Namaku Tita, kali ini aku kembali menceritakan kisah sex-ku. Kejadian
ini terjadi sekitar 2 tahun lalu, usiaku saat itu 27 tahun. Aku mulai
mengenal dunia sex lewat pacarku waktu SMA. Tapi aku tidak pernah
melakukan hal-hal yang terlalu jauh dengan pacarku waktu itu.
Aku kehilangan keperawanan pada usia 26 tahun di tangan adik kandungku
sendiri (baca : pengalaman dengan adik laki-lakiku). Kejadian itu
menjadikan aku gadis yang mudah terangsang, walaupun aku tidak pernah
melakukan sex dengan sembarang orang, kecuali adikku itu. Di saat aku
tidak dapat menahan birahi sedangkan adikku tidak ada di rumah, aku
pasti melakukan masturbasi dengan tangan, tapi tidak pernah dengan
vibrator atau benda-benda lainnya. Karenanya vaginaku masih memiliki
bentuk seperti perawan.
Bagi yang belum mengenal aku secara fisik, aku memiliki tinggi badan 160
cm ditunjang berat badan sekitar 48 kg, kulitku berwarna kuning
langsat. Rambut lurus milikku yang berwarna hitam dengan panjang sebahu
menghiasi wajahku yang manis, awet muda dan tentunya seperti anak
baik-baik. Ukuran payudaraku juga tidak besar, bahkan termasuk kecil
namun kencang.
Kejadian yang aku alami adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja,
tetapi membawa kenikmatan yang luar biasa. Saat itu hari Jumat, aku baru
pulang dari kantor sekitar jam setengah 6 sore. Aku pulang sendirian
dengan menaiki mobil omprengan menuju rumahku di daerah Cibubur. Udara
yang dingin dan awan yang mendung saat itu, membuat aku kuatir akan
turun hujan deras.
Karena jalur terakhir yang dilewati omprengan tersebut masih cukup jauh
dari rumahku, aku turun di jalan dan mengambil jalan pintas untuk sampai
ke jalan raya, kemudian naik angkot dari situ. Tapi sebelum sampai
jalan raya, tiba-tiba hal aku kuatirkan terjadi, hujan turun sangat
deras.
"Aduh! Mana aku tidak bawa payung lagi..." keluhku.
Karena bukan daerah pertokoan, maka aku tidak menemukan adanya tempat
yang bisa digunakan untuk berteduh. Aku sempat bingung, karena aku hanya
menggunakan tas kerjaku yang bisa untuk menutup bagian kepalaku saja.
Akhirnya di saat aku mencari-cari tempat berlindung dari hujan, aku
melihat bangunan rumah yang sudah cukup tua, tapi bisa aku gunakan untuk
berteduh, Aku berlari kecil ke rumah itu, sesampainya disitu aku
berteduh di depan terasnya.
Hari itu aku memakai pakaian kemeja putih dan rok yang pendeknya sedikit
di atas lutut berwarna hitam. Kemeja putihku yang tidak sempat
terlindung dari guyuran hujan menjadi basah, braku terlihat sedikit
tembus. Untung saja braku berwarna putih, jadi tidak terlalu kontras
dengan kemejaku. Namun tetap saja aku terlihat cukup sexy dengan
pakaianku ini. Aku baru memperhatikan kalau tidak ada orang di daerah
itu. Padahal daerah perumahan ini biasanya cukup ramai oleh orang yang
lalu lalang.
"Mungkin karena hujan deras orang jadi malas keluar..." pikirku.
Sambil menunggu hujan reda, aku mengisi waktu dengan browsing internet
lewat HP-ku. Sedang enak-enaknya melihat status teman-temanku di
Facebook, tiba-tiba dari dalam rumah yang aku gunakan untuk berteduh,
muncul seorang anak yang aku taksir umurnya masih sekitar 13-14 tahun.
Penampilannya lusuh dan tidak terurus, seperti anak jalanan.
Anak itu tersenyum ramah kemudian menyapaku "Kehujanan ya Mbak...?"
"Iya nih Dik, mana makin deras saja hujannya..." jawabku sambil membalas senyumannya.
"Masuk aja ke dalam rumah Mbak..." dengan sopan anak itu mempersilahkan aku masuk.
Aku sempat segan untuk mengikuti ajakannya, tapi setelah aku pikir-pikir
udara diluar sangat dingin dan hujannya juga semakin bertambah besar.
Lagipula, aku juga tidak sempat berpikir yang aneh-aneh tentang anak
ini. Akhirnya aku masuk juga mengikuti anak itu. Sesampainya di dalam,
rumah itu ternyata kotor sekali dan sudah tidak terawat, tidak jauh
berbeda dari penampakan luarnya. Di dalamnya juga tidak ada perabotan
sama sekali, sekilas yang aku lihat hanya ada tumpukan baju-baju kotor,
botol-botol bekas dan gitar kecil yang bergeletakan begitu saja di
bawah.
Ternyata anak itu tidak sendirian, aku melihat ada satu anak lagi yang
sedang tidur-tiduran beralaskan lembaran-lembaran kardus bekas. Melihat
kedatanganku anak tadi langsung terbangun. Anak itu juga aku taksir
usianya tidak jauh berbeda dengan yang pertama tadi. Aku memperkenalkan
diri ke mereka, kemudian aku tanya nama kedua anak tersebut. Anak yang
mengajakku masuk mengaku bernama Udin dan yang sedang tidur-tiduran tadi
bernama Dodo.
Kemudian Udin mempersilahkanku duduk lesehan beralaskan
lembaran-lembaran kardus yang tadi digunakan Dodo untuk tidur-tiduran.
