Namaku Tyo, umurku 38th.
Aku seorang duda dengan 1 orang anak laki2 yg berumur 15th. Memang waktu
itu aku menikah di usia yang cukup muda. Sudah 3 tahun aku menduda.
Istriku meninggal karena pendarahan waktu mengandung anak ke-2 kami.
Selama menduda aku sudah berapa kali mencoba hubungan dengan gadis
maupun janda tetapi belum ada yang berhasil. Sampai akhirnya 1 tahun
yang lalu aku bertemu dengan seseorang yang kurasa cukup spesial.
Sejak sekitar 6 bulan yang lalu aku menjalin hubungan dengannya, seorang
janda, sebut saja namanya Desi, umur 31th. Dia sudah punya seorang anak
perempuan yang sudah berumur 15 tahun juga, sama dengan anakku, sudah
kelas 3 menjelang lulus SMP. Nama anaknya Nisa. Sekelas dengan anakku.
Badannya lumayan tinggi untuk anak seumurannya. Anaknya putih semampai.
Periang dan suka morotin aku; minta es krim lah, jepitan rambut lah,
bros jilbab lah dsb. Aku suka aja diporotin anak kecil. Paling juga
tidak seberapa. Ya itung-itung buat mengambil hatinya. Nisa kalau ke
sekolah berjilbab, meski di rumah dia tidak memakainya.
Aku sudah sering main ke rumah Desi. Belum pernah menginap, selalu
pulang sebelum malam, jadi masyarakat sekitar juga tidak menaruh curiga.
Selain itu setiap kali aku berkunjung, pintu depan rumah tidak pernah
ditutup, selalu dibiarkan sedikit terbuka; Meskipun sudah beberapa kali
aku ngamar dengan Desi ketika anak kami sedang sekolah.
Lingkungannya memang cenderung cuek, karena rumah Desi memang berada di
kompleks perumahan elit. Mantan suaminya adalah seorang duda kaya yang
menikahi Desi pada waktu Desi berumur 16 tahun. Itu pun karena Desi
hamil duluan. Suaminya sudah berumur 40 tahun ketika menikahi Desi. Pak
Didik namanya. Duda tanpa anak karena anak satu-satunya meninggal dalam
kecelakaan mobil balap ketika melakukan balapan liar di jalan raya.
Istri pertamanya meninggal ketika melahirkan anak satu-satunya tersebut.
Setelah itu dia sudah menikah 2x tetapi semua dicerai karena tidak bisa
memberikan keturunan. Mungkin karena itulah dia menghamili Desi dulu
sebelum menikahinya.
Dan Pak Didik sendiri sudah meninggal 5 tahun lalu karena kanker paru.
Dia memang perokok berat. Usaha Pak Didik akhirnya diteruskan oleh Desi.
Usaha percetakan yang cukup besar dan sukses. Dari situlah aku sekitar 1
tahun lalu mengenal Desi dengan lebih dekat ketika aku order cetakan
yang lumayan banyak untuk kampanye saudara sepupuku dalam Pilkada
setempat yang akhirnya dimenangkannya. Sebelumnya aku hanya sering
ketemu waktu jemput anak kami masing-masing ketika pulang sekolah.
Pagi itu, aku ingat hari Sabtu, sekitar jam 9 aku sudah bersiap
bertandang ke rumah Desi karena memang sebelumnya sudah janjian untuk
ketemu. Untuk apa lagi selain untuk bercinta. Kami memang melakukannya
sekitar 1x seminggu di sela kesibukan masing-masing. Kami mulai
melakukannya di bulan ke-3 hubungan kami. Ya gimana lagi, sama-sama
butuh. Seringnya kami melakukannya di rumah Desi meskipun kadang kami
menyewa kamar hotel.
Aku sudah hampir memasuki gerbang perumahannya ketika sebuah panggilan telepon datang. Dari Desi ternyata..
"Mas, halo... Aduuh sori banget. Aku tiba2 harus ke Bandung nih. Pulang
besok. Tadi lupa mau ngasih tahu. Ada klien tiba2 pengen ketemu
ngobrolin pesanan cetakan dari luar negeri. Besar ini orderannya dan
proposalku yang diterima jadi harus miting persiapan sambil ngomongin
proses kontraknya. Sori ya Mas, kita belum jadi ketemu. Kunci pagar aku
titipin Satpam perumahan. Aku juga udah bilang ke Satpan kalau Mas
mungkin akan nginep. Mas nginep aja kalau mau, sambil jagain Nisa. Dia
belum berani di rumah sendirian, terus kakakku juga lagi di luar kota
jadi gak bisa jagain... Sori ya Mas. Besok aku gantiin deh aku mau
diapain aja sama Mas... hihihi... Eiya aku juga belum bilang Nisa kalau
Mas mau ke sini. Aku cuman pamit kalau mau ke Bandung pulangnya besok...
