Saturday 26 May 2018

Greeny esh-shubuchyi

Hai perkenalkan namaku Greeny esh-shubuchyi, panggilanku Rini usiaku 28 tahun dengan dua anak, yang pertama 3 tahun dan yang kecil baru 9 bulan. Suamiku sendiri adalah pekerja pasif di bidang sarana pendidikan. Sebagai orang dunia timur dan masih berdarah mesir keluarga saya sudah tinggal di Indonesia sejak lama. Keluarga baruku tinggal di kota S, suamiku yang hanya pekerja pasif membuatku sering tidak nyaman, apalagi kini aku hidup jauh dari orang tua kandung yang secara materi tidak kekurangan. Beruntung aku sudah punya 2 anak ditambah seorang adik sepupu yang membuat hidupku terasa lebih bergairah. Namanya Nakim baru kelas 5 sd, sudah 5 bulan sejak ia pindah ke tempat tinggalku untuk melanjutkan sekolah karena sekolah lamanya ditutup. Hari-hari kami lewati bersama, setelah Nakim pulang sekolah ia sering membantuku menjaga Fael anak keduaku. Di sinilah cerita nyata itu dimulai.

Semalaman aku tidak dapat tidur bukan karena kedua anakku yang rewel melainkan akhir-akhir ini aku merasa jenuh terhadap suamiku yang hanya mementingkan kebutuhan pribadinya saja, soal materi aku masih diberi uang tambahan dari ibu dan hasil kerja suamiku hanya cukup untuknya sendiri, nafkah lahir yang tidak mencukupi tidaklah menjadi beban bagiku namun kenyataannya kehidupan keluargaku mengalami masalah karena suamiku yang menjadi kepala rumah tangga tidak memperhatikan kebutuhan batiniahku, bukan karena suamiku berkonsentrasi pada pekerjaanya melainkan karena setalah kami menikah ia menjadi malas mungkin ia merasa mertuanya adalah orang berada. Kejenuhan ini semakin menjadi beban ketika suamiku mulai jarang di rumah, ia malah sering pulang ke rumah orang tuanya bahkan sering menginap. Dan waktu pulang pagi harinya langsung memintaku melayani hajat seksualnya tanpa memperhatikan betapa istrinya juga sangat membutuhkan belaian kasih sayang, kegiatan seksual kami hanya satu arah yaitu aku sebagai istri tidak selayaknya ikut menikmati. Sungguh sebuah siksaan yang tidak kuketahui kapan akan usai, sampai datanglah kesibukanku mengurus kedua anakku, dan adik sepupuku. Oh hari-hari yang tidak boleh aku keluhkan, aku harus tegar, dan tetap menatap kedepan. Di suatu pagi yang cerah saat semua tanggung jawabku sebagai ibu rumah tangga selesai kukerjakan, tiba-tiba rasa dahagaku akan belaian kasih dan cinta bergelora seperti sedang berada di tengah ganasnya gurun melihat danau nan jernih, semangatku bangkit untuk menggapainya. Walau hawa panas dan badai pasir datang saling susul menyusul namun takan menggoyahkan langkahku. Anakku yang sulung sedang ada di rumah orang tuaku dan yang kedua sedang asyik bermain denganku sampai Nakim pulang dari sekolah. Seperti keseharianku aku selalu mengenakan busana muslim dengan jilbab, mula- mula aku minta Nakim untuk menjaga si kecil anakku dengan mengatakan ingin beristirahat setelah menyelesaikan kerjaan rumah, aku menuju kamar yang tidak tertutup rapat, yah.. kuakui aku juga seorang eksibisionis, sering kupertontonkan keindahan lekuk tubuhku dari balik jubah panjang yang kukenakan. dan di pagi itu Nakimlah yang menjadi penikmatnya, penah kupergoki Nakim sedang mengintip saat aku mandi namun kini akulah yang seolah membutuhkannya. Dengan jubah panjang sutra hitam dan jilbab putih khas Turki sungguh perpaduan yang