Aku terbangun dengan pemandangan samar sebuah wajah mungil yang menatapku lekat lekat.
“eerrgghhhmmmm…mbak yun, bikin kaget aja…” sapaku sambil mengolet dan berjuang membuka mata.
Mbak yun cuman tersenyum senyum, duduk bersimpuh di depanku sambil masih
menatapku lekat lekat. Aku gulung majalah yang masih ada di tanganku
lalu dengan canda ku pukulkan ke jidatnya. Dia tertawa.
Memang, setelah libidoku kalah telak dengan rasioku, alih alih menubruk
tubuh seger yang dapat ku patikan akan menyambut entotanku dengan senang
hati itu, tetapi aku malah menghidupkan TV dan membaca baca majalah
sambil gelesotan di karpet dan bersandar di sofa tempat mbak yun
tertidur. Rupanya udara panas siang itu juga mampu menyihirku, lalu aku
juga jadi tertidur dan mbak yun bangun duluan lalu ikutan menjeplok di
depanku sambil melihatku seperti itu.
“orang lagi tidur kok diliatin kaya gitu, emang tontonan? Dasar mbak rese ah!” protesku lanjut.
“halah…GR, lagian sapa juga yang liatin kamu dik? Hihihi…” jawabnya
Aku menatapnya bersila dengan hotpants itu, semerta merta libidoku
bangkit kembali. Semerta merta rasioku menenangkanku lagi. Kejadian
brengsek macam apa pula ini?...
Ku lirik jam tanganku, jam 15.15. welah, ternyata aku tertidur cukup lama.
“maaf, tadi pas aku pulang, mbak masih bobo, mau tak bangunin tapi
keliatannya pules banget, makanya tak tungguin aja, eh malah aku ikut
ketiduran sampe sore gini…yaudah, ayo siap siap mba, kita ke toko cari
keperluan mba…ke matahari aja kali ya, satu tempat komplet semua…”
kataku lagi sambil berusaha bangun.
Mba yuni tidak menjawab, hanya ikutan bangun sambil masil menatap
wajahku. Tatapan yang ku kenal secara pasti. Tatapan yang sama dengan
wanita wanita yang berhasil ku pecundangi dengan rayuanku, tatapan
seorang wanita yang tertakhlukkan. Tatapan seorang wanita yang…jatuh
cinta…dan itu menakutkanku!! Karena dia sama sekli bukan targetku dan
tidak sedetikpun aku dapat membayangkan mbak yun falling in love dengan
ku. It’s gonna be damned complicated kalo sampai terjadi. Tapi rasioku
dengan jelas memaparkan alasan yang logis, apabila itu semua terjadi.
Aku satu satunya orang yang mungkin dia anggap “baik” dalam tahun tahun
belakangan ini, walau diakui atau tidak, semalem aku telah
“memperkosanya”, hanya saja, perkosaan itu entah di anggap sebagai apa
olehnya.
“oi! Haloo…! Ada orang di sana…??” godaku sambil melambai lambaikan tanganku di wajahnya.
“eh?”
“aku nanya, yang mau mandi mbak yun dulu aku aku dulu? Mendingan kita
berangkat sorean, jadi waktuya bisa lega…” kataku lagi mengulang
pertanyaanku.
“eeh, dik deni dulu juga ga papa deh…” jawabnya
“ato mandi barengan?” candaku
Dia hanya terkikik lalu mecubit pinggangku (lagi) “jangan nakal ah, aku kan kakak mu”
“hehehe…eh mba…anu…eee…semalem…aku minta maaf ya, aku bertindak sangat
sangat kurang ajar kapada mba…eee…mohon mba sekali lagi memaafkan aku
dan menyimpan kejadian itu di antara kita aja…ku mohon…” kataku
terusterang mengungkapkan apa yang masih mengganjal di pikiranku.
Mbak yun kembali tersenyum, sebuah reaksi yang kurang bisa kuterka.
“ga papa dik, dik deni gak perlu minta maaf untuk itu…” jawabnya sambil tertunduk.
