Thursday 31 May 2018

Keponakanku

Entah apa yang menjadi alasan kedua orang tuaku sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan Amerika. Pindah atau hijrah dalam istilah mereka menuju daerah yang disebut sebagai negara berkembang, wilayah yang bisa dikatakan sepi, walau harus kuakui keasrian alamnya. Namun tetap saja jauh dari hal-hal yang identik dengan kata modern. Apa mereka tidak berpikir untuk meninggalkanku di Amerika, memgingat usiaku yang mendekati 28 tahun yang bila di Amerika usia tidaklah menjadi bahasan. Dan kini setelah hampir 2 tahun kami tinggal di kawasan indonesia timur tepatnya dibekas jajahan portugis beberapa abad lalu, kehidupan kami boleh dikatakan ada kemajuan walau aku lebih sering di dalam rumah, hal
yang sangat bertolak belakang dengan kedua orang tuaku yang aktif di kegiatan sosial. Mereka berangkat sebelum pukul 07.00 pagi dan baru akan pulang setelah matahari tenggelam. Di pagi yang indah ini matahari belum setinggi jendela kamarku, hari libur ini ingin ku berjalan-jalan ke pasar kabupaten yang berjarak 1 mil dari desaku. Aku menuju kamar mandi dibagian belakang rumah kami, segar rasanya air jernih ini ketika menuruni setiap kulit tubuhku. Mungkin 20 menitan aku menikmatinya dan sekarang kulilitkan handuk yang tak begitu besar untuk menutupi tubuhku, kulangkahkan kaki menuju kamar melewati ruang tengah yang saat itu kulihat Lana anak kakakku yang dititipkan untuk bersekolah karena dianngap daerah kami lebih memiliki sarana yang mendukung untuk pendidikan. Seperti pada umumnya anak usia 10 tahun ini akan menghabiskan hari liburnya dengan menonton tv atau memainkan game. "theth" tiba-tiba tvnya mati, "yahh" serunya kecewa lalu kulihat Lana bangkit dan berkata kepadaku "Tante Lana mau main keluar saja lah", "ehh nanti dulu tante periksa kenapa tv mati mungkin tegangannya nggak kuat karena tante sedang memanaskan setrika" kuperiksa switch otomatis di samping pintu. Karena letaknya yang tinggi membuatku menjinjit hingga bagian bawah tubuhku makin nampak yang tidak tertutup handuk. Kuperiksa juga sambungan kabel roll yang mungkin tercabut membuatku membungkuk tapi ternyata tak ada masalah, memang listrik padam dari pusat batinku. Dan di belakangku Lana duduk diam memperhatikanku yang belagak sok pintar itu, lalu aku bilang pada Lana akan mengajaknya ke pasar untuk membeli baju. Pandangan mata Lana terus mengikutiku hingga hilang di balik pintu kamar. "Ayo Lan kita kepasar tante sudah selesai" ucapku saat Lana rebahan di sofa karena menungguku. Kami menuju halte bis umum setelah mengunci pintu dan pagar halaman. 15 menit kami menunggu bis yang akan mengantarkan kami ke pasar kabupaten, sesampainya di sana kami belanja keperluan dapur dulu dan setelah semua kebutuhanku terbeli kami naik ke lantai atas tempat pakaian. Untuk menyenangkannya kuantar Lana
ketempat baju anak, kuperhatikan ia beberapa kali melilih baju dan ahirnya Lana menemukan baju yang ia inginkan setelah itu kami naik satu lantai lagi ketempat baju wanita. Disana Lana hanya membuntutiku melihat-lihat baju, jilbab, yang tidak ada satupun membuat aku tertarik untuk mencoba hingga aku sampai toko yang hanya menyediakan pakaian dalam. Kami masuk mungkin 10 menit aku memilih-milih model ataupun warnanya dan Lana tetap mengikutiku "Yang ini baru ibu, mungkin ibu ada yang tertarik?" kata pemilik toko, kuperhatikan pakaian-pakaian yang ditunjukkannya, kulihat Lana juga memperhatikan tapi tetap saja aku tidak tertarik bukan karena modelnya tapi warnanya yang menurutku norak. Sampai akhirnya kutemukan juga daleman yang menurutku cocok untuk dipakai warnanya yang kalem, bahan yang