Namaku Tina. Usiaku 16 tahun. Aku sekolah di sebuah SMU swasta terkenal
di Surabaya. Sudah hampir setahun ini hidupku penuh berisi
kesenangan-kesenangan yang liar. Dugem, ineks dan seks bebas. Sampai
akhirnya aku terjerumus dalam ambang kehancuran. Terombang-ambing dalam
ketidak pastian. Aku bingung apa yang kucari. Aku bingung harus kemana
arah dan tujuanku. Apa yang selama ini kulakukan tidak memberikan
kemajuan yang positif. Bahkan aku nyaris gila. Siapakah aku ini?
Sejujurnya aku menyesali kondisiku yang seperti ini. Keterlibatanku
dengan narkoba telah membawaku ke dalam kehidupan yang kelam. Sungguh
kejam! Aku jadi berangan-angan ingin kembali ke kehidupan lamaku dimana
aku belum mengenal narkoba. Saat itu begitu indah. Orang tuaku sayang
padaku. Andrew pacarku dengan setia berada disisiku. Dan dia selalu
datang untuk menghibur dan menemaniku.
Aku jadi ingat pada hari-hari tertentu, teman-teman sekolahku datang
main ke rumah untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar berkumpul.
Kalau lagi ada pacarku, mereka selalu menggoda kami sebagai pasangan
serasi. Padahal menurutku kami bertolak belakang. Aku pemalu dan mudah
merajuk. Sedang pacarku biang kerok di sekolah dan tidak tahu malu. Aku
berprestasi dalam pelajaran tapi kurang menguasai bidang olah raga.
Sedangkan dia berprestasi dalam olah raga namun malas belajar. Tinggiku
sedang dan badanku agak kurus. Sedangkan dia tinggi dan besar. Pokoknya
beda banget. Tapi teman sekolah mengatakan kami pasangan serasi. Entah
apanya yang serasi..
Aku masih ingat saat-saat terakhir dia meninggalkan aku untuk sekolah ke
Amerika. Ada setitik firasat bahwa itu adalah saat terakhir aku
bersamanya. Aku menangis tiada henti di bandara seperti orang bodoh.
Tidak ada kata yang terucap, hanya sedu sedan lirih terdengar dari
mulutku. Orang tuanya sampai sungkan pada orang tuaku dan berusaha
menghiburku dengan mengatakan bahwa Andrew akan sering pulang ke
Indonesia untuk menengokku. Orang tuaku pun tak kalah dan berjanji
padaku akan menyekolahkan aku ke Amerika selepas SMU.
Kata orang cinta akan lebih terasa saat terpisahkan oleh jarak. Aku
tidak sabar untuk membuka e-mail setiap malam. Telepon internasional
seminggu sekali menjadi pelepas dahaga bila aku rindu suaranya. Setiap
malam menjelang tidur, aku melihat-lihat foto kami berdua. Dan tak lupa
aku mendoakan dia.
Kini Andrew tidak akan mau memandangku lagi. Laporan dari teman-temannya
yang melihat aku berkeliaran di diskotik-diskotik dengan lelaki lain
membuatnya murka dan tidak mempercayai aku. Dia mengadili aku yang hanya
bisa menangis dan berjanji akan menghentikan perbuatanku. Tapi apa
daya, di belahan dunia lain, Andrew tidak akan bisa melihat
keseriusanku. Dia meminta untuk mengakhiri hubungannya denganku meski
aku menangis meraung-raung di telepon. Aku tak berdaya. Dia begitu
kerasnya tidak mengampuni kesalahanku.
Yah memang semua itu memang salahku. Tapi apakah aku tidak punya
kesempatan untuk memperbaiki kesalahan? Apakah setiap orang tidak pernah
khilaf? Apakah sama sekali tidak ada ampun untukku? Dia dulu mengatakan
apa pun yang terjadi akan selalu mencintaiku. Akan selalu menjagaku.
Semakin hari cintanya padaku akan semakin besar. Ternyata, bohong! Itu
semua hanya bohong belaka!
