Ujian kenaikan kelas telah berakhir dan dengan nilai raport yang
pas-pasan aku pun merangkak naik ke kelas 3. Berbeda denganku, Sonya,
yang kali ini nilai raportnya naik dan menjadi rangking 3 di kelasnya
melenggang mulus naik ke kelas 2 SMP, begitu juga dengan adiknya, Tia,
yang nilai raportnya sama bagusnya dengan kakaknya, naik ke kelas 3 SD.
Hal ini membuat bapak dan ibu Sis merasa gembira dan bangga terhadap
anak-anak gadisnya.
"Tia, Sonya, papa dan mama sangat bangga pada kalian yang rajin belajar
selama ini, untuk itu papa akan mengajak kalian berlibur ke Bali!" kata
Pak Sis yang disambut dengan sorakan kebahagiaan oleh Tia dan Sonya.
"Si abang juga harus ikut ya Pa!" kata ibu Sis kepadaku yang langsung
ditimpali oleh Pak Sis, "Iya, kamu juga harus ikut karena kata ibu,
selama ini kamulah yang selalu membantu Tia dan Sonya dalam belajar,
jadi kamu juga pantas mendapatkan hadiah!"
"Maaf Pak, Bu, kelihatannya saya tidak bisa ikut kali ini karena saya
harus ke Jakarta berkumpul bersama keluarga, saya sudah kangen untuk
bertemu ayah ibu serta adik-adik" Jawabku.
"Iya ya Pa, si abang ini khan sudah lama bersama keluarga kita, jadi dia
pasti ingin berkumpul dengan keluarganya selama liburan ini." Kata Ibu
Sis.
"Baiklah kalau begitu, sampaikan salam kami kepada orang tuamu ya!" Kata Pak Sis.
"Baik Pak!" jawabku.
Akhirnya, aku pun bisa berkumpul kembali dan menikmati masa liburan yang
menyenangkan bersama keluargaku. Selama berlibur, kadang-kadang aku
teringat masa indah bersama Sonya, di mana aku selalu memberinya
kenikmatan oral seks sampai tubuh kecil itu menggelinjang-gelinjang tak
karuan kala getar orgasme yang dahsyat melanda dirinya. Selama itu pun
aku tidak pernah menagih janji Sonya untuk mengajak adiknya agar mau
kuberikan pelajaran "os" ku. Setiap ada kesempatan yang menurutnya
"aman" ia pasti memintaku untuk "memberinya", dan tentu saja selalu
kuturuti karena aku juga sangat menikmatinya. Semakin hari permintaannya
semakin sering, mungkin seiring dengan bertambah dewasanya Sonya dan
hormon-hormon tubuhnya pun mulai aktif mengakibatkan nafsunya pun
meningkat sampai-sampai terkadang aku harus menolaknya karena menurutku
keadaan di rumah sedang "belum-aman".
Selain memberinya "os", aku juga sering mengajaknya menonton film yang
bertema blowjob dan cumshots sambil memberinya semacam pengertian. Aku
sangat berharap bahwa suatu hari nanti Sonya dengan kesadarannya
sendiri, tanpa paksaan mau mengkaraoke milikku. Reaksi Sonya ketika
menonton film-film tadi sebenarnya biasa-biasa saja karena memang ia
telah sering kali kuperlihatkan adegan seperti itu, tetapi reaksinya
berubah ketika suatu hari aku memperlihatkan kepadanya film bukkake
jepang yang kupinjam dari temanku yang memang anak orang kaya itu.
Aku berani mengajaknya nonton malam itu karena bapak dan ibu Sis sedang
menginap di luar kota sedangkan si Was, pembantu, sudah tidur di kamar
belakang. Biasanya ketika menonton film blowjob dan cumshots, Sonya
masih bisa bersenda gurau denganku sambil menggelitiki pinggangku dengan
jarinya yang nakal secara tiba-tiba di tengah adegan yang sedang seru
sehingga suasana pun berubah jadi canda dan tawa yang sering pula
kuakhiri dengan memberinya "os".
Kali ini Sonya tampak terlihat serius, ia bertanya mengapa banyak sekali
laki-lakinya yang hanya mengenakan celana dalam saja sedangkan
perempuannya hanya satu dengan berpakaian semacam jas hujan yang tipis
di ruangan yang besar itu. Aku pun segera menjelaskan bahwa tidak perlu
khawatir, perempuan itu tidak akan disakiti, lalu kudekap dia dari
samping sambil menemaninya menonton.
Kali ini tidak ada canda dan tawa karena Sonya terlihat sangat serius,
ia sangat ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap
wanita tadi. Aku tersenyum kagum melihat rasa keingintahuan yang sangat
besar dari gadis kecil yang cantik ini, sambil masih kudekap kubelai
lembut kedua lengannya.
Terlihat di layar kaca, para pria melakukan onani dan mengeluarkan
spermanya di dalam sebuah gelas besar yang sekarang mulai terisi
setengahnya, sementara wanita satu-satunya dalam ruangan tadi juga
tengah sibuk memberikan blowjob kepada beberapa pria lain yang tempatnya
agak jauh dari gelas besar tadi.
Aku melihat raut kebingungan pada wajah Sonya mengenai apa sebenarnya
yang sedang ia tonton, tetapi ia berusaha untuk tidak bertanya kepadaku
seolah-olah ia ingin menemukan sendiri jawaban dari kebingungannya.
Sonya terlihat takjub tatkala ia melihat bahwa gelas besar itu telah
terisi penuh dengan sperma seluruh laki-laki yang ada di ruangan itu.
Kali ini terlihat wanita itu mendekati dan berdiri tepat di hadapan
gelas besar yang sudah terisi penuh sperma itu dan ia didatangi oleh
seorang laki-laki yang memakai baju lengkap (mungkin sang sutradara)
yang berbicara pada si wanita tadi yang terlihat mengangguk-angguk dan
tersenyum tanda mengerti.
Seusai memberikan mungkin semacam arahan (karena dalam bahasa Jepang,
aku jadi kurang ngerti), sutradara itu pun pergi dan kamera didekatkan
pada si wanita cantik yang kini sudah memegang gelas besar penuh sperma
tadi dengan kedua tangannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum di
depan kamera dan membungkukkan badan tanda memberi hormat lalu.. lalu ia
mulai meminum seluruh sperma yang ada di dalam gelas besar tadi.
Ketika pertama kali aku menontonnya di tempat temanku, aku benar-benar
kaget setengah mati akan apa yang kulihat, tapi sekarang aku sudah bisa
lebih mengontrol diriku, apalagi sekarang aku berada di depan Sonya. Aku
segera melihat ke arah Sonya untuk mengetahui bagaimana reaksinya,
dengan mata yang terus menatap ke arah layar kaca kembali terlihat raut
wajahnya berubah dari serius menjadi raut wajah orang yang sedang
terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya membuka tapi tidak terucap
satu kalimat pun, yang terdengar hanyalah suara desah keterkejutan,
"Haah!?"
Sonya terus memperhatikan si wanita yang pada akhirnya berhasil
menghabiskan seluruh sperma yang terdapat di gelas besar itu dengan
meminumnya lalu ketika selesai ia tersenyum puas penuh kemenangan dan
mengangkat gelas besar yang kini kosong itu tinggi-tinggi dibarengi
dengan suara gemuruh tepuk tangan para lelaki yang ikut menyumbangkan
seluruh sperma tadi.
Film itu pun selesai dan seperti biasa aku segera membereskan semuanya
sementara Sonya terlihat masih duduk sendiri di sofa diam membisu
seolah-olah ada sesuatu yang tengah mengganggu pikirannya. Setelah
semuanya beres, aku datangi Sonya sambil kupegang kedua bahunya dan
bertanya,"kenapa Sonya cantik?" kok kayak orang yang kebingungan sich?"
Ia hanya menatapku dengan pandangan kosong tak menjawab pertanyaanku.
"Tadi Sonya udah lihat khan bahwa abang tidak bohong!" wanita sangat
menyukai meminum sperma dan Mbak yang tadi Sonya lihat sudah
membuktikannya!" jelasku.
Sonya tetap diam tidak menjawab dan aku sungguh tidak tahu apa yang
dipikirkannya, segera kuangkat badannya dan membawanya ke kamar tidurnya
pelan-pelan agar adiknya, Tia, tidak terbangun. Setelah kuselimuti
tubuhnya aku mengucapkan selamat tidur sambil sebelumnya kuberi dia
ciuman lembut selamat malam di bibirnya yang tipis itu. Semenjak
menonton film itu, perilaku Sonya menjadi agak aneh, ia menjadi agak
pendiam dan terlihat ia menahan diri untuk tidak meminta "os" padaku.
Aku tahu hal itu dan menghormati keputusannya dan mungkin hal inilah
yang membuat hubungan kami semakin dekat dan membuat rasa sayangku
padanya semakin besar. Kira-kira dua minggu sampai aku berpisah dengan
Sonya karena berlibur, aktivitas "os" untuk Sonya diistirahatkan dan ini
membuatku sangat merindukan kehadirannya.
Liburan yang menyenangkan bersama keluargaku berakhir sudah, dan aku
sudah harus cepat-cepat kembali ke kota kembang untuk persiapan
sekolahku. Sore itu, ketika tiba di rumah, bapak dan ibu Sis menyambutku
dengan hangat, mereka menanyakan kabar keluargaku dan kusampaikan bahwa
mereka baik-baik saja lalu kuberikan oleh-oleh yang sudah dipersiapkan
keluargaku khusus untuk bapak dan ibu Sis sekeluarga.
Aku bertanya ke mana Sonya dan Tia, karena aku tidak melihat mereka lalu
ibu Sis menjawab bahwa Sonya dan Tia tadi diantar pergi berenang dan
ditemani si Was. Ibu Sis juga merasa kaget ketika mendengar tiba-tiba
Sonya ingin mengajak Tia, bapak dan ibu Sis untuk berolah raga renang,
karena biasanya Sonya kurang menyukai olah raga.
Aku tersenyum senang mendengarnya karena akulah orang yang
menganjurkannya agar berolah raga renang, karena selain menyenangkan
berenang bisa membuat tubuh menjadi sehat dan juga membentuk tubuh
menjadi indah. Bapak dan ibu Sis kemudian menyuruhku untuk beristirahat
di kamar yang biasa kutempati, sementara mereka sibuk membereskan
oleh-oleh yang kubawakan. Selesai membereskan barang bawaanku, aku pun
tertidur karena lelah. Kira-kira pukul 20 aku bangun dari tidurku lalu
beranjak menuju ruang makan, tetapi ketika melewati ruang tengah, aku
bertemu dengan Tia dan Sonya yang sedang menonton TV. Mereka terlihat
begitu senang melihatku dan langsung keduanya berlari ke arahku.
"Abaang, apa kabar, Sonya kangeen sekali sama abang!" kata Sonya sambil memeluk pinggangku dengan erat.
"Iya, Tia juga kangen sama abang!" kata Tia yang memeluk paha kiriku juga dengan erat.
"Halo anak-anak manis, abang juga kangen sama Sonya dan Tia!" kataku sambil membelai sayang kepala keduanya.
"Papa dan mama mana?" tanyaku.
"Sedang pergi!" kata Tia.
"Iya, ke kondangan perkawinan!" Sonya menimpali.
"Kalian kok ngga ikut?" tanyaku lagi.
"Tia capek!"
"Sonya juga bang, tadi khan kita abis berenang, jadi sekarang pengen istirahat sambil nonton kartun di rumah" jelas Sonya.
"Was mana?" tanyaku lagi.