elok. Lalu aku tidur membelakangi pintu sehingga pantatku akan tampak menonjol serta belahan panjang pada bagian bawah jubahku akan mudah tersingkap dan memperlihatkan betapa mulus pahaku, kulit tubuhku yang putih tentu dapat menarik Nakim. dan saat-saat yang kunanti datang juga, si kecil menangis karena haus, Nakim membawanya ke dalam kamar dan Nakim terhentak melihatku. Aku mulai bangun kemudian duduk dan membuka satu per satu kancing jubah panjang yang kukenakan lalu mengeluarkan payudara kananku sambil meremasnya sehingga tampak bergoyang-goyang. Nakim menatap tajam, tampaknya ia sangat menikmatinya karena terlihat berulang kali menelan ludah. "Ehmm"kataku, Nakim tesentak kaget, "Kok bengong?" tanyaku dan wajah Nakim memerah menahan malu. "Eh eee enggak mbak maaf", "Sini biar mbak tetekin dulu adek", Nakim mendekat dan tetap menatap ke arah payudaraku, kuraih anakku dari gendongannya dengan tangan kanan, siku tangan kiriku dengan sengaja menyentuh selangkangan Nakim yang sedari tadi tampak menonjol. "Mbak maaf Nakim lancang" ucapnya bernada gemetar, "Tidak apa nanti kamu bisa lihat semuanya yang kamu mau, tapi biar adek bobo dulu, tunggu mbak di kamarmu ya" rayuku. Segera kubaringkan tubuhku dan meletakkan anakku disebelah, sambil kusingkapkan bagian bawah jubah. Tampak Nakim masih berdiri mematung namun tetap kubiarkan Nakim menikmati ujung kaki hingga sebagian paha yang sengaja kuperlihatkan. Kusangka Nakim melangkah keluar tapi Nakim malah mengunci pintu kamarku dan mendekat lagi, lalu Nakim ikut naik ke ranjang, kini Nakim tidak hanya menatap namun langsung mencium pahaku yang membuatku terkejut. "Nanti di kamar Nakim saja ya" pintaku, "Nggak tahan mbak" sanggahnya, lalu Nakim melanjutkan mengecup-kecup paha kananku, "Nakim kamu tahu mandi kucing?" tanyaku mengetes, "Nggak mbak" balasnya sambil menggelengkan kepala. "Mau tahu?" imbuhku, Nakim menjawab cepat "Boleh mbak", lalu kuangkat kaki kananku kearahnya, "Nakim jilati ujung kaki mbak" dan langsung Nakim kerjakan kataku, "Mula-mula ibu jari, terus ke jari telunjuk, jari tengah, hingga kelingking..." Nakim dengan bersemangat mengulum ibu jari kakiku lalu kuperintah "Terusin ke atas dong" pintaku, Nakim tampak menikmati permainan awal, dengan lahap Nakim menjilati setiap jengkal kulitku naik turun hingga basah mengkilap karena air liurnya. "Pindah ke kamarmu yuk agar nggak ngganggu adek yang lagi bobo" ajakku, sambil beranjak dari ranjang dan dengan sigap Nakim mengikuti langkahku menuju pintu, kubuka gagangnya dan kututup kembali pelan. Kami berjalan bersama, lalu Nakim memeluk pinggangku, tiba didepan pintu kamar, Nakim mendahuluiku dan segera membukakan pintu, kami masuk dan Nakim langsung menguncinya, tidak sabar kami berpelukan di balik pintu saling meraba dan mencium, tubuh Nakim yang hanya setinggi payudaraku membuatku harus menundukkan badan, bibir kami berpagutan, kedua tanganku memegang kuat kepala Nakim dan kuhisap-hisap bibirnya, Nakim sekali-kali menjulurkan lidah menjelajahi mulutku. Tangan Nakim meremas kedua payudaraku, makin lama semakin kuat membuatku merintih sakit. Tak tahan aku membungkuk berlama lama kuangkat tubuhku untuk menghirup nafas yang terasa bagai kehabisan udara, kepala Nakim kini tepat berada didepan payudaraku. Kutatap wajahnya yang masih polos lalu kudekap kuat di antara kedua