Karena aku melihat kelakuan mereka berdua sopan dan ramah, aku mulai
merasa nyaman untuk ikut bergabung dengan mereka. Aku membuka sepatu
kerjaku, menaruh tasku dan ikut duduk bersama kedua anak itu di atas
kardus. Aku mengajak mereka berdua mengobrol, dari obrolan itu akhirnya
aku tau, kalau rumah ini sudah lama kosong ditinggal penghuninya. Dan
seperti dugaanku sebelumnya, keduanya adalah anak-anak jalanan.
Sebelumnya, mereka tinggal berpindah-pindah, mulai dari emperan toko
sampai kolong jembatan. Sehingga ketika menemukan ada rumah kosong,
mereka memanfaatkannya untuk tempat tinggal.
"Pantas saja mereka bisa tinggal di dalam rumah ini seenaknya" kataku dalam hati.
Mereka juga tidak tinggal bersama dengan keluarganya, karena mereka
tidak pernah tau siapa keluarga mereka. Mereka berdua masih berusia 14
tahun. Walaupun seharusnya mereka sudah duduk di bangku SMP, namun
keduanya mengaku tidak pernah merasakan bangku sekolah sejak kecil.
Karena menurut mereka, untuk mencari uang makan saja sudah sangat sulit.
Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara mengamen di jalanan
dan angkutan umum, walaupun terkadang mereka juga tidak jarang untuk
mengemis. Mereka juga bertanya kepadaku mulai dari dimana aku tinggal,
tempat aku bekerja, sampai apakah sudah punya pacar atau belum.
Setelah aku perhatikan, Udin yang berambut keriting, memiliki muka
bopengan khas anak jalanan, badannya yang kurus dipadu dengan kulitnya
yang hitam legam karena terjemur sinar matahari, tinggi badannya lebih
pendek dari aku, mungkin sekitar 150 cm. Sedangkan si Dodo, tidak jauh
berbeda dari temannya, tingginya sekitar 145 cm, kepalanya botak seperti
tuyul, kulit hitam, wajahnya lebih buruk dari Udin dan ditambah lagi
giginya yang tonggos.
Selagi asyik mengobrol dengan mereka, aku sesekali menangkap mata Udin
dan Dodo berusaha mencuri-curi melihat ke arah pahaku maupun dadaku.
Mungkin karena kemejaku yang tembus dan rokku yang sedikit terangkat
karena duduk lesehan. Tapi aku berpikir anak umur segitu memang sedang
penasaran dengan lawan jenisnya. Apalagi anak jaman sekarang yang lebih
cepat dewasa. Aku kemudian jadi teringat pengalamanku sex dengan adikku,
makanya aku juga jadi agak horny dan berpikiran aneh-aneh.
Aku tiba-tiba nyeletuk "Hayo, kalian lagi pada lihat-lihat apa? Masih pada kecil udah lihat-lihat kayak gitu..."
Mereka tersipu dan tertunduk malu. Mereka diam, tidak berani menjawab pertanyaanku.
"Emang kalian udah pada ngerti? Kok udah berani lihat-lihat ke tubuh Mbak sih?" lanjutku.
"Udah ngerti dong Mbak! Soalnya Mbak Tita tuh orangnya manis, ditambah
lagi bajunya tembus... ****** saya jadi ngaceng neh..." jawab Udin
dengan kata-katanya yang kasar tapi polos.
Aku juga bisa maklum karena dia anak jalanan, jadi pasti omongannya
memang kasar seperti itu. Tapi gila juga, ini anak masih kecil, tapi
udah berani-beraninya ngomong kayak gitu ke wanita yang lebih dewasa.
Tapi justru hal itu yang semakin menambah keisenganku.
Terus aku meledek lagi ke mereka "Mbak gak percaya kalo itu-nya kalian udah bisa berdiri. Kan kalian berdua masih kecil...?"
Mungkin karena merasa tertantang dan tidak terima dibilang seperti itu,
tiba-tiba Udin berdiri di depanku lalu berkata "Kita taruhan aja ya
Mbak. Kalo ternyata omongan Mbak yang benar, alias punya kami belum bisa
berdiri, kami janji gak akan lihat-lihat tubuh Mbak lagi. Tapi kalo
ternyata ****** kami bisa berdiri, Mbak mau ngasih apa...?"
Gila juga anak ini membuat aku jadi benar-benar bingung mau jawab apa.
Akhirnya aku bilang "Gak tau ah. Mbak Tita bingung nih...! Terserah kalian aja deh mau minta apa kalau kalian menang taruhan..."
Lalu Udin berbisik-bisik kepada Dodo. Sepertinya mereka sedang
membicarakan sesuatu yang tidak baik, karena aku melihat Udin dan Dodo
berdiskusi sambil tertawa tertahan.
Setelah selesai berdiskusi, akhirnya Udin berkata "Mbak Tita mau tau
****** kami bisa ngaceng apa nggak kan? Berarti Mbak harus lihat ******
kami berdua. Nah, kalo kami yang menang gimana kalo sebagai taruhannya
kami juga gantian melihat memeknya Mbak?"
"Dasar bocah cabul
!!!" umpatku dalam hati.
Terus terang aku kaget dengan permintaan mereka, aku tidak menyangka
kalau Udin akan bicara seperti itu. Tapi karena sudah telanjur bilang
terserah sama mereka, makanya aku dengan nada malas-malasan bilang iya
saja. Kemudian Udin yang masih berdiri didepanku mulai memelorotkan
celana pendek dan juga celana dalamnya. Dan hal yang tadinya aku ragukan
ternyata benar-benar terjadi.
