak arik saat mbak yun keluar dari kamar
mandi yang ada di kamarku dengan di balut daster tidur cream milik
istriku dari sutra tipis tak berlengan yang sedikit kebesaran dengan ‘V’
neck rendah dan panjangnya hanya sepanjang atas lutut (harusnya ukuran
baju itu sepaha, tapi karena mbak yun bertubuh kecil dan pendek, jadinya
agak kedodoran di bawah).
Rambutnya basah karena habis keramas. Aku sedikit tercengang, kalau
tidak berjilbab, kakak iparku ini ternyata manis beneran. Pandanganku
turun ke dada kecil dia, lalu ke pinggulnya. Kaos tidur ini terbuat dari
bahan sutra yang tipis (ya kan buat tidur, jadi biar adem), bisa ku
lihat tonjolan putingnya yang mencuat mungil di atas dadanya yang juga
mungil dan di pinggulnya tidak ada siluet karet CD, dengan begitu aku
berasumsi, mbak yun tidak memakai sepotong baju dalampun di balik kaos
tidur istriku yang dia kenakan itu.
Aku menelan ludah. Di dalam otak kepala atasku bilang: jangan den! Jangan! JANGAN ! inget…!! Eling !! Nyadar !!
Tapi di dalam otak juniorku: Hmmm, aku gak tau apa yang ada di sana, si junior hanya langsung berdiri. Tegak! 100%! SIAP GRAK!!
“duduk mbak, ni sudah siap” kataku
Dia langsung duduk dan makan dengan lahap, ku kira dia betul betul
lapar. Aku hanya menatapnya sambil tersenyum, aku lega dia sudah tidak
canggung dan sungkan denganku lagi karena memang aku sebelumnya tidak
begitu dekat dengannya. Habis makan dia langsung berdiri.
“biar aku yang cuci piraingnya dik” katanya, mungkin khawatir aku masih sungkan dan mencuci piring bekas makan kami itu sendiri.
“waduh mbak gak usah…gak usah sungkan maksudnya, silahkan tolong di
cuciin, sekalian wajan bekas gorang telur tadi ya, dan please jangan
lupa juga piring bekas sarapan tadi pagi hehehehe…” jawabku cengegesan
“dasar…” katanya sambil tertawa sambil membawa semua piring ke tempat cuci piring lalu mulai mencuci.
“yep, giliranku mandi” kataku sambil melompat dari kursi.
---
Aku keluar dari kamar, sudah mandi dan memakai cologne kesukaan
iastriku. Ine selalu bilang, bau cologneku ini selalu membuat dia
bergairah. Entah kenapa aku reflek mengguyurkannya ke badanku tadi. Aku
juga hanya mengenakan baju kebesaranku kalau di rumah. Boxer kain lentur
(melar) agak ketat dan kaos dalam berlengan putih. Aku gak begitu
peduliin kata kata ine bahwa juniorku kelihatan terlalu menonjol di
balik boxer ini dan selalu mengingatkan ku untuk menggenakan CD, apalagi
kan ada latri. Tapi aku cuek abis make CD di dalem boxer kan tidak
berperikejunioran, junior jadi sumpek & terpenjara. Dan kaos putih
ini juga membuat dadaku yang bidang terlihat sedikit lebih menonjol.
Aku lihat mbak yuni sudah duduk di ruang keluarga sambil nonton TV. Aku
notice, mbak yuni mengikuti gerakan ku dari ujung matanya dari mulai aku
keluar kamar tadi, memang aku tidak langsung menghampiri dia melainkan
menuju ke ruang tamu, mengambil tasku yang tadi aku tinggal di sana
sewaktu mempersialahkan dia masuk. Aku mengambilnya lalu berjalan naik
ke ruang kerjaku untuk menaruhnya di sana. Lagi lagi aku notice,
pandangan mata mbak yuni secara diam diam masih mengikuti gerakanku.
Aku membanting tubuhku, menghempaskannya ke sofa panjang yang juga di
pakai duduk mbak yun. Sambil mendesah panjang aku angkat kakiku ke
footstool yang memang pasangan dari sofa itu.