Mas. Mas. Kok diem aja siiih....", Desi nyerocos aja gak ngasih
kesempatan aku ngomong. Tapi mungkin dia juga merasa bersalah sudah
melanggar janji ketemu. Aku yang sudah kepalang basah hampir sampai
rumahnya dalam keadaan horni berat akhirnya meng-iyakan saja
permintaannya.
"Iya iya... lha kamu dari tadi nyerocos terus aku belum ngomong apa-apa.
Salah sendiri... OK deh gapapa. Tapi beneran lho. Besok kasih yang
spesial. Pokoknya aku pengen Paramex ( istilah kami untuk anal sex -
Pantat rasa memex , sesuatu yg Desi selalu menolak selama ini )", ujarku.
"Iya deeeh... Udah dulu ya Mas. Ini sopirnya gak tau jalan kayanya. Jadi
aku harus buka Waze... Wiz yo Mas (udah dulu ya Mas) hihihi...
muachh...", Desi akhirnya kabur. Meninggalkan diriku dalam kondisi
kentang...
Akhirnya aku berhenti di depan gerbang perumahannya yang cukup luas dan
memarkirkan Pajero Sport pemberian sepupuku sebagai hadiah sudah
memenangkannya di Pilkada kemarin, di parkiran luar. Aku kemudian
berjalan menghampiri pos satpam. Tetapi sebelum aku sampai, Pak Yono,
salah satu satpam di situ menghampiriku tergopoh2.
"Bos Tyo, tadi ada pesen dari Bu Desi, katanya Bos Tyo mau nginep jagain
rumah. Ini kunci pagarnya ada di saya. Tapi Bu Desi nggak ngasih saya
kunci rumah. Katanya Bos Tyo sudah tahu... Sudah dulu ya Bos. Saya mau
ke belakang ini. Mulas...", kata Pak Yono sambil menyerahkan kunci pagar
rumah Desi dan ngeloyor terbirit ke WC pos satpam.
("Kampret ini orang2 pada kenapa sih nyerocos aja ngomongnya gak ngasih
aku kesempatan jawab, langsung pada ngabur semua..."), batinku. Yah,
tapi gak bisa juga nyalahin Pak Yono. Mungkin dia emang sudah sejak tadi
kebelet tapi harus nungguin aku datang.
Aku memang sudah kenal dengan satpam-satpam di sini. Ya namanya usaha,
bina lingkungan biar aku gak diganggu mereka dan malah bisa dilindungi.
Sering aku kasih mereka rokok atau makanan kecil maupun besar beserta
minumnya ketika aku berkunjung ke rumah Desi, meskipun aku sendiri nggak
ngerokok. Aku juga sering mampir di pos sekedar ngobrol atau nemenin
nonton bola satpam-satpam di sini.
Untuk kunci rumahnya, Desi sudah memberi tahu lokasi kunci cadangan rumahnya di bawah salah satu lampu taman.
Aku putuskan untuk menaruh mobilku di depan gerbang perumahan dulu saja
biar dijagain Pak Yono dan berjalan kaki ke rumah Desi yang letaknya
tidak jauh dari gerbang. Belum yakin juga mau nginap di sini. Keinget
anakku sendiri juga nanti gak ada temannya. Mungkin aku bisa minta Nisa
ngajak temennya nginep buat nemenin. Malem Minggu ini.
Sesampai di sana aku coba membuka gembok pagar, tetapi ternyata tidak
terkunci. Dasar Desi. Tadi dia pasti tergesa-gesa jadi malah kelupaan
nggak kunci pagarnya cuman nitipin kunci aja. Aku jadi geli sendiri.
Begitu masuk aku tutup kembali pintu pagar. Lancar sekali, batinku. Ini
pasti kemarin baru diperbaiki roda-rodanya karena memang sebelumnya Desi
ngeluh pagarnya susah ditutup dan berisik kalau didorong.
Aku kemudian mengambil kunci cadangan rumahnya yang merupakan kunci
pintu samping belakang rumah yang langsung akses ke dapur. Sewaktu
berjalan ke arah pintu luar dapur, ketika melewati kamar Nisa, anak
perempuan Desi, sayup-sayup kudengar suara musik dari dalam kamar Nisa.