"Udah tidur!" jawab Tia.
"Iya, dia juga khan capek berdiri terus di pinggir kolam ngeliatin kita berenang!" kata Sonya.
"Ya sudah, sekarang makan dulu yuk, abang sudah lapar nich!"
Mereka setuju, tapi dasar manja, Tia tetap bergelayutan di kaki kiriku,
sehingga setiap aku melangkah ia pun ikut terangkat oleh kakiku
sementara Sonya bergantungan di punggungku, mereka berdua tertawa-tawa
gembira dan minta digendong keliling ruang tamu dua kali dulu baru
menuju ruang makan, malam itu aku bahagia karena bisa membuat dua
bidadari kecilku itu merasa gembira.
Selesai makan dan membereskan ruang makan, kami kembali ke ruang tengah
untuk bersantai sambil menonton film kartun bersama-sama. Aku dan Sonya
duduk di Sofa, sementara Tia duduk di karpet sambil memegang remote TV.
"Bang, waktu liburan, abang pernah mikirin Sonya nggak?" Sonya bertanya padaku.
Aku menatap ke arahnya dan menjawab "Iya sayang, tentu saja abang teringat sama Sonya dan juga Tia".
Mendengar jawabanku ia tersenyum senang.
"Memangnya ada apa cantik?" tanyaku.
"Iya, soalnya Sonya juga teringat terus sama abang", jawabnya.
"Itu namanya Sonya kangen sama abang" sambutku sambil menyentuhkan punggung tanganku dengan lembut ke pipinya yang mulus.
Tiba-tiba, Tia bangkit dari karpet dan berlari ke arah belakang sofa
lalu berdiri tepat di belakangku, ia mengalungkan kedua lengannya di
leherku dan menangkupkan wajahnya di pundak kiriku sambil berkata,
"abaang, itu ada film hantu di TV, Tia takuut!".
"Tenang Tia, di sini khan ada abang dan Kak Sonya, jadi Tia tidak perlu takut", kataku sambil membelai kepalanya.
Jam di dinding menunjukkan pukul 22, "sebaiknya Tia bobo sekarang, istirahat, hari ini khan cape abis berenang", kataku.
"Tapi Tia takut sendirian, Kak Sonya temenin Tia bobo ya", kata Tia.
Sonya tersenyum dan mengangguk.
"Nah ayo sekarang Tia dan Sonya pergi ke kamar dan bobo!" perintahku.
"Tia mau, tapi harus digendong lagi sama abang sampai ke kamar yaa" pinta Tia manja.
Aku pun bangkit, lalu dengan membentangkan kedua tanganku dan bergaya
seperti monster yang mau menangkap mangsanya, aku berkata dengan suara
yang kubuat seserak dan seseram mungkin "Hrrmm.. hrrmm.. mana anak kecil
yang mau digendong monster.. hrrm.. hmm..
"Kyaa.. ada monster!" Tia berteriak sambil tertawa senang.
Ia dan Sonya yang juga sudah berdiri berlarian mengelilingi sofa,
berusaha menghindari kejaran sang monster sambil tertawa-tawa gembira.
Ya, mereka senang dengan permainan ini karena kami sering memainkannya
sejak lama. Akhirnya aku pun berhasil menerkam Tia dan kami bergulingan
di karpet.
"Kyaa.. Kak Sonya, tolong Tia!" Tia berteriak sambil tertawa kegirangan.
Sonya pun datang dan berusaha untuk menolong melepaskan adiknya dengan
menarik lenganku dan dengan satu gerakan, kubuat Sonya juga rebah di
karpet dengan posisi telentang dan dengan cepat kupeluk perutnya serta
kurebahkan kepalaku di dadanya yang terasa lembut dan hangat. Posisi itu
membuatku sangat terangsang.
Kami masih bergulingan sambil tertawa-tawa hingga beberapa saat, lalu aku menggendong Tia.
"Yak, sudah waktunya goddess-goddess kecil abang ini bobo!" kataku.
Walaupun sudah kugendong, Tia masih tertawa-tawa melihatku, tangan
kanannya merangkul leherku dan tangan kirinya memencet-mencet hidungku.
Sonya pun tiba-tiba meloncat ke punggungku dan bergantungan minta
digendong.
"Aduuh, berat bener, kalian sudah pada besar nih" kataku.
"Iya dong bang, Tia juga sekarang khan sudah besar, jadi berat" kata Tia
yang masih juga memencet-mencet hidungku, disambut dengan suara tawa
Sonya yang seolah-olah menyetujui pendapat Tia.
Tertatih-tatih aku menuju kamar kedua bidadari kecilku ini.
Aku segera menurunkan Tia di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang
Sonya, menyelimutinya, menungguinya sebentar sampai Tia benar-benar
tertidur. Lampu kecilnya kubiarkan menyala kemudian giliranku untuk
menyelimuti Sonya, kucium bibir tipisnya dengan lembut sebagai ucapan
selamat bobo lalu aku kembali ke ruang TV untuk kembali menonton sambil
menunggu pulangnya bapak dan ibu Sis. Benar-benar malam pertemuan
kembali yang membahagiakan..
Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya tidak ada kejadian yang
istimewa antara aku dengan Sonya, itu juga dikarenakan bapak dan ibu Sis
sedang banyak kegiatan di dalam kota sehingga mereka jadi banyak
tinggal di rumah. Walaupun begitu, sebenarnya Sonya juga terkadang
meggodaku dengan hanya memakai daster tipis tanpa bra dan terkadang
tidak memakai CD ia masuk ke kamarku saat malam hari di mana ortunya
sedang berada di kamar mereka, Sonya lalu berbicara padaku dengan
pose-pose yang sangat merangsang nafsuku, uuh.. seandainya rumah
kosong..
Tentu saja aku gelagapan menghadapinya karena aku takut sekali kalau
sampai ketahuan kedua ortunya. Biasanya jika sudah demikian Sonya
menjadi tidak patuh dan tidak mau kuminta keluar dari kamarku, jadi
akulah yang keluar. Walaupun "tanda-tanda" yang diberikan Sonya sering
terpaksa kutolak karena keadaan yang menurutku "belum-aman" di rumah,
tetapi dalam hal lain Sonya dan Tia sangat patuh kepadaku. Hal ini
membuat kedua orang tuanya benar-benar percaya kepadaku dan aku juga
merasa sayang dan bangga kepada Sonya dan Tia.
Bidadari-bidadari kecilku itu dalam kesehariannya sangat dekat dengan
ibu mereka dan mereka bertiga sering berbincang-bincang bersama tentang
apa saja. Aku mengetahui hal itu karena Sonya menceritakannya padaku.
Terkadang, jika melihat ibu dan anak-anak gadisnya itu berkumpul, aku
menjadi ketakutan. Aku khawatir kalau-kalau Sonya menceritakan pada
ibunya bahwa aku mengajarinya seks, tetapi untungnya Sonya selalu ingat
dan memegang janjinya. Mungkin juga ini adalah suatu insting yang kuat
dari seorang ibu, karena pada suatu saat aku pernah secara tidak sengaja
mendengar pertanyaan ibu Sis tentang apa yang Sonya dan Tia lakukan
bersamaku jika mereka tidak di rumah.
Tanpa sadar, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mendengar
sayup-sayup suara Tia yang menjawab pertanyaan ibundanya, lalu suara
Sonya yang ikut menimpali kata-kata Tia. Jantungku serasa berhenti
berdetak..
Perasaanku menjadi sangat lega ketika kudengar pembicaraan masih terus
berlanjut dengan penuh kehangatan, tanpa ada ledakan kemarahan dari sang
ibu. Hal itu berarti rahasia kami masih aman dan membuatku merasa
sangat bersyukur serta menambah rasa sayang dan simpati kepada kedua
dewi kecilku itu. Aku juga kembali berjanji pada diriku untuk sekuat
tenaga mampu mengontrol diri saat memberikan pelajaran seks pada Sonya
dan membuatnya bahagia.
Hari-hari terus berlalu, kesibukan sekolah dan juga keadaan rumah yang
"belum-aman" membuat kegiatan seks yang biasa kulakukan dengan Sonya
tertunda tetapi walaupun begitu, harus kuakui bahwa aku bisa merasakan
perubahan yang terjadi dalam diri Sonya terlebih setelah dia
kuperlihatkan film acara "minum-sperma" itu. Aku menjadi sering
melihatnya termenung seolah memikirkan sesuatu yang cukup memberinya
beban pikiran. Pernah suatu kali aku melihatnya, ketika itu kami sedang
berkumpul makan siang bersama, aku, Sonya, Tia dan ibu Sis. Sonya kala
itu mengambil sebuah pisang ambon, mengupas kulitnya dan memasukkannya
ke mulut tetapi gayanya seperti cewek yang sedang memberikan blow job!
Aku sangat terkejut melihat hal itu, bahkan ibu Sis pun melihat dan
menegurnya, "Sonya! Makanan tidak boleh dipakai main-main! Ayo cepat
dimakan!!" kata ibu Sis dengan tegas. Kulihat Sonya sangat terkejut dan
cepat-cepat memakan pisang itu sedangkan aku diam seribu bahasa sambil
berharap semoga ibu Sis tidak curiga lebih jauh melihat tingkah laku
putrinya itu. Untungnya perhatian ibu Sis saat itu terbagi ketika HP ibu
Sis berbunyi dan ia segera tenggelam dalam pembicaraan yang riang
bersama temannya.
Walaupun kegiatan cintaku dengan Sonya tertunda, kami masih sering
mengisi waktu bersama dengan kegiatan lainnya. Sonya dan Tia sering
mengajakku berenang bersama seperti yang selalu kuanjurkan pada mereka
demi menjaga kesehatan, kebugaran dan bentuk tubuh mereka yang indah
supaya tetap indah dan sexy. Mereka senang mengajakku berenang karena
itu lebih baik dan mengasyikkan buat mereka daripada hanya ditunggui
oleh pembantu yang hanya berdiri saja di pinggir kolam. Olahraga lain
biasanya lari-lari sore bersamaku di lapangan dekat rumah dan kalau aku
sedang malas, maka mereka akan membujukku dengan sangat manja, memasang
wajah mereka yang paling imut sehingga aku tidak kuasa untuk menolaknya.
Minggu pagi aku dibangunkan oleh Sonya dan ternyata ia mengajakku untuk
lari pagi. Sebetulnya aku masih sangat ingin meneruskan tidurku dan
bermalas-malasan lebih lama lagi tapi demi Sonya, aku pun segera bangun
dan menemaninya lari pagi. Kami berangkat pukul 6, mulai berlari-lari
kecil mengiringi mobil bapak dan ibu Sis yang juga berangkat menuju
lapangan tenis. Setelah puas berolah raga kami kembali berlari kecil
menuju rumah dan ketika tinggal berjarak 200 meter lagi, Sonya dengan
manjanya merayuku, "Baang, abang cakep deh, tolong gendong Sonya sampai
rumah ya bang".
"Eh, Sonya nggak malu tuh diliatin banyak orang?" tanyaku.
"Sonya nggak peduli dengan orang lain! Gendong Sonya dong baang!" pintanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.
Aku tak bisa menolaknya "Ayo naik ke punggung abang!" perintahku.
Dengan semangat 45 Sonya segera naik ke punggungku lalu ku kembali
berlari kecil sambil menikmati kelembutan payudaranya yang kali ini
sudah agak berkembang bergoyang-goyang menyentuh punggungku, hmm..
rasanya seperti pijat payudara ala Thailand hehehe.. kataku dalam hati.