“sakit banget ya mbak? Aku liat mbak menagis pas tak gituin semalem,
pastinya aku melukai mba banget ya? Aku mohon maaf banget ya mba…”
“iya ga papa, dah mbak bilang ga papa, toh mba juga bukan perawan, mba
udah punya dua anak malah…jadi mba paham kebutuhan laki
laki…hehehe…sebenrnya mba gak keberatan bantu dik deni
melampiaskan…itu…maksudnya…kalau dik deni masih mau…mba…anu…juga gak
keberatan…maksudnya…eh…anu…cuman…emang linu banget…abis…kegedean…”
jawabnya terbata bata sambil tetap nunduk malu malu. Bikin tanbah gemes
aja.
“tapi masa segitu sakitnya sampai bikin mba nagis”
“ooo…masalah nangis itu…anu…mba semalem agak kaget dan kacau…maaf kalau
tangisan mba membuat dik deni merasa bersalah, maksudnya, dik deni gak
usah merasa bersalah melakukan itu ke mba semalem…karena…mba
juga…ee…anu…menikmatinya kok…”
“bener mba yun menikmatinya?”
Mbak yun tidak menjawab hanya ku lihat mukanya memerah, aku sih yakin
bener dia menikmatinya, lenguhannya, orgasme nya yang berkali kali…dan
toh sebelum ku sodokin kontolku di lobang memeknyapun, dia sudah basah
banget…cuman, pengin aja denger dari mulut dia…hehehe…menjajaki sejauh
mana wanita alim ini mampu ngomong jorok…
“iya…mbak menikmati, ee…malah mbak sampai…anu…berkali kali…”
Aku tersenyum geli, anyway, cukup segitu dulu kali ini, aku juga gak mau
mendorongnya terlalu keras. Sambil menggeloyor aku menggandeng
tangannya. Mbak yuni ngekor aja waktu ku bombing ke kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, aku melepaskan semua baju yang menempel di
tubuhku hingga aku telanjang bulat. Aku dekati dia perlahan lahan. Mbak
yun semakin menunduk, bahkan dari jarak ini, dapat ku rasakan detak
jantungnya yang berdetak kencang macam marching band. Ku sandarkan
punggungnya ke tembok kamar mandiku, tepat di bawah shower, lalu aku
mundur selangkah.
Dalam jarak ini, aku tahu dia dapat melihat setiap sudut dari lekuk tubuhku yang emang sangat ku jaga dengan rajin nge gym ini.
“kalo gitu, mba bantu aku ya, aku terangsang lagi tadi pas melihat mbak
bobo…aku gak minta banyak kok mba, cuman liat tubuh mba aja
sambil…masturbasi…”
Mbak yun diam. Aku mulai beratraksi, pelan pelan aku mengocok kontolku
sambil pandanganku menjelajah tubuhnya. Ku buat pandanganku setajam
mungkin hingga dia pasti merasa tertelanjangi dengan tatapan mataku ini.
Aku masih terus mengocok kontolku yang sekarang sudah hampir 100%
tegang masih dengan ritme pelan. Mbak yun mulai bereaksi. Dia mulai
mengangkat tangannya kearah kontolku. Aku menghentikan kocokan dan
memberikan kesempatan untuk jari kecilnya yang mulai mendekati kontolku.
Dia memegangnya, mengelusnya lembut lalu mulai meremasnya. Dan aku
melenguh.
“gede…banget…” gumannya sambil terus mempermainkan kontolku
“mbak suka kontolku?” tanyaku menguji, sengaja aku gunakan kata kata yang hard core
“heheh…geli…mbayangin aja dah linu…”
“emang apa yang mba bayangin?” desakku
“heheh…eh…ya…mbayangin…melakukan hubungan suami istri kaya semalem…” jawabnya.
Hubungan suami istri??? Weleh, kata kata itu…semakin membuatku penasaran ingin membuat dia bicara kotor.
“mungkin linu karena…lorong vagina mba pendek, jadi langsung mentok ke
dinding rahim…tapi dengan begitu malah…semua relung kewanitaan mba
terjamah kan dengan penisku?” pancingku lagi
“eh..iya…kira kira begitu lah…mentok…”
“mba…”
“iya”
“aku boleh cium bibir mba?”
“eh?...boleh…” lalu dia langsung bengkit dan menyorongkan bibirnya ke
bibirku sambil matanya setengah terpejam. Aku menahan kepalanya dengan
kedua tanganku, menghentikan kecupannya sebelum sampai ke bibirku.