payudara, "Ini yang tadi kamu lihatin kan, sekarang bebas kamu apakan saja" ucapku lirih, "Boleh kucium mbak?" tanyanya, kujawab dengan anggukan. Dan Nakim membuka jubahku hingga kedua payudaraku terlihat, lalu ia menciuminya terutama di area putingku yang sedari tadi mengeras, "Putingnya kamu isepin ya" pintaku, dihisapnya puting payudara kiriku beberapa kali, aku melenguh "Uh uuh uu uuu hefs.. lebih kuat lagi" pintaku, "Aaaaaahhhhr aaaahs enak banget aduuuuuhhh lagi , lagi yang keras, hessss ahhh ah ah ah.." aku mengerang-erang dan menghentakkan kaki, lalu kubimbing Nakim menuju tepian ranjang dan aku duduk sementara Nakim terus mengulum putingku dan sesekali diselingi dengan pilinan lidah dan gigitan kecil, "Ouhhhhhh uuuh ouuuuuhhhhh " lenguhku panjang saat Nakim menarik putingku dengan gigi dan kedua bibirnya mengatup-ngatup seraya menghisap panjang. Puas dengan payudara kiri Nakim beralih ke payudara kanan, berulang-ulang Nakim menjilatinya hingga terasa basah, lidahnya terus berkelana ke setiap penujuru seolah tak ingin melewatkan sedikitpun dari kulit tubuhku yang terbuka. Merayap keatas hingga leherku yang masih tertutup jilbab lebar yang kukenakan, "Ah ahh hees aaah" desah ku diantara tarian lidahnya. Kubuka lagi kancing bajuku hingga terpampanglah perutku, "Mbak mulus banget" kata Nakim, "Kamu basahin dengan lidah ya Nakim" aku meminta dan Nakim menurutinya sampai ke pinggang, bagian punggung. Aku berputar agar Nakim bisa lebih leluasa dan jilatannya meninggi terus ke pundak belakang. Tangan kanannya yang sedang meremas pantat kutarik kedepan untuk meremas payudaraku sementara yang kiri kumasukkan ke dalam jubahku dan mengarahkannya ke bagian selangkangan, kugosok-gosokan jemari tangan Nakim yang menyelinap dari atas, lalu kubiarkan tangannya berkreasi sendiri, "Ash ash esh esttt aaaa ahh" lenguhku seraya menggigit-gigit bibirku sendiri. Kedua tangan Nakim sudah lincah bermain-main disetiap bonkahan tubuhku yang masih padat dan sintal. Lalu aku berdiri dan kutanggalkan jubahku namun masih menyisakan jilbabku, terlihatlah tubuh indahku yang telanjang bulat, Nakim menatap nanar vaginaku yang mulus tanpa rambut kemaluan, lalu ia langsung bereaksi, ia langsung mengulum puting payudara kananku, tangan kanannya meremas-remas payudara kiriku dan tangan kirinya mengusap-usap vaginaku, "Ooohhh oooh, Nakim suka kan? eff effff aagh" lenguhku sambil perlahan-lahan kubaringkan tubuhku di ranjang, is masih terus mengulum dan menjilat-jilat payudara kiriku lalu perlahan turun ke bagian perut, semakin turun hingga bertemu bibir vaginaku, sesekali ia menghisapnya, "Auhh auhh uhhhhh heeeef, gulung dan julurkan lidahmu Nakim, aaaagh" perintahku, "Terus aaah oohff masukin kesini" jariku menunjuk ke bagian lubang di depan hidung Nakim. Didahului dengan ciuman dan kecupan, lidah Nakim merojok-rojok lubang vaginaku dengan lidah, "Nakim kamu pilin daging kecil yang di atas ini yaa"pintaku, "Ooooh ohhhh yaaa ya yaaaaa di situ ehhhh aaagh" lenguhku ketika bibir dan gigi Nakim memainkan daging mungil vaginaku, Nakim menarik-narikmya dan "Ehrrr ahhhhhhh ahhhhhh" erangku sambil mendongak, perut mengejang, serta kakiku menghentak keras. "Cret sretttt cret cret" vaginaku menyemburkan cairan hangat ke mulut Nakim yang sedang terbuka, kepalanya kutarik mendekat "mimik ya pasti rasanya