"Lhah, ternyata Nisa di rumah toh.... Ngapain tuh anak nggak sekolah.
Apa mungkin pulang awal kali. Atau jangan-jangan bolos", batinku.
Aku bergegas menuju pintu dapur hendak mengkonfrontir Nisa kenapa dia
tidak sekolah. Segera kubuka pintu dapur, dan ya ampun, ternyata Nisa
memutar musik di kamarnya dengan suara cukup keras. Dari luar tadi tidak
terlalu terdengar karena memang jendela kamarnya tipe sealed untuk
ruangan ber AC. Tetapi ada jendela nako antara kamar Nisa dan dapur.
Dari situlah suara musik dari kamar Nisa menerobos ke dapur. Waktu aku
melewati jendela nako penghubung kamar Nisa dengan dapur, kulihat
kordennya tidak tertutup seluruhnya. Dan waktu kucermati pemandangan
yang terlihat, sungguh mengejutkanku. Di layar komputer Nisa yang tidak
terlihat seluruhnya dari tempatku berdiri, kulihat film sedang diputar.
Ketika agak kucermati, ternyata film bokep JAV yang aku pernah tonton
berdua dengan Desi. Ini pasti Nisa dapat nemu DVD yang disimpan Desi.
Pemberianku dulu. Ceritanya adalah 2 orang gadis Jepang yang di gang
bang oleh sekitar 10 orang laki-laki dan nantinya diakhiri dengan
creampie (crot di dalam).
Tapi Nisa tidak terlihat di kursi depan komputer. Aku jadi panas dingin.
Di mana nih anak. Pikiranku sudah ke mana-mana. Jangan-jangan lagi
masturbasi di tempat tidur. Tempat tidur memang tidak terlihat lewat
jendela nako dari tempatku berdiri.
Akhirnya kudekati lebih dekat lagi jendela kamar Nisa agar dapat melihat
situasi di kamar. Posisi lampu dapur memang mati sehingga dapur dalam
kondisi gelap. Dan dapur rumah Desi termasuk kurang didesain dengan baik
dari sisi penerangan alami, sehingga pada siang hari pun kondisinya
gelap jika lampu tidak dihidupkan. Apalagi jika pintu samping terturup.
Jauh lebih gelap daripada kamar Nisa yang lampunya sedang dihidupkan.
Kusapukan pandanganku ke sekeliling kamar, mencoba mencari letak tempat
tidur Queen Size Nisa.
Pemandangan yang kulihat sungguh amat sangat mengejutkanku ketika mataku menemukan letak tempat tidur Nisa....
Di tempat tidur Nisa, kulihat pemandangan yang membuatku semakin panas
dingin. Bayangkan saja, di atas tempat tidur, tergolek 3 sosok gadis
muda yang sedang beraktivitas mesum. Pandangan ketiganya terlihat
tertuju ke layar monitor komputer. 2 orang termasuk Nisa masih
mengenakan seragam atasan warna putih lengan panjang dan jilbabnya pun
belum dilepas meski kancing bajunya sudah terbuka separuh. Tetapi
bawahan rok mereka sudah berserakan di lantai. Kulihat ada 2 rok panjang
berwarna biru dan 1 rok berwarna abu-abu di lantai. Celana dalam
keduanya terlihat ada di sekitar pergelangan kaki mereka. Kalau begitu 1
dari 2 gadis selain Nisa adalah siswi SMA.
Kulihat cewek yang ke-3 sudah hampir bugil total. Dia hanya mengenakan
bra yang itu pun sudah turun sehingga kelihatan payudaranya yang
berukuran lumayan besar menyembul menggairahkan dengan puting berwarna
kecoklatan. Aku tebak ini pasti cewek yang sudah SMA. Terlihat dari
jembutnya yang sudah lumayan lebat, dibandingkan dengan kedua cewek lain
termasuk Nisa yang memeknya masih relatif gundul dengan jembut masih
jarang.
Awalnya aku agak emosi karena ada cewek yang sudah beranjak dewasa
mengajari calon anak tiriku yang sebelumnya kuanggap lugu dan masih
kanak-kanak tentang kegiatan mesum semacam itu, meskipun hanya
masturbasi barengan. Tapi akhirnya kuputuskan untuk melihat dulu sampai
sejauh mana aktivitas mesum mereka.
Aku semakin antusias mengamati, atau lebih tepatnya semakin bernafsu mengintip kegiatan mesum ketiga cewek ABG itu.
Sudah sejak tadi kontolku ngaceng berat. Kuatur posisi kontolku yang
berukuran sedang setara dengan tinggi badanku yang 180 cm. Pernah kuukur
panjangnya hanya sekitar 16cm lebih sedikit.
