Pak Hasan adalah mertua Lidya dan ayah kandung Andi. Usianya sudah 58
tahun, bertubuh gemuk, botak dan sudah menduda sejak 12 tahun terakhir.
Setelah kehilangan rumahnya yang berada di desa karena tidak bisa
membayar hutang yang menumpuk, Pak Hasan sedianya akan ditampung
sementara oleh Andi dan menantunya Lidya yang sama-sama baru berusia 26
tahun sebelum nantinya mendapat rumah kontrakan yang baru.
Pak Hasan mengetuk pintu depan dan menantunya yang ayu segera
menyambutnya. Si seksi itu hanya mengenakan daster tipis yang
menerawang, khas baju ibu-ibu rumah tangga. Tapi entah kenapa, saat
Lidya yang mengenakan baju itu, terlihat sangat menggairahkan. Lidya
terlihat sangat cantik dan segar.
Lho? Bapak? Aku kira bapak baru akan datang besok lusa? Ayo masuk
dulu, kata Lidya sambil memutar badan. Walau tertutup daster, tapi Pak
Hasan bisa melihat jelas lekuk pantat sempurna milik Lidya yang
menerawang di balik daster. Lidya, seperti juga kakak-kakaknya memiliki
kecantikan natural yang sempurna. Walaupun menantu Pak Hasan itu
memiliki perangai yang manis, ceria dan suka bercanda, tapi sosok ayu
dan seksinyalah yang membuat setiap lelaki ingin menidurinya.
Mas Andi belum pulang, tapi sebentar lagi pasti datang.
Tadi aku naik bis yang sore. kata Pak Hasan sambil mencari sofa untuk duduk.
Oh begitu. Istirahat dulu, Pak. Anggap saja rumah sendiri. Jawab Lidya
sambil membungkuk untuk mengambil cangkir yang ada di meja di depan Pak
Hasan. Karena daster yang dipakai Lidya sangat longgar, gerakan ini
membuat Pak Hasan bisa mengintip celah buah dada putih ranum yang
menggiurkan di balik BH Lidya.
Melihat keseksian menantunya, kemaluan Pak Hasan langsung mengeras.
Mertua Lidya itu segera menyembunyikan tonjolan di selangkangannya
karena malu. Setelah menata meja, Lidya duduk di depan Pak Hasan dan
menyilangkan kakinya, seakan memamerkan kakinya yang putih, mulus dan
jenjang dengan bulu-bulu halus yang menggairahkan. Pak Hasan harus
konsentrasi penuh untuk mendengarkan pertanyaan Lidya.
Jadi bagaimana perjalanannya? Capek yah, Pak?
Lumayan melelahkan. Lima jam perjalanan.
Mata Pak Hasan bergerak menelusuri seluruh lekuk tubuh Lidya, dari atas
sampai bawah, dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Hampir 5 tahun
sudah Pak Hasan tidak melakukan kegiatan seksual. Setelah kematian
istrinya, Pak Hasan sering memanggil pelacur saat masih tinggal di desa.
Tapi kemudian berhenti karena hutang-hutangnya kian bertumpuk dan dia
tidak bisa membayar seorang pelacurpun. Lidya mulai sedikit rikuh dengan
tatapan mata Pak Hasan yang seakan menelanjanginya.
Aku naik dulu ke kamar ya, Pak. Mau mandi sebentar lalu aku siapkan
makan malam. Bapak pasti sudah lapar kan? Anggap aja rumah sendiri,
kata Lidya sambil menaiki tangga. Mata Pak Hasan tidak lepas dari
goyangan pantat menantunya yang aduhai sampai ke atas tangga. Walaupun
sudah uzur, tapi Pak Hasan tetap laki-laki normal, dia butuh melepaskan
hasrat birahinya. Dia ingin masturbasi untuk melepaskan gejolak
nafsunya.
Saat itu telepon berbunyi. Pak Hasan mengangkatnya.
Halo?
Halo, ini Bapak ya?, tanya suara di ujung, yang rupanya suara Andi.
Iya, ini Bapak, Ndi, kata Pak Hasan.
Pak, aku minta maaf aku nggak bisa pulang hari ini, soalnya aku harus
lembur di luar kota dan baru akan pulang sekitar hari Minggu sore.
Mendadak banget dan tidak bisa ditunda. Tolong pamitin ke Lidya ya.
Pesawatnya hampir berangkat, aku tidak bisa lama-lama. Maaf tidak bisa
menemani Bapak. Aku telpon kalau sudah sampai di sana nanti.
Baik, Ndi. Nanti Bapak sampaikan. Iya.
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Pak Hasan menutup telepon.
Pak Hasan berniat untuk membawa tas-tasnya yang berisi baju ke kamar
atas. Perlahan dia menaiki tangga, melewati kamar utama tempat tidur
Lidya dan Andi. Terdengar deru suara air mengalir dari kamar mandi yang
terletak di dalam kamar utama. Pak Hasan meletakkan tasnya di depan
pintu kamar. Setelah berpikir keras, dia memutuskan untuk memasuki kamar
tidur utama pasangan Andi dan Lidya.
Di atas ranjang terdapat celana jeans dan atasan kaos putih. Saat
mengambil kaos itu Pak Hasan mendapati BH dan celana dalam tipis yang
juga berwarna putih. Pak Hasan benar-benar tidak kuat lagi menahan
birahinya. Diambilnya celana dalam Lidya, dibukanya celananya sendiri,
dan mulailah ayah mertua Lidya itu coli dengan menggesekkan celdam Lidya
di kontolnya yang mulai keriput.
Detak jantung Pak Hasan makin cepat karena ia tahu menantunya sedang
mandi sementara dia coli menggunakan celana dalam yang akan dipakai
Lidya. Gerakan Pak Hasan makin meningkat cepat karena saat coli Pak
Hasan membayangkan enaknya menikmati tubuh Lidya di ranjang dan
bagaimana rasanya memeluk menantunya yang cantik itu. Pak Hasan
membayangkan asyiknya melihat tubuh molek Lidya terhentak-hentak didera
sodokan penisnya.
Pak Hasan mengintip sedikit ke kamar mandi. Lidya rupanya lalai dan
membiarkan pintu kamar mandi sedikit terbuka, memudahkan akses bagi
mertuanya mengintip. Pak Hasan mendapati Lidya sedang menyabuni buah
dadanya yang besar dan kenyal.
Wow. Tubuh si Lidya benar-benar indah. Sangat seksi, batin Pak Hasan.
Seandainya mungkin, aku ingin masuk ke dalam sana dan mengenthu
menantuku yang aduhai itu.
Pak Hasan meneruskan colinya di celdam Lidya saat menantunya itu
membungkuk untuk menyabuni kakinya yang jenjang dan pahanya yang mulus.
Tak lama kemudian, Lidya bersandar pada dinding sementara air shower
membilas tubuhnya yang putih mulus. Tangan kiri Lidya menangkup buah
dadanya yang indah. Jari jemarinya mulai mengelus dan menowel-nowel
pentilnya. Pak Hasan terpana melihat menantunya itu memainkan
payudaranya. Tangan kanan Lidya menuruni perutnya yang langsing dan
masuk ke selangkangannya.
Aaaaahhhhhh, Lidya mendesah kecil.
Tangan kiri Lidya yang penuh gelembung sabun itu kini memilin dan
meremas-remas pentil payudaranya hingga mengeras, lalu meremas buah
dadanya bergantian. Tangan kanan Lidya masih berada di selangkangannya.