lembut, dan juga model yang serasi. Selesai belanja di lantai pakaian kami lalu pulang, sampai di rumah Lana langsung berlari menuju ruang tengah dan menyalakan tv, "kamu lupa ini sayang??" kataku sambil mengangkat tas plastik ungu yang berisi pakaian, dan kuletakkan di sampingnya. Sementara aku ke dapur menyimpan belanjaan dapur kami, aku kembali keruang tengah lagi dan kudapati tasnya sudah dibuka. Tangan Lana menggenggam baju barunya "Coba dulu ya...." kataku dan Lana bangkit ke depanku, kubantu ia memakai pakaian barunya. "bagus ya tante" katanya lalu Lana kembali menonton tv, saat iklan ditayangkan keponakanku ini bertanya dengan polos "kok yang tante beli nggak dicoba?" membuatku kaget karena tahu yang kubeli adalah pakaian dalam "Ya nggak boleh dicoba di sini sayang, harus coba di kamar, kan malu kalo kelihatan orang" jelasku. "Orang siapa tante? yang dirumah kan cuman tante, memang siapa lagi" katanya lugu. "Ini pakaian dalam, masa tante telanjang di sini", "tadi Lana juga telanjang kenapa tante tidak?" tanayanya lagi "Lana ini masih anak-anak dan kalo tante kan sudah dewasa jadi ya nggak boleh telanjang sembarangan" jawabku. "tapi kemarin Lana lihat tantee telanjang di kamar mandi". "Lana nggak boleh cerita sama orang lain ya kalau pernah lihat tante telanjang waktu mandiin Lana kemarin.." lalu Lana berkata lagi "Ya sudah kita kekamar mandi lagi aja supaya tante bisa telanjang" pintanya. "Sayang tante kan sudah mandi" jawabku, namun kini kulihat raut mukanya yang kecewa karena permintaanya kutolak. Kupikir kasihan juga keponakanku ini "Sayang ikut tante aja ke kamar kalau pingin lihat tante mencoba pakaian yang baru tante beli ini" aku bergegas ke kamar dan keponakanku mengekor, setelah pintunya kututup aku berdiri disamping ranjang dan duduk di tepiannya, kuletakan tas yang berisi beberapa BH dan CD yang baru kubeli. Keponakanku masih berdiri mematung dijarak 1 meteran, kuikatkan kedua ujung jilbabku ke leher lalu satu persatu kancing bajuku kulepas, dan kutanggalkan di ranjang. Kini kuambil satu BH warna krem dari dalam tas dan kuletakkan di atas paha, kuturunkan talinya di lengan dan tangan kiriku ke belakang mencari pengaitnya sedang tengan kanan kugunakan untuk menutupi payudaraku. "Klik" pengaitnya terlepas selanjutnya tanganku menariknya dan meletakkannya di sampingku lalu kuambil BH yang baru kubeli, saat kukenakan mata keponakanku tak berkedip melihat payudaraku yang menggantung bebas, terlihat beberapa kali ia menelan ludah. Selesai mengenakan BH dan baju kurapikan jilbabku kembali. Kami kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa untuk berbincang-bincang. Selama berbincang-bincang, keponakanku terus menatap bagian dadaku dari celah kancing bajuku yang tidak terpasang. Saat aku menyadari hal itu, aku tidak berusaha untuk menutupinya. Ada perasaan senang yang menjalari tubuhku. Setelah beberapa lama, akhirnya aku berkata, "Dek, kenapa melihat dada tante terus ?" keponakanku sedikit terkejut. Dia menoleh ke tempat lain sambil menjawab, "Nggak ada apa-apa, kok.."
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Aku sangat suka kalau dia melihatku seperti itu. “De, kalau kamu suka, kamu boleh melihatnya lagi kok”, kataku. Tanpa menunggu tanggapan dari keponakanku, aku melebarkan bagian dada bajuku dan mengeluarkan payudaraku dari cup BH sehingga kali ini kedua payudaraku dapat terlihat dengan jelas. Keponakanku yang mendapat pemandangan seperti itu segera saja melotot dan melahap kedua payudaraku dengan pandangan yang penuh minat. Aku yang melihatnya seperti itu tersenyum dan membiarkan keponakanku untuk menjelajahi payudaraku dengan pandangannya.
