Sunday 27 May 2018

Ranjang Yang Ternoda 3


“Keluarkan burungku dari sarang, Mbak Dina. Aku kok ingin lihat kontolku diciumi oleh bibir semerah bibir anda.”

Dina membuka celana Pak Pram dan menarik semua ke bawah berikut celana dalamnya. Kontol Pak Pram langsung terbebas dan berdiri tegak di depan wajah Dina. Walaupun sudah pernah melihatnya, Dina selalu terkejut melihat kontol Pak Pram. Penis ini memang Pak pram begitu panjang, besar dan bertonjolan urat halus.

“Pak Pram……”

“Anda sudah pernah melakukan oral seks, kan?”

“Sudah. Hanya untuk Mas Anton. Tapi aku tidak suka melakukannya.”

“Sayang. Sesudah melakukannya denganku, Mbak Dina tidak akan ragu lagi untuk melakukan oral seks.”

Dina terus memperhatikan penis Pak Pram. Dia hanya pernah memasukkan satu penis ke dalam mulutnya dan itu adalah milik suaminya sendiri. Tapi hari ini, sambil berlutut di hadapan penis Pak Pramono, istri yang tadinya setia itu harus melayani nafsu hewani sang pria tua. Dina mengeluarkan lidah dan menjilat ujung gundul kontol Pak Pram, merasakan lendir yang keluar dari rekahan dengan lidahnya. Perlahan-lahan, ditelannya seluruh kontol Pak Pram.

“Ah, enaknya……” desis Pak Pram. Tangannya meraih rambut Dina dan menguntainya lembut. Dia mendorong penisnya lebih jauh ke dalam mulut Dina.

Dina menutup mata dan mencoba menahan diri agar tidak tersedak oleh desakan kontol Pak Pram yang terus didorong masuk ke tenggorokan. Dina berusaha keras agar bisa bernafas saat Pak Pram mulai mendorong pinggulnya. Kini kontol Pak Pram terbenam dalam di mulut Dina. Tangan Pak Pram memegang kepala Dina dan membimbingnya agar bisa mengocok penis Pak Pram dengan mulut. Tiap kali menarik kepala Dina, hidung si cantik itu terbenam sampai ke dalam keriting jembut Pak Pram.

“Terus sayang. Enak banget disepong istri orang!” kata Pak Pram sambil terus menggerakkan kepala Dina pada kontolnya.

Dina meletakkan tangannya di paha Pak Pram agar bisa meraih keseimbangan. Jari jemari Dina bisa merasakan sentuhan bulu-bulu kaki Pak Pram yang keriting.

“Pakai lidah.” Perintah Pak Pram sambil memompa lebih kencang.

Dina menggunakan lidahnya untuk memijat seluruh batang penis Pak Pram. Suara berkecap mulut Dina memenuhi ruangan yang sepi. Dina memejamkan mata, dia tidak ingin melihat dirinya sendiri menelan kontol Pak Pram.

“Ampun, Mbak Dina! Enak banget! Aku mau keluar nih!”

Dina berusaha menarik mulutnya, tapi Pak Pram menjambak rambut Dina dan memaksanya terus menelan kontolnya yang besar. Dina menggelengkan kepala dan berusaha melepaskan diri dari tangan Pak Pram. Dina tidak mau Pak Pram orgasme di dalam mulutnya. Dina bisa mendengar suara tawa pria tua itu ketika akhirnya pejuh Pak Pram meledak di dalam mulutnya. Pak Pram membanjiri tenggorokan istri Anton dengan spermanya.

“Telan.” Kata Pak Pram dengan geram, kontolnya dilesakkan sampai ke ujung.

Dina tidak bisa menahan lagi dan dengan satu tegukan, dia menelan semua muntahan sperma Pak Pramono.

“Anak baik.” Kata Pak Pramono sambil mengendurkan pegangannya dan membiarkan Dina jatuh ke lantai dengan lemas.

Dina menundukkan kepala, dia tidak bisa menghentikan air mata yang terus jatuh menuruni pipinya yang putih mulus. Bibirnya memar dan mulutnya terasa sakit usai mengoral penis Pak Pramono. Tenggorokan Dina juga terasa lecet karena dipaksa menelan kontol besar sampai ke ujung. Dina menunggu sampai Pak Pramono menyuruhnya mengenakan baju. Dia ingin segera pergi meninggalkan kamar ini. Pulang ke rumah, mandi besar lalu tidur. Dina ingin segera meninggalkan semua mimpi buruk ini.

Jari jemari Pak Pramono mengelus dagu sembari mengangkat wajah Dina.

“Mbak Dina kok menangis? Tidak menyukai oral seks?”

“Tidak.” Kata Dina pelan.

“Mbak Dina pintar sekali melakukan oral seks. Seharusnya bangga bukannya malah menangis. Belum pernah aku orgasme secepat itu.”

“Saya mohon Pak Pram, bolehkah saya pergi sekarang?”

“Pakai bajumu dulu.”

Wajah pria itu berubah menjadi sopan. Dina segera berdiri dan mengenakan pakaiannya.

“Pak Pram, celana dalam saya?” tanya Dina yang sudah bersiap mengenakan rok.
“Itu milikku sekarang. Beli yang baru.”

Dina tidak ingin berdebat dengannya. Setelah usai mengenakan pakaian, Dina langsung bergegas berdiri dan mengambil tas serta jaketnya di lemari. Dina sudah membuka pintu saat Pak Pramono memanggilnya.

“Mbak Dina.”

Dina terhenti di koridor. Dia hanya melirik sedikit ke belakang.

“Aku akan menghubungimu lagi.”

Dina tidak mengatakan apa-apa dan melangkah pergi meninggalkan Pak Pramono. Dia amat bersyukur Pak Pram tidak menidurinya hari ini.

No comments:

Post a Comment