Semakin mencondongkan tubuhnya ke belakang, Lidya membentangkan kakinya
sedikit. Pak Hasan bisa melihat jari jemari lentik tangan menantunya
keluar masuk memeknya sendiri. Pak Hasan terpesona melihat si cantik
Lidya menggunakan jempolnya untuk menggosok dan menggerakkan daging
menonjol yang ada di ujung atas bibir vaginanya.
Ah! Ah! Ah! Ehm! Ehm! Ooooohhh!!! kaki Lidya melengkung saat si jelita
itu melenguh perlahan. Akhirnya tangan kirinya turun lemas ke samping
badannya, sementara jari-jarinya tangan kanannya berhenti bergerak,
namun tetap berada di dalam liang vaginanya.
Pak Hasan merasakan air maninya membanjir. Tangannya belepotan sperma
dan ia membersihkannya menggunakan celana dalam Lidya. Terdengar suara
shower dimatikan dan Lidya mulai keluar dari shower. Secepat kilat Pak
Hasan meletakkan celdam Lidya seperti sediakala dan meninggalkan kamar
itu. Pak Hasan menutup pintu kamar, namun masih membuka sedikit celah.
Saat sudah beranjak meninggalkan tempat itu, terlihat Lidya keluar dari
kamar mandi hanya mengenakan handuk yang terlilit di tubuhnya yang
indah.
Pak Hasan sebenarnya bisa langsung orgasme hanya dengan melihat Lidya
setengah telanjang dan hanya mengenakan handuk, ternyata mertua mesum
itu jauh lebih beruntung daripada yang dia kira. Tak sengaja, Lidya
menjatuhkan handuknya ke lantai. Tanpa sepengetahuan wanita ayu itu,
sang ayah mertua yang nafsu birahinya sedang memuncak ada di luar kamar
sedang mengawasi tiap gerak-geriknya yang molek. Karena memunggungi
pintu, Pak Hasan bisa menyaksikan pantat putih mulus Lidya yang
sempurna.
Perlahan-lahan Lidya berbalik dan Pak Hasan hampir tak kuat menahan
nafsu. Baru kali inilah dia menyaksikan keindahan tubuh Lidya secara
langsung tanpa sehelai benangpun. Rambut di atas kemaluan Lidya terlihat
terawat karena dipotong rapi dan sangat lembut, sementara payudara
Lidya yang montok sangat ranum dan besar. Si molek itu mengambil handuk
lalu mengeringkan rambutnya yang dikeramas. Karena bergerak cepat, buah
dada Lidya bergoyang ke kanan dan ke kiri dengan erotis. Pak Hasan
meletakkan satu tas kresek yang dibawanya dan mulai mengocok kontolnya
lagi.
Saat Lidya usai mengeringkan rambut, istri Andi itu mengambil celana
dalamnya dengan sedikit membungkuk. Tentu saja Pak Hasan makin puas
karena bisa melihat lebih jelas ke arah lubang anus sang menantu. Untung
saja Pak Hasan kuat menahan diri, bisa saja ia masuk ke dalam dan
menyetubuhi Lidya dari belakang dengan paksa. Warna merah muda anus
mungil milik menantunya itu sangat mengundang selera sang pria tua. Pak
Hasan berandai-andai apakah anaknya si Andi pernah menyodomi istrinya.
Lidya mulai mengenakan celana jeansnya dan kembali payudara si cantik
itu bergoyang-goyang. Pemandangan erotis ini makin lama makin memuaskan
Pak Hasan. Tak perlu waktu lama, sperma pria tua itu akhirnya meledak di
dalam celana.
Pak Hasan mengambil semua tasnya dan berjalan kembali ke kamar untuk
berganti pakaian. Situasinya menarik sekali!, batin laki-laki tua itu
sambil membersihkan tangan dengan tissue. Aku sendirian di rumah selama
beberapa hari dengan menantuku yang cantik jelita dan sangat seksi itu!
Aku harus mendapatkan tubuh Lidya! Aku harus menanamkan penisku di
memeknya yang wangi secepatnya!
Entah apa yang akan dilakukan Andi seandainya dia mengetahui rencana ayah kandung pada istri yang dicintainya.
###
Setelah hampir setengah jam menonton TV dan menghabiskan rokok, Pak Bejo kembali mengajak Alya. Sudah waktunya. Ayo.
Ayo kemana? tanya Alya.
Sini. Berlutut di depanku. Perintah Pak Bejo sambil membuka kakinya.
Pak Bejo! Saya mohon, jangan suruh saya melakukan hal itu lagi! Saya tidak pernah menyukai melakukan hal itu sebelumnya!
Oke. Oke. kata Pak Bejo. Pria tua itu sepertinya memahami dan melangkah ke arah Alya.
Alya bahkan tidak punya kesempatan mengelak saat kemudian Pak Bejo
menampar pipinya dengan keras. Alya pun menangis tersedu-sedu. Belum
pernah seumur-umur dia diperlakukan dengan kasar oleh seorang pria.
Airmatanya meleleh dan isak tangisnya terdengar hingga beberapa saat.
Pak Bejo kembali duduk di hadapan Alya.
Berapa kali aku harus ngomong sama Mbak Alya kalau Mbak Alya sudah
tidak punya pilihan lain lagi? Mbak Alya harus menuruti semua
perintahku. Jadi ada baiknya kalau Mbak Alya juga mulai menikmati apa
yang aku perintahkan. Jadi merangkaklah kemari dan jangan pernah
membantah apa yang aku perintahkan lagi! ancam Pak Bejo.
Kali ini tidak ada ulangan perintah. Dengan penuh kepasrahan, Alya
menyepong tetangganya yang mesum dan berusaha menahan diri agar kali ini
dia tidak mual lagi. Pak Hasan melenguh keenakan dan sesekali tertawa
terbahak-bahak menikmati enaknya disepong wanita secantik Alya. Setelah
usai menyepong, Alya duduk di lantai. Ia masih berada di daerah
selangkangan Pak Bejo. Wajahnya yang jelita hanya beberapa centimeter
saja dari kontol besar Pak Bejo. Si cantik itu bahkan sudah terlalu
takut dan malu untuk mengamati bentuk kontol kebanggaan tetangganya itu.
Pak Bejo tahu dia sudah menaklukan wanita cantik bertubuh indah ini.
Alya melihat ke arah jam dinding dan langsung kaget. Opi sebentar lagi
pulang! Dengan buru-buru Alya melepaskan diri dari pelukan mesra Pak
Bejo dan berdiri.
Pak Bejo, anda harus pergi sekarang. Opi sebentar lagi pulang dan
Ijinkan aku menciummu sekali lagi. Kata Pak Bejo sembari melihat ke selangkangan Alya dengan pandangan nafsu.
Alya mendekatkan tubuhnya ke Pak Bejo dan merenggangkan kakinya,
memberikan akses penuh pada pria tua itu untuk bisa mencium bibir
kemaluannya. Pak Bejo segera mengulum-ngulum bibir vagina Alya dengan
buas. Alya merem melek dan melenguh tak henti-henti. Kenikmatan
bercampur rasa bersalah menguasai istri Hendra itu.
Setelah beberapa saat menjilati, Pak Bejo bangkit.
Pak Bejo mulai berpakaian. Alya merasa aneh karena kini dirinya mulai
terbiasa dan tidak merasa malu lagi telanjang bulat dihadapan pria tua
ini.