Sesampainya di halaman depan, kami melihat si Was yang sedang sibuk
memotong rumput, Sonya berteriak sambil melambai-lambai ke arahnya
sementara si Was tersenyum melihat kami berdua. Kami melakukan
peregangan otot di halaman depan sebelum masuk rumah dan setelah kurasa
cukup, kulihat Sonya tersenyum nakal ke arahku sambil berkata, "Aduuh
abang, tadi Sonya minum air mineralnya kebanyakan, abang haus nggak?"
tanyanya sambil menahan tawa.
"Iya abang juga haus dong sayang" kataku sambil menggelitik pinggangnya
sehingga ia tertawa kegelian lalu dengan masih berusaha menahan tawa
Sonya kembali berkata, "jadi abang haus ya? Sonya mau pipis nich" usai
berkata begitu padaku ia langsung lari ke dalam rumah sambil tertawa
cekikikan.
"Hehehe.. Sonya jahil ya!" kataku sambil pura-pura mengejarnya ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah suasana terlihat masih sepi karena bapak dan
ibu Sis masih belum pulang sedangkan Tia juga masih tidur di kamarnya.
Kenyataan ini membuatku merasa bergairah seketika dan terbersit ide gila
di kepalaku. Sonya yang baru saja akan memasuki kamar mandi segera
kupanggil dan kuajak ke halaman belakang. Pintu dapur segera kukunci
untuk memastikan tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat apa
yang kami lakukan. Aku berkata pada Sonya,"Mana? katanya Sonya mau
pipis, abang haus nih mau mimi" kataku sambil duduk di rumput. Sonya
terkejut sekali kelihatannya. "Ayo dong buka celananya terus pipis di
sini" perintahku sambil menunjuk mulutku yang kubuka lebar dan berbaring
di rumput yang hijau lebat bak permadani. Setelah memastikan keadaan
aman Sonya pun mulai membuka celana training dan celana dalamnya lalu
perlahan menuju ke arahku dengan raut wajah yang masih menunjukkan
keterkejutan.
Aku juga agak terkejut melihat perubahan yang terjadi pada tubuh Sonya,
kemaluannya yang dulu gundul, sekarang sudah mulai terlihat bulu-bulu
halus walau masih jarang.
"Aduuh, ternyata goddess abang sekarang sudah mulai dewasa yaa..". Sonya
terlihat malu dan tanpa sadar kedua tangannya menutupi daerah
kewanitaannya.
"Abaang, udah dong Bang jangan main-main, Sonya udah ngga tahan nih!" katanya dengan wajah bersemu merah.
"Iya sayang, sini pipisnya pelan-pelan yaa!" pintaku.
Aku segera menarik pinggulnya dengan kedua tanganku dan mengatur
posisinya agar kemaluannya mengarah langsung ke mulutku yang terbuka
lebar, siap menampung seluruh cairan pipisnya. Sonya pun segera
memancarkan cairan pipisnya, awalnya agak tumpah ke bagian leherku tapi
dengan sedikit penyesuaian aku mulai bisa menampung semua cairan
pipisnya. Aku segera memberikan tanda padanya untuk menahan pipisnya
sebentar karena mulutku sudah penuh kemudian setelah kutelan habis
seluruh cairan yang kutampung tadi aku pun memberi tanda padanya untuk
kembali melanjutkannya.
Setelah pipisnya sudah keluar semua, aku segera menjilati kemaluan Sonya tetapi ia segera berdiri.
"Abaang, udah dulu ah geli!" katanya sambil memakai celana trainingnya kembali.
Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Emangnya enak bang?" tanyanya menyelidik.
"Rasanya kayak minum obat" jawabku.
"Minum obat?" tanyanya tidak percaya.
"Iya" jawabku sok.
Sonya tersenyum malu. Kami segera kembali ke dapur lalu dengan perlahan
kuperiksa keadaan rumah dan kulihat ternyata si Was masih sibuk di
halaman depan. "Aman" pikirku. Sonya mempersilahkanku mandi lebih dulu
sambil menggodaku dengan menceritakan beberapa lelucon yang membuat kami
ketawa-ketiwi sejenak, lalu aku mandi.
Hari itu, nafsu makanku menurun drastis..
Semenjak acara "minum-obat" itu Sonya menjadi semakin dekat denganku.
Sikapnya semakin hangat, walaupun aku terkadang suka memarahinya dengan
tegas terutama jika dia terlihat malas belajar. Hal itu tidak membuatnya
membenciku karena ia juga mengerti bahwa jika seseorang bersikap tegas
terhadapnya, selama masih dalam batas kewajaran, artinya orang itu
menyayanginya. Aku juga sering melihatnya senyum-senyum sendiri seolah
sedang merencanakan sesuatu dan terkadang mencuri-curi pandang padaku
dan jika kebetulan pandangan kami bertemu, maka ia melemparkan senyum
manisnya sehingga membuatku salah tingkah.
Sore itu aku tengah bersiap-siap untuk pergi bermain basket bersama
teman-temanku ketika Sonya muncul di kamarku sambil tersenyum dan
berkata, "Sonya sudah putuskan, abang akan Sonya beri hadiah kejutan!".
"Oh ya, apa kejutannya?" tanyaku ringan sambil masih memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
"Eeeit.. rahasia doong!" kata Sonya.
"Waah.. Sonya buat abang penasaran aja, yak selesai, Sonya, abang pergi
dulu yaa.. cup" kataku sambil mencium lembut bibir tipisnya yang sexy
itu.
Hampir tengah malam saat aku kembali pulang dari bermain basket dan
kumpul-kumpul bersama teman-temanku. Aku masuk ke dalam melewati garasi
karena aku memang memiliki kunci, kulihat mobil Honda CR-V milik Pak Sis
terparkir membuat garasi yang luas itu terasa agak menyempit. Hal ini
juga berarti bahwa bapak dan ibu Sis ada di dalam rumah sedang
beristirahat. Setelah kembali mengunci semua pintu, aku langsung menuju
kamarku, lalu mandi. Selesai mandi, aku segera memakai piyamaku lalu
pergi tidur. Mungkin karena begitu lelahnya malam itu aku sampai lupa
mematikan lampu kecil di mejaku dan lupa mengunci pintu kamarku.
Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi
banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan
pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke
awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang
membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai
memasukkan "milikku" yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
"Aaah.." spontan aku mengerang.
Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat.
Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan
sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke
alam nyata.
Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua
hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari
tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan
terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang
sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku
dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan..
Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi
banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan
pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke
awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang
membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai
memasukkan "milikku" yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
"Aaah.." spontan aku mengerang.
Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat.
Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan
sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke
alam nyata. Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa
itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit
tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan
sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada
sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera
kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku
dan..
Betapa terkejutnya aku ketika kulihat Sonya sudah berada di tempat
tidurku dan sedang memberiku blow job!! Aku segera berusaha untuk
mendorong kepalanya dengan kedua tanganku secara perlahan agar Sonya
segera melepaskan hisapannya pada "batangku" karena apa yang ia lakukan
padaku saat ini sangatlah nekad dan berbahaya di mana kedua orang tuanya
sedang berada di rumah, beristirahat di kamar yang tidak jauh dari
kamarku.
"Bagaimana jika ketahuan?" pikirku panik. Kedua tanganku berhasil meraih
kepala Sonya dan mendorongnya secara perlahan agar melepaskan milikku,
tetapi tiba-tiba aku merasakan penolakan darinya dan rasa sakit, karena
ternyata.. Sonya juga menggunakan giginya untuk mencengkram "batangku"
agar hisapannya tidak lepas, sementara dapat kulihat pula matanya
menatap tajam ke arahku seolah ia berkata "jangan ganggu aku!!"
Aku pun segera angkat tangan dan hanya bisa bersikap pasrah saja
terhadapnya saat itu. Melihatku pasrah, perlahan ia lepaskan cengkraman
giginya dan mulai meneruskan aktivitasnya kembali. Kepalanya kembali
turun naik dengan perlahan seolah ia sangat menikmatinya sementara
lidahnya menggelitiki lubang burungku. Kelihatannya Sonya sudah sering
berlatih dengan pisang itu sehingga ketika pertama kali ini
menerapkannya padaku, ia sudah seperti cewek yang berpengalaman.
Ketakutanku sudah tidak bisa lagi mengalahkan rasa nikmat yang kuterima,
aku mulai mendesah dan membelai kepalanya.
Hisapan, jilatan dan kuluman yang ia berikan pada batang dan zakarku
membuatku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Sonya memang benar-benar
hebat untuk seorang pemula.
"Aaah.. sshh.. Sonya cantik, abang ngga tahan.. sshh.. udah mau keluar..
aah..!", Mendengarku berkata demikian, ia segera menggunakan tangan
kanannya untuk mengocok batangku sementara ia tetap menghisap dan
mempertahankan bagian kepala di dalam mulutnya, lidahnya juga turut
memberikan kehangatan belaian-belaian kasih.
"Aaah.. aahh..!" aku sudah tidak kuasa menahan kenikmatan yang
bertubi-tubi ini, tubuhku tersentak-sentak dan akhirnya "croot..
crroot.. crroot.." cairan spermaku memancar keras di dalam mulut Sonya.
Tubuhku melemas seiring dengan menjalarnya kenikmatan orgasme ke seluruh
jiwaku, sementara Sonya masih meneruskan hisapan dan jilatannya
seolah-olah tidak ingin ada yang tersisa. Penerimaan diri, kehangatan
dan kasih sayang yang ia curahkan terasa sangat menyejukkan jiwaku.
Sonya benar-benar seorang bidadari mungilku.
Setelah selesai menikmati spermaku, ia mendekatiku seraya berkata "Abang
suka hadiah Sonya tadi?" Aku tersenyum haru dan mengangguk, kubelai
lembut kepalanya lalu ia merebahkan kepalanya di dadaku sambil
memelukku.
"Abang sayang sama Sonya" bisikku.
Kukecup mesra kepala bidadariku ini, wangi rambutnya mendamaikan
perasaanku. Kupeluk dan kubelai mesra tubuhnya sampai ia benar-benar
kembali tertidur dalam kehangatan pelukanku. Jam mejaku menunjukkan
pukul 3.30 pagi saat aku mengangkat tubuh Sonya perlahan, menggendongnya
kembali ke kamar tidurnya. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun aku harus
melewati kamar kedua orangtuanya. Hal itu menjadikan perasaanku sangat
tegang karena harus bergerak perlahan untuk menghidari suara gaduh.
Terlebih bila kudengar suara batuk dari dalam kamar ortunya, maka aku
akan berdiri mematung sembari memejamkan mata, saat itu bahkan rasanya
detak jantungku bisa didengar orang sekampung.
Akhirnya aku berhasil mengembalikan Sonya ke tempat tidurnya,
menyelimutinya, lalu cepat-cepat kembali ke kamarku. Sesampainya di
kamar, kubuka sedikit kaca jendela dan kutanggalkan bajuku yang basah
oleh keringat, lalu kunyalakan rokok dan kuhisap dalam-dalam untuk
menenangkan pikiranku. Pagi itu merupakan pagi terindah yang pernah
kualami seumur hidupku.
Suara burung yang berkicau riang menyambut pagi terdengar bagaikan
sebuah sonata nan indah yang seolah juga turut mengiringi kebahagiaan
perasaan diri ini setelah menerima "hadiah-kejutan" luar biasa, yang
pernah diberikan seorang bidadari mungil padaku. Segar rasanya tubuhku
pagi itu walaupun kurang tidur semalaman, kuhirup udara pagi yang segar
itu sedalam-dalamnya sambil kukayuh santai sepedaku menuju sekolah.
