Sunday 27 May 2018

Kisah Baby Sitter II

Lanjutan dari Kisah Baby Sitter I .........



"Mbak Ti, Mbak lagi di mana ?" suara teriakan Ricky.
"Di sini Mas" Aku ikut-ikut memanggil Mas pada Ricky, seperti yang dilakukan papa-mamanya, juga "membahasakan" Putri. Aku sedang menjaga Putri yang sedang belajar telungkup di karpet ruang tengah.
"Tolongin dong Mbak banyak pe-er nih" katanya sambil langsung saja duduk dipangkuanku dan tubuhnya menyandar di badanku. Manja benar anak ini.
"Heh ... apa nih" katanya setengah kaget. Tapi sebenarnya Aku yang kaget. Ketika dia menyandar ke badanku terasa ada yang mengganjal di punggungnya. Tiba-tiba tangan Ricky meraba benda yang mengganjal tadi yang tak lain adalah buah dadaku. Segera saja Aku menepis tangannya.
"He ! Engga boleh begitu ya, nakal tuh namanya" seruku.
"Ehm ... sory deh mBak. Ricky gak tahu. Di dada mbak kok ada yang gede gitu" katanya polos.
"Semua wanita dewasa memang begitu, masa Mas gak tahu" jelasku.
"Punya Mama kok gak ada ?"
"Ada dong, kalo engga ada di mana Putri mau menyusu"
"Tapi gak gede kaya punya mbak"
Aku tak tahu mengapa anak sebesar ini belum mengerti perbedaan tubuh antara pria wanita. Kalau melihat cara bicaranya yang ceplas-ceplos spontan begitu Ricky memang tidak sedang berpura-pura.
"Tiap orang kan beda-beda Mas. Ada yang besar, sedang, ada yang kecil" terangku. Sekalian memberi pelajaran pada anak ini.
"Jadi punya Mama kecil ya mBak"
"Mungkin, Mbak kan belum pernah lihat"
"Udahlah. Mana pe-er nya" potongku untuk mengalihkan perhatian. Risih juga Aku, anak ini menatapi bagian dadaku terus. Ricky memang mengalihkan pandangannya, tapi tak mau turun dari pangkuanku dan punggungnya masih menyandar ke dadaku.

Anak ini semakin bermanja kepadaku dan tingkahnya cenderung semakin "nakal". Kalau dia duduk di pangkuanku kadang kepalanya sengaja menekan- nekan dadaku. Kadang sambil dia tiduran di pahaku, mencuri-curi pandang ke arah selangkanganku. "mBak pake celana putih ya" ujarnya spontan. Kadang dia masuk ke kamarku selagi Aku berganti baju. Sebenarnya Aku makin khawatir pada tingkah lakunya ini, tapi toh dia masih kekanakan begitu. Aku tak menganggapnya masalah serius, seperti kenakalan Bapaknya.

***

Akhir-akhir ini Aku punya kebiasaan baru yang menyenangkan. Sewaktu Aku merasa kesepian merindukan kehadiran Mas Adi lalu jadi "panas", kugendong Putri dan membiarkan anak itu 'menyusu'. Putri dengan nyamannya mengemoti puting susuku yang memberiku kenikmatan baru. Begitulah, kebiasaan yang nakal sebenarnya, tapi lumayan bisa menghiburku. Tentu saja perbuatan ini Aku lakukan bila Aku hanya berdua saja dengan Putri.

Bagaimanapun kebiasaan yang nakal ini akan ada akibatnya. Aku kena batunya. Waktu itu nafsuku sedang naik. Duduk di tepian tempat tidurku Aku sedang asyik 'menyusukan' Putri sambil memejamkan mata menikmati kemotannya, tiba-tiba tanpa kusadari Pak Anton sudah berdiri di depanku ! Mati Aku. Habislah Aku !
"Ti ! Ngapain kamu !" bentak Pak Anton.
Aku begitu gugup sehingga kemotan Putri terlepas, lalu dia menangis. Wajah Pak Anton begitu marahnya. Pandangannya tidak ke mataku tapi tertuju menatapi sebelah dadaku yang terbuka seluruhnya. Begitu takutnya sampai Aku 'lupa' menutup kancing bajuku. Cepat-cepat Aku menutup dada.
"Coba ulangi, apa yang kamu lakukan"
Aku gemetar dan diam terpaku. Takut setengah mati. Tamatlah Aku.
"Ulangi !" bentaknya. Aku masih diam.
"Aku bilang ulangi apa yang kamu lakukan pada Putri" bentaknya lagi sambil mendekat. Perlahan Aku membuka lagi kancing bajuku, mengeluarkan dadaku dan menyusukan Putri. Anak itu tangisnya langsung berhenti.
Pak Anton makin mendekat dan jongkok di depanku. Matanya tajam menatap dadaku.
"Ampun Pak .... dari tadi Putri nangis terus ...." akhirnya Aku mampu membuka mulut.
"Kalo Mamanya tahu kamu bisa dipecat" katanya lagi setelah agak lama sunyi. Bicara begitu tapi matanya tak lepas dari dadaku.
"Sayang .... enak ya" katanya kepada Putri sambil mengusap-usap pipinya. Aku diam ketakutan. Begitu pula ketika Pak Anton mulai menyentuh buah dadaku. Aku masih diam ketakutan ketika tangan Pak Anton mulai mengelus buah dadaku. Mendadak Aku sadar, lalu bergerak mundur menghindar. Mulut Putri terlepas dari dadaku.
"Kamu diam" bentaknya. Tangan pak Anton makin leluasa mengelusi dadaku, bahkan meremasnya. Saking takutnya Aku hanya diam membiarkan tangannya terus meremas-remas. Matanya kini tajam menatapku.
"Pantesan Putri diam ....." katanya pelan. Aku masih mematung.
"Dada kamu bagus ....." lanjutnya dengan suara serak. Aku mulai berontak menepis tangan nakal Pak Anton..
"Diam kataku" bentaknya. Aku kalah kuat, tangannya masih saja 'bekerja'. Putri menangis keras.
"Putri .... Pak" kataku beralasan. Pak Anton bangkit melepaskan dadaku menuju kamar Putri. Aku segera hendak merapikan bajuku.
"Kamu diam aja di situ" bentaknya lagi. Aku menurut. Pak Anton membuatkan susu untuk Putri. Baru kali ini Aku melihat dia membuatkan susu anaknya. Lalu dia menidurkan Putri di kasurku dan diberinya susu. Putri langsung diam. Pak Anton kembali ke arahku duduk, jongkok di depanku. Lalu tangannya membuka kancing bajuku dan lalu merabai dadaku. Aku memang tak memakai bra ketika sedang "bermain" dengan Putri.
"Pak ....jangan ...."
"Kamu sebaiknya diam aja, daripada kulaporkan ke Mamanya Putri !" bentaknya, masih galak. Otakku buntu, tak mampu berpikir lagi cara untuk menghindar dari kenakalan majikanku ini. Mungkin juga karena rasa bersalah yang besar. Aku masih mematung ketika mulutnya mulai menciumi dadaku dan lalu mengemoti putingku. Sementara tangan kirinya menyusup dan meremasi buah dada kananku. Lalu didorongnya tubuhku hingga rebah ke kasur dan ditindihnya tubuhku. Aku benar-benar bagai boneka yang diam saja padahal bahaya mengancamku. Hanya ada satu rasa, ketakutan yang amat sangat. Sampai gaunku dilepasnya dan hanya tinggal CDku saja, Aku masih tak mampu berreaksi. Bahkan tanpa kusadari tubuh bagian bawah Pak Anton telah telanjang. Entah kapan dia melepas celana panjang dan CDnya. Pria ini benar-benar telah kerasukan. Dengan tubuh yang setengah telanjang dia menindihku sementara bayinya berbaring persis di sebelahnya.