Penis Udin ternyata sudah mengacung tegak! Berarti aku hanya tinggal
berharap kalau penis Dodo tidak akan berdiri. Melihat Udin sudah membuka
celananya, Dodo pun pelan-pelan juga mulai membuka celana pendeknya
yang dekil, beserta celana dalamnya. Aku benar-benar merasa deg-degan,
apalagi saat aku melihat penis Dodo justru lebih tegak dan lebih
menantang dibanding punya Udin. Walaupun panjang kedua penis mereka
hanya sekitar 11-12 cm, mungkin memang sesuai dengan anak seusianya,
tapi tetap saja aku kalah taruhan. Sekarang tubuh mereka berdua hanya
ditutupi oleh baju yang sudah lusuh dan kotor. Aku sangat berharap
mereka tidak jadi menagih 'janji' taruhanku. Tapi ternyata kenyataan
berkata lain.
"Sekarang giliran kami yang lihat memeknya Mbak Tita. Karena Mbak kalah
taruhan, dan harus nepatin janji ke kami..." sambil tersenyum nakal Udin
mengatakannya kepadaku.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain bilang "Ya udah deh Mbak
mengaku kalah. Sekarang kalian boleh lihat punya Mbak deh. Tapi kalian
buka rok Mbak sendiri ya...?"
"Mbak Tita tiduran aja, biar kami lebih enak ngeliat memek Mbak..." Dodo pun ikut ambil suara.
Mungkin karena aku juga sudah terangsang, makanya aku menurut saja. Aku
berbaring di lembaran-lembaran kardus yang sudah lusuh itu. Udin mulai
memegang ujung rokku dan pelan-pelan menyingkapnya ke atas sampai batas
pinggang. Aku benar-benar merasa malu sekaligus terangsang karena
kejadian ini. Aku memilih memejamkan kedua mataku saja, tidak lama
kemudian aku merasakan ada tangan yang menarik celana dalamku ke bawah
sampai batas mata kakiku.
Di tengah-tengah aku sedang memejamkan mata, aku mendengar salah satu
dari mereka berbisik ke yang lain "Memek Mbak Tita bentuknya bagus...!
Masih rapet, botak lagi... Beda banget sama memek cewek yang sering kita
liat di majalah bekas ya!?"
"Sialan! Masa vaginaku dibandingkan dengan milik cewek di majalah murahan sih..!" aku menggumam kesal.
Aku yang penasaran dengan yang mereka lakukan, memberanikan diri untuk
membuka mata. Sungguh kejadian yang sangat membuatku deg-degan. Aku
melihat kedua anak itu sedang melihat memekku dari jarak yang sangat
dekat. Aku sangat malu, bagaimana tidak, vaginaku yang licin tanpa bulu
sedang dilihat oleh dua orang anak, dimana mereka masih di bawah umur.
Namun mungkin hal itu yang membuatnya menjadi sensasi tersendiri. Aku
kembali memejamkan mataku, tapi tidak berapa lama aku terpejam, aku
merasakan ada tangan yang menyentuh bibir vaginaku, aku kaget dan
terlonjak.
Aku membuka mataku dan berteriak "Eh! Apa-apaan kamu Do!! Kan Mbak
bilang perjanjiannya kalian cuma ngeliat aja! Gak lebih kan...?" kataku
dengan nada tinggi karena marah.
"Tolong dong Mbak Tita, kami pengen banget ngerasain megang-megang
memek. Dikit aja kok! Kami kali ini janji deh cuma megang aja. Boleh ya
Mbak...?" kata Dodo dengan nada memohon.
"Ngeliatin memek Mbak Tita bikin kami tambah konak sih..." timpal Udin.
Entah kenapa saat itu aku hanya bisa berkata "Ya udah. Tapi beneran ya
cuma megang doang? Sebentar aja dan jangan minta macam-macam lagi..."
Mendengar jawabanku, wajah mereka langsung terlihat senang. Tanpa
berkata apa-apa lagi, mereka langsung berebut untuk menyentuh vaginaku,
jari-jari mereka yang kasar dan kotor mengelus-ngelus bibir vaginaku.
Aku mulai merasa terangsang, kakiku yang awalnya hanya lurus saja,
pelan-pelan semakin aku lebarkan. Sekarang kakiku sudah dalam posisi
mengangkang, sehingga tangan-tangan mereka berdua dapat lebih leluasa.
Sungguh pemandangan yang mengusik birahi, seorang wanita kantoran
berparas manis dan imut, berkulit bersih, sedang dikerjai oleh dua orang
anak jalanan yang berpenampilan kumal.
"Gitu dong Mbak, mulai nikmatin yah?
Asyik kan...!" ejek Udin.
"Dijamin deh kami berdua pasti muasin Mbak Tita..." Dodo ikut menambahkan sambil terus mengelus-elus vaginaku.
"Sial! Sekarang aku benar-benar terangsang!" aku mengumpat diriku dalam
hati yang mulai menerima rangsangan-rangsangan yang di berikan kedua
anak ini.
"Memek Mbak Tita masih rapet banget...!! Dodo pasti betah banget maenan
memek Mbak seharian..." puji Dodo yang tidak aku tanggapi.
Entah jari siapa yang mulai menempel mengikuti jalur belahan vaginaku
dan tak lagi hanya sekedar menyentuh-nyentuh ataupun menggesek-gesek
bibir vaginaku. Jari-jari mereka itu sesekali didesak-desakan masuk,
sekaligus berulang kali mencari klitorisku dan memainkan jarinya disana.
Cukup lama dirangsang oleh kedua anak jalanan itu, vaginaku mulai
terasa basah. Secara tidak sadar, aku mulai mengeluarkan
lenguhan-lenguhan nikmat. Aku benar-benar sudah tidak ingin menghentikan
perbuatan mereka, dan mereka sepertinya tau kalau aku sudah terangsang
berat sehingga mereka semakin berbuat berani.
"Ouuhh.. Aaah.. Aaaahh..." aku merintih saat jari-jari mereka bermain semakin liar di dalam vaginaku.