enak" kataku yang langsung dihisapnya sampai habis "serttt sertttt serttt" keluar lagi dari dalam vaginaku cairan yang lebih kental dan banyak, dihisap dan disapu hingga terasa bersih. Kubuka resliting celana merah seragam sdnya, dan kukeluarkan penisnya, ukurannya kecil dan belum disunat, ukurannya yang kecil bagiku tak masalah, lalu perlahan kujilati dari ujung hingga pangkal menuju testisnya, kubuka kulupnya dan kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum perlahan sambil kumainkan lidahku "Ah ah ah enak Mbak aah agh" erangnya sambil memegangi kepalaku, belum sampai 5 menit "Mbak aku mau pipis Aaaaaghhhhh" tersemburlah mani dari penisnya yang masih berada dalam mulutku, kutelan dan kuhisap ujung ujung glans penisnya sampai bersih. "Nakim mau di bawah atau di atas? ucapku lirih di dekat telinganya yang disahut dengan suara seraknya "bawah aja Mbak". Nakim kubaringkan di tengah ranjang dan aku duduk di atas pahanya. Nafasku semakin memburu, kugenggam penis Nakim dan perlahan kugosok-gosokkan di bibir vaginaku, "Ohh oh oh" terasa geli sekali, makin lama makin kencang penis kecil Nakim dan memerah. "Ehhhr eeehr ehr" akhirnya kumasukkan ke dalam pintu surga kenikmatan yang selama ini terjaga hanya untuk suamiku. Kumasukkan penis Nakim sampai pangkalnya, kemudian kugoyangkan pantatku berputar-putar, maju mundur dan sekali waktu kutarik "Heeef heeeff..... ehrrrrrr enak banget ahh....ahh" sekitar 6 menit aku menari-nari di atas tubuh Nakim dan "Oahh ouhh ohhh" erangku, "Mbak aku mau pipis lagii..aaaaaakhh" erang Nakim, "Iya sama-sama yaa..aaaaaaaaagghh" lubang vaginaku terasa disembur cairan hangat berulang-ulang. Nakim terkulai lemah sambil menatap wajahku yang tersenyum puas, "Nakim mau lagi?" tanyaku sambil mengusap keningnya yang berkeringat, tak kunjung mendapat jawaban kurebahkan tubuhku di sampingnya. "Nakim cape pingin istirahat mbak" katanya lirih, kukecup pipinya dan kutatap wajahnya yang memang nampak kelelahan, lama aku menatapnya lugu berseri bagiku Nakim seperti bayi yang baru lahir. Sesaat gairah seksualku musnah entah kemana, yang ada dalam benakku hanyalah sosok mungil yang terlelap dalam mimpi indah di awan putih.


[​IMG]

"Eak.. eakkk...." aku tersentak saat mendengar anakku menangis, mungkin ia terbangun dan merasa sendiri tanpa aku yang biasa menyanding di sebelahnya. Seorang ibu yang seharusnya memberi ketenangan kini malah sedang dibuai oleh lamunan nyata tentang arti sebuah kegersangan "Muach...selamat mimpi indah Nakim" ucapku meninggalkanya di awan khayal nun jauh diatas batas kewajaran. Kukenakan jubahku kembali lalu menghampiri anakku yang masih menangis, kubopong dan kuberi dia asi untuk mengisi perutnya yang mungkin lapar dan ketika payudaraku menyeruak keluar nampaklah jelas bekas gigitan Nakim yang kecil-kecil dan samar bagai goresan kuas diatas kain kanvas sang maestro. Dengan lahap anakku mengenyut-enyut dan asiku keluar deras memenuhi rasa dahaganya. Hampir 15 menit lamanya aku duduk ditepi ranjang tanpa kusadari Nakim sudah ada di sebelahku memperhatikan indahnya pemandangan yang tidak setiap anak seusianya dapat menikmati. "Nakim masih mau lagi? " kataku lembut diiringi senyum yang kurasa pasti menggetarkan hatinya dan tanpa menjawab Nakim mendekat serta memeluk pinggangku dengan tangan kanan serta tangan kirinya menempel di