Aktivitas rutin pun berjalan seperti biasanya di sekolah, hanya saja
teman-temanku menilai sikapku menjadi lebih riang dibanding hari-hari
lainnya. Siang itu sepulang sekolah, aku menuju rumah temanku untuk
mengerjakan tugas kelompok, padahal aku sudah sangat ingin pulang dan
bertemu Sonya secepat mungkin, tetapi.. apa boleh buat, aku harus
menyelesaikan tugasku terlebih dahulu.
Sore itu aku baru bisa kembali bersepeda pulang ke rumah dan sesampainya
di halaman aku melihat mobil CR-V Pak Sis nongkrong di sana.
"Wah, belum aman nich!" pikirku.
Aku segera menyimpan sepedaku di garasi, segera menuju kamarku lalu
mandi. Saat makan malam aku juga masih belum melihat Sonya, hanya Tia
yang terlihat baru bangun.
"Sonya belum pulang pak?" tanyaku.
"Ooh sudah pulang tadi siang, tapi lalu ia bapak antar ke rumah Ani, katanya mau mengerjakan tugas sekolah yang penting.
"Oh ya, bapak juga ingin menyampaikan bahwa besok sore ibu dan bapak
akan berangkat ke Jakarta, baru lusa menuju Australia selama 1 minggu
karena ada keperluan bisnis yang mendesak" kata Pak Sis dengan wajah
yang berseri-seri.
"Lho, kok mendadak sekali pak?" tanyaku.
"Sebenarnya tidak mendadak, berita ini sudah bapak terima dari
kemarin-kemarin, bapak juga sudah dibelikan tiket oleh perusahaan, Sonya
dan Tia pun sudah bapak beritahu kemarin malam, hanya kamu saja yang
tidak ada" jawab Pak Sis semangat.
"Bapak mau berpesan padamu agar selama kami pergi, kamu yang bertanggung
jawab penuh di rumah ini dan juga harus menjaga dan memperhatikan Sonya
dan Tia, bantu mereka terlebih dalam pelajaran agar tidak mendapat
nilai buruk dalam ujian, kamu mengerti?" tanya Pak Sis tegas.
"Iya pak, saya mengerti" jawabku.
"Baiklah, kalau begitu sekarang bapak jemput Sonya dulu" kata Pak Sis dengan wajah yang cerah sambil mencium kening ibu Sis.
"Hati-hati ya pak!" kata ibu Sis.
Aku sudah tidur di kamarku saat Pak Sis dan Sonya kembali ke rumah
sehingga hari itu hampir bisa dikatakan bahwa kami tidak bertemu karena
kesibukan masing-masing.
Keesokan harinya, sepulang sekolah aku segera pulang ke rumah untuk
membantu bapak dan ibu Sis menyiapkan segala yang mereka butuhkan.
Setibanya di rumah kulihat koper-koper besar yang sudah siap dibawa,
tertata rapi di ruang tamu. Pak Sis kemudian memintaku untuk mencarikan
taksi karena menurutnya cara itu lebih baik daripada hanya menelepon
lalu menunggu. Aku segera keluar dan mencari taksi kosong di pinggir
jalan besar yang agak jauh dari rumah. Tidak lama kemudian menaiki taksi
yang kupanggil. Aku segera mengangkat koper-koper besar itu ke dalam
bagasi sementara Tia dan Sonya membantu dengan membawakan beberapa tas
kecil. Setelah seluruh barang yang akan di bawa sudah dimasukkan ke
dalam taksi, bapak dan ibu Sis memanggilku ke ruang tamu sementara Tia,
Sonya dan si Was menunggui taksi di luar.
Bapak dan ibu Sis memberikan beberapa pesan penting padaku seperti
beberapa nomor telpon penting yang bisa dihubungi jika ada sesuatu di
luar kendali, namun intinya mereka mempercayakan semua padaku untuk
sementara mewakili mereka menjaga dan memperhatikan kedua putrinya. Aku
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
"Semoga berhasil Pak Sis dan ibu!" kataku.
"Terima kasih dan ingat semua pesan bapak dan ibu ya!" Tegas Pak Sis mengingatkanku.
Seluruh barang bawaan pun kembali diperiksa, lalu mereka berpamitan dengan Tia dan Sonya.
"Tia, Sonya, kalian harus nurut sama abang, jangan lupa belajar dan
jangan nakal ya!" kata ibu Sis sambil memeluk dan mencium pipi kedua
putrinya itu.
"Papa dan mama hati-hati ya!" kata Sonya.
"Iya, nanti juga kalau pulang jangan lupa oleh-olehnya yaa!" sambung Tia.
Pak Sis pun memeluk kedua putrinya dan mencium kening mereka.
"Papa dan mama berangkat dulu ya sayang, kalian baik-baik di rumah ya!" kata Pak Sis.
Selesai berpamitan, mereka lalu menaiki taksi yang akan mengantar mereka
ke stasiun kereta api untuk lalu berangkat menuju Jakarta.
Taksi yang membawa bapak dan ibu Sis telah menghilang di balik tikungan
jalan ketika aku melirik ke arah Sonya, pandangan kami pun bertemu dan
ia melmparkan senyum manisnya kepadaku.
"Waah..pesta nih nanti malam!!" pikirku gembira.
Kriing.. kriing.. terdengar suara telpon berdering malam itu.
"Halo, dari siapa?" Terdengar suara Tia menjawab telpon.
"Kak Sonyaa.. telpon dari Dewa" teriak Tia memanggil Sonya.
Sonya segera menjawab telpon itu.
"Huuh.. banyak amat sih yang nelpon!!" gerutuku.
Sebenarnya bukan hanya malam ini saja, tapi hampir setiap malam banyak
sekali telpon yang mencari Sonya dari temen-temen cowoknya di sekolah.
Saat itu aku tidak terlalu peduli karena suasana rumah juga
"belum-aman", tapi sekarang.. aku benar-benar merasa sangat terganggu.
Wajahku pastilah terlihat kesal ketika Sonya sudah berada di dekatku
kembali dan bertanya, "Abang kenapa sich? Kok kelihatannya marah, ada
apa bang?" tanya Sonya.
"Siapa sih itu yang nelpon, pacar ya?!" tanyaku dengan nada ketus,
padahal aku sudah sangat berusaha untuk tenang, tapi tetap saja yang
kuucapkan bernada ketus emosi.
"Iya bang, hihihi enggak kook, Dewa cuman temen biasa tadi juga cuman
nanyain PR buat besok, Mmm.. abang cemburu yaa?" godanya padaku sambil
melemparkan senyum nakal.
"Eh.. eng.. enggak kok, cuman sinetronnya sedang seru tuh" kataku dengan gugup berusaha mengelak.
"Kenapa sih dari tadi banyak amat mahluk yang nelpon??" tanyaku akhirnya.
Sonya tersenyum lalu berkata, "begini deh, nanti kalau ada yang nelpon
lagi, abang juga angkat telpon yang di kamar mama yaa, biar bisa ikutan
dengar" katanya.
"Oh boleh, abang juga pengen tau apa sih maunya orang-orang yang
nelponin Sonya itu.. huh.. mengganggu saja mereka!!" jawabku kembali
dengan nada ketus.
Sonya lalu duduk di sampingku di sofa panjang sambil merangkulkan tangan
kiriku pada lehernya, lalu ia dengan manja merebahkan kepalanya di
pundakku.
Perasaanku pun kembali tenang. Kami menonton acara TV bersama,
melepaskan lelah sehabis sibuk mengerjakan tugas-tugas rumah untuk
sekolah esok. Tialah yang paling berkuasa memonopoli acara TV yang kami
tonton karena ia memegang remote TV, duduk di karpet sambil bermain
dengan boneka-boneka Barbienya dan tidak ada seorang pun yang boleh
mengganggunya saat itu karena ia sangat suka menonton sinetron
kesayangannya, Bidadari. Setelah sinetron itu selesai, aku segera
menyuruh Tia untuk bobo. Sonya dan aku biasanya sering menemani Tia
untuk menina bobokannya, terlebih malam ini saat aku dan Sonya ingin
mereguk "kenikmatan surga duniawi" yang telah lama tertunda.
"Tia, ayo bobo sayang, sudah malam nih" kataku membujuknya.
"Nanti ya Bang, soalnya Tia masih mau nonton TV" kata Tia sambil
tertawa-tawa dan berusaha untuk menghindariku yang berjalan ke arahnya.
Kriing.. kriing.. kembali telpon berbunyi.
"Bang, Tia angkat telpon dulu!" kata Tia seolah mendapat angin lalu berlari menuju telepon.
"Halo.. selamat malam.. dari siapa?" tanya Tia.
"Kak Sonyaa.. telpon dari Padi" teriak Tia memanggil kakaknya.
Sonya lalu menggamit tanganku dan memintaku untuk mendengarkan
pembicaraan mereka lewat telpon di kamar ortunya. Pintu kamar kubuka
lebar-lebar sehingga aku bisa mendengarkan pembicaraan sambil melihat ke
arah Sonya yang berdiri di sana.
"Halo" kata Sonya.
"Hai Sonya, ini Padi, sedang ngapain nich?" Padi berbasa basi.
"Nonton TV, eh kamu dari kelas berapa??" Sonya bingung.
"eh.. aku dari kelas tiga itu lho, defendernya tim inti basket sekolah
kita, kamu khan cheerleadernya pasti kamu tau aku doong" jelasnya.
"Cuihh.. nge-bullshit dia!!" pikirku geram.
"Hmm.. mungkin" jawab Sonya dingin.
Suasana hening sejenak, lalu terdengar Padi berkata lagi
"mm.. begini, sebenernya aku mau mengajak Sonya nonton pertandingan
basket liga profesional besok sore yang di stadion deket sekolah kita,
Sonya ada waktu ngga?" tanyanya penuh harap.
"Waah, kayaknya ngga bisa deh Di, besok sore Sonya mau berenang" jawab Sonya cuek.
"Mau berenang yaa? Di mana? Aku temenin deh, aku juga suka berenang, bareng ya besok!" pinta Padi.
"Busseet dasar bajigur! Maksa amat jadi orang, wong Sonya juga nggak kenal ama dia" pikirku.
"Ah, nggak perlu deh Di, soalnya Sonya ditemenin sama Tia dan abang, tapi makasih ya" Sonya menolak dengan halus.
"Ngga pa pa deh.. tapi gimana kalo besok pulang sekolah bareng kuanter
naik motorku, aku tunggu di depan kelasmu yaa" katanya lagi usaha.
"Besok Sonya dan teman-teman mau janjian kerja kelompok jadi pulangnya
harus bareng-bareng naik angkot soalnya Sonya belom tau rumahnya.."
"Huaahh dasar gombal, perayu kelas teri!!" gerutuku dalam hati.
Kesal sekali rasanya, orang itu kok kayak nggak ngerti-ngerti, Sonya
sudah tidak mau kok masih aja maksa.. dsb.. dsb.. begitulah kira-kira
apa yang kupikirkan saat itu. Perasaanku meledak-ledak sekali, ingin
rasanya aku memotong pembicaraan mereka dan menyudahinya, tapi aku
berusaha untuk bersikap tenang terlebih di depan Sonya, aku harus selalu
bisa memberikan contoh yang baik, aku juga berusaha untuk mengerti
seandainya aku yang berada pada posisi si Padi tadi, mungkin aku juga
akan begitu, yahh, namanya juga usaha..