"Mbak Tita tadi gak mau, tapi begitu udah dipegang-pegang memeknya malah keenakan..." ujar Udin bernada meledek.
Dodo sepertinya tidak mau lagi berebut dengan Udin untuk menjamah
vaginaku. Sekarang Dodo mulai memindahkan tangannya untuk menelusup
kebalik kemejaku yang masih dalam keadaan tertutup. Aku memekik pelan
saat tangan Dodo menemukan gundukan kembar di dadaku. Rangsangan di
tubuhku semakin menjadi-jadi.
"Ahhh... kalian nakaaal bangett siiihhhh..." aku mendesah semakin kencang.
Tangan Dodo kemudian mulai membuka satu-persatu kancing kemejaku. Dan
setelah semuanya terbuka dia menariknya ke atas. Tanpa aku sadari,
akupun membantu dengan sedikit mengangkat punggungku dan meluruskan
tanganku keatas sampai kemejaku lepas. Kemudian Dodo melanjutkan dengan
melepas Bra-ku sebelum melemparnya entah kemana.
"Wuih, teteknya Mbak mantep banget! Biar kecil tapi kenceng...!" sahut Dodo sambil meremas payudaraku dengan gemas.
Kini aku hanya tinggal memakai rok, yang sudah tersingkap dipinggangku.
Sementara Udin masih sibuk memainkan jari-jarinya di vaginaku. Kadang ia
memainkan klitorisku, vaginaku pun makin basah karenanya. Di saat
bersamaan, Dodo mulai memilin-milin putingku, dirangsang seperti itu aku
benar-benar sudah terangsang hebat.
"Enak gak Mbak teteknya diisep kayak gini...? Mmmhhh.... Mmmmhh..." tanya Dodo sambil terus menyusu di dadaku.
"Aaah
i.. iya-a... e-e-enaaakk.. bangeeeettt.." kataku tersengal-sengal.
Vagina dan payudaraku sekarang sedang dipermainkan secara bersamaan oleh
anak-anak kecil, tapi aku tidak berdaya karena nafsuku yang memuncak
sehingga aku tidak mampu menolak perbuatan mereka. Dodo fokus
meremas-remas payudaraku, tidak hanya diremas-remas tapi juga
memuntir-muntir putingku. Dengan leluasa Udin menggesek-gesek bagian
tubuh yang paling rahasia milikku itu. Hampir 5 menit kini liang
vaginaku sudah becek dan menimbulkan bunyi kecipak karena gerakan
jari-jari Udin yang semakin terbiasa.
"Aaahh.. jangan dilepas..." jeritku saat tangan Udin mengangkat
tangannya dari vaginaku yang sudah basah itu dan bergerak mengelus-elus
paha dan meremas pantatku.
Lalu dengan jarinya, Udin menggerayangi lagi bibir vaginaku yang sudah
terasa becek itu dan menggesek dengan cepat. Aku melenguh penuh nikmat
sambil meregangkan badanku, lalu tersentak hebat saat jari itu menusuk
masuk dan menemukan klitorisku. Sambil menggigit bibir dan memejamkan
mata, aku berusaha menahan orgasmeku. Aku tidak pernah mengira bahwa
diriku dapat dibuat hampir klimaks oleh seorang anak kecil. Jari Udin
bergerak semakin cepat menggesek-gesek bibir luar vaginaku dan
kadang-kadang menekan-nekan klitorisku.
Kini Udin mulai memasukan jarinya untuk membelah vaginaku. Jarinya mulai
menusuk masuk, aku reflek mendesah ketika jemarinya ia desak masuk. Aku
menatap lirih pada Udin, aku hanya bisa pasrah saat Udin mendesakkan
jemarinya lagi ke dalam vaginaku. Aku dapat merasakan bagaimana jari
kecilnya itu seolah sebuah penis yang masuk dalam vaginaku, sedikit demi
sedikit jari tengahnya itu masuk lebih dalam lagi, aku hanya bisa
mengigit bibirku lebih keras lagi, sementara desahan-desahan pelan masih
saja keluar dari mulutku.
"Emmm...Enak Din... Uhhh
" kataku membisik.
Basahnya vaginaku oleh cairan cinta membuat Udin kian mudah mengerjaiku,
jarinya tertambat di dalam sebelum mulai bergerak naik turun. Seolah
ada penis yang sedang menyetubuhiku, kakiku menjadi begitu lemas,
jarinya begitu cepat merangsangku. Sampai akhirnya akupun tidak kuat
lagi untuk menahan rangsangan terus-menerus dan sepertinya aku sudah
akan mencapai orgasme. Tubuhku mengejang kuat dan tanganku mencengkeram
ujung kardus.
"Enak ya Mbak diginiin??" tanya Udin.
"Aagghhhhhh Udiiinnn...!! Ssssshhhh... Enaaaakk bangeeettt... Ougghhh...
Teruusss Din... Jangan berhentiii.... Udiiinn...!! Aaahhh.... Mbak
keluaarrr Din..." aku meneriakkan namanya saat hampir mencapai orgasme.
Pantatku sampai terangkat ke atas ketika akhirnya aku meraih orgasmeku.
Aku merasa lemas, keringat bercucuran di tubuhku padahal saat itu udara
cukup dingin.
"Mbak Tita kok cepet banget keluarnya sih...!? Memeknya jadi becek gini..." ejek Udin saat aku mencapai orgasmeku.
"Din... Aaah... Habisnya kamu... Hebaaat banget.... Aaaah... Mbak gak bisa naha-an lama-a..." jawabku sambil terengah-engah.
"Dod, gue udah ngebuat Mbak Tita ngecrot dong...!! Hahahahaha
" tawa nakal Udin menggema di seluruh ruangan.