Ketika dia mulai memelorotkan CDku dan bersiap menghujamkan penis tegangnya ke selangkanganku, mendadak kesadaranku pulih. Aku berontak keras, sekuat tenaga melepaskan dari tindihannya.
"Diam Ti, layani Aku baik-baik, Aku tak akan lapor ..."
Aku tetap berontak.
"Kalau nggak mau diam Aku lapor"
"Biar saja. Nanti saya juga lapor ke Ibu !" kataku berani.
"Kamu nanti dipecat"
"Biar saja !" kataku tegas. Mendadak Aku punya kekuatan.
"Saya akan bilangin ke Ibu" tambahku.
Mendadak pelukannya mengendor. Kugunakan kesempatan ini untuk melepaskan diri. Pak Anton tidak mencoba menahanku. Aku menang !
"Tubuhmu bagus ...."
Aku cepat-cepat memunguti pakaianku dan mengenakannya, di bawah sorot mata Pak Anton. Kini Pak Anton yang mematung. Penisnya masih tegang mengacung. Hmm ... lumayan besar tapi tak sepanjang punya Mas Adi. Huh ! dalam kondisi seperti ini masih saja Aku sempat membanding-bandingkan ...
"Baiklah ... kamu nggak benar-benar mau lapor ke Ibu kan ?" katanya kemudian sambil memakai CDnya. Aku diam.
"Kamu masih mau kerja di sini, kan ?"
"Sebenarnya saya betah kerja di sini, Pak, asalkan Bapak engga mengganggu saya lagi"
"Saya engga mengganggu kamu Ti, saya sebenarnya tertarik sama kamu dari dulu" Aku lebih baik diam.
"Saya inginkan kamu secara baik-baik"
"Bapak engga boleh begitu dong"
"Benar Ti, tapi Aku menginginkan kamu"
"Tolong ya Ti. Saya akan penuhi permintaan kamu. Apa saja"
"Kamu udah lama engga ketemu sama pacarmu, kan ?" lanjutnya. Aku masih diam. Pak Anton mendekat.
"Aku ingin kita sama-sama menikmati" makin dekat
Huh, enak saja.
"Okay, saya tunggu sampai kamu bersedia" sambil bangkit dia tiba-tiba memegang kedua bahuku dan lalu mencium bibirku. Aku kaget mendapat serangan tak terduga ini, lalu berontak. Pak Anton malah memelukku kencang. Makin Aku bergerak dia semakin mempererat pelukannya. Aku menyerah, toh dia hanya menciumku. Dilumatnya bibirku dengan ketat, Aku diam membiarkan, tak berreaksi. Aneh rasanya. Pak Anton, orang terhormat, kaya raya, punya isteri cantik ini mencium bibir pengasuh bayinya, Aku, wanita 'biasa'. Bibirnya melumat habis bibirku, Aku masih mematung, tak membalas lumatannya juga tak berusaha menolak. Lalu lidahnya mulai menyapu-nyapu bibirku dan diselipkan ke mulutku. Aku merinding.

Entah kenapa lidahku menyambut sapuan lidahnya. Dari rasa merinding Aku merasakan aliran hangat di kepalaku. Dan ... hey, bibirku mulai berreaksi membalas lumatan bibirnya ! Aliran hangat terasa makin meluas ke sekujur tubuhku. Tangan kanannya membukai kancing bajuku dan lalu telapak itu merabai bulatan dadaku. Cara dia merabai dadaku yang setengah mengambang mirip yang selalu dilakukan oleh Mas Adi. Tubuhku bergetar dan rasanya Aku mulai terrangsang. Dadaku serasa membengkak dan putingnya menegang. Perubahan ini dimanfaatkan oleh Pak Anton. Tadinya putingku hanya dirabai oleh ujung jarinya, setelah puting itu tegang menonjol lalu dipelintirnya. Selangkanganku mulai membasah ...

Dengan cepatnya gaun seragamku dilepasnya dan tubuhku didorong hingga rebah ke kasur. Entah kenapa Aku nurut saja. Demikian pula ketika Pak Anton menindih tubuhku dan lidahnya menjilati buah dadaku. Mungkin karena Aku mulai terrangsang. Apalagi ketika jari-jarinya menyusup ke CDku dan menggosok-gosok selangkanganku. Aku mulai melayang.... Entah kapan Pak Anton memelorotkan CDku, yang jelas Aku telah bugil. Entah kapan dia mencopoti pakaiannya, yang jelas penisnya tampak mendongak ketika dia membentangkan pahaku lebar-lebar.

Detik berikutnya penis hangat itu telah menggosoki vaginaku ... Saat berikutnya lagi benda hangat itu terasa tepat menekan pintuku ... Lalu kurasakan tekanan ....

Tiba-tiba wajah Mas Adi melintas di bayanganku. Aku membuka mata. Oh ... bukan wajah Mas Adi yang kulihat, tapi kepala Pak Anton yang menunduk, memegangi penisnya diselangkanganku dan berusaha masuk. Aku tersentak. Secara refleks pahaku menutup, tapi pria bugil ini membukanya lagi dan mencoba menusuk lagi. Oh ... ini tak boleh terjadi! Aku mengatupkan pahaku lagi. Tapi, seberapalah kekuatanku melawan pria yang telah terbanjur nafsu ini ? Kedua belah tangan kuatnya menahan katupan pahaku dan menekan lagi. Tangannya boleh menahan pahaku, tapi Aku masih punya ruang untuk menggerakkan pinggulku dan membawa hasil, penisnya terpeleset !