Aku melihat bahwa begitu banyak orang yang berusaha mengambil hati
Sonya, mendekatinya dan menjadikannya pacar, tetapi mereka tidak bisa
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini membuatku merasa sadar
bahwa betapa bahagianya aku saat ini karena bisa memilikinya,
menyayanginya, mencurahkan seluruh perhatian dan perasaan kasih sayangku
padanya, merupakan suatu penghargaan tertinggi yang bisa kupersembahkan
kepada Sonya ataupun kepada bidadari-bidadari kecil lainnya yang pernah
dan mungkin akan kutemui sepanjang perjalanan hidupku.
Aku kembali melihat ke arah Sonya yang tersenyum-senyum sambil
memandangku. Sonya terlihat begitu cantik, lesung pipit di pipinya
menyempurnakan kecantikan wajahnya, Ia mengenakan daster tipisnya yang
seksi sehingga aku dapat melihat tonjolan bukit kembarnya yang tengah
berkembang pesat, kulitnya yang putih mulus, tubuh yang seksi feminin,
rambut terurai berkilau panjang sebahu, usianya yang baru menginjak 12
tahun, benar-benar seorang bidadari. Selain teman-teman yang
mendekatinya, banyak juga pencari-pencari bakat dan produser-produser
sinetron lainnya yang sudah kebelet ingin menjadikannya seorang
model-lah, bintang sinetron-lah, tetapi untungnya semua tawaran itu
ditolak mentah-mentah oleh Pak Sis, dan aku tentu saja, sangat mendukung
keputusan Pak Sis tersebut.
"Mm, jadi besok Sonya sibuk sekali ya?" tanya Padi yang keliatannya udah agak ngerti.
"Huaahh dasar lamban!" pikirku emosi.
"Iyyaa.." jawab Sonya dengan manja.
Suaranya yang halus dan manja serta silhouette tubuh sexy femininnya
plus dua bukit kembar di balik dasternya yang tipis membuat birahiku
menggelegak bak lahar di kawah candradimuka, ingin rasanya segera
menerkam dirinya dan segera memberikan sentuhan kenikmatan seperti yang
biasa kuberikan padanya, terlebih suasana saat ini telah begitu
mendukung. "Hhh.. hh.. hh.." perasaan cemburu dan nafsu birahiku
bercampur menjadi satu membuatku tidak mampu lagi mengatur nafasku,
jantungku berdegup kencang.
"Eh Padi, udah dulu ya, Sonya mau bobo nich!" kata Sonya tiba-tiba
mengakhiri pembicaraannya, mungkin ia juga bisa mendengar dengusan
nafasku di telepon, tapi aku sudah tidak peduli, segera kututup
telponnya dan segera berjalan dengan cepat ke arah Sonya yang tidak lama
kemudian juga menutup telponnya lalu dengan setengah berlari ia masuk
ke kamarku.
Ketika aku masuk ke kamar, kulihat Sonya tengah berdiri bersandar di
meja belajar menantiku sambil kaki kirinya naik ke atas tempat tidurku
sehingga dapat kulihat pahanya yang putih mulus itu tersingkap dengan
jelas di hadapanku. Dengan cepat kupegang erat kedua bahunya, kutarik
lalu kudorong merapat tembok. Aku merapatkan jarak dengannya lalu kuraih
kedua tangannya dan kuangkat ke atas menempel ke tembok lalu kutahan.
Posisi Sonya sekarang bagaikan orang yang sedang "angkat-tangan" di
hadapanku membuat kedua bukit kembarnya tercetak jelas di balik daster
tipisnya. Ia memandangku dengan pandangan yang penuh kegairahan sambil
sedikit menggigit bibir bawahnya. "Hhh.. hh..hh.." Aku memandang
wajahnya dengan penuh nafsu sampai-sampai hembusan nafasku mengibaskan
rambutnya.
Posisi dadanya yang membusung ke depan begitu menantang dikarenakan
kedua tangannya yang masih juga kutahan di atas. Tanpa bisa kukontrol
lagi aku segera menghisap dan menjilati payudara kuncup bidadari
kecilku. Daster tipis yang membalut bukit kembarnya yang sexy itu tidak
bisa menghalangi hisapan dan jilatan liarku, bahkan malah membuatku
semakin bernafsu untuk menghisap, karena ternyata jika menjadi semakin
basah, maka bukit kembarnya itu akan semakin tercetak dengan jelas. Hal
ini membuat Sonya menggeliat-geliat kenikmatan. Tidak lama kemudian
ciuman dan jilatan kuarahkan ke lehernya yang jenjang, dagunya lalu naik
ke bibir tipisnya yang sexy. Pertarungan emosi antara nafsu dan rasio
agar tidak melakukan hisapan dengan sangat kuat dan penuh nafsu, hingga
bisa menyakiti dirinya membuat tubuhku bergetar.
Kekhawatiran itu membuat kelembutan diriku kembali muncul, lalu kuhisap
lidah Sonya dengan lembut dan penuh perasaan, melepas kerinduanku yang
sudah sekian lama tertunda, sementara tanganku pun mulai merayap turun
untuk kemudian menjamah kedua bukit kembarnya. Sonya terlihat menikmati
apa yang kulakukan terhadap dirinya lalu mulai merangkulkan lengan
kirinya di leherku lalu tangan kanannya membelai kepalaku. Aku kemudian
menggetarkan tanganku seperti vibrator yang kini memegang sepasang
payudaranya, hal itu ternyata membuat Sonya amat sangat terangsang
sehingga kali ini ia tidak bisa mengontrol dirinya dan mulai menghisap
lidahku dengan kuat. Hisapannya pada lidahku begitu kuat di tambah
rangkulan tangannya pada leherku sehingga membuat kepalaku serasa
terjepit. Bagiku, selama masih dalam batasan yang wajar dan masih bisa
kuatasi, Sonya boleh lepas kontrol terhadapku tetapi aku yang wajib
untuk mengontrol diriku sendiri agar tidak menyakiti apalagi sampai
merusaknya secara fisik.
Kugetarkan kembali tanganku agak kencang pada sepasang payudaranya yang
sensitif itu dan "Aaahh.." Sonya mendesah. Apa yang kulakukan ternyata
membuatnya terangsang hebat, begitu hebatnya sampai-sampai ia melepaskan
hisapannya pada lidahku dan agak memundurkan payudaranya sedikit ke
belakang agar terlepas dari getaran mautku. Kesempatan itu tidak
kusia-siakan, segera kubuka daster tipis Sonya dan menyisakan CD
putihnya, sehingga seolah masih menyimpan misteri yang membuatku menjadi
selalu penasaran, lalu kugendong dia ke atas tempat tidurku sambil
memberinya french kiss.
Tangan kananku pun sibuk mengusapi perutnya lalu turun ke bagian paha
dalamnya dan naik lagi ke perutnya sambil sesekali membelai payudaranya
yang sensitif itu. Rangsangan tanganku kini mulai kufokuskan, kuelus
puncak bukit payudara kanannya dengan telunjukku sementara keempat jari
lainnya memijat-mijat badan bukitnya yang secara utuh telah berada di
bawah telapak tanganku. Perlahan tanganku menggetarkan bukit payudaranya
lalu kupercepat intensitas getarannya, hal ini membuat Sonya kembali
tidak dapat mengontrol dirinya. Rangkulan tangannya pada leherku menjadi
sedemikian eratnya, begitu pula hisapannya pada lidahku yang
seolah-olah ingin menelan seluruh cairan tubuhku sampai tak bersisa.
Hangat nafasnya yang terengah-engah pun menerpa wajahku dan menambah
sexy suasana.
Akhirnya Sonya menekan dadanya ke bawah agar payudaranya bisa terlepas
dari getaran tanganku. Hisapan dan rangkulannya jadi agak mengendor,
saat itu aku yakin Sonya berusaha curi nafas, tapi aku tidak mau
membiarkan nafsunya turun begitu saja, lalu dengan cepat aku segera
menggeser ciuman dan jilatanku ke leher kemudian menuju bukit payudara
kirinya. Kuhisap dengan cepat puncaknya yang berwarna coklat muda yang
indah memberikan gradasi warna yang kontras sempurna dengan kulitnya
yang putih.
"Aaahh.. abaanghh.. hh.. hh.. sshh.. Sonya ngga kuat baang.. mo pipiissh.." Sonya kembali mendesah.
Aku bisa merasakannya, tentu saja dia langsung menyerah, sebab begitu
mulutku mendapatkan putingnya langsung kuhisap dan kujilati puncak bukit
payudara kirinya itu, tanganku pun langsung mengejar dan kembali
menggetarkan payudara kanannya yang agak terlepas tadi.
"Abaanghh.. sshh.. aahh.." tubuh Sonya menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
Ia juga mulai mengangkat pinggulnya yang berarti ia mau menyerah
sekarang. Melihat hal itu aku segera bergerak cepat, menghentikan
hisapanku lalu berpindah menuju selangkangannya. Kedua tanganku dengan
sigap lalu membuka kedua pahanya lebar-lebar lalu kupinggirkan bagian
celana dalamnya yang sudah basah dan masih menutupi vaginanya karena aku
tidak punya waktu lagi untuk melepaskannya.
Sekarang aku bisa melihat cairan kenikmatan yang meleleh keluar dari
daerah keperawanan Sonya. Aku segera menjilat dan menghisapnya sementara
jariku masih menahan bagian CDnya yang tadi kupinggirkan agar tidak
lagi mengganggu. Sonya segera mencengkram rambutku dengan kedua
tangannya dan menekannya lebih dalam sementara paha kiri dan kanannya
menjepit kepalaku dengan kuat.
"Abaanghh.. sshh.. aahh.. Sonya keluar.. baanghh.." teriaknya.
Tubuh Sonya yang sexy itu kini tersentak-sentak, sementara aku berusaha
meredam gerakan liarnya agar rangsangan dan hisapanku tidak terlepas
dari vaginanya.
"Aaahh.." Seiring dengan desahan itu, meluncurlah cairan orgasmenya yang
hangat dan nikmat, langsung kusambut dengan hisapan mulutku. Tekanan
tangan dan jepitan pahanya kini sudah lepas, Sonya sudah tenang kembali
tapi masih terlihat lemas, segera kubuka celana dalam putihnya yang
menggangguku tadi.
Kini Sonya benar-benar telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang putih
mulus itu terlihat mengkilap oleh keringat, matanya sayu menatapku dan
ia mencoba untuk tersenyum. Aku tersenyum padanya dan mulai menjilati
kembali daerah kewanitaannya yang kini sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu
halus walaupun masih jarang. Sebenarnya, aku kurang suka melihatnya
karena favoritku adalah daerah kewanitaan yang benar-benar bersih tanpa
bulu, tapi daripada mengeluh, lebih baik aku mensyukuri apa yang
kumiliki. Aku mulai menjilati bibir vertikal dan bulu-bulu halusnya,
sementara tangan kiriku berusaha menjatuhkan CD Sonya ke bawah ketika
tiba-tiba..
Kini Sonya benar-benar telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang putih
mulus itu terlihat mengkilap oleh keringat, matanya sayu menatapku dan
ia mencoba untuk tersenyum. Aku tersenyum padanya dan mulai menjilati
kembali daerah kewanitaannya yang kini sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu
halus walaupun masih jarang. Sebenarnya, aku kurang suka melihatnya
karena favoritku adalah daerah kewanitaan yang benar-benar bersih tanpa
bulu, tapi daripada mengeluh, lebih baik aku mensyukuri apa yang
kumiliki. Aku mulai menjilati bibir vertikal dan bulu-bulu halusnya,
sementara tangan kiriku berusaha menjatuhkan CD Sonya ke bawah ketika
tiba-tiba..