Mungkin karena lelah memainkan vaginaku, Udin menghentikan gesekan
tangannya. Tapi Dodo yang tidak mau kalah dengan temannya bukannya
berhenti, dia malah mulai mengganti tangannya dengan bibirnya, dia
menunduk, mendekatkan mukanya ke payudaraku, dan sejurus kemudian puting
sebelah kananku sudah dilumatnya. Sedangkan payudaraku yang kiri
diremas-remas dengan oleh tangannya yang hitam. Pelan-pelan libidoku
mulai bangkit lagi akibat rangsangan dari Dodo pada payudaraku. Putingku
kini sudah mancung dan mengeras. Tangan Dodo terus meremas-remas
payudaraku, tampaknya ia begitu menyukai bentuk payudaraku itu yang
termasuk kecil ukurannya. Ia menghisap payudaraku bergantian, kanan dan
kiri. Dodo menjilati seluruh permukaannya sambil masih terus
meremas-remas puting payudaraku.
"Ouh... Do
. teruuus... jilaaatin putiiniinngg Mbak
ouhhhh
" desahku sambil mengigit bibirku menahan gejolak didadaku.
Aku terkejut sesaat, ketika kurasakan tangan Udin mulai mengelus-elus
kedua pahaku. Dengan leluasa Udin menjelajahi setiap jengkal pahaku yang
mulus itu tanpa penolakan, kulit pahaku yang lembut terasa hangat dalam
usapan tangan kasar Udin. Karena belaian-belaian yang dilakukannya ini
membuat aku semakin menggelinjang karena birahiku sudah mulai muncul
lagi.
"Wah pahanya Mbak Tita mulus banget deh..." Udin mulai memuji kemulusan pahaku.
Sementara Dodo masih sibuk mengulum dan meremas putingku Udin secara
tiba-tiba berkata padaku "Mbak Tita sekarang saatnya Udin nyicipin memek
Mbak yah..."
Tanpa aku sempat menjawab, Udin mulai menjilati vaginaku dengan
lidahnya. Aroma khas dari vaginaku membuat Udin semakin bernafsu
menjilatinya. Vaginaku pasti begitu harum karena aku rawat dengan baik,
Udin pun semakin bernafsu karenanya. Tubuhku yang berpeluh keringat sama
sekali tidak berbau, malah aroma wangi semakin kuat tercium oleh Udin
dan Dodo seakan-akan keringatku wangi. Semakin berkeringat, tubuhku
semakin wangi menggoda, nafsu mereka semakin meloncat tinggi sehingga
Dodo pun mencumbui dan menjilati payudara dan vaginaku.
"Mbaak, enaaakk banget rasaaa... Slurrrpp... memeknyaa.... Slurrpp... Slurrrpp..." puji Udin sambil terus menjilati vaginaku.
Sementara itu Dodo masih terlihat asyik menjilati dan mengisap puting
susuku. Sambil meremas payudaraku dengan keras, sesekali Dodo juga
menggigit dan menarik puting susuku dengan giginya, sehingga aku merasa
kesakitan sekaligus nikmat. Namun ketika Dodo mendengar Udin menikmati
sekali menjilat vaginaku, Dodo pun tidak mau ketinggalan untuk merasakan
cairan cinta yang terus menerus keluar dari vaginaku. Dodo kemudian
ikut ambil bagian untuk menjilati vaginaku.
Sekarang lidah mereka berdua menempel di pinggiran vaginaku, seolah
berlomba merangsangku. Sambil terus menjilati vaginaku, tangan mereka
mengelus-elus kedua pahaku, mereka terus berusaha merangsangku lebih dan
lebih lagi. Aku semakin dibuat tak berdaya dengan kenikmatan yang
mereka berikan, rasanya seluruh klitorisku ditekan-tekan dengan rasa
nikmat yang berbeda dari sentuhan jemari. Lidah mereka yang menyelusur
mulai dari pahaku hingga kebibir kemaluan membuat tubuhku kian sensitif
terbakar kenikmatan birahi yang tak tertahan, aku mendesah-desah nikmat.
"Sedaaap banget ya Din! Mana wangi lagi! Memek Mbak Tita emang
nikmaaat.." kata Dodo kepada Udin sambil melanjutkan mengecup dan
menjilati bibir vaginaku.
"Huehehe
bener kan Do? Enak banget kan rasanya...!? Memek Mbak Tita
sampe banjir kayak gini. Ternyata Mbak juga napsu yah!? Udin suka banget
sama memek Mbak... Hhhhmhh
. Sslluurrpp... cairannya juga manis!" Udin
mengakhiri kata-katanya dengan menghirup lendir vaginaku.
Sesaat kemudian, aku melihat Udin melepas celana dalamku yang masih ada
di ujung kakiku, kemudian menurunkan rokku hingga aku sekarang sudah
bugil tanpa sehelai benangpun. Setelah selesai, Udin menyuruh agar Dodo
menyingkir dari vaginaku.
"Minggir dulu sana, gue pengen ngentot nih...! Kita kasih liat ke Mbak
Tita biar masih kecil kita bisa bikin dia lebih puas...!" kata Udin.
Dodo pun menuruti saja apa yang dikatakan oleh Udin. Udin mengambil
posisi duduk dengan kedua lututnya tepat ditengah-tengah kedua pahaku
yang mengangkang. Dia memegang penisnya dan menempelkannya di bibir
vaginaku. Dia mulai menggesekannya di bibir vaginaku, aku melenguh lagi
dan aku seperti tersadar saat aku rasakan Udin mulai berusaha mendorong
penisnya masuk ke dalam vaginaku.
"Mbak Tita mau kan nikmatin ****** Udin?" tanya Udin yang sekarang sudah dikuasai hawa nafsu.