Pak Anton jadi lebih "buas", dengan kuatnya dibukanya pahaku lagi lalu mengarahkan batang tegangnya langsung ke liangku, dan dengan kuat pula ditekannya, dan ... ohh ... kurasakan benda hangat itu mulai menusuk. Rasanya "kepala"nya telah masuk. Pegangan tangannya pada pahaku kurasakan mengendor, kugunakan kesempatan ini untuk menutupkan pahaku kembali. Tapi tekanan tusukannya tak berkurang, justru bertambah, sehingga penisnya tak lepas, malahan seolah Aku menjepit "kepala" yang telah masuk itu.. Dan .... edan ! Aku mulai merasakan nikmat di bawah sana.

Rasanya Aku mulai menyerah, tak ada gunanya melawan pria yang kesetanan ini. Disaksikan oleh anak bayinya pria ini mencoba menyetubuhi pengasuhnya. Sialnya --atau untungnya ?-- Tubuhku di bawah sana mulai menikmatinya setelah seminggu lebih tak tersentuh. Oh, betapa lemahnya Aku. Betapa mudahnya Aku menyerah. Maafkan Aku Mas Adi, Aku tak kuasa menolaknya. Air mataku meleleh ... aku menangis.

Tapi, terjadilah sesuatu yang tak disangka. Pak Anton tiba-tiba dengan cepat menarik penisnya lalu tubuhnya rebah di atas tubuhku. Detik berikutnya kurasakan cairan hangat membasahi perutku. Betapa leganya Aku. Pak Anton telah "selesai" walaupun belum penetrasi. Belum ?. Tepatnya belum sempurna. Aku yakin baru kepala penisnya saja yang masuk. Dengan begitu Aku coba meyakinkan diriku sendiri bahwa tadi memang 'belum terjadi sesuatu'. Pak Anton gagal memaksakan kehendaknya. Diam-diam Aku bersyukur. Hanya sebentar dia menindih tubuhku, Pak Anton lalu bangkit membenahi pakaiannya. Kupandangi dia satu-persatu mengenakan pakaiannya. Matanya menunduk terus, tak berani menatap mataku. Tanpa berkata sepatahpun dia lalu keluar kamar. Mungkin dia malu ...rasain !

Sejak peristiwa percobaan perkosaan Pak Anton terhadapku hidupku jadi tak tenang. Kerja diliputi perasaan was-was, jangan-jangan pas Bu Anton keluar rumah Pak Anton datang siang hari seperti kemarin untuk mengulangi usahanya menyetubuhiku. Jelas Aku tak berani lagi bermain-main dengan Putri untuk mengemoti putingku. Aku juga tak berani dekat-dekat dengan Pak Anton. Kalau dia ingin ngemong Putri lebih baik Aku menyingkir jauh-jauh. Untunglah Pak Anton memang jarang pulang siang.

Teringat kejadian kemarin itu sungguh membuatku ketakutan. Betapa tidak, Aku nyaris saja diperkosa oleh majikanku. Untunglah dia keburu keluar, kalau tidak pasti hal itu akan terjadi sebab Aku sendiri sudah tak berdaya menolaknya. Aku sempat menyerah karena bukan saja Pak Anton terlalu kuat memaksaku, tapi juga karena Aku mulai "merasakan enaknya". Inilah yang Aku sesali terus-menerus. Aku juga menyalahkan Mas Adi, kenapa dia lama tak mendatangiku. Sejak Aku merasakan nikmatnya orgasme bersama Mas Adi, milikku yang di bawah sana itu terus-terusan minta diisi. Mauku setiap hari Mas Adi menyetubuhiku. Tapi sekarang dia jauh dan belum tentu setiap minggu bisa ke Jakarta. Wajar 'kan bila Aku juga menyalahkan Mas Adi ? Sebenarnya sih Aku juga salah, kenapa Aku dulu minta Mas Adi untuk terus masuk sehingga Aku kehilangan kegadisanku, lalu jadi ketagihan. Sudahlah. Aku tak menyesal mempersembahkan keperawananku kepada pria yang kucintai itu. Hanya kenapa dia tidak selalu ada bila selangkanganku berdenyut-denyut.

Sekarang, ada masalah baru. Pak Anton orang yang terhormat itu menginginkanku. Dan orang itu sehari-hari berada di sekelilingku. Tentu dia akan terus mencoba. Jelas Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menolaknya, tapi sampai kapan Aku mampu terus menghindar ? Mungkin satu-satunya jalan untuk mencegah terjadinya pemaksaan hanyalah bila Aku berhenti kerja. Ini yang tak kuinginkan. Mungkin Aku harus mulai mencari-cari pekerjaan baru. Sungguh suatu hal yang tak mudah mendapatkan pekerjaan di masa multikrisis begini. Nantilah Aku akan minta tolong Mas Adi mencarikan lowongan di Semarang saja. Kalau Mas Adi tanya Aku punya alasan yang kuat, agar bisa selalu bersama Mas Adi.

Perkiraanku benar, Pak Anton tak berhenti mencoba, malah dia semakin kurang ajar. Kalau ada kesempatan dia berada dekat denganku sementara Bu Anton ada di lantai atas, pinggulku diremasnya. "Pantatmu bagus" katanya pelan. Aku hanya bisa menepis tangannya, tak berteriak khawatir kedengaran isterinya. Di lain kesempatan dia dengan diam-diam mendekatiku dari belakang lalu merapatkan tubuhnya. Aku hampir saja teriak.
"Ssstt Ti.."
Aku berusaha melepaskan dekapannya tapi dia makin ketat memelukku. Kurasakan miliknya yang tegang menekan-nekan pantatku.
"Cuman gini aja kok...bentar aja..." bisiknya. Ketika Aku berhasil lolos dari dekapannya, kulihat Pak Anton sengaja mengeluarkan penisnya sebelum mendekapku. Orang ini sudah tak waras, pikirku. Oh Mas Adi, tolonglah Aku ... cepat datanglah. Aku tak tahan lagi !