“eh? Kenapa?” tanyanya, nafasnya sudah semakin berat, aku tahu dia luar
biasa terangsang sekarang, hanya sisa sisa kealimannya yang masih bisa
membuatnya sedikit dapat jaim.
“bukan bibir yang itu” kataku sambil mengambil posisi jongkok
“bibir yang ini” lanjutku sambil mengelus pelan memeknya dari luar hotpants istriku yang dia kenakan.
“eh…maksudnya? Itu kan…anu…”
“ini kan juga bibirnya mba yun, bibir bawah, bibir vagina, boleh ya mba? aku ingin menciumnya…”
“eh…kalo…dik deni memang pengin beneran…mba…anu…eh, gimana ya dik, mba belum pernah…di cium…di situnya mba…”
“kalau mbak boleh, tolong bantu aku pelorotin celananya mba…” sergahku
Dengan ragu ragu mbak yun memelorotkan celananya, pelan. Rambut itu ku
lihat tumbuh jarang jarang di bagian bawah pusar. Serining turunnya
kolor hotpants yang dia tarik dengan tangannya, semakin ke bawah, rambut
itu kelihatan semakin melebat…tetapi tidak juga lebat. Lalu lobang itu
mulai terlihat celahnya, dan tidak perlu waktu lama, vagina polos mbak
yun sudah terdisplay di depan mataku. Berwarna coklat tua, bibir yang
sudah pernah mengeluarkan dua orang orok itu terlihat berkilat karena
lendir yang mulai membasahnya. Aku memuaskan mataku memandang sorga
dunia itu. Tak berapa lama, ada cairan yang menetes. Ough…ternyata mbak
yun jenis cewe yang berlibido tinggi, dengan terangsang saja cairan
vaginanya sudah menetes netes tidak karuan.
“dik…” desahnya memelas.
Aku tau apa yang mau dia katakana, sebelum dia berubah pikiran, bibirku
sudah mendarat di atas lobang memeknya. Diapun melenguh tinggi dan
secara reflek mencoba melengkungkan badannya ke belakang, menghindari
sapuan bibirku di mulut memeknya.
“uuuuggghhhhttt…”
Tapi aku tidak kalah cepat, ku tahan pantatnya. Diapun terjajar ke
belakang sampai punggungnya membentur tembok kamar mandi, tepat di
posisi di mana aku menyandarkannya tadi. Gerakan mundur sudah tidak bisa
dilakukannya. Aku mengangkangkannya dan menyelempangkan paha kanannya
ke pundakku. Dengan begitu akses mulutku ke memeknya jadi terpampang
luas. Memek itu terbentang pasrah beberapa cm dari hidungku. Tak
kusangka memek mbak yun beraroma lain, seakan aku bisa mencium hormone
kewanitaannya ikut mengalir bersama cairan memeknya.
Tanpa menunggu waktu lagi, aku mulai memproses memek yang menurut
pengakuannya baru sekali “dicium” oleh bibir pria. Aku mengulum,
menjilat, menyedot, menyeol nyeol itilnya dan menyodok nyodoknya dengan
lidahku. Memek itu benar benar kunikmati. Dari ujung pusar di perutnya
sampai lobang anusnya tidak luput dari garapanku. Mbak yun mendesah,
tersenggal sampai menjerit dan meliuk liuknkan tubuhnya menikmati setiap
sensasi permainan lidahku. Berkali kali cairan vaginanya membanjir,
berkali kali aku tau dia orgasme. Tapi aku tak memberinya ruang untuk
bernafas. Permainan silat lidahku terus menghajarnya sampai satu titik
dia menjerit, terliuk ke belakang lalu ambruk ke samping. Dia mengalami
orgasme yang ke sekian kalinya.
Mbak yun rubuh, mungkin kakinya sudah terlalu lemas untuk menopang badan
mungilnnya. Aku merengkuhnya, meletakkannya di dalam pelukanku. Kita
berdua duduk menjeplok di lantai. Badan lemasnya berlawanan 180’ dengan
kontol tegakku. Masih di pelukanku, walau tersengal sengal mbak yuni
sudah mulai tenang. Aku dengan sabar menunggunya sambil membelai belai
rambutnya.