"Jangan dimasukin Din... Mbak gak mau!" kataku bernada memohon.
"Udin udah gak tahan pengen ngentotin Mbak Tita..." kata Udin yang tetap memaksa memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.
Tapi walaupun mulutku berusaha mencegah, tapi tubuhku tidak berusaha
menghindar saat Udin kembali berusaha mendorongnya. Akhirnya bagian
kepala penis Udin berhasil menyeruak ke dalam vaginaku.
"Pelan-pelan ya
. Auughh... Aaahhh..." aku mendesah.
Udin kembali mendorongnya sampai penisnya sudah masuk setengahnya.
"Enaaakk banget Diiin.... Ayo Din... teruuuusss Diiin...." pintaku yang semakin merasa nikmat.
"Mbak sudah gak tahaaaan lagi! Masukiiinn semuaaaaannyyaa... Aaaahh..." aku mulai tidak tahan dengan rangsangan yang datang.
Mendengar aku yang sudah terangsang berat, dia mendorong sekuat tenaga
sampai akhirnya penisnya masuk semua ke dalam vaginaku. Badan Udin
semakin menegang dan mengejang keras disertai lolongan ketika
kemaluannya berhasil menembus ke dalam liang vaginaku yang masih sempit
tersebut. Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di
dalam lubang vaginaku, Udin mulai menggenjotnya mulai dengan irama
perlahan-lahan hingga cepat.
"Uuhhh
Aaaanjing..!!!! Enaaak beneeer ngentot sama Mbak Tita
Aaahhh..." Kata Udin bersemangat.
Lendir pun mulai mengalir dari sela-sela kemaluanku yang sedang disusupi
kemaluan anak itu. Rintihanku pun semakin teratur dan berirama
mengikuti irama gerakan Udin. Pelan-pelan Udin mulai mengeluarkan
penisnya sampai ujung, kemudian mendorongnya lagi. Lama-lama aku semakin
merasa nikmat. Dan sekarang aku merasakan nikmat yang teramat sangat,
ketika penis Udin terus keluar masuk di vaginaku.
"Gimana rasanya dientot sama Udin Mbak? Enak kan? Gak usah pura-pura gak mau lah...!" tanya Udin melecehkan aku.
Namun dilecehkan seperti itu bukan membuat aku marah, tapi malah membuat aku semakin terangsang.
"Aaaahhh... Aaaahh... terus Din... nikmaaat bangeeet!! Ouughhh...Enaaakk..." aku mendesah nikmat.
"Gimana rasanya ngentot sama Mbak Tita Din?" tanya Dodo, yang dari tadi hanya melongo saja, dengan nada penasaran.
"Nikmaaaat banget Do...! Sempit...!!! Enaaakk!!" jawab Udin saat tengah menyetubuhiku.
"Udiinnn
Aaaahhh... Aaahh!" desahku pasrah.
"Aduh enak banget Do... Bener-bener bikin ketagihan nih...! Kapan lagi
bisa ngentot cewek kantoraan...!" lanjut Udin yang sepertinya sengaja
membuat Dodo iri.
Saat itu aku sudah tidak perduli lagi dengan siapa dan dimana aku
disetubuhi. Aku sudah pasrah dan sudah tidak merasa seperti wanita
baik-baik. Kedua anak ini memang sudah merendahkan derajatku.
"Aaaah, memek Mbak Tita emang enak!! Sempit dan seret banget... Aaahh Mbaaaakkk..." desah Udin semakin kencang.
Sementara aku melihat Dodo malah asyik menonton kami. Udin semakin cepat
mengocok penisnya di vaginaku. Dia menekan penisnya semakin dalam dan
semakin cepat. Tapi saat kukira Dodo hanya ingin menonton saja, ternyata
ia tidak mau ketinggalan, penisnya menggantung tegak di hadapanku.
Penis Dodo membuatku terbelalak, penis itu sudah begitu tegak dan lebih
panjang dari ketika pertama kali aku melihatnya, meski tetap saja tidak
terlalu panjang dan tebal.
"Mbak Tita, kocokin ****** Dodo dong..." Dodo memintaku mengocok penisnya.
Aku yang sudah terangsang mengikuti saja apa mau Dodo. Sementara aku
sedang mengocok-ngocokan penisnya dalam dekapan tanganku yang halus,
ternyata payudaraku masih menjadi mainan Dodo. Payudaraku diremasnya
berulang-ulang sambil memainkan putingnya, menarik-narik semaunya
membuatku merintih sakit bercampur nikmat diantara penis Dodo.
Tidak lama kemudian Dodo mengarahkan kepalaku ke arah kemaluannya dan
berkata "Cukup Mbak pake tangannya. Sekarang sepongin ****** Dodo ya
Mbak..."
Ternyata tidak cukup puas dengan hanya dikocok oleh tanganku, Dodo
menyuruhku untuk menghisap penisnya. Kemudian aku membuka mulutku,
dengan bantuan tanganku aku menarik penis Dodo dan mulai menjilatinya
dari bagian kepala hingga buah zakarnya. Aku terus melanjutkan dengan
mengecup kembali kepala penisnya dan memakai ujung lidahku untuk
menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu,
sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat penisnya basah oleh
liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang belum ditumbuhi
bulu-bulu sama sekali, buah zakarnya kujilati dan yang lainnya kupijat
dalam genggaman tanganku.
"Cepat dong Mbak isepin ****** Dodo. Jangan cuman dijilat-jilat aja..." perintah Dodo kepadaku.