“capek banget ya dik?” katanya membuka percakapan
“lumayan mba, kantor membuka cabang baru dan aku yang di minta mengkoordinasikan semua” jawabku
“dan lagi, beberapa hari ini harus bangun pagi pagi, bersih bersih rumah
dulu, kan gak ada ine sama latri, aku gak mau juga ntar kalo ine pulang
rumah jadi kotor, ine kan juga sedikit alergi debu, jadi sebisa mungkin
kita jaga rumah sedikit bersih”
“ine beruntung ya?” jawabnya lagi
“beruntung apanya?”
“ya itu, punya suami lucu, baik dan perhatian, macam kamu, bahkan alergi
dia saja kamu care bener, kalau mas mu, jangankan bersihin rumah…”
“sudahlah lah mbak manisss…” potongku, aku gak mau mengarahkan
pembicaraan ke masalah dia, tidak malam ini. Karena it just not good,
tubuh dan pikiran dia perlu istirahat dari masalah itu, perlu ‘berlibur
sejenak’ dari pemikiran pemikiran yang berat itu
“every body different, dan percayalah, aku juga gak sebaik itu…yach,
walo memang benar kalo aku tuh lucu, imut, ganteng, pinter,
humoris…banyak juga orang bilang aku kharismatik dan sebagian lagi
bilang aku tuh sexy, itu belum predikat macho yang selalu mereka
gosipkan di balik punggung ku…tapi, apa boleh buat…aku…”
“halah…halah…sudah…sudah, narsis banget nih anak, gak isa di puji
sedikit…hihihi…” kata mbak yun sambil mencubit pinggangku dengan gemas.
Menanggapi cubitan itu, aku cuman tersenyum simpul sambil meliriknya.
“eh, mulai ngajakin cubit cubitan?” sergahku, dan dia cuman tersenyum
Mata kami bertemu, kulihat matanya meredup. Sinar kepsrahan sekilas
memercik di sana. Dalam tahap ini, aku fully aware, berdasarkan
pengalaman, dengan sedikit kocekan, wanita manapun akan bisa kamu bawa
ke ranjang. Trust me. Tapi pertanyaannya; apa bener aku mau membawa mbak
yun, kakak iparku ke ranjang? Mataku turun ke lehernya yang kecil namun
jenjang dengan ukuran tubuhnya, bergerak naik turun berusaha menelan
ludah di tenggorokan yang kering tercekat. Satu tanda lanjutan!
Lalu ke dadanya yang kecil dengan putting yang mencuat dari balik kaos
daster sutra tipis yang dia kenalkan, dada dan puting yang telah
memberikan asi kepada kedua anaknya. Putting yang telah di kenyot abis
oleh dua orang anak masing masing selama 8-9 bulan. Lalu ke pinggulnya
yang juga kecil dan ramping, entah kenapa otomatis otakku mengukur,
karena pendeknya tubuh mbak yun, jarak di antara pangkal paha, tempat
lobang memeknya dan pangkal dinding rahimnya tentunya sangat pendek.
Dengan begitu, kalau di terobos kontholku tentunya akan mentok sampai
dasar sebelum semua panjang batangku tertelan oleh saluran vaginanya.
Lalu ku lihat kanannya yang dia tumpangkan diatas paha kirinya, keduanya
semakin dia tekan, semakin di rapatkan, biasanya hal ini di lakukan
wanita untuk menahan ‘sensasi’ yang ada di bibir vagina mereka apabila
mereka mulai terangsang. Satu lagi tanda lanjutan… Plus dan di tambah
kenyataan yang sudah aku ketahui sebelumnya, kalau mbak yun, kakak
iparku yang imut dan mungil ini tidak memakai satu potongpun CD di balik
kaos tidurnya.
”kenapa dik? Kok lihatnya begitu” katanya dengan intonasi yang berusaha
dia jaga ketenangannya, namun yang meluncur bukannya kata kata yang
tenang, melainkan suara parau tercekat yang seperti menahan sesuatu.