Saat ini aku jadi ceweq bodoh, sering melamun dan mudah stres. Bukan
hanya hubunganku dengan Andrew yang hancur. Hubunganku dengan ayah ibuku
juga memburuk. Mereka sudah menyerah menghadapi aku yang hampir setiap
hari pulang pagi. Mereka bahkan mengancam akan mengusir aku bila terus
menerus seperti ini.
Aku jadi sering membolos sekolah. Prestasiku di sekolah makin hari makin
memburuk. Aku telah kehilangan minat untuk belajar dan meraih ranking
tinggi di sekolah. Hubungan sosial dengan teman sekolahku juga semakin
buruk. Aku malas bergaul dengan mereka. Aku takut mereka mengetahui
siapa aku sebenarnya. Aku takut mereka menyebarkan tingkah lakuku
sebenarnya. Aku takut..
Aku jadi paranoid! Aku jadi mudah curiga dengan semua orang. Aku jadi
sulit tidur dan melamun yang tidak-tidak. Aku jadi sering mimpi buruk
dan makin sulit membedakan mana mimpi dan kenyataan. Lama-lama aku bisa
gila!
Aku ingin berhenti menggunakan narkoba dan sesegera mungkin meninggalkan
dunia gemerlap yang selama setahun ini kugeluti. Tapi aku sulit
meninggalkannya. Aku terperangkap di dalamnya!
Ineks! Semua ini gara-gara pil setan itu! Badanku semakin kurus. Mataku
cekung dihiasi garis hitam dibawahnya. Aku tidak mengenali wajahku
sendiri di hadapan cermin. Bahkan Mamaku sudah mengecap aku sebagai
wanita nakal.
Yah.. wanita nakal.. aku memang telah jadi wanita nakal. Aku telah
melepaskan keperawananku pada seorang pria yang bukan suamiku. Aku malu
pada diriku dan pada orang tuaku. Diriku bukan Tina yang dulu. Tina yang
selalu meraih prestasi di sekolah. Tina yang selalu membanggakan orang
tua. Tina yang rajin ke gereja. Tina yang lugu dan pemalu. Tina yang
selalu jujur dan berterus terang..
Malam itu entah malam keberapa aku ke diskotik dengan Martin. Setelah
triping gila-gilaan bersama teman-teman, aku pulang bersama Martin.
Sebenarnya aku malas pulang karena masih dalam keadaan on berat.
Gara-gara Bandar gede dari Jakarta datang, semua jadi kebanyakan ineks.
Badanku terus bergetar tiada henti, dan rahangku bergerak-gerak ke kiri
dan kekanan. Dengan eratnya aku peluk lengan Martin seakan-akan takut
kehilangan dirinya.
Tidak seperti biasanya Martin mengajakku putar-putar keliling kota.
Mungkin dia kasihan melihat aku masih on berat dan tidak tega membiarkan
aku sendirian di rumah. Aku sih senang-senang saja. Kuputar lagu-lagu
house music agak kencang, meski aku tahu akibatnya bisa fatal.
Tak sampai lima menit, lagu house music dan hembusan hawa AC yang dingin
membuat aku on lagi! Aku menggerak-gerakkan badan, kepala dan tanganku
di bangku sebelah. Rasanya asyik sekali triping dalam mobil yang melaju
membelah kota! Martin tertawa melihat aku memutar-mutar kepala seperti
angin puyuh.
"Untung kaca film mobilku gelap. Jadi aku nggak perlu takut orang-orang melihat tingkahmu!" ujarnya.
Hahaha.. rasanya saat itu aku tidak peduli mau dilihat orang, polisi,
hansip atau siapa pun juga, aku tidak akan peduli! Lagipula ini masih
jam 3 pagi.
Setelah setengah jam kami putar-putar kota, akhirnya kami sampai di
daerah sekitar rumah Martin. Martin menyarankan agar aku meneruskan
tripingku di rumahnya. Sebab terlalu riskan bila triping di jalanan
seperti itu. Kalau sedang sial bisa ketangkap polisi. Aku yang sudah
tidak bisa berpikir lagi Cuma mengiyakan semua omongannya.
Sampai di rumahnya, aku langsung diantar ke kamarnya. Sambil meletakkan
kunci mobil, Martin menyalakan ac dan memutar lagu house music untukku.