“mbak yun gak papa?” tanyaku
“heh..heh…heh…kamu…gila…dik…heh…tulangku…seperti…d i…lolosi…semuanya…lemes…banget…rasanya…” jawabnya dengan tersengal sengal
“yang tadi…mbak yun juga menikmatinya?” godaku sambil tersenyum
“heh… eh…mbak gak bisa…mengungkapkan dengan kata…kata…baru sekali ini…mbak…heh…heh…”
“tapi mba, aku masih belum jadi…liat nih, si jonny masih berdiri tegak…”
Mbak yun, masih dengan gerakan lemas berusaha mengusap kontolku.
“waduh…dik…mbak bisa pingsan kalau kamu sodok sekarang…tadi aja, mbak entah berapa kali…”
“hehehe…ya udah, kalau gitu istirahat aja dulu…”
“dik…tadi…itunya mbak…maksudnya…cairan mbak kamu telen yach?...”
Aku cuman tersenyum nakal
“makasih banget ya dik…” lanjutnya
Eh? Sumpah, pernyataan ini aku gak mudheng maksudnya apa. Aku hanya
tersenyum, mencium sekilas bibirnya lalu mengangkatnya berdiri. Kusiram
tubuhnya dengan air hangat dari shower. Kusabuni setiap mili tubuhnya,
lalu aku pun mengguyur tubuhku. Kita kali ini “mandi” beneran. Sampai
sehabis mandi pun aku handuki badannya, ku perlakukan dia bener bener
istimewa, mungkin di pikirannya dia jadi ratu semalam…hehehe… Dan dia
beneran masih gemeteran sampai aku selesai mengeringkan badannya dengan
handuk dan mendudukannya di tepi ranjang. Lucu aja, mengingat mbak ku
ini bukan perawan yang baru saja mengenal sex, dia sudah beranak dua.
Bicara tentang perawan, aku jadi teringat waktu memerawani Karin, anak
seorang istri simpanan yang tinggal di rumahku yang kukontrakkan. Persis
sama, Karin juga gemetar seperti itu selesai ku garap. Dan setelah
beristirahat sebentar, dia malah yang mancing mancing minta tambah.
Waktu itu, keperawanan anak kelas dua SMP dijual Rp. 7,5jt oleh ibunya,
walau akhirnya aku kasih Rp. 12,5 dan bonusnya…well…long term…Karin
bahkan sampai menyatakan sayang padaku, iblis yang telah membeli
keperawanannya, plus ibunya juga bisa ku sodok kapanpun. Bahkan waktu
kenaikan kelas ke kelas 3, mereka ku ajak berlibur ke jogja, dan kita 3
some di kamar hotel. What a sin.
Kembali ke mbak yuni, dia masih juga gemeteran setelah beberapa saat
bersandar di dadaku. Dia sudah kering ku handuki, bahkan sudah ku
pakaikan kimono istriku. Aku memangku dia di ranjang dalam posisi
setengah duduk sambil memeluk tubuh gemetarnya. Tiba tiba, entah setan
darimana yang merasukinya, dia berbalik menghadapku. Mengangkangiku,
menyibak kimono kita dan mengarahkan kontol tegangku ke memeknya.
“eeeggghhhh…ayo dik, kalau gak di tuntaskan bisa bisa mba gemeteran terus…”
Aku memandang matanya sambil tersenyum, aku menduga duga, apakah dia
terkena efek titik balik dari orgasme berkelanjutan (multiple orgasm).
Ini hal langka, aku hanya membacanya di majalah pria. Dan tidak
sekalipun dalam hidupku bermimpi dapat melihatnya.
Pantatnya turun sedikit demi sedikit pada saat mencoba melesakkan
kontolku ke relung vaginanya. Dan seperti kemarin malam, mentok di titik
50-60% dari panjang kontolku. Mbak yun manatap mataku, aku tersenyum
penuh arti.
“EH, tunggu dik, jang…ACHHHKKKG !!!”
Mbak yun tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena aku sudah
mendahuluinya dengan sodokan kuat. Tubuh mungilnya terlempar ke atas,
lalu terjatuh lagi dengan kontolku masih bersarang di memeknya.
Kubiarkan dia mengambil nafas.
“oogghh…gedhe…banget…dik…”
“apanya yang gedhe mbak?” tanyaku berbisik
“punyamu…”
“apaku?”