Aku masih kalem, aku adalah laki laki brengsek berpengalaman yang telah
malang melintang di dunia perlendiran yang licin dan basah selama
bertahun tahun. Menghadapai wanita despered, butuh belaian dan gampang
terangsang bukan kali pertamanya bagiku. Memang sebagian besar berakhir
di ranjang. I’m a jerk, I know!
“enggak kok! Eh, mbak kalau di lihat tanpa jilbab dan make up emang beda
ya? Maksudku, sebenernya lelaki manapun yang bisa mendapatkan mbak,
bisa di bilang sangat beruntung…” jawabku masih sambil tersenyum
“ah, kamu bisa aja dik, menghibur wanita yang sudah di campakkan ini…” katanya dengan senyum kecut
Aku menggeleng sambil tersenyum, masih dengan mata yang tajam menatap
matanya. Dia menelan ludah kembali. Di sini sebenarnya sudah 80% goal
kalau langsung aku tubruk. Kemungkinan besar dia pasrah, atau malah
memberikan ‘perlawanan’ yang panas. Tetapi aku masih ingin menahan diri,
lagipula dia kakak iparku sendiri, masa adik ipar sudah aku entot,
kakak ipar mau aku makan juga?
“nggak ada yang namanya mencampakkan dan tercampakkan di dalam suatu
hubungan cinta mba, yang ada adalah jalan yang memang harus di tempuh
oleh masing masing pihak, jangan menyerah untuk mengarungi hidup mba,
aku yakin, suatu saat nanti jalan hidup bisa berganti cerita…” jawabku
Mata mbak yun langsung memerah, raut mukanya kembali menyiratkan
kesedihan yang sulit diukur, dan tangisnya mulai meledak. Bagaimanapun
aku mencoba kelauar dari topik pembicaraan itu, nyatanya semua
masalahnya masih bergantung di otak dan hatinya, dan belum tersalurkan.
Aku mengulurkan tanganku untuk memeluknya, aku elus pundaknya, lalu
punggungnya dan menariknya ke arahku, membiarkannya menggunakan bahuku
untuk menagis sepuasnya. Hampir 20 menit aku menyangga kepalanya di
bahuku. Tarikan nafas tersenggal karena tangisannya membuat tubuh kecil
itu seperti di hentak hentakkan ke dadaku. Setelah kurasa dia sedikit
dapat menguasai diri, dia melepaskan pelukannya. Sambil kelabakan, mba
yun menghapus air mata yang masih meleleh di pipinya. Aku meraih tissue
lalu membantu mengelapnya.
“maksih dik…” katanya
“untuk apa? Untuk telor gorengnya atau…?”
“untuk minjemin bahu buat mbak menangis, rasanya agak lega sekarang”
“kalo bahuku knock down, dan dapat dilepas seperti robot, tentunya aku
rela melepasnya, tak peinjemke ke mbak buat di bawa mbak ke manapun,
kali kali aja butuh sewaktu waktu. Asal jangan di tinggal di halte aja”
“hehehe…” dia tertawa masih di antara senggalan sisa tangisnya.
“dan sorry, bajumu jadi basah gitu” tambahnya
“gak papa mbak, udah biasa…soalnya gak tau kenapa cewe kalau ada di dekat dekat aku pasti bawaannya basah mlulu…” godaku
“hihihi…basah yang mana nih? Atas apa bawah?” jawabnya sudah mulai agak
bisa bicara konyol lagi, walau masih di sela isak tangisnya.
“ya atas bawah hehehe…” candaku lagi
“hihihi…ada ada aja” jawabnya sambil masih mengusap air matanya yang masih mengalir.
“eh, ini thomas-uber cup, game nya Indonesia lawan mana sih? Ini system
group kan?” kataku pura pura mengalihkan pembicaraan ke tayangan TV.
“nggak tau tuh dik, mba jarang nonton TV akhir akhir ni…” jawabnya pendek
“ya kalo di sini, mba boleh nonton TV sepuasnya…hehehe…eh, btw, maaf nih
kalo terlalu mencampuri, mba cuman make baju luar aja ya?” tanyaku
menggoda dan becanda lagi
“maksudnya?” tanyanya balik
“maksudnya, kan di lemari ada juga daleman ine, kalau mba mau bisa juga di pakai, biar mba nyaman…” lanjutku
“eh? Dari mana kamu tahu aku tidak memakai daleman? Kamu ngintip ya?”
selidiknya dengan setengah becanda, sok pura-pura marah sambil
menyilangkan tangannya ke dada.