Wah dia benar-benar ingin membuat aku on terus sampai pagi! Ok, Aku
layani! Kurebut remote ac dari tangannya dan ku setel dengan temperatur
paling rendah.
Martin yang sudah drop, begitu mencium bau ranjang langsung hendak
merebahkan badannya yang besar itu ke tempat tidur. Tentu saja aku tidak
ingin tripping sendiri! Kutarik tangannya dan kuajak dia goyang lagi.
Martin mengerang dan tetap menutup wajahnya dengan bantal. Tingkahnya
dibuat manja seperti anak kecil. Tidak habis pikir aku segera mencari
koleksi minumannya di mejanya. Kusambar sebotol Martell VSOP dan kupaksa
dia minum.
Mulanya Martin menolak dengan alasan besok harus kerja. Namun aku
memaksa terus hingga dia tak berkutik. Beberapa teguk Martell membuahkan
hasil juga. Martin bangun dan duduk didepanku. Aku segera memeluknya
dari belakang dan menggodanya dengan manja.
"Kalau kamu mau nemenin aku tripinng.. hari ini aku jadi milikmu."
"Milikku sepenuhnya..? Ehm.. I love it!" Balas Martin nakal.
"Ya..ehm.. jadi milikmu.." gumamku di dekat telinganya.
Aku memeluknya dari belakang dan menciumi telinganya sampai dia
kegelian. Aku terus menggodanya dengan menciumi leher dan bahunya.
Tiba-tiba dia membalikkan badan dan menyergapku! Aku kaget juga dan
berteriak kecil. Martin mendekapku erat-erat dan balas menciumi wajah,
leher dan telingaku. Aku menjerit-jerit kegelian oleh tingkahnya.
Lama-lama ciuman Martin semakin turun ke bawah. Dia melorotkan tali
tank-topku dan menciumi buah dadaku dengan ganas sambil
mendengus-dengus. Aku bergetar menahan geli dan rangsangan yang hebat.
Otot-otot badan dan kakiku terasa kaku semua.
Tidak puas menciumi dadaku, Martin meloloskan bra yang menutupi dadaku sehingga kedua buah dadaku tersembul keluar.
"Woow.. aku paling suka payudaramu!" desisnya.
Aku paling suka kalau keindahan tubuhku dipuji. Dia mengucapkan
kata-kata itu dengan mata berbinar-binar sehingga membuatku tersanjung.
Tentu saja aku langsung menutupi dadaku dengan kedua tanganku
seakan-akan melarangnya untuk melihat.
Sedetik kemudian dia membuka kedua tanganku dan membungkuk kearah dadaku
lalu mendekatkan mulutnya ke puting kananku. Dengusan napasnya yang
mengenai putingku sudah bisa membuatku menggelinjang. Pelan-pelan
lidahnya menjilat putingku sekilas, lalu berhenti dan memandang
reaksiku. Aku memejamkan mata dan mendengus. Perasaanku melambung sampai
ke awang-awang! Ketika kubuka mataku, dia memandangku sambil tersenyum
nakal. Aku memukulnya. Kemudian dia menjilat puting kiriku sekilas. Aku
kembali menggelinjang-gelinjang. Aku merasa detik-detik penantian apa
yang akan dilakukan Martin pada putingku membuat aku makin penasaran.
Aku mengerang-erang ingin agar Martin meneruskan aksinya.
Aku sudah sangat terangsang hingga memohon-mohon padanya agar memuaskan
aku. Martin tersenyum manis sekali lalu mulai memasukan putingku ke
mulutnya. Putingku dipermainkan dengan mulut dan lidahnya yang hangat.
Aku bergetar dan menggelinjang menjadi-jadi. Kepiawaian Martin
merangsang dan memuaskan aku sudah terbukti. Rangsangan yang hebat
melupakan segala janji yang pernah kubuat.
Martin sangat terangsang rupanya. Aku merasa ada yang mengganjal di
bagian bawah perutku dan menyodok-nyodok kemaluanku. Aku membuka kedua
kakiku lebar-lebar dan merubah posisi pinggulku agar kemaluanku
bergesekan dengan penisnya. Tiap kali penisnya menggesek klitorisku aku
mengerang dan merenggut apa saja yang bisa kurenggut termasuk rambutnya.