Dodo kemudian memintaku untuk menghisap penisnya yang sudah basah dengan
air liurku, aku mulai memasukkan penisnya itu ke mulutku. Kuemut
perlahan dan terus memijati buah zakarnya. Sesekali pula ia menarik
penisnya dari mulutku, dan memintaku menggunakan lidahku lagi untuk
membelai seluruh batang kemaluannya. Sesekali aku menghisap buah
zakarnya yang membuat Dodo melayang nikmat, sebelum kembali harus
menikmati penis itu dalam mulutku. Akhirnya penis Dodo aku kulum semua
karena ukurannya yang tidak terlalu panjang, sesuai dengan mulutku yang
mungil. Aku terus menghisap penis itu dengan nikmat dan lidahku yang
basah dan panas itu terus menjilati dengan cepat.
"Uuuugghhh
Mbak jago bangeeeet ngisepnya...!" teriak Dodo menikmati setiap hisapan dan jilatanku pada penisnya.
Kulihat ekspresi Dodo meringis dan merem-melek waktu penisnya
kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya
sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin
kuemut benda itu semakin keras. Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi
sampai kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokanku.
"Sluurrp...Suka gak Do... Mbak isepin...Sluurrpp... kayak gini...? Sluurrrppp..." tanyaku sambil terus menghisap penisnya.
"Oughhh enak banget Mbak..." Dodo mengomentari apa yang kulakukan dengan penisnya.
Dodo tampak semakin menikmati, ia terus menyodok-nyodokan penisnya, aku
berusaha menggunakan tanganku menahan pinggulnya namun aku tak berdaya,
Dodo masih terus berusaha menyodok-nyodokan penisnya.
Di saat aku sedang sibuk mengulum penis Dodo, tiba-tiba Udin berkata "Aaaahh Mbaaakkkk, aku mao keluaaar..."
Aku yang kaget melepas kulumanku pada Dodo dan berteriak "Jangan keluar
di dalem Diinn...!! keluarinnya di luar ajaaa... Mbaak gaak mau ha...."
aku berusaha membujuk Udin di tengah kenikmatan yang melanda kami
berdua.
Namun belum sempat aku menyelesaikan kata 'hamil', aku merasakan ada
cairan yang menyemprot sangat banyak di dalam dinding vagina dan
dirahimku.
"Aaaagggghhhhhhhhhh... Enaaak bangeeeet Mbaaak...!!" Udin melenguh panjang.
Berkali-kali Udin memuncratkan spermanya memenuhi cekungan liang
senggamaku. Ia membiarkan batang penisnya tertancap dalam kemaluanku
beberapa saat sambil meresapi sisa orgasme hingga tuntas. Sebelum
akhirnya dia lemas dan penisnya tercabut dari vaginaku. Udin kini
terbaring di sampingku karena kelelahan akibat pergumulan tadi.
Melihat Udin yang sudah terkapar, aku melanjutkan mengulum penis Dodo
dengan posisi duduk. Sapuan lidah dan hisapanku membuat Dodo semakin
terbang ke awang-awang dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang
tepat berada di depan wajahku. Sesekali aku tersedak karena Dodo
'menyetubuhi' mulutku.
"Aaah
sedooot terus Mbak!" ceracaunya menikmati hisapan penisnya di mulutku.
Setelah beberapa lama kuhisap, benda itu mulai berdenyut-denyut,
sepertinya mau keluar. Aku semakin gencar memaju-mundurkan kepalaku
mengemut benda itu. Dodo semakin merintih keenakan dibuatnya, tanpa
disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur semakin cepat di
mulutku.
"Aahh.. sssshhhh.. hhmmh... Dodo keluaaarr Mbaakk...!!" desahnya dengan tubuh menggeliat.
Anak itu mendesah dan menumpahkan spermanya di rongga mulutku. Aku yang
merasakan semburan dahsyat di mulutku tersentak dan kaget, cairan itu
begitu banyak dan kental, serta berbau tidak sedap. Aku sebenarnya ingin
menarik mulutku dari penis Dodo dan memuntahkan spermanya. Namun
pegangan tangan Dodo pada kepalaku keras sekali, sehingga dengan
terpaksa aku menelan sebagian besar cairan putih kental itu. Kulirikan
mataku ke atas melihat Dodo merintih sambil mendongak ke atas.
"Oohh
Enaaak Mbak
Telen terus peju Dodo Mbaakk
Iyaaahh
Enaaaak!"
Dodo melenguh keenakan sambil mengeluarkan isi penisnya sampai benda itu
menyusut di mulutku.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi Udin, Dodo pun ambruk dalam posisi
duduk. Wajahnya terlihat lelah tapi puas, badannya juga sudah
bermandikan keringat. Sementara aku yang cukup lelah melayani dua anak
ini, beristirahat sejenak dan mengambil posisi tidur di sebelah Udin.
Namun karena aku belum merasakan orgasme lagi masih merasa 'gantung'.
Aku menunggu inisiatif Dodo melanjutkan pekerjaan Udin untuk
menyetubuhiku, tapi Dodo ternyata malah diam saja. Mungkin ia masih
dalam kondisi lemas karena spermanya keluar sangat banyak di mulutku.
Aku yang dilanda birahi tinggi jadi tidak sabar. Aku bangun dari
tidurku, dan mencium bibir Dodo dengan penuh nafsu hingga bibirnya
basah. Tanpa diperintah, lidah Dodo menari-nari di bibirku. Lidah itu
kemudian menjulur ke dalam mulutku. Aku yang tidak perduli dengan bau
mulut Dodo yang tidak sedap, malah membuka mulutku dengan lebar dan
membalas mengisap lidah Dodo dengan penuh gairah. Dodo merangkul leherku
dan mulutnya benar-benar beradu dengan mulut milikku. Air liur kami
saling bertukar. Aku menelan liur Dodo sementara Dodo menelan liurku
penuh selera. Kami saling berpagutan dalam posisi duduk selama kurang
lebih 10 menit.