***

Penantianku berujung juga, akhirnya. Mas Adi nelepon liburan besok mau ke Jakarta. Wah ... betapa gembiranya Aku, sampai-sampai mataku basah. Minggu pagi Aku mau dijemput. Tiba saatnya pagi-pagi Aku membereskan Putri dulu sebelum 'kuserahkan' pada ibunya. Lalu Aku mandi sambil bernyanyi- nyanyi gembira. Rasanya ini mandi yang paling lama.

Sekitar pukul 8 pagi Mas Adi udah nongol. Ingin rasanya Aku memeluknya erat-erat, tapi mana bisa dilakukan disini. Kami duduk di ruang terletak belakang garasi, Aku memang biasa menemuinya di situ.
"Ti ... rasanya Aku pengin nubruk kamu" katanya pelan-pelan.
"Tubruk aja Mas, Aku udah siap kok" tantangku.
Dicubitnya pipiku, lalu ...
"Selamat pagi, Bu" Eh ... Bu Anton nongol, jelas dia sempat melihat Mas Adi mencubit pipiku. Aku jadi malu.
"Pagi Di. Kapan datang ?" untung Bu Anton pura-pura tak tahu.
"Tadi pagi jam setengah lima"
"Naik apa"
"Bus malam, Bu"
"Ya udah, silakan aja. Ti, bikin minuman, dong"
"Oh iya ... sampai lupa ..."
Kubuatkan Mas Adi teh panas manis, kesukaannya.
"Jam lima udah nyampe?" tanyaku
"Ya"
"Langsung ke rumah Oom ?"
"Engga"
"Lalu?"
"Udahlah. Sekarang aja yuk kita pergi"
"Yuk. Habisin dulu tehnya"
Aku pamit ke Bu Anton. Lalu sambil menggandeng tangan Mas Adi Aku keluar, rasanya bahagia benar Aku pagi ini. Di teras ada Pak Anton lagi baca koran. Dia sempat melihat Aku melepaskan tangan Mas Adi. Aku juga pamitan. Pak Anton bukannya langsung bilang 'Ya' tapi melongo melihatku. Matanya meneliti dari ujung rambut ke ujung jariku.
"Saya pergi, Pak" kuulangi pamitanku.
"Eh ... ya ..ya" sahutnya.
Ketika telah keluar pagar, Mas Adi menggamitku.
"Kenapa sih Pak Anton ?" tanya Mas Adi.
"Dia emang biasa acuh" jawabku.
"Justru engga. Jangan-jangan naksir kamu"
OH ! sekejap Aku tercekat. Lalu ingat bagaimana Pak Anton sempat menelanjangiku dan bahkan sempat menyusupkan kepala penisnya.
"Mas !" kataku sambil mencubit lengannya.
"Aaw ... cuma bercanda gitu aja kok marah ..." Untunglah Mas Adi hanya bergurau. Gurauan yang tepat sasaran !

Kami mencegat taksi dan Mas Adi menyebutkan tujuannya. Kalau tak salah itu nama hotel kecil. Kutatap mata Mas Adi.
"Aku tadi langsung ke hotel, habis masih gelap" bisiknya. Diam-diam Aku senang. Berarti nanti Aku bisa langsung meluapkan rasa rindu.
"Sempet tidur dulu tadi sejam" lanjutnya. Sampai di hotel kami langsung menuju kamar. Petugas front office melihat kami cuma sekilas, lalu nunduk lagi.

Begitu Mas Adi selesai mengunci kamar, Aku dipeluknya kencang sekali sampai sesak.
"Oh ..Ti ...kangen banget"
"Narti juga Mas ..."
Lalu bibirku dilumatnya habis-habisan, lidahnya menerobos masuk mulutku. Kami berciuman sambil saling memainkan lidah. Kurasakan milik Mas Adi mengeras. Mas Adi melepaskan pelukan dan langsung melepas kancing- kancing gaunku. Aku menunggu sambil dadaku naik-turun seirama alunan nafasku yang mulai memburu. Gaunku jatuh ke lantai. Mas Adi dengan cepat menelanjangi diri sampai bugil. Penisnya sudah tegang mengacung. Lalu perlahan dia mendorong tubuhku hingga rebah ke kasur, dan menindih tubuhku.

Tekanan tubuh telanjang Mas Adi di atas tubuhku makin kuat. Kedua belah tanganku dibentangnya untuk ditindih oleh kedua belah tangannya pula. Kesepuluh jari-jari tangan Mas Adi meremasi sepuluh jari-jari tanganku. Lalu sebelah tangannya menyusup dibalik punggungku. Aku tahu apa yang akan dilakukannya, melepas kaitan bra-ku. Mas Andi memang punya cara sendiri dalam proses persetubuhan. Sebelum menindih tubuhku dia lebih dulu bertelanjang bulat, sementara Aku masih mengenakan bra dan CDku

Aku menyukai cara dia 'memperlakukan' buah dadaku, aku sampai hafal tahapannya. Kali inipun prosesnya sepertinya akan berjalan sama. Perlahan dia membuka bra-ku, lalu sejenak dipandanginya kedua buah dadaku bergantian kanan-kiri. Dia memang selalu mengagumi bentuk dadaku. "Bulatan yang sempurna" katanya suatu ketika. Kemudian telapak tangannya mengelusi bulatan bukit-bukit dadaku. Cara mengelusi permukaan bukitku yang 'mengambang', antara terasa dan tidak justru membuatku bergidik. Kemudian dilanjutkan dengan sentuhan-sentuhan lembut di kedua putingku yang semakin membuatku 'naik'. Aku memang paling tak tahan kalau dadaku disentuh. Bagiku daerah itu memang sensitif, selain daerah paha bagian dalam dan, tentu saja seluruh wilayah vaginaku. Lalu tahap-tahap perlakuan kepada buah dadaku diulangnya tapi proses yang kedua ini dilakukan dengan mulut dan lidahnya yang berujung kemotan nikmat di puting dadaku.

Lalu ketika ciuman Mas Adi bergeser makin ke bawah, dia langsung menyerbu selangkanganku yang masih tertutup CD. Digigitinya daerahku di situ dan tubuhku berkelojotan. Nafsuku makin naik. Tubuh Mas Adi lalu bangkit, perlahan dipelorotkannya CDku dan pahaku dibentangnya. Biasanya tahap berikut adalah Mas Adi membenamkan mukanya ke situ. Tapi Aku sudah demikian 'matang' lembab. Kutahan kepalanya yang mulai menunduk. Mas Adi mengerti, penisnya yang tegak menegang gagah segera diarahkan ke kelaminku.