Napas kita yang mendengus-dengus bersahut-sahutan bersaing dengan lagu
house music yang memenuhi ruangan.
Martin meneruskan aksinya sambil melepas pakaianku satu persatu hingga
aku telanjang bulat. Aku menatap wajahnya dengan perasaan tak karuan.
Lalu dia membuka pakaiannya sendiri dan mulai menyerangku dengan ganas.
Aku diciumi mulai mulut turun ke leher lalu ke buah dadaku. Kemudian
turun lagi melewati pusar dan bulu kemaluanku. Dia berhenti sesaat
sambil melihat aku yang sudah terangsang berat.
"Martin.. cium anuku please.." pintaku terbata-bata.
"Hehehe.." Desisnya pelan.
Lalu tanpa menunggu perintah kedua kalinya, dia mulai merubah posisinya
agar mulutnya pas di kemaluanku. Kemudian kakiku dibuka lebar-lebar ke
atas sehingga kemaluanku menyembul di antara pahaku. Aku merasa hawa
dingin menerpa bagian dalam kemaluanku yang merekah. Aku memejamkan mata
berdebar-debar menunggu Martin memulai aksinya.
Martin menciumi sisi luar kemaluanku dengan perlahan. Aku mengerang
tertahan dan mengerutkan dahi. Rasanya geli sekali! Ciumannya bergerak
ke tengah dan berhenti di klitorisku. Klitorisku diciuminya lama sekali
seperti kalau dia menciumi bibirku. Dia mengulum dan kadang menyedot
kemaluanku dengan kuat. Aku mendesah-desah keras sekali. Tak
tergambarkan rasanya. Lalu ketika lidahnya ikut bermain, aku tak kuat
menahan lebih lama lagi. Dibukanya bibir kemaluanku dengan jarinya, lalu
lidahnya dimasukan diantaranya. Lidahnya memilin-milin klitorisku dan
kadang masuk ke vaginaku dalam sekali.
Erangan panjang menandakan kenikmatan yang tiada taranya. Aku malu
sekali ketika orgasme dihadapannya. Ritme ciumannya pada kemaluanku
perlahan-lahan mengendur seiring dengan tekanan yang kurasakan. Martin
memang hebat. Dia sudah berpengalaman memuaskan ceweq. Dia bisa tahu
timing yang tepat kapan harus cepat dan kapan harus pelan. Aku jadi
curiga apa dia berprofesi sebagai gigolo yang biasa memuaskan
Tante-Tante kesepian. Hehehe..
"Lho kok cepat? Udah terangsang dari tadi ya?" tanyanya sambil senyum-senyum mesum.
Mukaku memerah ketika aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Aku
memukulnya dengan bantal sambil menggodanya. "Kamu gigolo ya? Kok hebat
banget?"
"Eh, gigolo! Kurang ajar! Gua ini memang Don Juan Surabaya ya! Belum
pernah ada ceweq yang tidak puas kalau main denganku!" katanya pongah.
"Teman-temanku sampai menjuluki aku 'Sex Machine'!" lanjutnya.
"Ngibul! kamu pasti gigolo!" godaku sambil memukulnya dengan bantal lagi. Kami perang mulut selama beberapa saat.
Kemudian Martin mengakhirinya dengan berkata, "Enak aja menghinaku!
Sebagai balasannya, nih.." Martin melompat kearahku dan memasukkan
kepalanya diantara kakiku.
Dia langsung melumat kemaluanku dengan mulutnya lebih ganas lagi padahal
kemaluanku masih berdenyut-denyut geli. Aku menjerit-jerit karenanya.
Gelinya luar biasa! Entah apakah kemaluanku sudah sangat basah atau
tidak, aku mendengar bunyi berkecipak di kemaluanku. Rasa geli yang
menerpa segera berubah menjadi nikmat. Aku terhanyut lagi dalam
permainan lidahnya.
Aku orgasme untuk yang kedua kalinya. Badanku rasanya lemas semua. Malam
itu aku mudah sekali orgasme. Entah apa mungkin itu karena pengaruh
ineks atau memang aku sudah dalam keadaan puncak, aku tidak tahu..