“buset, curigation amat…ya kelihatan lah mba, emang saya anak kecil,
enggak maksudnya cuman ngingetin aja, kali aja mba mau make, cuman biar
mba nyaman aja…jangan berpikiran salah gitu ah mba, sensi amat, macem
lagi dapet…hehehe…”
“maunya sih, cuman ga enak sudah di tolongin masa CD nya mbak pake juga, lagian CD ine bagus bagus, pasti mahal mahal ya?”
“ya mungkin, ada sih beberapa yang tak beliin buat hadiah pas ada moment
special, emang aga sedikit mahal, tapi ga papa, kalo mba butuh di pakai
aja, tapi kalau mba merasa ngga nyaman make CD orang, ya terpaksa
nunggu besok, baru kita bisa belanja”
“iya, besok aja, lagian gak pake gini malah sejuk…hihihi…eh, btw setahu
mba kalo suami sampai perhatian beliin CD istrinya, berarti sayang
banget ya?”
“ya biasa aja mba, sayang ya pasti dunk…tapi missal ga mau make CD nya,
kan BH isa mba pake, daripada nyeplak gitu, bikin cenat cenut yang
ngelihat hehehe…”
“maunya…tapi BH ine kegedean…punya mba kan kecil…” katanya tersipu sambil tangannya secara reflek melintang di dadanya lagi.
“lagian kamu juga dik, ngapain liat liat dada mba?”
“abis imut hihihi…”
“dasar”
“lagian mba juga lirak lirik ke ‘ini’ ku” kataku nyeplos sambil nunjuk kontolku yang masih ¾ tegang.
“abis gede” jawabnya gak kalah selebor “berapa cm tuh?”
“mmm…ga pernah ngukur sih, mungkin sekitar 21cm kalau tegang penuh…” jawabku santai
“sshhhhppp…gak muat…” kata mbak yun sambil membuat mimik muka linu
“nggak muat di mana? mana tahu kalau belom pernah di coba?”
“hehehe…jangan mancig mancing ah, ntar mbak mau lho…hehehe…”
Aku tidak menjawab, hanya tersenyum sambil menatap matanya. Dan seperti
yang kuharapkan, dia balik menatapku, ini artinya dia sudah mempunyai
tekad dan keberanian untuk melakukan apapun saat ini. Ku lihat dia
beberapa kali menelan ludah di tenggorokannya yang aku tahu pasti luar
biasa kering sekarang. Aku yakin, libidonya benar benar sudah
terpancing.
“yawdah mba, aku mau tidur, besok harus berangkat pagi soalnya ada
kerjaan yang musti di selesein pagi pagi, kalau isa aku ntar pulang
setengah hari buat nganter mba belanja baju dan keperluan apapun yang
mba butuhin…”
“nggak usah ngerepotin dik, mba ngga ada duit, ini aja mau minjem ine buat balik ke rumah besok kalo ine sudah dateng…”
“halah, emang perlengkapan cewe berapa sih? Kalo cuman CD ma BH aja aku masih kuat kok beliin…” kataku memotong
“hihihi…makasih dik, kalian sekeluarga baik banget”
“sudahlah mba, santai aja…btw, mba malam ni bobo di mana ya?”
“mana aja…mba bisa kok”
“mmm…kamar jagoan (anakku), jangan dia paling ga suka ada orang nyentuh
kasurnya, soalnya kamar tamu masih belum di bersihin, mmm masa mau di
kamar latri? Jangan ah, gini aja, mending mba tidur di kamar ku, aku
tidur di sofa…”
“jangan lah dik, masa tuan rumah malah tidur di luar, mba aja yang tidur di luar malam ini, baru besok kamarnya mba bersihin…”
“jangan mba, pokoknya mba tidur di kamar ku aja, aku yang di luar” kataku sedikit memaksa
“iya deh, kalo gitu biar adil, kita tidur aja di kamar bareng…” usulnya.