“punyamu dik…”
“namanya apa mba?”
“oo…pen…penis…”
“aku lebih suka bahasa jawanya mba…namanya apa?”
“egh…kont…konthol…mu…dik…gedhe…banged…mbak…heh…mba k…suka…enak…”
Aku mengubah posisi, menelentangkannya, kedua kakinya kini mencuat ke
atas, dengan lembut ku taruh di kedua pundakku. Lalu sambil menatap
kedua matanya, aku bertanya lagi.
“namanya apa tadi mbak yun? Yang bahasa jawa?”
“ehh…kont…kontHOUGHHLLLGHHHKKKKKKKKK…KKKHHGGGG…EGH G…EGH…”
Sekali lagi sebelum dia menyelesaikan kata itu, aku sudah menderanya.
Kali ini posisiku dominan banget, Man On Top. Kedua kakinya yang aku
selempangkan ke pundakku membuka akses seluas dan sedalam dalamnya
terhadap memeknya. Sodokankupun langsung aku mulai dengan RPM tinggi.
Kali ini bukan hanya menghentak, mbak yun benar benar menjerit. Puas
menghentak dinding rahimnya, aku putar pantatku, diameter kontholku yang
memang sudah menyesaki lorong memeknya memilin, menggesek tiap inci
dari relung vaginanya. Jeritan itu berubah menjadi lolongan panjang.
Hampir 20 menit aku menggoncang dunia sempit mbak yun dalam posisi itu
ketika dorongan itu mulai mendekat.
Aku sudah mau sampai, ku percepat sodokanku. Mbak yun sudah tidak nampak
sebagai wanita alim berjilbab lagi, dia mengerang, melolong dan
menjeritkan kalimat kalimat kotor.
“AARGGHH..ANNJJJIINKK…ANJJJINKK…ENAGGGHHH…OOGGHH…D ALLLEM
BANGGEEDDD…KONNTHHOL…AAARRRGHH…ACH…ACH..ACH…ACH…AA
A…MEMEKKUU…ACHH..NJJINKK…ENTOT AKU DIK…ENNNAGH…AARRGHHH…EEGGHH..NNNTOOT
MEMEKKU DIKK…DIKKK…ANNNJIIINKKK…AGHKUU…KELUARRR…ANJJJINKKK
…TERUUUUSSS…!!!!”
Spreiku sudah basah tak karuan rupa, cairan memek dia seakan tidak
berhenti mengalir dari orgasme ke orgasme yang di dapatnya. Gencotanku
ku percepat…RPM sangat tinggi…mbak yun melengking…dan sesaat sebelum aku
menyemprotkan spermaku ke liang memeknya.
“AGH…!!” mbak yun tersentak ke belakang dengan keras lalu tiba tiba terdiam.
Apa boleh buat, aku terlanjur sampai di ujung, dengan membenamkan
kontolku sedalam dalamnya, aku memuntahkan spermaku ke rahimnya.
CROOTT…CROTTT…CROTTT…CROTTTT…CROOTTTT…CROTTTTT…
Lemas, tapi aku langsung menepuk nepuk pipinya, sempet takut campur panik gitu…
“aaaa…hhhh…”
Ada desahan lirih dari mbak yuni…selamat ternyata dia tidak pingsan atau kenapa kenapa…
Akupun langsung tumbang diatas tubuhnya. Mbak yun dengan sisa sisa
tenaganya mengangkat tangan dan memeluk punggungku. Tapi tak berapa lama
tangan itu terkulai lemas lagi.
“hehehe…gila, mbak yun luar biasa, aku sampai lemas banget…” kataku tersenggal senggal.
“vaginaku…rasanya mau jebol…heheheh…” jawabnya, ternyata sopannya sudah balik.
“sakit?”
“enaaakk…”
Lalu kita tergelak bersama, malam itu kita tidak jadi belanja, melihat
kondisi mbak yun yang tidak memungkinkan. Dia beneran lemes, sampai mau
nonton TV aja minta gendong…manjanya ngalahin ABG. Belanjanya kita
reschedule besok saja. Besok, aku juga berencana mengambil cuti, untuk
“menemani” mbak ku tersayang.
No comments:
Post a Comment