Kemudian aku seperi tersadar dari mimpi. Aah, kenapa nggak mikir dari
tadi. Aku harus merekam kegiatan mereka ini biar nanti bisa kulaporkan
pada Desi bahwa anaknya, calon anakku juga, sudah berani berbuat mesum
dengan teman-teman ceweknya.
Akhirnya kukeluarkan smartphoneku yang lumayan canggih dengan kamera
berresolusi QHD dan merekam kegiatan mereka. Tidak lupa kupastikan bahwa
kondisi profilnya silent dan lampu flash off. Jadi ketika kutekan
tombol "record" video, tidak menimbulkan bunyi.
Aku mulai merekam kegiatan mesum mereka sambil sesekali mengelus
kontolku yang sudah super ngaceng di dalam celana. Mereka masih asyik
mengelus dan mengusap memek mereka masing-masing sambil kadang kudengar
erangan dan desahan keluar dari mulut-mulut seksi mereka. Si cewek SMA
itu yang kudengar paling keras erangannya dan paling agresif gerakannya
mengelus mengusap memek dan terutama itilnya sambil meremas toketnya
yang bulat menantang.
"Nis, ambilin tasku dong..."
Kudengar cewek SMA itu berkata kepada Nisa.
"Ah, kak Dewi gangguin aja nih. Tasnya di mana kak?", kata Nisa. Ternyata nama cewek SMA itu Dewi.
"Itu di atas kepalanya Rani...", jawab Dewi. Ah, cewek SMP yang satunya bernama Rani ternyata.
"Nih kak... Emang mau ngambil apaan kak?", Nisa bertanya.
"Ah. Nanti juga elo tau...", kata Dewi.
Dewi kemudian kulihat mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Nisa
sementara berhenti menggosok2 memeknya sambil mengamati apa yang
dilakukan Dewi. Sedangkan Rani kulihat masih merem melek sambil
menggosok2 memeknya dengan intensitas yang semakin tinggi. Akhirnya
kulihat tubuhnya mengejang, tangan kirinya menggapai2 dan kemudian
mendaptkan paha kanan Nisa dan mencengkeramnya. Rani orgasme.... Kulihat
memeknya semakin merekah dan basah oleh lelehan cairan pelumas alami
memeknya yang masih jarang bulunya... Rani terengah-engah sambil satu
pergelangan tangannya diketakkan menutup matanya.
"Aduh capek. Aduh lemes. Gua tidur dulu yah...", kata Rani.
"Wow. Rani dapet tuh, Nis.. Bablas molor lagi... Kamu belum ya..", kata Dewi.
"Iya nih kak. Seperi biasa aku susah nyampe kalau sendiri..", sahut Nisa.
"Kenapa, bilang aja minta bantuan gua. Dasar lu lonte kecil... Kimcil... hahaha", ejek Dewi.
"Ah, kak Dewi gitu sih... Aku gak mau nanti megangin kontolan kak Dewi lho...", kata Nisa.
"(Anjir. Kontolan... apa lagi tuh)", batinku. Tapi aku bisa menebak itu pasti dildo yang Nisa maksud.
Benar saja. Ternyata benda yang tadi dikeluarkan Dewi dari dalam tasnya
adalah sebuah dildo ukuran sedang yang ujung belakangnya ada kabel. Ini
pasti jenis yang bisa muter geol2 atau minimal getar.
"(Waduh jangan2 Nisa udah pernah kemasukan itu dildo... nggak prewi lagi
dong...)", pikirku. Ini kalau Desi tahu aku tidak bisa bayangkan betapa
marahnya dia. Memek anaknya sudah pernah diobok2 dildo. Tapi semoga
saja belum.
Aku masih terus merekam aktivitas mereka bertiga sambil sesekali
mengelus meremas kontolku sendiri. Karena tidak tahan, akhirnya
kukeluarkan kontolku dari sarangnya. Kemudian di dekat jendela di
pojokan ruang dapur kulihat ada kursi / bangku rias. Aku ambil untuk
duduk karena lama2 pegal juga setengah menunduk mengintip Nisa dan
teman2nya.
Aku juga akan lebih leluasa memegang HP sambil ikutan coli dengan posisi duduk.
Kulihat melalu layar HP 5.5" ku Dewi mulai mengusap2kan dildonya ke
memeknya yang merekah merah dan kilap karena cairan nafsunya. Benar saja
ternyata dildonya tipe yang geol2 muter kepalanya. Dan ternyata melihat
dari layar HP kadang lebih menggairahkan daripada melihat langsung.