paha merayap naik-turun, saat mencapai selangkangan tanganya bergetar menibulkan sensasi yang luar biasa terasa dari ujung kakiku hingga kepala "Oohh sabar ya Nakim tunggu sampai adek bobo lagi" kataku. Kini permainan Nakim lebih halus dan enyutan anakku memacu kencang degup jantungku "Aahh ohhhhsettt..... tahan dulu Nakim, mbak pingin pipis" tapi malah Nakim menjongkok masuk ke dalam bagian bawah jubahku, tangannya meraba-raba dan mengusap-usap vaginaku yang sudah basah kembali, lalu ia mulai menjilatinya "Aduh mbak mau pipis dulu" rengekku. "Mbak pipis sekarang aja biar Nakim bantu biar nggak ke toilet" jawabnya membuat aku tersentak kaget. "Kamu mau apa Nakim?" kataku. "Nakim mau minum pipis mbak seperti tadi, rasanya enak" Nakim terus menghisap-hisapnya dengan merojok lubang vaginaku. Dan aku tak kuat lagi menahannya "Ehrrrr ehrrrr ehrrrr.....pessssssssss... puas Nakim? enakkan?" kataku, kepalanya keluar dan terlihat basah kuyup hingga bajunya, kenikmatan ini membuatku lupa bahwa aku sedang menyusui anakku yang sudah tertidur lagi, setelah kubaringkan anakku lalu aku peluk Nakim yang bengong dihadapanku. "Di sini aja ya mbak" pintanya, "Boleh tapi jangan sampai ganggu adek yang lagi bobo ya" dan kubuka kancing bajuku satu persatu lalu kutanggalkan lagi jubahku, payudaraku menggelayut bebas, lalu mulut dan tangan Nakim dengan sigap meremasnya, jilatan serta gigitan kecil silih berganti mendera-dera payudaraku kanan maupun kiri. Sambil perlahan berbaring di lantai lalu kukangkangkan kedua kaki jenjang ini dan kukalungkan di pinggang Nakim, "Bisa mulai mbak?" tanyanya. "Boleh, tapi biar lebih nikmat mainin dulu yah yang ini" jari telunjukku menunjuk ke klitoris. Lalu Nakim menggulungkan lidahnya mengutak-atik, menyapu, menghisap serta menggigit-gigitnya, "Ouh ahh ouh hessttt... ahhhhhh" aku melengking tak tahan menahan kenikmatan dari surga besama adik sepupuku."Terusss...ohhhh ... ahh ah ahh hemmm ehrrrr oh oh oh ah ah hestt....ehrmmmm erhmmmmm.... aduh enak bangetttt yah yah yaaa oh oh oh oh uuuuuu.,,,, esssstttt..." kuraih penis Nakim dan kubimbing menuju lubang vaginaku yang lagi megap-megap, membuka-menutup, "bless" penis Nakim yang masih kecil dengan mudahnya amblas tertelan. "Pompain ya.... oh hap hap ehr ehr oh setsss lebih keras lagi...aaah" lenguhku, sekitar 10 menit Nakim memompa vaginaku, "aah aagh ahhhhr ahhhhhr ahhhhhhr mbak mau pipis lagi aaaaaaaaaaaaahhhhhrrrrrrrrrr aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahehhh eeeenngh" dan " sretttt sreetttttt sretttttt" banjirlah selangkanganku dengan cairan putih. "Oh hehhhh heeh " nafasku tersengal-sengal panjang pendek. "Mbak puas?" tanya Nakim singkat. Kuraih lehernya dan kukecup pipi dan keningnya "Terimakasih ya Nakim mau nganterin mbak ke puncak kenikmatan.." aku tersenyum tulus padanya. Dan penis kecil Nakim yang belum sempat ditarik keluar menambah kenikmatan ini. "Nyuttt nyuttt nyuttt" rasa hangat menyirami lubang vaginaku diiringi erangan Nakim. Akhirnya kami berdua terkulai lemas dan Nakim menindih tubuhku, terbuai oleh sejuknya angin dari surga duniawi. Saat kami terbangun kulihat jam dinding menunjuk pukul 12.30 lalu Nakim berdiri dan memunguti baju dan berhambur keluar kamar. Sedang aku yang masih lunglai melanjutkan tidur disamping anakku yang lelap...

No comments:

Post a Comment