Kami break sebentar. Martin tidur terlentang. Kulihat penisnya berdiri
tegak bagai tugu monas. Kepalanya yang merah mengkilat karena cairan
maninya meleleh keluar. Aku duduk di dipangkuannya dan memegang penisnya
yang keras.
"Lho, sejak kapan celana dalammu lepas? Aku kok nggak tahu?" tanyaku.
"Hehehe.. kamu merem terus dari tadi sampe nggak tahu kalo burungku udah menunggu-nunggu ditembakkan ke sasaran!" candanya.
Aku kasihan padanya. Kuelus-elus penisnya sambil menggodanya. Lalu aku
naik ke atas tubuhnya dan duduk tepat diatas penisnya. Martin tampak
terangsang melihat tindakanku. Kugoyang-goyangkan pinggulku maju mundur
diatas penisnya sambil kuelus-elus dadanya. Martin memejamkan matanya
sambil merasakan sentuhan-sentuhan kemaluanku di penisnya. Aku juga
merasa geli-geli nikmat saat penisnya yang keras dan licin menggeser
klitorisku.
Lama-lama Martin tidak kuat menahan rangsangan. Dia bangkit dan memeluk
tubuhku. Kami berciuman. Tanpa mempedulikan bau cairan vaginaku di
mulutnya, aku terus menggoyangkan pinggulku maju mundur. Kemaluanku yang
basah semakin memudahkan penis Martin bergesekan diantar bibir
kemaluanku. Gerakan kami makin lama makin liar, sampai akhirnya
pertahananku runtuh!
Penis Martin mengoyak keperawananku! Kepala penisnya selip dan masuk ke
vaginaku. Aku menjerit kaget dan gerakanku terhenti. Untuk sesaat aku
merasa sakit karena ada benda sebesar itu masuk ke vaginaku. Martin juga
berhenti dan hendak mencabut penisnya dari vaginaku. Namun aku
mencegahnya. Aku benar-benar terhanyut dalam fantasiku sendiri akan
kenikmatan persetubuhan. Kupeluknya erat-erat tubuhnya. Disamping rasa
sakit, aku merasakan suatu kenikmatan yang lain. Aku ingin merasakan
lebih lama lagi.
Secara tak sadar aku merendahkan pinggulku perlahan-lahan sampai penis
Martin memenuhi liang vaginaku. Rasanya sungguh luar biasa! Aku memeluk
Martin sekuat tenaga dengan napas terputus-putus. Kucengkeram
punggungnya dengan kuku jariku tanpa peduli dia kesakitan atau tidak.
Tak terlukiskan perasaanku saat itu. Aku mengerang-erang. Rasanya
seluruh sarafku terputus dan terpusat di kemaluanku saja. Martin
membiarkanku sesaat menikmati moment ini. Dia pasti juga sedang
menikmati koyaknya selaput daraku.
Perlahan-lahan Martin mulai menggoyangkan pinggulnya. Penisnya
bergerak-gerak perlahan dalam kemaluanku. Aku mendesah mengaduh-aduh
menahan nikmat dan geli. Vaginaku masih sangat sensitif sampai sampai
aku tidak tahan ketika penisnya digerak-gerakkan. Aku menatap sayu pada
Martin.
"Kenapa aku nggak tahu kalau ML seenak ini? Kalau tahu, aku sudah dari dulu mau making love sama kamu!" kataku parau.
Mendengar perkataanku, sesaat Martin hanya memandangku tanpa ekspresi.
Aku tidak dapat menebak apa yang ada dipikirannya. Lalu dengan pandangan
yang menyejukkan, dia mencium keningku dan pipiku. Aku menjadi tenang
dan damai. Martin, aku sayang padamu, aku sayang padamu, aku sayang
padamu. Tak ada lagi Andrew dalam kamusku. Aku hanya sayang padamu
kataku dalam hati. Sex jauh lebih memabukkan daripada extacy! Aku tak
bisa berpikir jernih! Yang ada dipikiranku hanya terus dan terus.. tanpa
akhir..
Martin mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku. Mulanya
perlahan, lama-lama semakin cepat. Rasanya mau mati saking nikmatnya.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya erangan dan desahan yang keluar dari
mulutku. Dorongan penisnya yang menghujam keluar masuk ke dalam
vaginaku membuatku tak berdaya.