Merasa sudah cukup untuk membangkitkan gairah Dodo kembali, aku dorong
dodo yang dalam posisi duduk sampai Dodo terjatuh dalam posisi
terlentang. Aku duduk di atas paha Dodo, dan memegang penisnya yang
masih dalam keadaan tegang kemudian mengarahkan ke vaginaku yang masih
belepotan sperma Udin dan bercampur dengan cairan pelumas vaginaku. Jadi
aku sekarang sedang berada dalam posisi 'Woman On Top'. Aku mulai
mendorong pantatku ke bawah setelah ujung penis Dodo tepat di mulut
vaginaku.
"Aahhhhhh Dodooo..." aku mulai mendesah.
Penisnya Dodo agak susah masuk, karena walaupun badannya lebih pendek
dari Udin, tapi penisnya ternyata masih lebih besar dari punya Udin.
Kemudian Dodo membantu dengan mendorong pantatnya sendiri ke atas, dan
akhirnya penis Dodo masuk seluruhnya ke vaginaku. Aku mulai naik turun
diatas tubuh Dodo, dan tangan Dodo pun secara naluriah mulai meremas
lagi payudaraku yang bergoyang-goyang karena hentakan tubuhku.
"Aaahhh Dooo.. Mbak ngerasaaa enakk bangeeeettt... Aaaahh...." aku tidak tahan untuk tidak mendesah.
Sampai sekitar 15 menit di dalam posisi itu, aku melihat dodo sudah
mulai mempercepat dorongan pantatnya ke atas. Sepertinya Dodo sudah akan
mencapai orgasme untuk kedua kalinya. Akupun tidak mau kalah, aku
bergerak semakin cepat biar dapat mencapai orgasme bersamaan.
"Mbaaakkkkkk.... ahhhhhhhhhh Dodo mauuu keluaaaaar laagiiii Mbaakkk..." Dodo setengah berteriak.
"Tahaaan seeebentar lagi Doo...! Mbak juga bentaaarr lagi keluaaarrr.... Aaghhh...." aku makin merasa nikmat.
Tak lama kemudian, akhirnya tubuh Dodo pun mengejang keras. Dan akhirnya
"croooott croottt.. " lagi-lagi rahimku ditembak banyak sperma tapi
kali ini milik Dodo. Akupun merasakan orgasme untuk yang kedua kalinya .
Badanku lemas dan jatuh di atas tubuh Dodo, dengan penisnya masih di
dalam vaginaku. Aku melirik ke samping, ternyata Udin tertidur pulas
karena lelah.
"Dasar anak-anak! Udah keenakan tinggal tidur deh..." bathinku.
Setelah agak kuat aku bangun dari atas tubuh Dodo. Aku mengambil tasku
dan meraih tissue basah dari dalamnya. Aku membersihkan vagina dan
pahaku yang sudah banjir dengan sperma kedua anak itu dengan tissue itu.
Aku mengambil dan memakai kembali celana dalam dan rokku yang
berserakan, kemudian aku meraih bra dan kemejaku yang sudah lumayan
kering. Setelah berpakaian lengkap aku pun berpamitan.
"Dodo, Mbak Tita pulang dulu ya. Tolong sampaikan ke Udin nanti..."
karena Udin masih tertidur pulas, maka aku hanya berpamitan dengan Dodo.
Dodo mengiyakan dengan wajah kecewa. Mungkin dia merasa tidak akan
pernah mengalami situasi seperti ini lagi. Tapi siapa yang akan pernah
tau? Namun satu hal yang pasti, baik bagi Dodo maupun Udin, mereka tidak
akan pernah bisa melupakan pengalaman yang didapatnya dariku.
Pengalaman itu pasti akan menjadi kesan tersendiri dalam kehidupan
mereka berdua.
"Makasih ya Mbak Tita udah ngebolehin kami berdua nyicipin badan Mbak yang nikmat... hehehe..." kata Dodo dengan kurang ajar.
Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. Ada rasa sesal, benci
sekaligus kepuasan tersendiri di dalam diriku. Kemudian aku bergegas
berjalan ke luar rumah, ternyata hujan masih belum reda, walaupun hanya
tinggal gerimis kecil saja. Namun aku harus memberanikan diri untuk
pulang, kalau tidak pasti nanti kedua anak itu minta yang aneh-aneh
lagi. Kemudian aku setengah berlari menuju ke arah jalan raya sambil
menutupi kepalaku dengan tas.
Tidak berapa lama setelah sampai di jalan raya, angkot yang menuju
rumahku sedang lewat. Di dalam angkot aku melihat ke jam tanganku, dan
waktu sudah menunjukkan pukul 9 kurang. Tidak terasa sudah lama sekali
aku menghabiskan waktu di rumah itu. Aku juga melihat HP-ku sudah ada
banyak miscall dan SMS dari pacar serta ibuku. Ternyata selagi aku
'bermain' dengan Udin dan Dodo, aku tidak tau kalau HP-ku bergetar,
mungkin saking aku menikmatinya. Aku membalas SMS mereka dan menjelaskan
bahwa tadi aku sempat berteduh dahulu sambil menunggu hujan reda, dan
aku tidak berani membalas SMS atau mengangkat telepon dari mereka karena
takut dijahati. Moga-moga saja mereka berdua tidak curiga, karena tidak
biasanya aku belum pulang sampai jam 9 tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu.
Sesampainya di rumah aku langsung mandi untuk membersihkan diriku.
Selagi mandi sebenarnya aku menyesali, kenapa harus kedua anak jalanan
itu yang memuaskan birahiku. Itulah pertama kalinya aku bersetubuh
dengan orang lain selain adikku. Aku juga bersyukur, ternyata aku tidak
hamil dari perbuatanku dengan anak-anak jalanan itu.
No comments:
Post a Comment