Lha ini yang aku tunggu, aku paling suka untuk menggiring perempuan
agar seolah olah dia yang mengambil inisiatif. Dah ku bilang kan kalo
aku penjahat?
“eh? Apa gak bahaya tuh bobo bareng?” tanyaku
“enggak lah, bahaya apanya kalo bobo bareng, kalau melek bareng lha itu baru…” candanya.
“OK, kalau mba maunya begitu” lanjutku
Di kamar, kami mulai berbaring. Dia memunggungiku sedangkan aku
menghadap ke arahnya. Aku tutupkan selimut ku, karena malam itu memang
dingin, dan aku melihat dia meringkuk menahan dingin (di tambah, AC yang
sengaja aku gedein dikit..hehehe…).
“makasih” katanya setelah aku selimutin
“yup” kataku masih di luar selimut
“kamu tidak dingin dik?” tanyanya
“lumayan, napa iq?” jawabku polos
“sini lah, masuk ke selimut” katanya sambil masih memunggungiku
Aku segera masuk ke selimut, masih berusaha menjaga jarak. Damn, aku
sebenarnya konak benar, tapi di dalam otak sehatku masih ada sisa sisa
pertahanan untuk menjaga sisa sisa kehormatan wanita malang ini, kakak
iparku yang sudah di zolimi oleh suaminya. Maka melawan segala dorongan
libidoku aku menjaga jarak, walau sudah sama sama berada di dalam
selimut. Sampai, mba yun sedikit membungkukkan lagi badannya. Sontak
pantat kecil dia menyundul kontolku yang memang sudah sejak tadi berdiri
tegak.
JDUG
“oughh..!” erangku pendek
“eh, maaf…” katanya
“ga papa, emang selimutnya agak sempit kok” kilahku singkat, padahal selimutnya lebih dari lebar…hehehe…
“iya” katanya tidak kalah singkat, tetapi tanpa menggeser posisinya.
Jadinya posisi kami sangat rapat, punggung nya menempel di dadaku. Bisa
ku rasakan detak jantungnya yang benar benar tidak normal. Seakan
berpacu. Dan pantatnya lembut menempel di kontolku, dengan pembatas dua
lembar kain tipis, dasternya dan boxerku. Toh itu sama sekali tidak bisa
membatasi sensasi panas yang terasa di kulit kontolku, entah apa
efeknya terhadap pantat kecilnya. Aku melingkarkan tanganku ke
badannyayang sejak dari tadi aku tarik ke belakang punggungku sendiri
“maaf mba, tanganku agak pegel kalau di belakang terus” kataku
“iya gak papa, malah anget…” bisiknya
Dengan posisi memeluknya dari belakang sepereti itu, otomatis lingkaran
tanganku langsung mendarat di lokasi seputar dadanya. Libidoku tambah
naik, meledak. Seakan benteng tipis pertahananku yang aku jaga mati
matian tadi di labrak oleh peluru meriam super besar. Sekonyong konyong
jebol, aku tahu pada titik ini, aku pasti sudah tidak akan bisa
megontrol diriku lagi. oh, betapa brengseknya aku…
Tanganku mulai merayap ke dadanya,menjamahnya dan meremasnya meremasnya.
Sedangkan tiupan nafas panasku sengaja aku semburkan ke tengkuknya. Dan
di bawah, kontol tegakku ku gesek gesekkan ke belahan pantat kecilnya.
Tidak ada indikasi perlawanan dari mbak yun, aku kira dia mencoba pura
pura tidur, atau pura pura tidak merespon kelakuanku. Tapi sekilas, aku
dengar desahan kecil. Didorong oleh semua factor, tanganku bergerak ke
pinggulku sendiri, dan dengan gerakan cekatan seorang pejuang lendir,
boxer ku sudah kulepaskan. Kini tinggal kontol telanjangku menempel pada
bagian luar dasternya. Dan sekali gerak lagi, daster itu terangkat
sampai di pangkal pinggangnya. Terasa ujung kontolku menempel langsung
dengan daerah yang sudah luar biasa basah. Vagina mba yul!