Aku akan kembali lagi. Mungkin besok, waktu yang sama. Saat membuka
pintu, aku harap Mbak Alya tidak mengenakan sehelai benang pun. Besok
aku akan memberikanmu kenikmatan yang terhebat dan aku akan mengambil
lubang keperawananmu yang tersisa.
Alya mengangguk karena berharap pria tua brengsek ini segera
meninggalkan rumahnya. Setelah berpamitan dan meremas-remas dada Alya,
Pak Bejo pun pergi. Alya menutup pintu rumah sambil menangis
tersedu-sedu. Dia ambruk ke kasur dan bertanya-tanya dalam hati. Apa
yang dimaksud begundal tua itu dengan lubang perawan yang tersisa?.
Tapi karena Opi hampir pulang, Alya memaksakan diri untuk bangun. Dia
mandi dan menggosok seluruh tubuhnya yang kotor. Dia telah dijilati oleh
lidah seorang pria yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya akan
menggaulinya. Alya membersihkan tubuhnya dan mandi lebih lama dari
biasanya.
Saat itulah dia sadar.
Aku memang bodoh. Renung ibu rumahtangga yang jelita itu dalam hati.
Jangan-jangan yang dimaksud Pak Bejo adalah lubang anusnya? Pasti akan
sangat menyakitkan. Jari jemarinya yang lembut menelusuri bagian
belakang tubuhnya, mengitari pantatnya yang bulat. Dia meremas pantatnya
sendiri dan menangis sejadi-jadinya.
Pasti akan sangat menyakitkan.
###
Setelah mandi dan membersihkan diri, Pak Hasan kembali turun ke ruang
keluarga. Dia duduk di sofa dan menonton berita di televisi, berharap
bisa sejenak melepaskan hasrat birahinya yang liar kepada menantunya
sendiri. Tidak lama kemudian, Pak Hasan mendengar suara lembut dari atas
tangga.
Pak, siapa tadi yang telepon?
Oh, itu si Andi dari bandara, jawab Pak Hasan. Katanya dia harus
langsung lembur dan berangkat ke luar kota malam ini juga. Baru pulang
hari Minggu sore. Untuk keperluan bisnis atau yang lain, Bapak kurang
paham.
Pak Hasan mendengar gerutu kecil dari Lidya tentang kebiasaan Andi yang
jarang pulang dan lain sebagainya. Tak lama kemudian Lidya turun ke
ruang keluarga. Pak Hasan hanya bisa menatap takjub penampilan
menantunya yang indah itu. Lidya memakai baju putih tanpa lengan yang
membuat buah dadanya yang besar terlihat menonjol menantang dan celana
jeans yang hampir-hampir tidak sampai ke pinggulnya. Dari belakang, Pak
Hasan bisa mencuri pandang belahan pantat Lidya.
Pak Hasan mulai terangsang lagi saat membayangkan Lidya menggunakan
celdam yang tadi digunakan oleh Pak Hasan untuk coli. Rambut indah
panjang Lidya diikat kucir kuda dan membuat si cantik itu tampak lebih
muda. Pak Hasan menahan diri dan kembali menatap layar televisi.
Lidya mulai menyiapkan makan malam sementara Pak Hasan menyusulnya ke
dapur untuk melihat apakah dia bisa membantu Lidya. Sekitar dua puluh
menit memasak dan bercakap-cakap, makanan pun siap. Tak disadari oleh
Lidya kalau sedari tadi Pak Hasan memanjakan matanya dengan mengamati
setiap lekuk tubuh Lidya dari atas sampai bawah sementara Lidya memasak.
Pantatnya yang bulat dan montok itu makin terlihat sempurna karena
ketatnya celana jeans yang dikenakan. Saat mengambil bumbu di atas
lemari, celana dalam putih yang dipakai Lidya sedikit terangkat dan
terlihat oleh Pak Hasan. Lelaki tua itu puas melihat menantunya memakai
celdam yang sama yang dia gunakan untuk coli.
Pak Hasan langsung membayangkan nikmatnya menubruk tubuh Lidya,
membungkukkan tubuh si cantik itu ke depan, dan melesakkan kontolnya ke
dalam memek Lidya sementara tangannya meremas-remas susunya. Lamunan itu
sirna begitu Lidya berbalik dan menghidangkan makan malam.
###
Tangan Dina bergetar hebat saat dia melepaskan kancing bajunya.
Pandangan mata Pak Pramono tidak lepas dari payudara Dina yang masih
tertutup kemeja, menunggu dengan penuh harap untuk menyaksikan susu Dina
dalam kondisi tidak tertutup sehelai benang pun. Dina ingin berhenti,
tapi terus membuka kancing dan melepas bajunya. Bh dan isinya yang putih
mulus dan montok menjadi perhatian utama Pak Pramono. Dina meraih
kancing BH di belakang dan melepaskannya. Saat BH itu menggantung di
atas payudaranya, Dina mulai ragu-ragu dan berusaha menggunakannya
menutup buah dadanya. Dina melepaskan celananya sambil masih memegang
BH.
Pak Pramono jelas menikmati pertunjukan ala striptease ini. Sudah jelas
bagi pria tua itu bagaimana malunya perasaan Dina, yang tentu malah
menambah nikmat rangsangannya. Saat buah dada Dina keluar dari BH, Pak
Pramono bisa melihat pentil payudara Dina sudah membesar, tentu karena
udara dingin. Saat melepas celana panjang, Pak Pramono memperhatikan
celana dalam yang dipakai Dina. Celana dalam putih biasa saja. Hal ini
justru menambah minat Pak Pram. Lebih jelas lagi kalau Dina adalah
seorang ibu rumah tangga yang sederhana dan mungkin orang yang pernah
melihat Dina dalam kondisi setengah telanjang hanyalah Anton dan dirinya
sendiri.
Dina menggigil ketakutan. Wanita cantik itu berdiri setengah telanjang
di hadapan pria asing yang juga bos dari suaminya. Satu tangan mengapit
BH yang sudah hampir copot agar tetap menutupi payudara dan tangan yang
satu lagi menangkup selangkangannya. Dengan satu gerakan dilemparkannya
BH ke samping sehingga Pak Pramono bisa menyaksikan tubuh bugil istri
pegawainya.
Pak Pramono menatap si cantik Dina dan menikmati ketidaknyamanan wanita
itu. Tapi dia kemudian menjadi tidak sabar. Pak Pramono membuka tasnya
dan melambaikan amplop manila ke arah Dina. Istri Anton itu tahu apa
yang dimaksud Pak Pramono dan mengambil nafas sekaligus keberanian
ganda. Dina menarik celana dalamnya ke bawah secepat mungkin dan
langsung menutup selangkangannya kembali dengan tangannya. Dina kini
sudah berdiri tanpa sehelai benangpun di hadapan Pak Pramono, dan
berusaha keras menutupi payudara dan vaginanya.
Letakkan tanganmu di samping, kata Pak Pramono dingin.
Dina tahu inilah saatnya. Saat-saat penentuan. Apakah dia akan
menunjukkan tubuh telanjangnya pada laki-laki di hadapannya ini? Setelah
mempertimbangkan resiko tidak melakukannya, Dina menarik nafas panjang
dan menyerah. Berdiri tegap dan bergetar hebat, Dina akhirnya
mempersembahkan keindahan tubuh telanjangnya yang luar biasa mempesona
pada pria selain suaminya. Dina membenci pandangan asusila Pak Pramono
pada dirinya, dia membenci pandangan laki-laki tua yang sedang memuaskan
diri dengan menjelajahi sekujur tubuh Dina.