Inilah saat-saat indah yang menegangkan, saat penantian dimana miliknya yang berwarna kegelapan mulai memasuki tubuhku, saat memulai rasa nikmat. Adalah merupakan 'kesepakatan' kami berdua bahwa penetrasi harus dia lakukan dengan perlahan dan bertahap, tak boleh terburu-buru, apapun alasannya. Demikian pula saat memompanya, masuk perlahan sampai seluruh batang penisnya tenggelam, lalu menariknya secara perlahan pula. Sehingga Aku bisa menikmati sensasi gesekan pada relung-relung liang senggamaku. Paling tidak untuk belasan kali 'pompaan'dulu, selanjutnya terserah Anda, eh .. Mas Adi untuk membuat variasi gerakan sampai akhirnya Mas Adi membiarkan Aku menikmati detik-detik orgasme-ku lebih dulu dengan melayang-layang ke awan kenikmatan. Setelah Aku kembali 'mendarat' di bumi, barulah Mas Adi melanjutkan pompaannya sampai dia mencabutnya dan menumpahkan 'air kehidupan' di perutku ...

Begitulah umumnya persetubuhan yang kami lakukan berjalan. Kami selalu mampu mencapai puncak kenikmatan dengan cara itu. Tentu saja proses seperti itu tidak begitu saja kami temukan. Didahului dengan kegagalan- egagalanku mencapai 'the big O' pada awal-awal persetubuhan kami, kami terus berusaha, berbicara terbuka tentang perlakuan-perlakuan Mas Adi apa saja yang membuatku nikmat, demikian pula sebaliknya. Aku bisa menemukan 3 daerah tubuhku yang sensitif ini juga berkat diskusi yang terbuka (dan juga "percobaan-percobaan") yang kami lakukan. Sementara bagi Mas Adi daerah sensitifnya terpusat pada hanya yang satu itu.... Entahlah apa semua lelaki memang begitu, Aku tak tahu. Oleh karena itulah Aku kini rela melakukan oral untuknya, meskipun pada awalnya Aku begitu jengah melakukannya.

Bukan faktor keterbukaan itu saja yang membuat hubungan seks kami menjadi begitu nikmat. Faktor lainnya adalah -dan ini yang terpenting-- kami saling mencintai. Kami menjadi saling tergantung. Bagiku Mas Adi adalah segalanya, demikian pula sebaliknya. Jadi, seandainya Aku bilang -dengan gaya menggurui-- faktor penting yang membuat hubungan seks menjadi 'surga' adalah saling mencintai dan keterbukaan, bukanlah omong kosong, karena Aku mengalaminya sendiri. (Bagaimana dengan Anda pembaca ?).

***

Liburan akhir minggu ini keluarga Anton akan berlibur ke Bandung. Rencana berangkat Jumat pagi-pagi sekali karena Pak Anton ada urusan bisnis dulu pada hari Jumat dan pulangnya Minggu sore. Bu Anton memintaku untuk ikut pergi dan Aku sudah menyatakan bersedia, sebab Mas Adi minggu ini tak bisa ke Jakarta. Ada perasaan senang yang bercampur khawatir. Senang karena selama berlibur toh tugasku sama saja kalau di rumah, mengasuh Putri. Aku bisa menikmati menginap di hotel mewah dan makan enak. Keluarga kaya ini selalu memilih hotel besar bila berlibur. Lagi pula Aku belum pernah lihat kota Bandung. Khawatir karena Pak Anton memanfaatkan kesempatan ini untuk mencoba menyetubuhiku lagi. Aku tak mau peristiwa itu terulang lagi. Cukuplah sekali saja penderitaan itu. Amat susah menghilangkan rasa bersalahku kepada Mas Adi yang sampai kini masih kurasakan.

Sekitar setengah enam pagi kami meninggalkan Jakarta menuju Bandung dengan mobil Pak Anton. Bang Hasan yang menyetir mobil mewah dan besar ini. Aku duduk di depan sambil menggendong Putri yang masih tidur. Pak dan Bu Anton di jok belakang bersama Si Ricky. Ketika baru masuk tol Jagorawi Putri bangun. Bagiku lebih merepotkan, karena dia meloncat-loncat di pangkuanku dan terkadang merayap ke belakang minta ikut ibunya. Sampai masuk Bandung sekitar pukul sepuluh Putri tak tidur lagi. Kami langsung menuju hotel H yang besar dan ramai di jalan yang kemudian Aku tahu namanya jalan Juanda. Tak jauh dari hotel ini ada Mall yang lumayan besar. Keluarga Anton menempati dua kamar yang bersebelahan. Satu untuk suami isteri kaya itu dan satu lagi untuk Aku dan dua anaknya. Bang Hasan rupanya tak ikut menginap di hotel, dia minta izin mengunjungi familinya di Bandung dan hari Minggu akan bergabung kembali.

Tak berapa lama masuk kamar Putri ketiduran lagi. Kugunakan kesempatan ini untuk berberes-beres peralatan Putri. Setelah itu Aku berniat mau mandi. Si Ricky tadi hanya menaruh tasnya terus langsung keluar lagi, mau ke lobby katanya. Selesai Aku mandi Si Ricky sudah kembali, Putri masih tidur. Ricky langsung masuk kamar mandi. Aku masih belum terbiasa tinggal di hotel, jadi waktu masuk kamar mandi tadi Aku tak membawa pakaian dalam, seperti kebiasaan di kamarku. Jadi Aku keluar kamar mandi hanya mengenakan daster saja tanpa daleman. Aku bermaksud mau mengenakan bra dan CD khawatir nanti tiba-tiba Ricky keluar dari kamar mandi. Aku duduk di ranjang dengan tangan menggenggam pakaian dalam menunggu keluarnya Ricky.

Begitu keluar dari kamar mandi Aku belum sempat bangkit Ricky langsung duduk di pangkuanku, menyandarkan punggungnya ke dadaku.
"Entar dong Mas, mBak mau mandi dulu"
"Lho, tadi mBak kan udah mandi" Aku salah omong, maksudnya mau ke kamar mandi.
"Mau ke kamar mandi, ganti baju"
"Bentar aja mBak, capek nih"
Tanpa kuduga Ricky memutar punggungnya dan lalu tangannya mengusap buah dadaku.
"Mas .... engga boleh nakal gitu" Aku kaget.
"Pantesan .... empuk. Mbak gak pakai beha, ya"
"Ini mau dipakai. Makanya Mas bangun dong"kataku sambil menunjukkan isi genggaman tanganku.
"Pakai di sini aja, mBak"
"Engga !"
Lagi-lagi Ricky membuat gerakan tak terduga, belahan dasterku dikuaknya.
"Lihat ya Mbak ...."
Dengan cepat Aku mencegah tangannya dan lalu mendororng tubuhnya dari pangkuanku.
"Kalo Mas nakal gitu, entar gak boleh pangku lagi, lho"
"Ya deh mBak, sorry..."