"Nis, pegangin doong...", kata Dewi.
"Boleh tapi kak Dewi sambil jilatin memek Nisa lho kaya kemarin. Enak
banget kak. Tapi jarinya jangan dimasukin ya... Nisa kan masih prewi
kak...", sahut Nisa.
Ah. Syukurlah dia masih belum kehilangan mahkotanya. Aku sudah kuatir sebelumnya.
"Ayo gih sini cepetan. Kamu yang di bawah ya", kata Dewi.
"Iya kak...", jawab Nisa.
Yang terjadi selanjutnya membuatku tambah bernafsu. Nisa berubah posisi
terlentang mengangkang dengan posisi memeknya persis menghadap jendela.
Sehingga semakin jelaslah memek nyaris gundulnya dari pandanganku. Bibir
dalamnya (labia minora) masih kencang belum ada jengger gelambir
keluar. Warna memeknya pun tidak jauh lebih gelap dari kulitnya, sesuai
dengan kulitnya yang putih. Cenderung kemerahan karena nafsu mungkin.
Terlihat ada tanda2 becek di sana. Posisinya juga lumayan dekat hanya
sekitar kurang dari 3 meter dari jendela nako tempatku mengintip.
Sungguh sangat menggairahkan. ..
Dewi kemudian memposisikan diri mengangkangi badan Nisa dengan kepala
berada di antara kedua kaki Nisa yang mengangkang. Dewi mulai
mengelus-elus pinggiran memek Nisa kemudian mendekatkan bibirnya
mengecup labia mayora Nisa.
"Uhhh, geli tapi enak kaaak...", kata Nisa.
"Tapi lu jangan enak sendiri Nis. Cepetan masukin kontolannya ke memek
kakak. Jilatin dulu bentar yaa... Uh, andai saja kontol beneran yang
masuk pasti enyak Nisss.... Ahhh. Pelan2. Kontolannya jangan digerakin
dulu aaaah....", Dewi protes ternyata Nisa langsung memasukkan dildonya
penuh2 ke memek Dewi sambil menghidupkannya. Dewi mungkin belum cukup
banyak terlumasi jadi agak sakit.
"Hihi... Sori kak. Habis lucu sih. Kira2 sama punya Om Tyo gedean mana
yaaa... Aaah terus kaaak. Iya jilatin situuh..", racau Nisa.
Buset... namaku disebut2 pula. Omigod. Apa yang Nisa pikirkan. Apakah dia ada rasa sama aku, calon ayah tirinya...
Dewi saat ini sedang menjilati memek Nisa di bagian clitorisnya sambil
sesekali menyedotnya kuat2 sampai mengeluarkan bunyi kecupan yang cukup
keras. Pantas saja Nisa melenguh keras2.
"Pasti gedean punya Om Tyo Nis. Tapi elu jangan ngawur, tu kan punya
mama lu. Aah, terus kocok yang agak kenceng tapi jangan dalam2 Nis...
uhhh", sahut Dewi.
"Pokoknya kalau nanti jadi kawin sama mama, aku harus paksa Om Tyo ambil
perawanku. Aku mau pertama kali sama Om Tyo. Aku nggak mau Om Tyo jadi
punya mama doang. Aku mau kontol Om Tyooo.. ah Ooom, entotin Nisaaa..
Oooom aaah... Terus kaak, diapain memek Nisa kaak. Enak banget kaaak....
Ah Om Tyooo Nisa nyampe Oom aaaah aaah aaaaah uhhh aaah...", Nisa
terengah-engah. Sepertinya dia sudah mendapatkan orgasmenya.
Uh kontolku ngaceng sengaceng2nya dan aku teruskan mengocoknya sambil
terus merekam mereka. Tidak sampai semenit akhirnya kukeluarkan pejuku
tumpah di dinding bawah jendela... Puas sekali rasanya.
Tak kusangka. Ternyata Nisa memang memendam nafsu padaku. Anak umur 15th
baru mau lulus SMP sudah memendam nafsu pengen ngentot dengan calon
ayahnya... Ah, aku harus mencari cara yang aman untuk dapat mengabulkan
keinginannya...
Nisa, kamu tidak perlu menunggu aku menikahi ibumu nak. Aku akan
mengawinimu secepatnya. Perawanmu buatku nak. Terima kasih telah
menjaganya untukku...
Tapi aku tidak boleh terburu2. Aku akan menggoda Nisa dengan pura2 tidak tahu.
Kuurungkan niatku semula yang hendak melaporkan Nisa ke mamanya.