Akhirnya keponakanku menjadi tidak tahan. Dia bertanya kepadaku, “Tante, bolehkah Lana memegangnya ?” Aku mengangguk sambil tersenyum. Tanpa membuang waktu lagi, keponakanku segera menggapai kedua payudaraku dengan tangannya dan mulai meremas-remas serta mempermainkan putingnya. Kontan saja aku menjadi terangsang. Kubaringkan tubuhku ke atas sofa dan kupejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Setelah agak lama, tanpa permisi lagi keponakanku mulai menciumi dan menjilati kedua payudaraku. Aku terus saja memejamkan mata dan menikmati setiap rangsangan di payudaraku. Tubuhku ikut memberikan reaksi terhadap rangsangan itu. Aku merasakan cairan kewanitaanku mulai mengalir dan membasahi vaginaku. Setelah beberapa lama, tanganku mulai membuka pakaian keponakanku. Sambil terus menciumi dan menjilati kedua payudaraku, Lana membantuku membuka bajunya sehingga dalam sekejap keponakanku berada dalam keadaan telanjang bulat. Penisnya terlihat berdiri tegak karena sudah pasti dia juga dalam keadaan terangsang. Untuk sementara, dia melampiaskan nafsunya kepada kedua payudaraku. Aku tidak mau ketinggalan. Kujulurkan tanganku untuk menggapai penisnya. Setelah penisnya berada di dalam genggamanku, aku mulai memainkan penisnya pula. Setelah beberapa saat lamanya, keponakanku melepaskan bibirnya dari payudaraku dan berkata, “Tante, kalau boleh aku juga ingin melihat memek tante” Mendengar permintaannya ini aku segera berdiri dan mengangkat rok panjangku dengan tanganku sehingga sekali lagi aku memamerkan celana dalam putihku kepadanya. “Kamu buka sendiri celana dalam tante”, kataku. Keponakanku segera berjongkok di depanku dan dengan tangan yang agak gemetar meraih celana dalamku. Dengan perlahan-lahan namun pasti, celana dalamku melorot turun dan sedikit demi sedikit memperlihatkan vaginaku sampai akhirnya keseluruhan vaginaku tidak lagi ditutupi oleh celana dalam putihku. Vaginaku terlihat sedikit basah oleh karena cairan kewanitaaanku. keponakanku membiarkan celana dalam putihku tersangkut di bagian lututku dan mulai meraba vaginaku. “Tante, ini indah sekali”, katanya sambil membelai vaginaku dengan lembut. Aku diam saja dan kembali merasakan rangsangan yang kali ini berpindah dari payudara ke vaginaku. Dengan jarinya, keponakanku menyodok-nyodok liang vaginaku sehingga jarinya dibasahi oleh cairan kewanitaanku. Setelah keponakanku menjilati jari-jarinya itu sampai semua cairan kewanitaanku yang menempel di jarinya habis, dia kembali menyodok-nyodokan jarinya di liang vaginaku lagi. Dia melakukan hal itu berkali-kali . Kelihatannya dia sangat menikmati cairan kewanitaanku. Sambil menusuk-nusuk liang vaginaku, jari-jarinya yang lain memainkan klitorisku. Rangsangan yang aku rasakan menjadi semakin hebat. Di saat aku merasakan tubuhku menjadi semakin lemas, aku segera membaringkan diriku di atas sofa karena rangsangan menjadi semakin kuat. Tak henti-hentinya mulutku mendesah-desah karena merasa nikmat. Setelah puas meraba vaginaku, keponakanku mulai menciumi dan menjilati vaginaku. Kali ini rangsangan terasa semakin dashyat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mendesah dan meremas-remas kedua payudaraku sendiri sementara keponakanku terus saja menciumi dan menjilati vaginaku. Aku yang sudah dalam keadaan sangat terangsang akhirnya mulai tidak tahan. “Dek, buka pakaian tante...”, kataku sambil mendesah-desah. Keponakanku tidak menjawab, tetapi tangannya mulai membuka kancing bajuku satu per satu, dan bagian atas tubuhku masih tertutup BH dengan jilbab. Serta dari balik rokku keponakanku meloloskan celana dalam putihku yang dari tadi tergantung di kedua lututku. keponakanku terdiam