Tanpa tunggu lama, tanganku kembali ke bukit kecil di dada mbak yun,
sedangkan kontolku berusaha menerobos memeknya yang sudah terlewati dua
orang anak itu. Walaupun memek itu kecil, tetapi daya elastisitas dan
cairan licin yang sudah melumurinya sangat memudahkan kontolku untuk
menerobos relungnya. Bleeeessss… ku dengar mbak yun melenguh. Tetapi
setengah jalan kontolku menyusuri lobang vagina lembutnya yang super
basah itu…DUK!
Mentok!
Apa ku bilang, relung vaginanya cetek! Wanita dengan relung seperti ini
sangat jarang, mungkin 1000:1. Dan rasanya ngentotin wanita model gini
man…tiada duanya. Aku mendorong kontolku lagi. Kupaksakan. Aku merasakan
dada mbak yun berhenti bergerak, dia menahan nafas. Aku paksakan lagi,
dan lagi, dan lagi. Kontolku melejat lejat liar memenuhi relung
vaginanya, seakan kontolku mengobok obok semua relung vaginanya sampai
batas yang terdalam. Aku tahan sumpalan kontolku di sana sejenak, lalu
aku tarik mundur sedikit pantatku. Dan di saat dia melepaskan nafasnya.
Sekuat Tenaga aku lesakkan lagi ke dalam.
“HEGGGTTHH!” sentaknya sepontan sambil menutupi mulutnya dengan tangannya sendiri.
Rangsangan itu begitu besar menerpa dadaku. Kenikmatan mentok di relung
vaginanya, membayangkan letupan kebutuhan dan gairah seorang wanita
menikah yang mungkin sudah berbulan bulan tidak terpenuhi membuatku
begitu melayang, begitu terangsang. Di tambah tingkah laku jaim yang di
tunjukkan oleh kakak iparku itu, yang seakan tidak mau berterus terang
kalau dia juga menikmati persetubuhan ini, membuatku semakin melayang.
Ku tinggalkan dada mungil nya, kini tanganku mencengkeram erat
pinggulnya, membantu hentakan gerakan pinggulku yang seperti kesetanan,
bak piston dengan kekuatan penuh memompa relung vaginanya dari belakang.
Sedangkan dia terlonjak lonjak seiring dengan ritme sodokanku.
JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !!
Aku terus memompa, dan dia kini membekapkan kedua tangannya ke mulutnya
sendiri. Linu, nikmat, sensasional…pokoknya sangat susah di gambarkan
apa yang aku rasakan saat itu.
“EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !!” Suara suara
hentakan nafasnya terdengar seiring hujaman kontolku di vaginanya.
Masih dengan kedua tangannya membekap mulutnya sendiri, aku melihat
lelehan air mata di pipinya, tapi tanpa isyarat penolakan sama sekali,
entah mengapa hal itu malah semakin melambungkan gairahku. Hampir 20
menit aku menyentak sentakkan kontolku di relung vaginanya, dan entah
berapa kali aku merasa ada siraman panas di sana. Entah berapa kali dia
mendapatkan orgasme, yang pasti giliranku hampir sampai. Aku hentakkan
kuat kuat pinggulku, ku hujamkan dalam dalam kontolku di trelung
vaginanya dan ku semburkan pejuhku kuat kuat di sana. Kurasakan dia juga
mengejang dan menahan lenguhan…
CROTT !! CROTT…!!! CROOOTT…CROT…CROTT!!!
Entah berapa kali aku melejang, mengejang dan menyambur, diriringi
lenguhan, akupun lemas di belakang tubuh mugil kakak iparku. Sengaja
kontolku tidak aku lepas, aku peluk dia lagi erat erat dan ku pejamkan
mataku. Malam itu aku ingin tertidur dengan kontol masih ada di dalam
vagina mbak yun, kakak iparku yang mungil dan manis. Tak di sangka, dia
juga memeluk erat tanganku dan ikut tertidur pula di pelukanku.
No comments:
Post a Comment