Kuurungkan juga niat yang sempat terbersit untuk memeras Nisa dan
temannya untuk mendapatkan memek mereka. Karena ternyata Nisa ada nafsu
padaku. Ini harus kumanfaatkan sebaik2nya. Aku harus bisa lebih sering
ke sini. Mendekati menggoda Nisa sambil ngentotin mamanya... Ah...
kontolku jadi ngaceng lagi. Dan kulihat mereka belum selesai. Karena
memang Dewi belum dapat sepertinya...
"Ayo Nis terusin kocokin kontolannya dong sayang...", Dewi merajuk kepada Nisa.
"Iya kak. Tapi kakak telentang aja deh. Susah kalo posisi gini", sahut Nisa.
Mereka akhirnya bertukar posisi lagi.
Dan dasar rejeki, gantian memek Dewi yang menghadap jendela tepat di
depanku posisinya. Dildonya kulihat masih menancap dan bergerak2. Aku
lanjutkan lagi aktivitas rekamanku sambil sesekali mengambil jepretan
foto. (Hpku memang cukup canggih. Bisa menjepret foto ketika masih
merekam video).
Nisa pun kemudian berlutut di depan memek Dewi. Pandanganku pun jadi
terhalang. Tapi pemandangan selanjutnya malah membuatku terbelalak. Nisa
menungging di depan memek Dewi, yang berarti aku bisa melihat dengan
amat jelas memek dan anus Nisa dalam posisi menungging. Merekah
merangsang. Memek yang kalau dari belakang terlihat gundul dan masih
sangat rapat. Hanya seperti garis saja dengan itil yang masih malu2
untuk menampakkan diri. Anusnya kulihat bersih kadang berkedut seiring
dengan gerakan Nisa. Warnanya pun tidak hitam seperti kebanyakan. Hanya
kecoklatan karena memang kulit Nisa putih meski bukan panlok. Jaraknya
pun hampir bisa terjangkau dengan tanganku dari tempatku berdiri. Ini
mambuatku sangat terangsang. Aku pun mulai ngocokin lagi kontolku yang
sudah tegang lagi dari tadi. Tangan kanan ngocok dan tangan kiri
memegang HP. Entah kenapa aku tidak bisa ngocok dengan tangan kiri.
Tidak terasa...
"Ayo Nis... terus... jilatin juga itilku Nis... ah ya bener pas di situ.
Isepin Nis. Yang kenceng... ahhh aku mau nyampe aahhh aaahhh
aaaaaahhhhh... cepetan cepatan ayo yang dalem aaaaaaaahhh hah hah
ahhhh.", Dewi menjerit keras dan melenguh dengan binal dan seksi.
Nisa pun sedikit menghindar dari posisi depan memek Dewi sehingga bisa
kulihat jelas bahwa Dewi menyembur2kan cairan dari memeknya. Omigod.
Ternyata Dewi tipe cewek yang bisa squirt. Ada cukup banyak cairan yang
menyembur dari memek Dewi. Sebagian sampai tumpah ke lantai. Aku pun
mempercepat kocokan kontolku dan menyusul Dewi mendapatkan orgasmeku
yang kedua hanya dengan menonton ketiga cewek ABG ini bermasturbasi.
Spermaku kembali tumpah di dinding bawah jendela. Kuharap Desi tidak
curiga, jadi aku pun harus membersihkannya nanti.
Kulihat mereka bertiga kemudian tiduran berbaring berdampingan di tempat
tidur Nisa. Nisa dan Dewi berpelukan sedangkan Rani kulihat masih
merem. Sepertinya dia benar-benar tertidur. Tangan Dewi dan Nisa saling
meremas payudara mereka. Sesekali kulihat Dewi mengecup bibir Nisa.
Tidak sampai hot berciuman French kiss tapi hanya kecupan2. Sepertinya
Nisa belum terbiasa.
Aku pun kemudian menghentikan aksi rekamanku dan bersiap beranjak dari
tempat itu sebelum ketahuan. Karena posisi mereka sekarang menghadap
jendela tempatku mengintip jadi resiko aku terlihat menjadi semakin
besar.
Aku ambil lap lantai di dapur Desi untuk membersihkan ceceran sperma
dari 2x orgasmeku sambil memikirkan strategi. Aku ingin mendapatkan
Nisa. Kupikir itu mudah saja karena dia juga ada rasa. Tapi aku juga
ingin mendapatkan yang lain. Dewi dan Rani. Aku belum pernah ngentotin
cewek yang bisa squirt. Aku harus bisa mendapatkan Dewi. Rani nanti
dulu. Yang penting Nisa dan Dewi.