Malam itu aku orgasme empat kali. Martin menumpahkan spermanya di
perutku dan terkapar disebelahku. Aku juga terkapar kelelahan. Saking
lelahnya aku sampai tidak kuat untuk bergerak mengambil tissue untuk
membersihkan spermanya yang tumpah di perutku. Ternyata orgasme saat ML
jauh lebih nikmat daripada dengan oral seks. Sungguh berbeda..
Setelah terkapar beberapa saat, Martin membopongku ke kamar mandi dan
memandikan aku. Aku terus menerus memandang wajahnya dan mencari-cari
sinar apa yang terpancar di wajahnya. Apakah dia benar mencintaiku atau
aku hanya salah satu perempuan koleksinya? Aku terus memeluknya saat dia
membasuh tubuhku dengan air hangat dan membersihkan kemaluanku.
Kemudian setelah membersihkan diri, kami tidur kelelahan.
*****
Besoknya saat aku bangun, Martin sudah tidak ada di sebelahku. Kulihat
jam dinding menunjukkan pukul sembilan. Detik berikutnya aku baru sadar
kalau tidur telanjang bulat dan hanya ditutupi selimut. Perlahan-lahan
memoriku memutar balik kejadian tadi malam. Agak susah mengingat
kejadian semalam setelah pakai ineks dan minum minuman beralkohol.
Setelah ingat semua, dengan lunglai aku bangkit dan melihat kemaluanku.
Kuraba dan kupegang kemaluanku. Rasa nikmat dan geli semalam masih
terbayang di pikiranku. Pikiran jelek mulai menggangguku. Aku sudah
tidak perawan! Aku sudah kehilangan keperawananku di usia ke 16 dengan
cowoq yang bukan pacarku maupun suamiku! Edan! Aku lepas kendali!
Kata-kata Ling mulai teringat kembali. Saat dia kehilangan
keperawanannya pertama kali, dia menangis menjadi-jadi semalaman. Namun
sekarang dia sudah biasa dan malah sering making love. Aku teringat saat
Ling mengenalkan Martin padaku, dia memperingatkan Martin agar jangan
macam-macam padaku. Berbagai macam kejadian dari awal aku kenal
kehidupan malam sampai saat ini lalu lalang dalam pikiranku seakan-akan
menyindirku. Sekarang semuanya telah terjadi! Aku tak percaya! Aku jadi
seperti Ling!
Aku ingin menangis menyesali semuanya! Namun sudah terlambat! Apalagi
saat aku melihat setitik noda hitam pada sprei. Aku langsung menangis
menjadi-jadi. Aku merasa berdosa! Bayangan wajah Papa Mamaku berkelebat
berganti-ganti dalam benakku. Aku merasa berdosa pada Papaku, pada
Mamaku, pada kakakku, pada seluruh keluargaku!
Aku ke kamar mandi untuk membersihkan diriku! Aku merasa kotor dan hina!
Aku bukan Tina yang dulu lagi! Masa depanku hancur! Siapa yang mau sama
aku! Cowoq mana yang mau menerima ceweq seperti aku! Ceweq yang sudah
tidak utuh lagi! Ceweq murahan! Aku benci diriku sendiri! Aku benci
semua orang! Aku menangis lama sekali di kamar mandi. Kutumpahkan semua
perasaanku dalam air mata yang segera tersapu guyuran air hangat. Hingga
akhirnya aku tergeletak lemas di lantai kamar mandi.
Setelah bosan menangis, aku segera beranjak dari kamar mandi dan
mengenakan pakaian. Kuambil ponselku dan kukirim SMS pada Ling. Aku
minta dia menjemputku di rumah Martin. Ling menyanggupi dan berjanji
akan menjemput aku sepulang sekolah pukul 13.00
Pukul sebelas Martin pulang ke rumah. Tiba-tiba perasanku jadi campur
aduk saat kudengar suara mobil Martin memasuki rumah. Ada perasaan
jengkel yang menggebu-gebu padanya.
"Kok berani-beraninya orang segede dia menjerumuskan anak kecil! Dasar hidung belang!" pikirku jengkel.