Celana dalam Sonya yang kupegang tadi tiba-tiba ditarik oleh seseorang
yang tidak kami sadari keberadaannya sedari tadi. Aku sangat-sangat
terkejut sampai-sampai aku terduduk tegak menghadap ke arah Sonya yang
masih terlihat lemas. Aku tidak berani menoleh dan kurasa wajahku
menjadi pucat.
"Iiih abang, ini khan celana dalam Kak Sonya jangan dilempar-lempar
doong! lho, kok basah sih celananya? Emangnya abang sama Kak Sonya lagi
ngapain sih? Kok Kak Sonya telanjang?" pertanyaan beruntun yang
dilontarkan oleh suara mungil yang sangat kukenal baik.. ya, itu suara
Tia..
Betapa cerobohnya aku sampai-sampai lupa mengunci kamar. Aku berusaha
keras mengingat-ingat apa yang terjadi, mengapa Tia bisa lolos sampai di
sini? Seharusnya dia khan sudah bobo..
Wuaahh.. kini aku ingat.. ini semua gara-gara telpon sialan itu yang
membuat kami lupa untuk menidurkan Tia. Rupanya ia masih menonton TV
saat kami bercinta di sini. Tia lalu mendekati Sonya dan memberikan
celana dalamnya yang ia ambil dari tanganku tadi. Sonya tidak tampak
terkejut saat melihat Tia dan itu membuatku sedikit merasa tenang.
Sonya merangkul Tia dan berkata dengan lembut, "abang tadi sedang
mengajarkan sesuatu yang pernah Kak Sonya ceritakan sama Tia, masih
ingat khan?" tanya Sonya.
"Yang ngga boleh bilang papa mama itu khan? Iya kak, Tia masih ingat" jawab Tia.
Sonya tersenyum senang "Tia mau khan diajarin juga sama abang dan Kak Sonya?" lanjut Sonya.
"Tapi tadi Kak Sonya diapain sih sama abang, kok sampe teriak-teriak, Tia khan jadi takut" raut wajah Tia jadi agak berubah.
Sonya memeluk Tia dan membelai punggungnya seraya berkata, "abang tadi
membuat Kak Sonya kegelian.. enaak sekali, saking enaknya Kak Sonya ngga
sadar kalo teriak, naah kalo Tia mau diajarin sama Kak Sonya dan abang,
Tia harus selalu menepati janjinya ya!" bujuk Sonya.
"Iya kak, Tia janji ngga akan bilang papa mama dan mau nurut sama abang dan Kak Sonya" janji Tia.
Sonya tersenyum mendengarnya lalu menyodorkan kelingkingnya ke arah Tia
sambil berkata, "janji yaa!" Tia pun lalu mengaitkan kelingkingnya
dengan kelingking Sonya tanda ia berjanji.
Perasaanku menjadi tenang kembali melihat kakak beradik yang cantik itu
rukun dan akur. "Nah, Tia sudah berjanji sama Kak Sonya, sekarang Tia
harus berjanji juga dong sama abang!" perintahku. Tia lalu berjalan
mengitari tempat tidur ke arahku sambil menyodorkan kelingkingnya untuk
mengikat janji denganku. Aku melihat wajahnya yang begitu polos, begitu
murni membuat perasaan sayangku padanya meluap-luap. Manusia macam apa
yang akan tega menyakitinya??
Aku segera mengangkatnya dan mendudukkannya di atas perutku lalu
berkata, "Iya Tia sayaang, abang percaya sama Tia, Tia khan anak cantik
yang baik.. cup kataku sambil mengecup keningnya.
"Nah, sekarang abang akan memperlihatkan bagaimana caranya memberikan
oral seks kepada Kak Sonya, Tia perhatikan baik-baik!" kataku sambil
tersenyum padanya.
Baru saja aku mau bergerak ke arah Sonya, tiba-tiba Sonya duduk dan
berkata, "tidak adil dong Bang kalau begitu, sekarang giliran abang yang
Sonya kasih "os"!" katanya sambil bergerak ke arahku. Terus terang
saja, aku terkejut mendengarnya sampai jadi salah tingkah, ternyata
Sonya bukan hanya seorang anak cantik dan cerdas tetapi juga penuh
pengertian. Sebenarnya aku agak malu mempertontonkan batangku di depan
kedua godiva kecilku ini, tapi apa boleh buat..
Aku segera melucuti pakaianku di depan kedua goddess mungilku sesuai
dengan permintaan Sonya. Mungkin karena aku merasa agak malu sehingga
batangku yang tadinya begitu tegang, menjadi kembali agak
tertidur.Dengan telanjang bulat, aku segera menaiki tempat tidur lalu
mengatur posisi Tia agar dia bisa memperhatikan dengan jelas apa yang
akan Sonya lakukan. Tia masih tetap duduk di atas perutku tapi menghadap
ke arah Sonya sehingga aku juga dapat memeluknya dari belakang,
sementara Sonya sudah siap berhadapan dengan batangku.
"Tia, perhatikan Kak Sonya yaa!" kata Sonya pada Tia yang mulai
memperhatikan ulah kakaknya itu dengan seksama. Sonya mulai mengecup dan
menjilati batangku dari kepala hingga pangkal, buah zakar, dan tak lama
kemudian batangku mulai bangun lagi.
"Iiih.. burungnya abang berdiri!" tiba-tiba Tia berteriak.
"Iya Tia, itu artinya abang sayang sama Kak Sonya" jawab Sonya menjelaskan.
Aku tersenyum lalu menambahkan, "abang sayang sama Sonya juga sama Tia" tambahku sambil mencium pipi Tia dari belakang.
Sonya lalu mulai memasukkan bagian kepala batangku ke dalam mulutnya
lalu menguncinya dengan bibir dan lidahnya, kemudian dengan hati-hati
agar tidak terkena giginya meluncur turun menuju pangkal batang sehingga
hampir seluruhnya berada di dalam mulutnya selama beberapa saat, baru
naik lagi ke bagian kepala.
"Aaah.." aku mulai menggeliat keenakan. Tia yang berada dalam pelukanku,
kini menjadi sasaran kegiatanku, tapi aku tidak berusaha merangsangnya
agar perhatiannya tetap fokus pada Sonya. Aku hanya memeluknya dari
belakang dengan penuh kehangatan dan mencium wangi rambut dan tubuhnya
sebagai penambah stamina, yang juga merupakan aroma terapi bagiku agar
mampu bertahan lebih lama menghadapi rangsangan blow job yang Sonya
berikan.
Semakin nafsuku menggelegak naik, semakin aku menarik nafas dalam-dalam
dengan perlahan, menikmati aroma harumnya tubuh dan rambut Tia. Suatu
hal yang menarik bagiku adalah, jika seorang gadis cantik selalu rajin
menjaga kebersihan tubuhnya dengan mandi secara teratur dan menggunakan
sabun yang sesuai dengan kulitnya, bukan dengan memakai parfum
banyak-banyak, maka ia akan terlihat selalu segar, awet muda dan selalu
akan menebarkan aroma wangi yang bersih. Hal itu akan menjadi suatu ciri
khas bagaikan sidik jari pada setiap orang.
"Ssshh.. aahh.." aku kembali mendesah. Hisapan dan gerakan Sonya yang
semakin cepat membuat konsentrasiku buyar. Rasa geli dan ngilu nikmat
akibat kuluman dan hisapan itu mulai menjalar naik ke seluruh tubuh ini.
Kupeluk Tia dengan agak kencang, nafasku memburu, aku tidak kuat lagi
untuk bertahan lebih lama dan, "Aaah.. Sonya.. abang mau keluar
sayaang.. sshh.. aahh.." Sonya segera melepaskan hisapannya, kini
tangannya mengocok batangku dengan cepat, mulutnya membuka lebar siap
menyambut semburan lahar cintaku.
Tubuhku bergetar hebat bagaikan terkena sengatan listrik dan akhirnya,
"Sonya.. Aaahh.. croot.. croot.. croot.." spermaku pun muncrat dengan
cepat dan banyak mengenai mulut dan wajah Sonya dan ketika tembakan
spermaku tadi mulai berhenti, Sonya lalu menghisap batangku yang mulai
melemas dengan antusias seperti seorang yang sedang menghisap permen
lolipop.
Setelah merasa sudah tidak ada cairan yang tersisa pada saluran dalam
batangku, Sonya pun duduk dan menatap wajahku yang kini bertopang lemas
pada bahu kanan Tia, memandang sayu ke arahnya.
"Iiih, Kak Sonya kok mau minumin pipis abang?" tanya Tia setengah berteriak.
Sonya tersenyum lalu bertanya, "Tia sayang ngga sama abang?" Tia mengangguk.
"Kalau begitu Tia pasti nanti mengerti" kata Sonya dengan bijak.
Aku tersenyum mendengarnya, Sonya benar-benar seorang bidadari muda yang hebat dan bijak.
"Nah, pelajarannya selesai, besok kita lanjutkan lagi, sekarang Tia bobo
yaa!" perintahku sambil menggendong Tia ke kamarnya dengan tubuhku yang
masih telanjang bulat, sementara Sonya membersihkan dirinya.
Tidak berapa lama Sonya masuk ke kamarnya dengan membawa piyamaku saat
aku masih menunggui Tia yang sudah mulai terlelap di balik selimutnya
yang hangat. Aku segera memakai piyamaku lalu menuju tempat tidur Sonya
untuk mengucapkan selamat malam. Ia tersenyum memandangku, kukecup bibir
tipisnya yang sexy itu seraya berkata, "Sonya, kamu sangat cantik dan
luar biasa malam ini sayang" kubelai rambutnya dengan lembut, "sekarang
bobo ya sayang" kataku lagi sambil memeluknya dengan penuh kehangatan,
lalu kembali ke kamarku.
Keesokan pagi sampai dengan sore berjalan sebagaimana biasa, tetapi
waktu malam setelah mereka kutemani dan kubantu menyelesaikan
tugas-tugas sekolahnya, itulah yang rruaarr biasaa. Malam-malam
berikutnya programku kepada mereka adalah memberikan tontonan kepada Tia
tentang film-film lesbian, dan juga peragaan deep and hot french kiss,
pemberian oral dan blow job secara "live" antara aku dan Sonya.
Selama ini aku tidak pernah "menembus" Sonya dan menyentuh Tia secara
lebih dalam, hal itu hanya kuwakilkan kepada Sonya. Kuminta Sonya untuk
mempraktekkan french kiss dan pemberian oral pada Tia sementara aku
mengamati dan memberinya instruksi sambil berbaring di samping Tia,
memegang tangannya dan membelai lembut kepalanya. Beberapa adegan film
close-up yang bagus sengaja ku paus untuk memberikan pengertian,
terutama pada Tia, tentang gaya dan cara untuk memuaskan pasangannya.
Aku bagaikan seks instruktur bagi mereka (I'm a sex instructor for
pretty young divas only, first lesson's free). Pengertian-pengertian
yang kuberikan bukan hanya sebatas aktivitas di atas ranjang saja,
tetapi juga sampai pada menjaga gizi seimbang, olahraga yang teratur
agar tubuh tetap sexy dan enak dipandang, serta bagaimana cara
membersihkan tubuh mereka terutama daerah-daerah yang paling feminin dan
misteri dari seorang wanita, tapi untuk hal yang satu itu hanya sebatas
pengetahuanku saja, mengenai detilnya, kuanjurkan agar mereka bertanya
pada ibundanya. Aku berusaha untuk menanamkan pemikiran serta sikap pada
kedua goddess mudaku ini bahwa menjaga kebersihan diri merupakan hal
yang teramat sangat penting bagi seorang wanita. Pernah juga Sonya
bertanya mengenai perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan
membandingkannya dengan cewek-cewek yang ada di film lesbian yang kami
tonton.