***

Selesai sarapan rencananya semua keluar pakai mobil Pak Anton yang setir. Pak Anton ke kantor sedangkan Bu Anton, Ricky, Aku dan Putri nanti turun di Mall untuk jalan-jalan. Tapi karena Si Putri masih pulas tidurnya, Aku tak jadi ikut, nungguin Putri. Tinggalah Aku di kamar sendiri, Putri begitu pulasnya. Aku rebahan di sebelahnya sambil baca majalah, tapi tak bisa konsentrasi. Ingatanku ke Mas Adi melulu. Aku bayangkan bila saja Mas Adi sekarang ada di sini .... ooh bisa dua atau tiga ronde kita 'selesaikan' sementara menunggu mereka pulang. Bisa dilakukan di kasur ini, atau di atas karpet yang cukup tebal, atau di kamar mandi. Ya, di kamar mandi Aku duduk di tepian meja dekat wastafel dengan kaki membuka, lalu Mas Adi masuk sambil berdiri. Membayangkan itu semua Aku jadi basah ...

Khalayanku berlanjut. Kubayangkan Mas Adi telanjang bulat menindih tubuhku, lalu membukai dasterku dan menciumi buah dadaku. Pada kenyataannya tangan kiriku sendiri yang membuka kancing daster dan mengeluarkan buah dadaku dari bra, lalu jempol dan telunjukku memelintir puting dadaku. Ciuman Mas Adi bergeser ke bawah menciumi perutku. Pahaku kubentangkan lebar seolah menampung kepala Mas Adi yang sedang menjilati clit-ku yang membasah (kenyataannya : tangan kananku telah menyusup ke cd dan mulai menggosok-gosok). Nafasku makin memburu. Gelisah. Tubuhku berkelejotan dan serasa mulai melayang ....

Tiba-tiba kudengar pintu diketuk. Aku kembali mendarat ke bumi dan dengan gugup merapikan bra dan dasterku. Sambil menyeka keringat di wajahku Aku berjalan menuju pintu.
"Oh ... Pak ...." Kaget bukan main Aku, ternyata Pak Anton. Tanpa bersuara Pak Anton langsung masuk dan menutup pintu kembali. Tiba-tiba Aku sadar akan bahaya yang bakal mengancamku. Celaka !
"Bapak engga ke kantor" tanyaku mengatasi rasa gugup.
"Sstt..." jawabnya sambil memberi tanda menyilangkan jari di bibirnya dan mendekatiku. Kedua tangannya ke bahu kanan kiriku. Lalu sebelah tangannya membelai pipiku.
"Narti ....." panggilnya dengan suara serak. Lidahku kelu.
"Kuminta kamu rela ........" jarinya merabai bibirku.
"Tidak, Pak. Jangan ......" bibirnya menutup bibirku dan lalu melumatinya. Kedua belah angannya merangkul tubuhku. Aku dipeluknya erat sekali. Kurasakan benda keras itu menghunjam perutku. Uh ...keras banget.

Aku melepas ciuman, tapi tak mampu melepaskan rangkulannya.
"Kumohon Pak .... jangan" kataku menghiba. Dadaku diremasnya. Aku menepis. Tangannya pindah ke pantatku, diremasnya pula. Lagi-lagi Aku menepis. Masih sambil memeluk tubuhku di dorongnya hingga Aku rebah di ranjang Ricky. Disingkapnya rok dasterku dan dipelorotkannya cd-ku. Gerakan yang tiba-tiba dan tak terduga ini gagal kucegah. Lalu Pak Anton membenamkan wajahnya di selangkanganku. Kututup pahaku hingga menjepit kepalanya. Pak Anton bangkit melepaskan jepitan pahaku.
"Narti .... tolonglah ... sebentar saja"
"Jangan Pak .... " kataku setengah menangis.
"Sekali ini saja, udah itu saya tak akan ganggu lagi, Ti..."
Tangan kuat Pak Anton membuka pahaku. Percuma. Sia-sia saja melawan gerakan Pak Anton yang kuat. Kubiarkan dia menjilati kewanitaanku. Aku malu Pak Anton tahu Aku telah basah. Akhirnya Aku pasrah. Semoga dia benar-benar menepati janjinya, hanya sekali ini saja. Toh seperti dulu, dia hanya sebentar saja.

Oh ... lidahnya sungguh amat berpengalaman, membuatku secara perlahan mulai "naik". Aku muak dengan kelakuan majikanku ini, tapi Aku tak berdaya melawannya. Aku benci ! Aku membenci diriku sendiri yang tak berdaya melawan, malah terrangsang. Dalam keadaan frustasi begini apa yang bisa kulakukan selain menangis. Apalagi kini Pak Anton telah telanjang bulat dengan penis keras mendongak. Penis yang membuat Bu Anton merintih- rintih keenakan. Penis yang pernah sebentar memasuki tubuhku dan kini akan memasukinya lagi.

Tangisanku yang sesenggukan menghentikan gerak Pak Anton yang telah membentangkan pahaku dan siap menusuk. Pak Anton merangkak mendekati mukaku.
"Ti ... kumohon kamu rela ..... sekali ini saja ..."
Aku masih sesenggukan.
"Sekali ini saja ... melayaniku, Ti ..."
"Kenapa engga sama Ibu aja ...."
Lalu mulailah Pak Anton ngoceh nerocos tentang perlunya variasi bagi pria yang sudah belasan tahun menikah. Tentang dia tak berani meniduri perempuan sembarangan bila butuh variasi. Dia bisa saja 'membeli' perempuan yang paling mahal sekalipun, tapi dia tak mau melakukan. Seks dengan membeli itu sama sekali tak nikmat dan penuh resiko kena penyakit. Cerita berlanjut bagaimana dia telah mengamatiku dari sejak Aku mulai bekerja. Mengamati pergaulanku. Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa Aku "bersih". Dia makin yakin setelah menikmati 'aroma' kewanitaanku.
"Si Adi sungguh beruntung" katanya lagi.
"Punyamu sungguh berbeda" sambungnya.
"Enak banget .... legit" katanya lagi makin ngaco merayuku.
"Itulah kenapa saya tak kuat lama ...." Akunya.
"Okay, sekarang jangan nangis lagi ya ... saya minta kamu ikhlas memberikan"
Pak Anton menggeser tubuhnya ke atas lagi sampai penisnya mendekati mukaku. Kulihat penis itu tak setegang tadi. Agak menurun. Lalu penis itu disentuhkan ke mulutku. Tiba-tiba terlintas dalam benakku. Lebih baik Aku oral saja dia sampai keluar lalu kumuntahkan maninya, daripada dia menyetubuhiku. Mendapatkan ide itu Aku tak menolak ketika penis itu mulai menerobos mulutku. Pak Anton mendesah. Aku tinggal membayangkan sedang mengulum penis Mas Adi. Benda itu dengan segera membengkak dan mengeras. Aku makin intensif menguluminya. Tapi Pak Anton mencabutnya. Aku kira dia akan muntah, tapi tidak.