Berbaliklah
perlahan, kata Pak Pramono.
Dina menurut, dia berbalik memutar badan. Pantatnya yang mulus terangkat
merangsang di hadapan Pak Pramono. Dina terus memutar sampai dia
kembali berhadapan dengan Pak Pramono.
Aku tadi bilang berbalik. Bukan memutar, kata Pak Pramono galak.
Sekali lagi Dina memutar badan, tapi kali ini dia berhenti saat
pantatnya berada di depan Pak Pramono. Ruangan itu menjadi sunyi dan
bagi Dina semuanya menjadi lebih parah karena tidak bisa melihat ke arah
Pak Pramono. Dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan laki-laki tua
itu. Bagi ibu muda yang cantik dan sederhana itu, kesunyian ini seakan
berlangsung amat lama.
Renggangkan kakimu, suruh Pak Pramono. Bagus. Sekarang membungkuklah dan lihat kemari melalui sela-sela kakimu.
Dina menahan nafas saat dia melihat ke arah Pak Pramono di antara
sela-sela kakinya. Celana panjang sekaligus celana dalam Pak Pramono
sudah copot dan penisnya yang mengeras bagaikan menantang langit. Tidak
hanya keras, sepertinya kontol Pak Pramono juga lebih besar lebih
besar dan panjang daripada milik Anton. Dina juga sadar kalau memeknya
bisa dilihat jelas oleh Pak Pramono. Angin semilir membelai bibir
vaginanya yang terbuka menantang. Sebelum ini belum ada satu orangpun
yang pernah menyaksikan liang kemaluannya seperti ini, bahkan suaminya
sendiripun belum pernah.
Saat Pak Pramono memintanya mendekat, Dina berdiri tegak dan menarik
nafas lega. Tapi ketika dia berdiri di samping bos Anton itu dengan
bertelanjang bulat, wajah cantik Dina langsung memerah karena malu. Dina
melompat mundur ketika jari jemari Pak Pramono mengelus bagian dalam
paha mulusnya.
Kembali ke sini dan buka kakimu lebar-lebar!
Dina berjalan gontai ke arah kursi tempat Pak Pramono duduk dan
memejamkan mata saat jari jemari Pak Pramono masuk ke vaginanya. Kali
ini walaupun tubuhnya menggigil, Dina tidak beranjak seinci pun.
Memekmu kering. Aku pengen memekmu basah, masturbasi dulu!
Dina tidak tahu seberapa jauh lagi dia bisa menahan malu. Bos suaminya
tengah memasukkan sebuah jari ke dalam memeknya dan menyuruhnya
bermasturbasi. Dina pertama kali bermasturbasi saat dia masih remaja.
Dina tahu perbuatan ini tidak baik untuk pertumbuhan mental sehingga dia
berhenti melakukannya. Tapi kini seorang pria asing memerintahkannya
bermasturbasi langsung dihadapannya.
Dina mencari lubang kemaluannya dengan jari tengah dan menggosoknya
dengan gerakan pelan. Wanita cantik yang dipermalukan itu kemudian
merasakan desakan jari jemari Pak Pramono di dalam memeknya pada saat
dia bermasturbasi. Dina tidak tahu mana yang lebih memalukan saat mata
Pak Pramono menatap jari tengahnya atau wajahnya. Kini jari jemari Pak
Pramono makin bebas keluar masuk liang vagina Dina karena cairan pelumas
dinding vaginanya mulai mengalir.
Pak Pramono mencabut jari jemarinya dan berkata. Duduk di pangkuanku.
Dina lega saat Pak Pramono menarik jemarinya sehingga Dina bisa berhenti
bermasturbasi. Dina mencoba duduk di pangkuan Pak Pramono dengan
sesopan mungkin, dia berusaha menutup kedua kakinya dengan rapat. Tapi
Pak Pramono menggeleng dan kaki Dina segera dibuka lebar-lebar. Wanita
cantik itu mencoba berdiri ketika melihat penis Pak Pramono berdiri
tegak menantang.
Pak Pramono tersenyum saat melihat Dina memalingkan wajah dan berkata, Masukkan ini ke dalam memekmu.
Kumohon, Pak Pramono! Aku tidak bisa melakukan ini! Aku sudah menikah!
Ini- ini akan menjadi skandal! Ini zinah!, Dina merengek.
Masukkan ini ke dalam memekmu, atau
Dina tahu dia tidak punya pilihan lain. Duduk di pangkuan Pak Pramono,
Dina mencoba melesakkan penis laki-laki mesum itu ke dalam memeknya
tanpa menyentuh batang kemaluan bos Anton itu. Tapi usaha Dina gagal.
Ibu rumahtangga yang cantik itu mendesah kecewa dan dengan tertunduk
malu meraih batang zakar Pak Pramono dan menaikkannya ke atas. Dina
memposisikan vaginanya di atas kontol yang sudah menghadap ke atas lalu
perlahan melesakkannya sambil duduk di pangkuan Pak Pramono. Dina bisa
merasakan kontol yang besar dan gemuk itu meraja di liang rahimnya. Dina
dan Pak Pramono saling bertatapan saat kontol Pak Pramono melesak
seluruhnya ke dalam memek Dina.
Tangan Pak Pramono meraih buah dada Dina. Dielus dan diremasnya buah
dada putih mulus, molek dan montok itu. Jemarinya menjepit pentil susu
Dina dan memutar-mutarnya dengan kasar. Dina merasa sangat malu saat
pentil itu mulai membesar. Dina berusaha keras menahan dirinya agar
tidak terangsang dengan remasan dan perlakuan Pak Pramono pada buah
dadanya, tapi gagal. Payudara Dina menegang dan pentilnya membesar.
Tangan Pak Pramono melepaskan buah dada Dina, tapi kini giliran mulutnya
yang nyosor ke susu putih mulus si Dina. Saat Pak Pramono mengelamuti
satu pentilnya, Dina bisa merasakan jari jemari Pak Pramono menangkup
bulat pantat Dina. Diangkat, lalu diturunkan, lalu diangkat lagi,
berulang-ulang. Pak Pramono bergeser ke pentilnya yang lain, lalu
menikmatinya untuk beberapa saat.
Setelah bosan, Pak Pramono menyandarkan kepala ke belakang dengan
menggunakan lengan sebagai bantalannya. Dengan posisi relaks, Pak
Pramono tersenyum sinis.
Sekarang, genjot kontolku!, perintah Pak Pramono.
Mulut Dina menganga tak percaya, dia telah dilecehkan, dihina dan
diperdaya. Tapi wanita jelita itu melakukan apa yang diminta oleh Pak
Pram. Karena membutuhkan sandaran, Dina meraih pundak Pak Pram dan
perlahan mengangkat tubuhnya. Saat seluruh penis Pak Pram hampir keluar
dari memeknya, Dina menghentakkan tubuh ke bawah dan kembali ke pangkuan
Pak Pram. Lalu Dina naik lagi, lalu turun, lalu naik, turun, naik
turun, naik turun berulang-ulang.