sejenak dan memandangi tubuhku yang dalam keadaan seperti ini. “tante cantik sekali. Tubuh tante bagus dan seksi”, katanya. Aku tersenyum dan berkata, “Kalau kamu suka, kamu boleh menyetubuhi tante, tante mau berhubungan intim dengan kamu, kok..” Dengan tersenyum, keponakanku kemudian membuka kedua kakiku dan memposisikan penis kecilnya di depan vaginaku. Dengan satu hentakan lembut, seluruh penisnya terbenam ke dalam vaginaku yang diikuti oleh teriakan tertahanku karena merasakan kenikmatan. Setelah itu, keponakanku mulai menggerakkan penisnya maju mundur sehingga penisnya menyodok-nyodok di dalam lubang vaginaku. Cairan kewanitaanku turut memberikan andil dalam membantu penis keponakanku agar meluncur maju mundur dengan mudah dalam liang vaginaku ini. Kami berdua mendesah-desah karena nikmat. Dalam posisi ini, aku mengalami orgasme berkali-kali sambil diiringi erangan-erangan dari bibirku. Setelah beberapa saat, keponakanku menarik penisnya dan memberikan isyarat agar aku menungging. Aku menurut saja. Kuputar badanku dan kutunggingkan pantatku di depannya. Sedetik kemudian, aku merasakan penisnya masuk kembali ke dalam liang vaginaku dan mulai menyodok-nyodok lagi. Rupanya keponakanku melakukan doggy style kali ini. Sekali lagi aku terjebak dalam dashyatnya kenikmatan berhubungan intim. Beberapa kali aku merasakan orgasme yang luar biasa sebelum akhirnya aku mengerangan kenikmatan. Ada rasa hangat di dalam rahimku setelah keponakanku menyemburkan sperma, aku merasa bahwa ada sedikit sperma yang meleleh keluar dari liang vaginaku dan membasahi vaginaku bagian luar saat penisnya tercabut. Segera saja aku menjulurkan jari-jariku ke vaginaku dan mengambil lelehan sperma yang mengalir turun. Setelah jari-jariku berlumuran sperma, aku membersihkan jari-jariku dengan menjilat-jilatkan sperma yang melekatinya dengan mulutku. Setelah itu, aku membalikkan badanku dan merapikan jilbab, rok panjangku ditariknya hingga membuatku dalam keadaan telanjang menghadapnya terlentang. Sisa sperma Lana yang sudah tinggal sedikit masih terlihat menempel di vaginaku bagian luar. keponakanku kemudian merebahkan dirinya di atas badanku dan memelukku. Aku segera membalas pelukannya. Sambil berpelukan dalam keadaan telajang bulat, kami saling berciuman bibir dengan mesra untuk beberapa saat lamanya. Perasaan yang nikmat masih tersisa di antara kami. Akhirnya setelah beberapa saat, kami memperoleh kekuatan kami kembali. Kami segera bangkit dari pembaringan dan mulai memunguti pakaian kami yang tercecer di mana-mana. Aku segera mengenakan kembali celana dalam putih dan rokku. Setelah selesai berpakaian, kami kembali duduk di sofa dan berbincang “Tante, tadi enak sekali rasanya”, katanya. Aku tersenyum saja dan lalu berkata, “Kamu juga hebat. Kamu belajar dari mana ? Usiamu kan baru 10 tahun, tapi kok kayaknya kamu sudah sering melakukan hubungan seks ?” “Ah, tante, Lana sudah sering melakukannya sama ibu di rumah..” Aku sangat terkejut mendengarnya. Rupanya selain aku, adikku juga melakukan incest dengan anaknya sendiri. Tapi hal ini membuat aku sedikit lega sebab setidaknya adikku tidak akan mempermasalahkan hubungan seksku dengan anaknya bila dia sendiri juga melakukannya. “Terus, mana yang lebih enak ? ibumu atau tante ini ?” keponakanku tersenyum sambil berkata, “Keduanya sama-sama enak, kok.. tapi kalau disuruh memilih, Lana masih lebih suka melakukannya dengan tante soalnya tante lebih cantik dari ibu, sih..” “Apa kamu sering melakukan dengan ibumu ?” “Kalau ayah nggak ada di rumah saja” Aku diam saja kali ini. Beberapa saat kemudian keponakanku berkata, “Tante, Lana mau lagi.”

No comments:

Post a Comment