Aku duduk di ranjang menghadap pintu sambil menunggu dia masuk.
Kusiapkan wajah sesuram mungkin agar dia tahu kalau aku marah padanya.
Aku sudah mempersiapkan diri untuk mendiamkannya selamanya. Pokoknya dia
harus tahu kalau aku marah!
Martin yang sepuluh tahun lebih dewasa tahu bagaimana harus bertindak
menghadapi aku. Dia diam saja saat aku mendiamkannya. Lalu mulai
mengajakku makan. Aku menolak. Dia terus mengajakku bicara dan bercerita
kalau dia bangun kesiangan sehingga terlambat kerja. Dia pura-pura
tidak tahu aku marah padanya. Sejurus kemudian dia mulai memelukku dan
mengatakan kalau dia segera pulang karena khawatir aku belum makan atau
kesepian di rumah.
Lama-lama aku kasihan juga padanya. Dia baik padaku. Sebenarnya yang
salah aku. Aku yang memaksanya melakukan itu. Padahal kemarin dia sudah
mau tidur, aku malah merangsangnya habis-habisan. Yah, aku yang salah.
Seperti membangkitkan macan tidur. Aku pun mulai melunak. Aku mulai
menjawab pertanyaannya sepatah-sepatah sampai akhirnya suasana mulai
cair.
Mengerti umpannya mengena, Martin mulai merayuku dan menggodaku. Aku tidak tahan digoda dan mulai membalas godaannya.
"Martin, kamu harus bertanggung jawab! Kamu harus kawin sama aku!" serangku.
"Jangan kuatir sayang! Aku ini dari dulu juga suka sama kamu. Cuma aku
takut kamu yang nggak mau sama aku karena aku terlalu tua. Hahahaha.."
balasnya.
Aku tidak peduli pikirku. Toh aku juga merasa cocok dengan Martin. Dia
begitu dewasa. Dia bisa momong aku. Masalahnya, dia sepuluh tahun lebih
tua dari aku. Apa orang tuaku setuju aku menikah dengannya?
Pikiranku sudah jauh lebih baik sekarang. Martin memelukku erat-erat dan menghiburku. Aku jadi makin sayang padanya.
Akibat kejadian malam itu, hampir tiap hari aku making love dengannya.
Kami melakukan di rumahnya, di hotel, di kamar mandi, di mobil dan
dimanapun kami mau! Berbagai posisi kami lakukan. Aku benar-benar
ketagihan bersenggama! Bahkan kami pernah menginap seharian di hotel dan
tidak keluar kamar sama sekali. Saat itu aku sampai orgasme sebelas
kali waktu making love dengannya! Benar-benar liar dan tak terkontrol!
Acara tripping selalu dilanjutkan dengan making love. Kesukaan kami
adalah triping sambil telanjang bulat berdua di kamar Martin sambil
bercumbu. Asyik sekali rasanya! Saat pengaruh ineks menurun, kami
bersenggama atau melakukan oral seks untuk membuat on lagi. Setelah
benar-benar habis, kami lanjutkan dengan minum minuman keras. Edan..
Dua bulan terakhir ini aku jarang kontak dengan Martin. Martin sibuk
dengan pekerjaannya, sedangkan aku sibuk diadili oleh keluargaku. Mereka
marah besar padaku dan mengawasiku dengan ketat. Ponselku disita
sementara. Telepon untukku disortir sama orang tuaku. Kemana-mana selalu
diantar sopir ayahku. Pokoknya aku jadi tahanan rumah!
Entah siapa yang salah! Aku tak perlu menyalahkan siapa saja selain
diriku sendiri. Aku sendiri pun menyesal menyadari kondisiku sekarang.
Orang luar pada bingung melihat tingkahku. Aku hidup di dalam keluarga
yang harmonis. Orang tuaku sayang dan perhatian padaku. Tapi kok bisa
aku terjerumus jadi seperti ini?
Hahaha.. memang bodoh apa yang kulakukan. Penyesalan sudah tidak ada
gunanya lagi. Entah sampai kapan aku bisa berhenti dari dunia gila ini?
Aku pun sudah mulai bosan..
Selesai.
No comments:
Post a Comment