Pak Anton bangkit. Dibukanya pahaku lebar-lebar, lalu mengambil posisi siap tusuk. Menekan dan 'kepala'nya masuk. Dipompanya sambil membentang pahaku lebih lebar lagi. Perlahan penisnya marasuk lebih dalam. Pompa lagi dan secara perlahan tapi pasti terus masuk. Sampai akhirnya seluruh batang telah tenggelam. Tubuhnya rebah menindihku, kedua belah tangannya menyusup ke punggungku dan memeluk kuat tubuhku. Perlahan pinggulnya mulai memompa. Naik-turun dan kanan-kiri. Kadang diputar.
"Ooh .... kamu benar-benar sedap ....." bisiknya dekat telingaku. Oh ... dia benar-benar telah menyetubuhiku. Pak Anton meniduri pengasuh anaknya dengan "disaksikan" oleh anaknya sendiri. Pak Anton asyik berhubungan seks dengan wanita bukan isterinya sementara anaknya tidur di ranjang yang hanya semeter jaraknya !

Kuharapkan beberapa kali pompaan Pak Anton segera mencabut dan menumpahkannya di perutku seperti waktu lalu. Harapanku meleset. Sudah belasan pompaan tak ada tanda-tanda 'sampai'. Justru timbul kekhawatiranku, aku mulai menikmati pompaannya ! Sungguh lihai dia membuat variasi gerak pompaan. Tusukan 'setengah' dikombinasi dengan tusukan full. Tusukan 'arah' atas bervariasi dengan arah bawah. Hunjaman dari kiri bergantian dengan dari kanan. Pak Anton yang sekarang sedang memompaku berbeda dengan Pak Anton beberapa hari lalu. Entah kenapa dia jadi kuat sekarang. Hampir menyamai Mas Adi. Terus terang tubuhku mulai terangkat dan melayang ...

Suatu saat di tengah pompaan Pak Anton tiba-tiba mencabut. (dan ... ah, sialan Aku jadi merasa 'kehilangan'). Tiba saatnya juga akhirnya. Detik berikutnya akan kurasakan tumpahan hangat di perutku. Oh ... tapi tidak ! Penis itu masih mengacung gagah.

"Gantian Ti .... Aku di bawah ..." pintanya. Aku mau saja bangkit dan memberi kesempatan Pak Anton rebah terlentang. Lalu tanpa diminta Aku melangkah mengangkangi tubuhnya. Dengan Mas Adi Aku memang biasa berganti posisi Aku diatas. Jadi Aku tahu maksud Pak Anton. Aku jadi tak malu-malu lagi menuntun penis Pak Anton agar tepat arahnya sebelum Aku menduduki tubuhnya. Aku juga tak malu menggoyang pinggulku di atas tubuh Pak Anton. Bahkan ikut 'membantu' kedua belah telapak Pak Anton meremasi buah dadaku. Lalu dia mengangkat punggungnya dan memeluk tubuhku.
"Ohh ... sedapnya kamu Ti ..." Pelukannya makin erat sehingga tak memungkinkan kami bergoyang lagi. Tubuhnya diam memeluk. Celaka, jangan-jangan dia keluar. Dalam posisi begini jadi susah mencabutnya. Ternyata tidak.

"Ganti posisi lagi ya sayang ..." Uh, dia memanggilku dengan 'sayang'. Kulepaskan penisnya lalu Aku turun dari pangkuannya dan ambil posisi terlentang. Kulihat penisnya masih perkasa begitu. Sungguh mengherankan, berbeda jauh dibanding beberapa hari lalu ...

"Telungkup ...Ti" perintahnya. Ohoi, Aku nurut saja. Begitu juga ketika dia mengatur posisiku seperti merangkak. Gaya apa pula ini ? Mas Adi belum pernah begini. Punggungku dimintanya lebih merendah lagi. Pinggul bertumpu pada lutut. Dan ..... ahh ... penis Pak Anton memasuki tubuhku dari arah belakang (belakangan Aku tahu ini adalah gaya 'doggie'), persetubuhan gaya anjing. Enak juga ...

Gila nih lelaki, masih belum nyampe juga. Padahal beberapa hari lalu dia 'peltu', menempel langsung 'metu' (keluar). Setelah banyak tusukan gaya doggie, Pak Anton minta mengubah lagi dengan gaya 'biasa', Aku di bawah. Rasanya gaya ini yang paling mendatangkan kenikmatan. Kembali Pak Anton mempraktekkan berbagai variasi tusukan. Dan ... Oh ... Aku juga tak kalah seru merintih dan melenguh. Merambat naik pelan dan pasti. Serasa tubuh mulai terangkat dan melayang-layang. Makin tinggi dan tinggi ..... dan ..... tubuhku bergetar. Tepatnya 'kedutan' tubuh yang teratur dan di luar kontrolku. Kesadaranku sejenak hilang. Hawa nikmat yang terpusat di selangkanganku kini menyebar ke seluruh tubuh, sampai ke ujung-ujung jari sekalipun. Sampai- sampai tubuh Pak Anton ikut berkedut, karena selama proses "the big-O"ku ini dia menghentikan tusukannya dan mendekap tubuhku kuat-kuat.