Ia bertanya mengapa cewek-cewek itu di daerah ketiak dan kewanitaannya
bersih tanpa bulu, lalu apakah kalo besar nanti payudaranya akan tumbuh
jadi sebesar bola basket seperti yang di film karena ia tidak mau
seperti itu dan ingin yang normal saja seperti milik ibunya, dan mengapa
milikku tidak sebesar tongkat baseball menakutkan seperti yang di film.
Aku memberikan penjelasan bahwa mengenai daerah ketiak dan kewanitaan
yang bersih tanpa bulu karena mereka secara teratur mencukurnya karena
hal itu melambangkan kefemininan, keindahan dan keseksian bagi mereka,
kukatakan juga bahwa mereka itu mencukurnya dengan alat cukur janggut
seperti milik papanya tapi kembali kutegaskan mengenai yang lebih
benarnya sebaiknya bertanya langsung ke ibu mereka atau ke sesama teman
cewek di sekolah yang pastinya lebih mengetahui secara detil hal-hal
semacam itu.
Intinya, seorang wanita cantik akan lebih sempurna apabila pandai
menjaga kebersihan tubuhnya menghilangkan rambut di tubuhnya secara
teratur, kecuali tentunya rambut pada bagian kepala karena itu merupakan
sebuah Tiara kecantikan yang wajib untuk selalu dirawat dan
dipertahankan. Kuanjurkan juga agar mereka saling mengingatkan untuk
selalu menajaga kebersihan diri dengan sebaik mungkin, karena walaupun
Sonya dan Tia cantik-cantik bagaikan bidadari, namun kalau tidak pandai
merawat diri, pasti akan terlihat sangat tidak menarik. Mereka tahu dan
pernah melihat contoh-contoh kurang baik yang kuperlihatkan dan mereka
pun tidak ingin menjadi seperti itu.
Mengenai payudaranya, aku jelaskan bahwa itu akan tumbuh dan berkembang
secara normal tetapi tidak akan sebesar seperti yang kami lihat di film,
karena yang di film itu merupakan hasil operasi plastik penanaman
silikon, lagipula kutambahkan bahwa aku sangat menyukai yang natural
asli alami seperti payudara milik Tia dan Sonya. Mengenai milikku,
kujelaskan bahwa batang segede tongkat baseball itu masih bisa dibilang
kecil.. karena ada yang segede dan sepanjang tiang listrik hahaha..
Kujelaskan batang yang besar itu tidak banyak manfaatnya, malah hanya
akan menyakiti si cewek. Contoh yang kuberikan pada Sonya adalah ketika
dia memberiku blowjob, maka dia tidak perlu membuka mulutnya lebar-lebar
dalam waktu yang lama karena hal itu akan menyakitkan buat rahangnya,
lalu kalau dimasukkan ke dalam vagina pasti akan membuat si cewek
kesakitan, walau tidak lama karena setelah itu pasti terasa nikmat,
tetapi efeknya adalah meninggalkan lubang yang besar dan meninggalkan
bentuk yang kurang sedap dipandang.
Aku mengetahuinya karena aku sudah mendengar pengakuan yang diberikan
oleh seorang aktris pemain film seks professional itu sendiri kepadaku.
Karena itulah aku tekankan pada mereka untuk selalu menghargai dan
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya semua yang mereka miliki agar lalu
tidak menjadi rendah diri dan bersembunyi di balik kepalsuan. Aku juga
menanyakan pada Sonya apakah dia suka batang yang segede di film, Sonya
mengatakan bahwa ia takut melihatnya dan ia lebih suka yang normal
alami. Kutegaskan bahwa yang terpenting adalah pengertian dalam
membahagiakan pasangan, bukan menyiksanya.
Sayang sekali saat itu aku kesulitan mendapatkan film-film Jepang
sebagai pembanding karena rata-rata film versi asia khususnya Jepang
lebih berani tampil natural, tidak bersembunyi di balik hasil operasi
buatan yang penuh kepalsuan, namun mampu menampilkan variasi hebat,
kreatif dan inovatif serta berteknik tinggi, sehingga secara pribadi,
aku kagum kepada mereka.
Dari sekian banyak materi "kuliah" yang kuberikan, satu hal yang paling
penting adalah menjaga diri mereka terutama bila mereka sudah mulai
berpacaran nanti, maksudku jangan sampai rudal sang pacar diijinkan
untuk menembus keperawanannya lalu si pacar kabur begitu saja, pokoknya
kalau si pacar itu sudah ingin yang macem-macem, segera putuskan.
Serahkan diri seutuhnya hanya pada orang yang benar-benar menyayangi,
perhatian dan bertanggung jawab sebagai suami yang syah itulah
kebahagiaan sejati yang kutanamkan pada pemikiran mereka dan kuyakin
dapat terwujud suatu hari nanti pada diva-diva mudaku ini.
Keesokan harinya yakni hari Sabtu itu sepulang dari sekolah, aku
mendapat kabar per telepon dari Pak Sis bahwa mereka sudah kembali
berada di Jakarta dan baru besok sore akan sampai di rumah. Ia juga
menanyakan kabar kedua putri yang sudah sangat dirindukannya serta
menyampaikan bahwa pertemuan bisnisnya di Australia berhasil dengan
sukses. Aku memberikan laporan bahwa kedua putrinya dan keadaan di rumah
baik-baik saja serta mengucapkan selamat atas keberhasilannya. Kabar
itu membuat perasaanku campur aduk,"ini berarti malam terakhir pesta
kami bertiga!" pikirku.
Malamnya kebetulan aku ada janji ketemu dengan cewek cantik anak kelas
satu di sekolahku yang selama ini kuincar, maka aku pulangnya agak
malam, namun Sonya dan Tia sudah kuberitahu dan kujanjikan bahwa
pelajaran pasti berlanjut malam ini, mereka juga kuharuskan menonton
film lesbian yang sudah kusiapkan sambil menungguku, jadi tidak perlu
khawatir.
Kencan malam itu berakhir dengan sukses, karena ketika aku nyatain..
ternyata di luar dugaan dia menerimanya, betapa bahagianya aku malam
itu. Saat aku tiba di rumah sekitar pukul 22.00 aku langsung mencari
Sonya dan Tia. Agak terkejut ketika kudapati mereka berdua di kamar
ortunya tengah berciuman sambil berguling-guling di atas spring bed yang
besar itu.
"Waah, kok ngga nungguin abang sich?" godaku.
"Abiis abang lama sich, Sonya dan Tia khan nggak sabar jadinya, tapi ini
juga baru mulai kok bang, tadi lamanya nonton film dulu" jawab Sonya.
Tia menghambur ke arahku minta digendong dan ia pun bergantung di punggungku.
"Eh.. abang mau cerita nich, tadi abang sudah nyatain ke temen cewek
yang cantik, junior abang di sekolah, dan abang diterima jadi pacarnya"
kataku gembira.
"Waah, selamat ya bang, ada fotonya ngga?" tanya Sonya.
Aku segera mengambilnya di dompetku, "nih liat, abang dikasih waktu di restoran tadi, gimana menurut Sonya?"
"Waah, abang seleranya bagus.. dia cantik sekali, cute, siapa namanya bang?" tanya Sonya.
"Liat doong, liat fotonya" kata Tia.
"Namanya Melati" jawabku.
"Wuiihh, iya Bang cantiik, kaya Kak Sonya" Tia berpendapat.
"Aaah, cutenya lebih mirip Tia kok" Sonya memuji keimutan adiknya.
"Bang, nanti kenalin sama Sonya dan Tia, ajak maen seks bareng" pinta Sonya.
"Iya baang" dukung Tia.
Idenya benar-benar membuatku sumringah.
"Waahh, seru buanget nih" pikirku.
"Pasti, abang kenalin ke bidadari-bidadari abang ini, tapi kalau ngajak maen bareng.. abang nggak bisa janji yaa" kataku.
"Nggak pa pa kok bang, yang penting kenalin dulu sama kita cewek
beruntung yang jadi pacar abang itu" kata Sonya. "Aaah, Sonya bisa aja"
kataku tersipu.
"Ayo ah, sekarang kita mulai pelajarannya, biar abang yang buka daster
kalian yaa!" kataku sambil mulai melucuti pakaianku sendiri.
Dengan menyisakan celana dalam di tubuhku, aku berkata pada Sonya,
"malam ini abang mau mencoba Tia, boleh ya Sonya" kataku. Tia memandang
ke arahku lalu ke arah Sonya. Sonya tersenyum lembut lalu berkata,
"boleh dong Bang Sonya dan Tia khan percaya sama abang" jawab Sonya.
Mendengar ijin Sonya, Tia pun tersenyum lalu memandang ke arahku.
Tia mengangkat kedua tangannya lurus ke atas tanpa dikomando ketika
kedua tanganku baru saja mau membuka dasternya. Satu kesalahan kecil
saja yang kulakukan terhadap mereka maka aku akan menjadi salah satu
bintang dalam berita TV. Segera kuangkat Tia yang kini hanya mengenakan
celana dalam putihnya itu ke tengah tempat tidur, lalu kurebahkan.
Sementara Sonya mengambil posisi berbaring di samping kiri Tia, memegang
tangannya dan membelai rambutnya. Aku duduk tegak di atas kedua lututku
untuk menikmati pemandangan-pemandangan indah yang terhampar di
depanku. Kuperhatikan Tia yang kini hanya tinggal dibalut celana
dalamnya saja, kulitnya yang putih mulus mirip kakaknya, membuatku tidak
sabar untuk memberinya kecupan-kecupan mesra.
Pada sebelah kiri Tia berbaring Sonya dengan daster tipisnya yang agak
tersingkap di bagian paha, sehingga kini bisa kulihat kulit pahanya yang
mulus dan sekilas celana dalam pinknya yang begitu sexy menggoda. Sonya
dengan cepat menutup bagian dasternya yang tersingkap tadi dengan gaya
yang malu-malu dan memandangku dengan ekspresi wajah yang begitu polos,
lugu, imut sambil kemudian menggigit sedikit bibir bawahnya, membuat
birahiku bergejolak hebat. Bagaikan orang kelaparan yang dihidangkan
santapan lezat di depan matanya aku langsung menciumi perut Tia.
"Aaah.." Tia mulai mendesah.
Hisapan dan jilatanku kembali merambat naik menuju lehernya, kedua daun
telinganya yang membuatnya merasa kegelian sehingga ia agak menarik
kepalanya menjauhi mulutku. "Abaanghh.. geli.. ahh.." Secara samar
kuperhatikan ternyata Sonya kini sedang menghisap sepasang payudara
kuncupnya bergantian, itulah sebabnya Tia menjadi agak lepas kontrol.
Kubiarkan Tia menghisap lidahku sepuasnya sementara tanganku kini mulai
mengusapi paha dalamnya. Kugetarkan tanganku bagaikan vibrator pada paha
dalam Tia sebelah kanan dan hal ini ternyata membuat badan Tia
terhentak ke bawah, seakan ingin melepaskan diri dari getaran tanganku
dan hisapan Sonya. Tia tidak kuat menerima rangsangan nikmat yang
bertubi-tubi seperti itu sehingga ciumannya pun terlepas.
"Aaah.. sshh.. aahh.. hh.. hh.."
Kesempatan itu segera kumanfaatkan untuk berpidah ke posisi. Naluriku
mengatakan bahwa Tia tidak akan kuat bertahan lebih lama lagi. Dengan
sigap kedua tanganku segera menarik celana dalam putih itu ke bawah.