Dina mengentoti Pak Pramono, bosnya Anton. Dinalah yang bergerak naik
turun, meskipun Pak Pram sekali-kali menggoyang pinggulnya untuk
menumbuk gerakan turun tubuh Dina, tapi ibu muda itulah yang bekerja
keras. Dinalah yang saat ini sedang menyetubuhi Pak Pram! Meskipun hal
itu saja sudah memalukan, tapi Dina kian tak punya muka saat merasakan
kehangatan yang nikmat merajai liang vaginanya. Penis Pak Pram yang jauh
lebih besar dari penis suaminya menjejal liangnya yang sempit dan
memenuhinya dengan nikmat. Gerakan naik turunnya menjadi lebih cepat.
Pak Pramono mulai melihat perubahan pada wajah Dina. Pada awalnya, Dina
bersetubuh dengan perasaan malu dan sakit hati, tapi kemudian perasaan
itu berubah menjadi birahi. Pak Pram tahu Dina mulai menikmati dientoti
oleh pria tua itu. Bukan maksud hati Dina untuk bersetubuh dengan Pak
Pramono, tapi tubuh Dina mengkhianatinya karena lama kelamaan ibu muda
yang cantik itu mulai merasa kenikmatan yang tiada tara walaupun awalnya
dia dipaksa untuk melayani bandot tua ini.
Pak Pramono mulai menelusuri tubuh istri Anton dengan satu tangan dan
akhirnya mencapai ujung kelentit kemaluan Dina. Saat Pak Pramono
menggosok klitoris Dina, mata istri Anton itu terbelalak dan menatap Pak
Pram tak percaya. Tapi Dina tetap meneruskan gerakannya, naik turun dan
membiarkan kontol Pak Pram menusuk tiap jengkal ruas liang kemaluannya.
Pak Pram tidak berhenti menggosok klitoris Dina. Tak lama kemudian, Pak
Pramono merasakan kuku jari Dina menancap makin dalam di pundaknya.
Gerakan Dina makin lama makin cepat hingga Pak Prampun tidak sanggup
lagi merangsang klitoris Dina. Dina melepaskan lenguhan keras dan
tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya berhenti. Dia sudah mencapai
klimaks.
Pak Pramono menunggu Dina sampai si cantik itu membuka matanya. Wajah
Dina yang dilanda kepuasan memerah karena malu. Pak Pramono
menganggukkan kepalanya sebagai tanda agar Dina meneruskan pekerjaannya.
Maka wanita cantik itu kembali menggunakan memeknya untuk memeras penis
Pak Pramono. Dina kembali menyetubuhi pria tua yang telah membuatnya
orgasme. Tadi Pak Pramono memang ingin memuaskan Dina agar ibu muda yang
cantik itu malu, tapi kini Pak Pramono hanya menginginkan kepuasannya
saja. Pak Pramono menarik bokong Dina dan membimbing tubuhnya naik turun
batang kemaluannya dengan lebih cepat. Dia mendorong tubuh Dina turun
ke pangkuannya dengan kasar sementara pinggulnya bergerak sembari
menggoyang si manis itu. Makin lama makin cepat. Pak Pramono makin
tersengal-sengal karena keenakan.
Tak lama kemudian Pak Pramono orgasme. Dina duduk di pangkuan Pak
Pramono saat pejuh pria tua itu membanjiri liang senggamanya. Dina
merasa malu, dia merasa dirinya sangat rapuh karena menyerah pada Pak
Pramono. Dina merasa diperkosa, tapi lebih malu lagi, karena Dina merasa
dirinyapun telah mencapai titik klimaks yang belum pernah dirasakannya
selama ini. Walaupun awalnya terpaksa, Dina kini juga merasa bersalah
pada Anton. Dia merasa dirinya telah ternoda dan bersalah karena
mencapai orgasme.
Dina duduk terdiam penuh rasa malu pada diri sendiri saat Pak Pramono
mulai kembali sadar dari kenikmatan orgasmenya. Perempuan molek itu itu
bisa merasakan penis Pak Pramono mulai mengecil dan keluar perlahan dari
memeknya sementara dia duduk di paha sang pria tua. Dengan posisi kaki
terbentang, Dina bisa merasakan pula cairan mani Pak Pramono meleleh
keluar dari lubang memeknya. Dina tidak bergerak sama sekali karena
takut pada pria tua yang bengis itu. Pak Pramono membuka matanya dan
tersenyum puas. Dia mendorong tubuh Dina ke samping.
Mengambil nafas dalam-dalam, Pak Pramono berkata. Aku berterimakasih
atas kerja samanya. Selama kamu terus menerus memberikan kepuasan
padaku, maka aku jamin Pak Anton tidak akan pernah disentuh oleh pihak
yang berwajib. Heh heh heh. Besok, datanglah ke Hotel Elok di Jalan
Surabaya jam dua siang dan masuk ke kamar 224. Aku akan menunggu Mbak
Dina untuk kesepakatan kita selanjutnya.
Dina hanya memandang diam ke arah Pak Pramono saat pimpinan Anton itu
mengenakan baju kerjanya dan bangkit. Dina duduk di ranjang tanpa
berkeinginan untuk menutupi ketelanjangannya. Untuk apa? Dia baru saja
bersenggama dengan pria tua ini dan Pak Pramono sudah melepaskan pejuh
di dalam rahimnya. Apa akan ada perbedaan berarti kalau sekarang Pak
Pram melihatnya bugil?
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Pak Pramono meletakkan amplop dan
celana dalam milik Dina ke dalam tas kerja lalu berjalan pergi
meninggalkan rumah Anton dan Dina.
###
Lidya sudah hampir terlelap ketika dirasakannya angin semilir masuk
melalui selimutnya yang tebal. Baru disadarinya ternyata selimut itu
diangkat oleh seseorang. Lidya yang masih terpejam tersenyum gembira,
ternyata Andi tidak jadi berangkat ke luar kota.
Saat membalikkan badan, barulah disadari bahwa bukan Andi melainkan Pak
Hasan yang berada di samping tubuhnya! Karena sangat mengantuk, Lidya
lambat bereaksi, dan dengan cekatan Pak Hasan langsung memeluk tubuh
menantunya.
Gesekan tubuh telanjang mereka menyadarkan Lidya akan gawatnya situasi
yang sedang dihadapi. Lidya pun segera mendorong tubuh Pak Hasan dan
berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Pak Hasan hanya tersenyum
sinis dan menelikung tangan Lidya hingga dia tidak bisa berkutik. Tubuh
keriput Pak Hasan menindih tubuh mulus Lidya sehingga istri Andi itu
terengah-engah. Semakin Lidya memberontak dan mencoba melepaskan diri
sergapannya, semakin Pak Hasan terangsang.
Bapak! Lepaskan aku! Apa yang bapak lakukan di sini? tanya Lidya.
###
Malam itu, rasa bersalah yang amat besar membuat Alya tidak bisa tidur.
Dia tidak pernah bisa memaafkan dirinya karena memiliki nafsu birahi
liar yang tersembunyi di balik kesetiaannya. Dia tidak pernah memaafkan
dirinya sendiri yang menjadi hamba nafsu dan terlena oleh perkosaan yang
dilakukan Pak Bejo. Awalnya dia mengira itu semua terjadi karena rasa
takut, tapi perasaan nikmat itu tidak bisa ia bohongi. Seluruh kejadian
bersama Pak Bejo terulang bagaikan film di benak Alya.
Apakah dia seorang korban yang pasrah? Saat itu dia teringat kalimat
yang pernah diucapkan oleh Bu Bejo. Mbak Alya belum mengerti apa-apa..