Ketika beberapa saat kemudian kedutan tubuhku makin melemah, Pak Anton melepas dekapannya dan bangkit lalu mulai menusuki lagi. Ampuun .... rasanya .... ngilu ! Untunglah penderitaanku ini tak lama. Suatu saat dia mempercepat pompaannya, lalu penisnya dicabut dan tumpah di perutku. Maninya membasahi perutku yang telah basah oleh keringat. Keringat kami berdua.
"Uuhh .... uuhhh .... "lenguhnya di sela-sela tarikan nafasnya yang memburu. Lalu tubuh itu rebah di atas tubuhku. Kurasakan berat tubuhnya bertambah. Mungkin karena dia lemas sehingga membebankan seluruh berat tubuhnya pada tubuhku.
"Ooh ...Ti .... kamu sedap banget ...."bisiknya di dekat telingaku sambil masih terengah. Aku diam. Pipiku diciumnya, lalu
"Punyamu itu .... nikmat banget ...."
Aku masih diam.
"Sempit dan legit ....."

Tiba-tiba Aku tersadar. Aku yang sedang dalam proses mendarat kembali ke bumi serasa dibangunkan dari mimpi. Ucapan Pak Anton yang terakhir itulah yang menyadarkanku. Sadar betapa bodohnya Aku. Bagi Pak Anton Aku adalah bukan siapa-siapa. Aku hanyalah seonggok daging yang dipilihnya karena 'sempit dan legit'. Memang baru saja dia memberiku kepuasan sama seperti yang dilakukan Mas Adi, tapi itu hanyalah 'efek samping' dalam rangka usaha dia mencapai kenikmatan. Aku hanyalah sebongkah tubuh alat pemuas nafsu. Celakanya Aku membiarkan saja semuanya terjadi. Membiarkan tubuhku ini sebagai alat dia mencari kenikmatan. Posisiku sebagai pekerja tak mampu menolak umbaran nafsunya. Posisiku memang lemah.

Dalam diriku tiba-tiba muncul rasa benci. Benci kepada diriku sendiri kenapa jatuh pada posisi yang lemah begini. Juga benci kepada tubuh yang menindihku, majikanku ini, yang telah memanfaatkan posisi di atas anginnya untuk mendapatkan kenikmatan. Aku marah. Darahku mendidih. Aku berontak. Dengan mudah Aku lepas dari dekapan Pak Anton dan tubuh itu terguling dari badanku, bahkan dia hampir terjerembab ke karpet.
"Ti ..... " teriaknya.
Aku tak peduli. Aku bangkit masuk ke kamar mandi. Seharusnya Aku tadi mendorong tubuhnya biar sampai jatuh. Seharusnya Aku tadi memakinya ketika dia teriak. Tapi Aku tak berbuat apa-apa. Rasa benci dan marah hanya bisa membuatku menangis. Pak Anton masuk.
"Kenapa nangis, Ti ?"
Kenapa kepalamu !
Bahuku disentuh. Langsung tangannya kutepiskan.
"Bapak lebih baik keluar sekarang" teriakku.
"Ya ..ya....tapi kenapa ?"
"Atau saya telepon Ibu ?"
"Okay .... okay ...." dengan cepat dia keluar. Kukunci pintu kamar mandi. Kulanjutkan tangisku. Aku benar-benar membencinya. Sejurus kemudian pintu kamar mandi diketuk. Pak Anton memanggil-manggil namaku.
"Bapak belum juga keluar !" teriakku.
"Putri bangun, Ti ..."
"Pokoknya keluar dulu !"

Kubersihkan tubuhku dari ceceran mani Si Maniak itu. Setelah Aku yakin Pak Anton telah keluar kamar, Aku baru keluar kamar mandi. Kudapati Putri nangis di pinggir ranjang, hampir jatuh, kubiarkan saja. Aku jadi malas mengurusnya. Tapi lama-lama Aku kasian juga, anak ini tak bersalah. Yang jahat adalah bapaknya, kenapa dia yang jadi korban ? Kuambil Putri dan kupangku, langsung saja dia menyergap buah dadaku. Oh ... Aku baru sadar belum berpakaian. Ah biar saja, Putri begitu asyik mengemoti putingku. Biar saja kalau tiba-tiba Bu Anton masuk melihat Aku 'menyusui' anaknya. Sekalian saja Aku akan bilang tingkah suaminya yang telah meniduriku. Biar mereka bertengkar. Biar. Begitu bencinya Aku pada Pak Anton, diam-diam tumbuh rasa dendam di hatiku. Ingin membalas kelakuannya. Tapi bagaimana cara membalasnya ? Sekarang memang belum terpikirkan. Pokoknya nanti begitu ada kesempatan, aku akan melakukannya.

Aku tak tahu apa yang harus kukerjakan siang ini. Bu Anton dan Ricky belum pulang dari Mall, Si Putri sudah tertidur. Ah, lebih baik Aku tidur saja, lelah juga tubuhku dikerjain oleh Si Munafik itu. Dia benar-benar munafik. Sering sekali dia menunjukkan keluarga yang harmonis, sangat sayang kepada isterinya. Tapi dibelakang isterinya diam-diam dia meniduri pengasuh anaknya, sambil menceritakan kekurangan isterinya.

Kurapikan tempat tidur kembali. Kutata sprei yang berantakan dan kubetulkan letak bantal. Tiba-tiba mataku menangkap ada sampul tertutup di bawah bantal. Sampul surat berlogo perusahaan Pak Anton dan tak ada tulisan tangan di atasnya. Milik siapa ini ? Karena rasa penasaranku kubuka sampul itu. Ternyata isinya setumpuk uang dan selembar kertas bertulisan tangan : "Narti, Bapak puas banget. Terima kasih ya. Besok Bapak hubungi lagi" Mandadak darahku mendidih. Kurobek kertas itu dan kulempar amplopnya. Isinya berantakan dilantai. Kurang ajar ! Dianggapnya Aku ini apa ? Perempuan bayaran ? Benar-benar suatu penghinaan dan pelecehan ! Tak pernah sedikitpun terlintas di kepalaku untuk menerima banyak uang tanpa bekerja. Untuk apa Aku bersusah payah kerja sebagai perawat di rumah sakit ? Untuk apa Aku kerja sebagai baby sitter ?

Niatku makin bulat untuk membalas dendam. Hati boleh panas tapi kepala harus tetap dingin, begitulah ajaran ibuku. Mana bisa menyusun rencana pembalasan dengan kepala panas ? Aku coba untuk mendinginkan diri. Kukumpulkan kembali uang yang berserakan itu, Aku masukkan ke dalam sampulnya bersama secarik kertas tulisannya. Rencana uang itu akan kusimpan saja, tak akan kugunakan. Jumlahnya hampir sama dengan dua bulan gajiku.



Bersambung....:semangat:

No comments:

Post a Comment