Kubuka kedua pahanya lebar-lebar lalu kukecup dan Tia mulai mendesah.
"Aaah.. abaanghh.. Kak Sonya.. hh.. hh.. hh.."
Tia mengangkat-angkat pinggulnya sementara Sonya masih tetap menghisapi
payudaranya dan tak lama, "Aaah.. abaanghh.. Tia mau pipiiss.. hh..
hh.."
Kuredam hentakan pinggulnya.
"Aaah.. abaanghh.."
Akhirnya tubuh Tia bergetar kenikmatan walau agak tertahan oleh tanganku
dan tubuh Sonya. Setelah gerakan Tia terhenti, aku memberikan Sonya
French Kiss. Sonya menyambut ciumanku dengan penuh antusias, kemudian
kami pun berbaring di sisi kanan dan kiri Tia sambil memeluk tubuh kecil
itu yang kini terkulai lemas untuk memberinya kehangatan. Aku tersenyum
lalu berkata, "Nah, sekarang giliran Sonya dan abang!" kataku semangat.
Segera kubuka daster tipis Sonya lalu kurebahkan kembali seraya
memberinya ciuman penuh nafsu. Tanganku dengan cepat kini mulai
menggerayangi bukit kembarnya yang indah dan mulai menggetarkannya.
Dapat kurasakan Sonya berusaha untuk bersikap kuat dengan mampu
bertahan, tetapi aku bisa mengetahuinya bahwa dia berusaha mati-matian
untuk menahan rangsangan tanganku pada payudaranya melalui dengusan
nafasnya yang mulai tidak terkontrol serta hisapannya pada lidahku yang
menjadi begitu kuat.
Tangan kananku segera kuarahkan ke paha dalam bagian kanan,
kubelai-belai lalu kugetarkan di bagian yang paling dekat dengan daerah
paling femininnya yang masih tertutup celana dalam tipisnya sehingga
getaran tanganku juga turut menggetarkan dengan daerah femininnya yang
mulai basah itu.
"Aaahh.. hh.. hh.." Sonya akhirnya melepaskan hisapannya karena tidak
kuat menahan nikmatnya rangsanganku di tiga tempat sekaligus itu. Inilah
kesempatan emasku untuk berpindah posisi dan memberinya oral, segera
kugigit karet celana dalamnya dan kutarik ke bawah. Begitu terlihat
belahan vertikalnya aku agak terkejut sekaligus bahagia, karena ternyata
daerah itu telah kembali bersih. Bulu-bulu halus yang kemarin-kemarin
masih kulihat itu kini telah hilang, bersih dan halus seperti milik Tia.
Ini merupakan sebuah hadiah kejutan kedua yang istimewa bagiku. Kubuka
lidahku lebar-lebar agar dapat mengusap bagian bibir vertikalnya yang
menggairahkan dan sangat feminin itu. Hisapan kumulai dari paha kiri
bagian dalam, merambat naik lalu ke paha dalam bagian kiri tanpa
menyentuh vaginanya. Setelah beberapa saat menikmati pahanya barulah
ciuman dan hisapan kuarahkan untuk memberikan rangsangan kontinyu pada
bagian klitorisnya, sementara kedua tanganku yang menyusup dari bawah
kedua pahanya sudah berada pada pada bukit kembarnya dan siap memberikan
getaran yang dahsyat.
Tia yang masih berbaring di samping Sonya hanya bisa memperhatikan
aktivitas kami sambil memegang tangan dan membelai rambut kakaknya yang
tengah kubuat melayang di angkasa merasakan nikmat surga duniawi.
"Aaahh.. aah.. shh.. ouuhh.. hh.. hh.. hh" Sonya mendesah tak karuan kala aku menghisap dan memilin-milin klitorisnya.
Kedua pahanya menjepit kepalaku dengan erat, menandakan dirinya amat
sangat terangsang oleh apa yang kulakukan. Tanganku mulai kembali
menggetarkan bukit kembarnya yang indah itu, selaras dengan hisapan,
kecupan dan jilatan yang kulakukan pada klitorisnya.
"Ooouhh.. ooh.. sshh.. aahh.. hh.. hh.. abaanghh.. hh.. hh.. hh" Sonya kembali meracau.
Kecepatan getaran kedua tangan kupercepat begitu pula dengan permainan
hisapanku pada klitorisnya. Tubuh Sonya tersentak-sentak hebat, Ia
berusaha melepaskan kedua bukit kembarnya dari tanganku dengan menekan
badannya ke bawah, namun tidak berhasil. Ia menaik turunkan pinggulnya
dengan liar, "Aaah.. abaanghh.. Sonya pipiiss.. oouhh.." Segera kulepas
tangan kananku dari payudaranya untuk memberikan belaian pada
klitorisnya, sementara mulutku kuarahkan ke lubang vaginanya..
"Abaangh.. shh.. ah.. ah.. ah" akhirnya Sonya pun kutaklukkan.
Desahan Sonya yang begitu menggairahkan terdengar mengiringi deras dan
hangatnya cairan orgasmenya yang mengalir keluar dari lubang vaginanya.
Diriku sendiri juga sudah tidak kuat lagi menahan nafsu yang semakin
bergejolak dan siap meledak ini, segera aku membuka celana dalamku dan
mulai mengocok batangku yang sudah berdiri dengan tegangnya. Kuarahkan
batangku ke wajah Sonya agar dia menghisapinya seperti biasa. Keringat
deras yang mengucur di badan dan wajahnya, serta tubuhnya yang kini
terlihat lemas sehabis dilanda getar orgasme hebat tadi menjadikan
diriku tidak tega untuk memintanya menghisapi batangku. Akhirnya
kuputuskan untuk mengocok sendiri dan mengeluarkannya di dada Sonya.
Tidak lama kemudian aku mengalami orgasme dan ejakulasi hebat, spermaku
muncrat dengan keras membasahi dada Sonya.
Aku pun terkulai lemas di tempat tidur di samping tubuh Sonya. Kami
bertiga saling berpelukan dan berciuman dengan hangatnya di atas tempat
tidur besar milik orang tuanya itu. Setelah puas berciuman, kuajak
mereka mandi, membersihkan diri bersama dengan air hangat.
Selesai mandi dan berganti pakaian dengan piyama baru, kami pun kembali
naik ke tempat tidur besar itu untuk beristirahat dan saling berpelukan
dengan penuh kehangatan.
"Sonya hebat, abang kaget sekali lho tadi, kok bisa bersih dan sehalus itu, gimana caranya yaa?" tanyaku menggodanya.
"Ah abang, itu khan rahasia wanita" jawabnya sambil melihat ke arahku dan tersenyum manis.
"Pokoknya dari sekarang Sonya pasti akan selalu mempraktekkan nasehat-nasehat abang!" lanjutnya.
Kukecup bibirnya yang sexy itu dengan lembut.
"Tia juga, malam ini hebaat sekali, abang nggak nyangka lho" kataku lagi pada Tia.
"Tia khan sayang sama abang" jawabnya simpel penuh pengertian, sambil
memelukku dengan erat. Kucium rambutnya yang harum lalu kupeluk kedua
bidadariku itu dengan penuh kasih. Kami pun lalu terlelap dalam mimpi
yang damai dan indah di malam yang sangat luar biasa itu.
"Tinit.. tinit.. tinit.." Pagi itu sekitar pukul tiga dinihari aku
terbangun mendengar suara weker yang sudah sengaja kuaktifkan semalam.
Bergegas kumatikan weker lalu kugendong bidadariku satu per satu menuju
ranjang mereka masing-masing, kuselimuti mereka, kemudian aku kembali ke
kamar ortunya untuk mengganti sprei, sarung bantal dan guling dengan
yang baru. Hal ini kulakukan untuk menghindari prasangka yang
tidak-tidak dari si Was jika pagi nanti ia mendapati kami bertiga tidur
seranjang di kamar bapak dan ibu Sis, terlebih hari ini mereka akan
kembali ke rumah. Setelah semuanya selesai, aku kembali ke kamarku untuk
kembali beristirahat.
Siang harinya, Sonya sibuk di dapur dibantu oleh Tia dan si Was membuat
kue untuk menyambut kedatangan kedua orangtuanya, sedangkan aku ikut
membantu dengan membelikan semua bahan-bahan yang mereka butuhkan untuk
membuat kue di supermarket. Sore harinya barulah kue "selamat-datang"
buatan Sonya dan Tia itu jadi dan siap saji, setelah itu kami menonton
film-film VCD kartun koleksi kesukaan Tia dan Sonya sambil menunggu
orangtuanya tiba di rumah.
Sekitar pukul 19.30, kedua ortunya tiba di rumah dan kami menyambutnya
langsung di halaman depan. Denga sigap kubuka pintu taksi yang
mengantarkan kedatangan bapak dan ibu Sis, mereka keluar dan menyalamiku
dengan wajah yang berseri-seri, lalu memeluk erat kedua putri kecilnya
untuk melepaskan rasa rindu yang selama ini menjadi beban selama berada
di Australia. Segera kuangkat seluruh barang bawaan bapak dan ibu Sis
dari taksi ke dalam rumah, dibantu oleh si Was. Suasana di dalam rumah
dipenuhi kebahagiaan, Sonya dan Tia kini memberikan hasil karya mereka
berupa kue "selamat-datang" kepada ayah dan ibunya. Mereka berbagi
hadiah, pelukan kasih, canda dan tawa serta cerita, tapi tentunya
rahasia kami tetap terjaga dengan baik.
Hubunganku dengan Pak Sis sekeluarga tetap berjalan dengan baik,
khususnya dengan Sonya dan Tia, namun semenjak saat itu aktivitas
ranjang kami bertiga jadi sangat tersendat dikarenakan oleh kesibukanku
mempersiapkan diri untuk ujian-ujian dan Ebtanas. Seperti yang sudah
kupersiapkan sebelumnya bahwa ketika aku tidak di tempat atau
berhalangan, maka mereka berdua bisa saling mereguk kenikmatan tanpa
diketahui papa dan mamanya dan juga tanpa harus minta bantuan dari
laki-laki lain yang pasti akan menghancurkan segalanya. Aku
mengetahuinya karena mereka selalu mengajakku dan jika aku memang tidak
bisa karena terpaksa harus nginap di rumah teman untuk belajar bareng
misalnya, maka Sonya ataupun Tia akan memberikan laporan aktivitas
erotis mereka berdua dengan begitu membangkitkan gairahku dan membuatku
hanya bisa menelan ludah, merasa sangat iri dan menyesal karena tidak
bisa turut berpartisipasi, tapi apa mau dikata..
Hubunganku dengan Melati pun sudah semakin erat dan ia juga sudah
kukenalkan pada kedua bidadariku, bahkan ia bisa menjadi akrab dengan
mereka.
Semua hal terindah itu hanya bertahan sampai aku lulus SMA saja, karena
aku harus pindah ke ibukota untuk melanjutkan pendidikan sedangkan Pak
Sis dan keluarga harus pindah ke Autralia karena bisnis yang ia tangani
berkembang pesat dan sukses besar. Hubunganku dengan Melati pun terpaksa
putus dengan baik-baik karena kepindahanku, tapi sebagai teman, ia
masih rajin menghubungiku. Inilah kehidupan, realita yang sungguh sangat
disayangkan bahwa segala sesuatu yang berawal dengan indah harus
berakhir dengan kepedihan. Sekarang, semua manis pahitnya pengalamanku,
hanyalah menjadi sebuah, kenangan..
No comments:
Post a Comment