Saat ini Alya baru sadar kenapa Bu Bejo bertahan walaupun didera semua
penyiksaan fisik yang dilakukan oleh Pak Bejo. Pak Bejo memberikan
kenikmatan seksual yang tidak ada bandingannya. Itu sebabnya Bu Bejo
pasrah oleh perlakuan kasar sang suami. Bahkan terhadapku pun dia
kasar. Pikir Alya. Dan seperti Bu Bejo pula, Alya harus melalui siksaan
fisik luar biasa sebelum akhirnya menikmati puncak nafsu liarnya yang
terpendam.
Dinginnya malam tak tertahankan. Alya melangkah keluar dari kamar dan
duduk termenung sendirian di ruang depan. Berusaha menenangkan
pikirannya yang kalut.
Bagaimana mungkin Alya mengkhianati Hendra demi nafsu birahi sesaat? Ibu
rumah tangga yang cantik itu tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa
Hendra. Mereka saling mencintai satu sama lain. Hendra sangat mencintai
Alya. Tapi apa yang bisa diharapkan Hendra dari istrinya? Alya telah
ditiduri oleh tetangga mereka yang bejat dan berhati busuk. Dia pasti
akan sangat shock jika tahu apa yang telah terjadi. Alya berusaha keras
agar tidak menangis. Dia tidak akan mengijinkan Pak Bejo melakukan
apapun pada tubuhnya lagi. Alya adalah milik Hendra. Istri sah Hendra.
Alya tidak mau dirinya berakhir sebagai istri simpanan atau bahkan budak
seks laki-laki busuk seperti Pak Bejo.
Maafkan aku, Mas Hendra. Aku berharap Mas mau memaafkan aku. Aku
berjanji tidak akan mengkhianati kepercayaan Mas Hendra lagi. Gumam
Alya pada dirinya sendiri. Dia berharap bisa menyelesaikan urusan dengan
Pak Bejo besok. Dia akan menutup pintu rumahnya kuat-kuat supaya lelaki
busuk itu tidak akan bisa masuk dan menodainya lagi. Dia ingin Pak Bejo
tahu apa yang mereka lakukan kemarin tidak ada artinya bagi Alya. Istri
Hendra itu merasakan beban yang ia pikul perlahan-lahan terangkat.
###
Itu pertanyaan bodoh, menantuku sayang, Kata Pak Hasan. Kurasa kau
tahu pasti apa yang sedang aku lakukan. Birahiku sedang tinggi dan aku
bosan onani. Aku pengen memek yang enak, jadi aku masuk ke sini.
Gila!! Aku ini menantumu!! protes Lidya. Ini tidak mungkin! Bapak tidak bisa
Memangnya siapa yang akan menghentikan aku? tanya Pak Hasan. Tidak
ada orang lain di sini. Kamu boleh berteriak kalau mau tapi aku yakin
tidak akan ada orang yang akan masuk dan menjebol tembok untuk
menyelamatkanmu. Dan kau lihat sendiri, aku juga jauh lebih kuat
daripada kamu.
Jika bapak memperkosaku, aku akan lapor pada polisi! ancam Lidya.
Bisa saja kau lakukan itu. Tapi menurutmu, bagaimana perasaan Andi?
Apa maksud bapak?
Seandainya kamu berani pergi ke polisi dan mengaku diperkosa oleh ayah
mertuamu sendiri, Andi akan hancur perasaannya. Istrinya yang cantik dan
mempesona diperkosa oleh ayahnya sendiri. Apalagi aku akan mengarang
sebuah cerita kepadanya kalau istrinya, Lidya yang jelita merayu ayah
mertuanya. Bahkan jika dia mencoba untuk tidak mempercayai ceritaku, dia
tidak akan pernah percaya lagi padamu. Aku, tentu saja akan
menceritakan bagaimana enaknya menyetubuhimu dan membuatmu orgasme.
Semua detail akan aku ceritakan. Semua kenikmatan yang tidak pernah ia
bisa berikan kepadamu. Oh ya, sayang. Jika kau cerita pada Andi atau
polisi tentang perkosaan ini, kau akan menghancurkan hidupnya.
Lidya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya menganga lebar karena tiap perkataan Pak Hasan ada benarnya.
Bapak tidak peduli pada Andi? Apa yang akan dirasakannya? tanya Lidya
dengan lirih. Bapak benar-benar ingin menyakiti putra bapak sendiri?
Bukan aku yang akan menyakitinya. Kamu yang akan menyakiti perasaannya.
Aku sih cuma pengen ngentotin kamu. Kalau kamu tidak cerita apa-apa
sama dia, semua beres. Semua senang.
Kecuali aku.
Oh, kalau sampai kamu tidak puas bercinta denganku, namaku bukan
Hasan. Kata lelaki tua itu dengan bangga. Dengan berani dia mencium
bibir Lidya.
Ciuman yang disosorkan oleh Pak Hasan bukanlah ciuman mesra seperti yang
biasa diberikan oleh Andi pada Lidya. Ciuman Pak Hasan sangat kasar dan
penuh nafsu, dengan buas Pak Hasan memaksa lidahnya masuk ke mulut
Lidya, lalu mengeluarmasukkan lidahnya dengan cepat. Gerakan lidah Pak
Hasan seirama dengan gerakan pinggulnya yang mendorong ke depan. Sekali
lagi Lidya berusaha mendorong tubuh Pak Hasan. Kali ini usahanya hampir
berhasil. Pak Hasan yang tidak siap terdorong mundur. Namun saat Lidya
berusaha lari dari ranjang, Pak Hasan menarik kaki sang menantu dan
merentangkannya lebar-lebar. Pria tua yang sudah kehilangan akhlak itu
menarik lutut Lidya dan menjepitkan pinggangnya di antara dua paha
Lidya.
Si cantik itu bisa merasakan jembut kasar Pak Hasan menyentuh bibir
kemaluannya. Memek Lidya yang lama kelamaan basah bisa dirasakan oleh
kulit Pak Hasan yang langsung menyentuh selangkangan Lidya. Istri Andi
itu berusaha mendorong mundur mertuanya. Tak henti-hentinya Lidya
memukul dan menampar Pak Hasan, tapi apa daya seorang wanita lemah? Pak
Hasan tidak mempedulikan perlakuan Lidya dan meremas payudara sang
menantu. Pria tua itu tidak lagi berlaku lembut pada buah dada Lidya.
Dengan kasar diremas-remas dan dipelintirnya pentil susu Lidya. Lidya
merasa malu saat kemudian puting susunya malah makin mengeras. Pak Hasan
tidak melewatkan hal ini dan memelintir pentil Lidya dengan jari-jari
tangannya. Lidya tidak berkutik, sambil merem melek dia melenguh keras.
Pak Hasan mencium pentil Lidya dan menjilatinya dengan penuh nafsu.
Hangatnya mulut Pak Hasan terasa begitu nikmat sehingga Lidya lupa
melawan. Dengan sadis Pak Hasan memangsa buah dada Lidya dengan
lidahnya, sesuatu yang sudah dia idam-idamkan sejak lama. Pak Hasan
menjilati pentil Lidya lalu menciumi buah dadanya. Kenikmatan yang
dirasakan oleh Lidya begitu tinggi sehingga istri Andi itu melenguh
keras dan menjambak rambut Pak Hasan. Dengan wajah senang dan puas, Pak
Hasan tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.
Susumu bagus sekali, nduk, kata Pak Hasan. Aku selalu memperhatikan
buah dadamu dan bertanya-tanya bagaimana rasanya kalau dijilati. Tidak
begitu besar dan tidak terlalu kecil. Cukupan. Sempurna. Pentilnya juga
mempesona, lumayan besar.