Aku akan coba mendekati Dewi. Kalau gagal dan dia terkesan menolakku,
akan kupakai senjata pamungkasku yaitu rekaman video ini. Tapi kuharap
aku tidak perlu menggunakannya.
Akhirnya perlahan aku keluar dari dapur setelah selesai berberes.
Sebelumnya aku mengintip sekilas ketiga cewek ABG itu. Ternyata mereka
semua sudah beneran tertidur. Film JAV di komputer pun sudah selesai.
Aku kunci pintu dapur dan bergegas menuju ke pos satpam untuk ngobrol
dengan Pak Yono sambil menunggu ketiga cewek yang sudah secara tidak
langsung memuaskanku itu bangun sebelum kembali ke rumah Desi.
Obrolan dengan satpam memang tidak ada ruginya. Aku bisa mengorek
keterangan misalnya tentang orang2 yang berkunjung ke rumah Desi.
Termasuk teman2 Nisa. Aku sebenarnya penasaran apakah hanya mereka
berdua saja yang sering ke rumah Nisa. Dan aku pun tidak tahu apakah
sering atau tidak sih. Jadi keterangan dari Pak Yono akan sangat
berguna...
Sejam lebih aku ngobrol dengan Pak Yono. Kebetulan waktu aku kembali ke
pos satpam di sana sudah ada satpam lain, Agung namanya. Umurnya jauh
lebih muda dari Pak Yono.
Dari mereka berdua aku lebih banyak tahu teman2 Nisa yang sering ke
rumahnya. Memang paling sering Rani, teman SMP sekelas dan sebangkunya.
Sedangkan Dewi tinggal di kompleks perumahan ini juga. Anak seorang
pengusaha kaya yang jarang ada di rumah. Pak Handi namanya. Sudah lewat
setengah baya atau tepatnya setengah tua. Hampir 60th umurnya kata Pak
Yono. Istrinya juga sering keluar rumah. Kata Agung, istri Pak Handi,
ibunya Dewi, yang bernama Mbak Putri masih muda. Putri adalah ibu tiri
dari Dewi yang masih berumur kurang dari 35th. Sebagai istri dari
pengusaha kaya, dia sering keluar rumah menghamburkan uang suaminya.
Sehingga Dewi sendiri menjadi kurang terurus. Di rumah hanya bersama
pembantu dan anak laki2nya yang masih SMP. Putri sendiri memiliki
seorang anak perempuan dengan Pak Handi yang masih kelas 1 SMP, namanya
Dhea. Kata mereka sih sepertinya Dewi agak kurang akur dengan Dhea sejak
kecil dulu sampai sekarang. Dewi sendiri sudah kelas 2 menjelang kelas 3
SMA. Umurnya kira2 17 tahun berarti. Sudah beranjak dewasa tetapi
mainnya sama anak2 batinku.
Kemudian setelah menghabiskan kopi di pos satpam, aku kembali ke rumah
Desi setelah berpamitan dan meninggalkan 2 bungkus rokok dan 1 botol
Coca Cola besar yang kuambil dari mobil. Kuputuskan untuk menginap saja
di rumah Desi karena toh para satpam sudah paham bahwa aku memang
diserahi utk menjaga rumah Desi beserta isinya, termasuk anaknya selama
Desi pergi. Akhirnya kubawa mobilku masuk menuju ke rumah Desi. Sengaja
aku membunyikan klakson ketika sampai di depan gerbang meskipun aku
membuka sendiri gerbangnya dan memasukkan mobilku ke carport, agar Nisa
dan teman2nya tahu kalau aku datang. Pintu garasi tertutup dan terkunci.
Jadi aku harus meninggalkan mobilku di carport. Ah, nggak masalah sih.
Paling lambat juga besok siang aku harus pergi.
Belum kudengar ada tanda2 ada yang membuka pintu. Akhirnya aku pencet bel di dekat pintu depan.
"Tingg tonggg..."
Belasan detik sudah lewat belum juga ada tanda pintu dibuka. Akhirnya
kupencet bel pintu lagi. Sejurus kemudian ada suara kecil dari dalam.
Suara Nisa.
"Bentaaar... bentar lagi di belakang.."
"Eh, Om Tyo. Udah dari tadi Om?", tanya Nisa dengan tubuh terbalut
kimono mandi dan handuk masih melilit di kepalanya. Sepintas kulihat
kimononya tidak tertutup sempurna di bagian depan, dan panjangnya pun
hanya sedikit di bawah lekukan pantatnya. Ah, betapa ranumnya tubuhmu
Nis. Perlahan kontolku pun mulai terbangun.