Lidya yang tersinggung oleh ejekan itu mulai melawan Pak Hasan lagi,
kali ini si cantik itu bahkan berteriak-teriak meminta tolong. Sia-sia
saja, tidak ada yang mendengar teriakan Lidya. Pak Hasan tertawa-tawa
dan terus meremas payudara Lidya. Dijilati dan digigitinya susu putih
Lidya, pria tua yang sangat nafsu itu berusaha menelan seluruh buah dada
Lidya ke dalam mulutnya. Dia bahkan meremas payudara Lidya dan berusaha
menelan keduanya bersama-sama. Walaupun tindakannya kasar, tapi Lidya
mulai merasakan sensasi kenikmatan yang aneh dan kesulitan menolak Pak
Hasan.
Pak Hasan mengagetkan Lidya saat mertuanya itu berbalik dan berlutut di
atas tubuhnya. Kepala Pak Hasan menghilang di antara paha Lidya dan
kontol Pak Hasan bergelantung di atas wajah cantiknya. Penis Pak Hasan
sangat berbeda dengan milik Andi. Milik Pak Hasan jauh lebih pendek dan
tebal, warnanya juga lebih hitam kemerahan. Lidya bergidik saat
membayangkan kontol Pak Hasan memasuki tubuhnya. Rasa ngeri dan
ketakutan membuat Lidya mengeluarkan cairan pelumas yang membanjir di
selangkangannya. Lidya menggigit bibirnya saat tiba-tiba saja mulut Pak
Hasan menjelajahi selangkangannya yang basah. Pak Hasan mulai mencium,
menjilat dan menghisap memek sang menantu. Tangan Pak Hasan
merenggangkan kaki jenjang Lidya supaya mendapatkan akses bebas ke
vaginanya. Direntangkannya lebar-lebar sehingga Lidya tidak bisa menolak
perlakuan ini.
Pak Hasan dengan mahir menggunakan lidahnya menjilati klitoris Lidya,
lalu pada bibir vagina dan akhirnya lidah Pak Hasan menjelajah ke dalam
liang cinta Lidya. Ia menjilat dengan gerakan memutar dan menusuk,
membuat Lidya menggelinjang keenakan. Pak Hasan bahkan menggunakan
giginya untuk menggigit-gigit kecil klitoris Lidya. Istri Andi itu masih
terus berteriak dan melawan, bergerak mengelilingi tempat tidur dengan
sekuat tenaga. Tapi Lidya sudah tidak tahu lagi, apakah teriakannya itu
teriakan takut atau teriakan penuh nikmat. Tiba-tiba saja Lidya
mengalami orgasme. Kenikmatan menguasai tubuh indahnya, Lidya bergetar
hebat saat mencapai puncak. Sebuah kenikmatan yang sebelumnya tidak
pernah ia rasakan. Tubuh Lidya tergolek lemas. Tapi bahkan saat orgasme
itu sudah menghilang, Pak Hasan belum selesai menikmati tubuh molek
Lidya.
Pak Hasan membalikkan badan dan sambil menarik pinggul Lidya,
dilesakkannya kontolnya yang besar ke dalam nonok sang menantu. Lidya
merem melek karena tidak bisa menahan kenikmatan yang diberikan oleh
mertuanya. Seluruh memeknya seakan terulur sampai batas dan terisi penuh
oleh kontolnya. Lidya bisa merasakan denyutan demi denyutan kontol sang
mertua di dalam liang cintanya. Vaginanya terus memeras penis sang
mertua yang keluar masuk dengan cepat. Tiap kali digerakkan, seakan
tusukan Pak Hasan makin ke dalam, membuat Lidya mendesah-desah karena
tak tahan. Desahan si cantik itu membuat Pak Hasan makin cepat memompa
vagina Lidya.
Akhirnya Lidya mencapai puncaknya lagi, tubuhnya yang sempurna melejit
karena mengeluarkan cairan cinta. Lidya bisa merasakan air mani Pak
Hasan juga tumpah di dalam rahimnya.
Pak Hasan jatuh menimpa Lidya, tubuh mereka menggigil dan bermandikan
keringat. Akhirnya dia berdiri dan keluar dengan santai dari kamar
Lidya, meninggalkan istri Andi itu terlentang telanjang di kasur.
Saat Pak Hasan akhirnya tertidur, Lidya memutuskan untuk mandi keramas
dan mengganti seprei yang baru saja dipakainya untuk melayani nafsu ayah
mertuanya. Dia mencoba melupakan apa yang terjadi tapi getaran yang
terasa di tubuhnya tak kunjung menghilang. Lidya tahu dia tidak mungkin
mengatakan sejujurnya apa yang terjadi pada Andi ataupun pada pihak yang
berwajib. Lidya tak punya bukti apapun dan dia takut kalau Andi
bertanya padanya apakah Lidya menikmati bersetubuh dengan ayah
mertuanya. Andi selalu tahu saat Lidya berbohong jadi dia pasti tahu
kalau Lidya mendapatkan sensasi kenikmatan lain saat bersetubuh dengan
Pak Hasan. Lidya tidak akan menceritakan apapun pada suaminya.
Saat membersihkan kamar keesokan paginya, Lidya menemukan sepucuk kertas di atas meja riasnya. Surat dari Pak Hasan.
Aku berharap bisa tidur denganmu lagi, Lidya sayang. Kalau aku sudah
tidak kecapekan tentunya. Membayangkannya saja sudah membuatku nafsu.
Aku berjanji akan lebih perkasa.
Walaupun Lidya berharap Pak Hasan hanya mengancam, tapi dia tahu
mertuanya itu bersungguh-sungguh. Istri Andi itu gemetar ketakutan. Dia
membayangkan ayah mertuanya akan menyetubuhinya lagi setiap ada
kesempatan dan tidak ada satupun yang bisa dilakukan si cantik itu untuk
menghentikannya.
###
Dina memasukkan kunci dan membuka pintu kamar hotel nomor 224. Sesuai
dengan petunjuk yang ia peroleh dari Pak Pramono. Lampu kamar langsung
menyala saat ia masuk. Dina lalu menaruh jaket dan tas jinjing yang ia
bawa di dalam lemari pakaian. Memperhatikan ruangan kamar hotel, Dina
tahu dia datang lebih awal daripada Pak Pramono. Dina melangkah ke arah
jendela dan memperhatikan mobil-mobil yang berlalu-lalang di jalan
dengan perasaan yang campur aduk.
Kupikir kamu tidak jadi datang.
Dina kaget dan hampir melompat saat suara berat di belakangnya
terdengar. Dina tidak perlu membalikkan badan untuk tahu siapa yang
datang.
Aku tidak punya banyak pilihan kan, Pak Pramono?
Siapa bilang? Jalan hidup kita selalu tergantung pada pilihan. Kata
pria yang sangat percaya diri itu sambil memasukkan tas dan jaket ke
dalam lemari. Dia meredupkan cahaya lampu supaya lebih temaram dan
romantis.
Dina melirik ke arah jari jemarinya. Cincin emas putih yang melingkar di
jari manis sebagai lambang pernikahannya dengan Anton membuatnya
bergetar ketakutan. Demi cinta dan kesetiaan. Dina membalikkan badan.
Tangannya memeluk pinggang seakan hendak menghangatkan badan yang
kedinginan.
Tidak ada yang memaksa Mbak Dina datang kemari. Ingat itu baik-baik.
Kata Pak Pramono sambil mendekati istri Anton. Sekitar satu meter jarak
mereka, Pak Pram berhenti. Dina berusaha menantang pandangan tajam Pak
Pramono, namun dia tidak sanggup. Pandangan mata Dina turun ke lantai.
Apa yang Bapak inginkan?
Mbak Dina tahu apa yang aku inginkan.
Aku membencimu! Orang tua berhati busuk! Desis Dina sengit.
Bencilah aku sesukamu, sayang. Aku malah lebih suka kamu benci daripada
kamu cintai., Dengan jarinya yang hitam Pak Pramono mengelus pipi dan
rahang Dina yang halus mulus. Sangat sempurna. Cantik sekali.
Dina menarik wajahnya dan mundur ke belakang. Tapi Pak Pramono segera
menahan Dina dengan menarik kembali bagian belakang leher Dina,
mendekatkan tubuh moleknya ke depan.
Aku sudah menginginkanmu sejak pertama kali kita bertemu, Mbak Dina.
Begitu tenang, sopan, penuh percaya diri. Tapi aku bisa melihat watak
aslimu.
Watak asli? Apa yang anda maksud?
Aku tahu sejak pertama kita bertemu, kamu ingin tidur denganku. Kamu
ingin aku menusukkan batang penisku dalam-dalam di liang cintamu yang
sempit itu. Kamu ingin menelan kontolku yang besar dan panjang lalu
menelan semua pejuhku. Iya kan, sayang?
Dasar gila. Kata Dina sambil mencoba menjauh.
Gila? Pak Pram membiarkan Dina menjauh hingga jarak mereka ada sekitar dua meter.
Mungkin aku gila. Tapi saat ini, aku yang pegang kendali. Saat ini,
tubuhmu yang indah itu adalah milikku! Kata Pak Pramono sambil
tersenyum penuh kemenangan.
Pak Pramono, saya mohon. Pertimbangkanlah perasaan Mas Anton!
Anton? Apa menurutmu dia memikirkanku saat dia mencuri uang perusahaan?
Dina terdiam tak berdaya.
Memang tidak. Jadi beritahu aku, Mbak Dina tersayang, apa menurutmu aku harus menghentikan tindakanku ini?
Seharusnya.
Bah! Tidak akan! Dia sudah mencuri dariku, jadi aku akan mengambil miliknya yang paling berharga! Istrinya yang cantik jelita!
Apa anda akan membuka rahasia ini pada Mas Anton? tanya Dina.
Tergantung. Menurutmu apa yang akan terjadi jika dia mengetahui istrinya sudah melayani bosnya bermain cinta?
Dia pasti minta cerai.
Apa Mbak Dina mencintai Pak Anton?
Sangat. Mohon pertimbang
Aku kan sudah bilang. Mbak Dina harus menuruti semua perintahku kalau
ingin semua ini berakhir dengan baik bagi semua pihak. Anton tidak akan
dipecat dan tidak akan masuk penjara. Aku dapat hiburan gratis dari
seorang wanita yang cantik jelita dan molek, sedangkan Mbak Dina sendiri
siapa tahu akan mendapatkan seorang keturunan yang berasal dari
spermaku.
Dina menundukkan kepala. Airmatanya mengalir.
Semudah itu. Aku menginginkan tubuh Mbak Dina. Tiap kali aku butuh, aku
telpon atau sms, Mbak Dina melakukan apa yang aku minta, dan Anton
tidak perlu tahu apa yang kita lakukan.
Aku menjadi budak seks Pak Pramono?
Aku ingin kau melayaniku, sayang. Aku ingin kau menerima apa saja yang
ingin aku lakukan pada tubuhmu yang lezat itu selama aku belum bosan.
Setelah merasa bosan, aku akan melepaskanmu dan Anton.
Aku tidak bisa melakukannya.
Tentu saja bisa.
Aku belum pernah mengkhianati suamiku.
Pak Pramono tersenyum sinis dan mengingatkan Dina. Belum pernah? Lalu
apa yang kita lakukan kemarin? Wah-wah, anda benar-benar seorang istri
yang sempurna. Cantik, setia dan baik hati pula.
Air mata semakin menggenang di pipi Dina.
Kemarilah, sayang.
Perlahan Dina bergerak mendekati Pak Pramono. Airmata mulai deras
menuruni pipi ibu muda yang cantik itu. Dengan mata berkaca-kaca Dina
menatap Pak Pramono.
Cium aku.
Dina membungkuk dan mencium bibir Pak Pramono.
Dingin sekali. Kamu bisa lebih baik dari itu. Kata Pak Pram saat Dina mundur.
Sambil meletakkan tangan di pundak Pak Pram, Dina membungkuk sekali lagi
dan menangkup bibir hitam Pak Pram dengan bibirnya yang merah mungil.
Dina bisa merasakan bibir Pak Pramono membuka dan lidahnya menjelajah ke
dalam mulut Dina. Tangan Pak Pram memeluk pinggang langsingnya dan
menarik tubuh Dina agar lebih mendekat. Lidah mereka beradu dan Dina
memejamkan mata.
Beberapa saat kemudian ciuman itu berakhir. Dina merasa mulutnya sudah sangat kotor.
Boleh juga. Kata Pak Pramono sambil duduk di ranjang. Sekarang buka bajumu. Aku ingin melihatmu bugil.
Dina memang sudah pernah telanjang di hadapan pria ini, satu-satunya
lelaki yang pernah menidurinya selain suaminya sendiri. Tidak ada jalan
keluar kecuali menuruti semua permintaannya. Tangan Dina segera membuka
kancing bajunya. Satu persatu pakaian Dina melorot ke lantai. Baju, rok,
sepatu dan rok dalam sudah dilepas oleh Dina. Kini di hadapan Pak
Pramono berdiri seorang ibu rumahtangga yang amat molek yang hanya
mengenakan celana dalam dan BH.
Tubuhmu memang benar-benar seksi. Kata Pak Pramono, matanya nanar
ingin segera melahap tubuh Dina. Aku sudah sering meniduri banyak
wanita, tapi tubuhmu adalah yang paling indah yang pernah aku entoti.
Dina mencoba menutupi ketelanjangannya karena risih.
Bukankah aku sudah bilang aku ingin melihatmu bugil?
Dina mendesah pasrah dan mulai melepas BHnya. Perlahan-lahan Dina
meloloskan BH melalui kedua lengannya dan melemparkannya ke dekat
pakaian di lantai. Dina membungkuk dan melepas celana dalamnya.
Lemparkan celdamnya. Kata Pak Pramono.
Dina melempar celdamnya ke tangan Pak Pramono. Pria tua itu segera
mencium dan menghirup bau memek Dina yang masih tertinggal di celana
dalamnya.
Hmmmmm
harumnya. Kata Pak Pramono sambil memasukkan celdam Dina ke kantong celananya sendiri.
Pak Pramono
Tanpa banyak bicara Pak Pram kembali menganggukkan kepala ke arah Dina. Dia masih duduk di pinggir ranjang.
Berlutut di depanku, Mbak Dina.
Dina berjalan perlahan ke arah Pak Pramono dan duduk berlutut di
hadapannya. Dina tidak pernah menikmati oral seks. Anton sering
menyuruhnya tapi Dina selalu menolak dengan berbagai alasan. Dina tidak
pernah mau menelan sperma suaminya.
No comments:
Post a Comment