"Om... Om... nglamunin apa sih?", tanya Nisa sambil tersenyum simpul.
Aku pun tergagap dan tersadar dari lamunanku. "Eh, nggak ini. Tadi aku ditelpon mamamu. Katanya suruh nginep sini nemenin kamu."
"Oh iya. Mama emang pergi ke Bandung. Tapi tadi belum bilang kalau Om
mau datang. Jadi Nisa udah ajak temen Nisa buat nemenin nginep sini.
Tapi kalau Om juga mau nemenin malah kebenaran Om. Kami tadinya agak
takut2 gitu soalnya di sini kadang malem suka serem. Nisa sering
kebayang almarhum ayah....
Ayo gih masuk Om. Sori ampe lupa nyuruh masuk hehe. Mau minum apa Om?
Teh, kopi, softdrink, syusyu?", tanya Nisa. Waktu bilang syusyu dia
sambil agak senyum genit gitu.
Gile ni anak SMP udah bisa godain Om2.
"Emang syusyu apaan kok mantep banget kayanya?", tanyaku menimpali.
"Hihi. Ya maunya syusyu apa Om? Ada susu sapi, susu kambing, susuuuu apa
lagi yaa", Nisa menggodaku tambah berani sambil berjalan ke dapur.
"Suau orang ada nggak? Hahaha...", kataku tambah berani juga.
"Ih, Om mesum. Awas kubilangin mama lho tar gak dapet jatah Om...
Ehhhh....", Nisa kayanya keceplosan ngomong krn kuliat wajahnya jadi
merah merona kaya kepiting rebus.
"Jatah apaan. Sok tau lu Nis. Anak kecil juga...", jawabku sambil tersenyum malu juga.
"Eh, anak kecil apa... Nisa kan udah gede Oom...", jawab Nisa tersungut2 sambil monyongin bibir khas ABG.
"Apanya yang udah gede Nis....?", jawabku sambil duduk di kursi meja makan.
"Ah Om. Mau tau aja... Apa mau tahu bangeet?", goda Nisa lagi. Kali ini sambil mepetin badannya ke sandaran kursi makan.
Posisi ini membuat kimono mandinya agak sedikit terbuka dan kulihat
sepertiga payudaranya terpampang di depan mataku. Uh, payudara yang baru
tumbuh. Tambah konak aja aku...
"Om, ngeliatin apa sih jadi bengong gitu", kata Nisa.
"Eh, nggak papa. Mana susunya? Katanya mau ngasih susu ama Om...", jawabku sambil menyeringai mesum.
"Eh iya, lupa malah hehe... Tar Om aku ambil di kamar. Eh salah. Di kulkas hihi...", ujar Nisa tak kalah genitnya.
"Susu nya adanya yang dingin tapi Om. Kalau susu yang anget harus pesan khusus hihihi...", goda Nisa lagi.
"Yaudah gakpapa Nis. Om sebenarnya suka yang anget. Tapi kalau gak ada ya dingin juga nggak papa...", jawabku.
Sambil berlalu, Nisa berbisik ke dirinya sendiri tapi tak urung aku
mendengarnya juga sekilas,"Yah sebenernya yang anget malah udah di depan
mata Om, Om..."
"Eh, kenapa Nis? Kamu bilang apa?", tanyaku pura2 tidak dengar.
"Nggak papa Om. Ini kimono Nisa basah nih jadi dingin...", elak Nisa.
"Ya mbok dilepas aja Nisa daripada masuk angin", kataku sok cuek.
Sebenarnya maksudku dilepas trus pakai baju. Tapi Nisa menanggapinya
lain.
"Iiih, Om genit. Pengen liat Nisa bugil ya?", rajuk Nisa.
"Eh maksud Om tu dilepas trus pakai baju gitu lhooo. Ah elu tu Nis...", aku kaget juga Nisa berani ngomong gitu.
"Yah, padahal Nisa udah siap lho Om buat nglepasnya. Tapi berhubung Om
gak mau yaudah hahaha...", Nisa setengah berlari ke dapur mengambil susu
karton di kulkas.
"Sial gua dikerjain anak kecil nih...", batinku sambil membetulkan posisi kontolku yg sudah hampir pol ngacengnya.
"Ini Om susunya...", kata Nisa sambil menyerahkan karton susu dan gelas.
Kulihat Nisa setelah itu duduk di sampingku di kursi makan sambil memijit2 lehernya.
"Kenapa kamu Nis? Pegel ya?", tanyaku.
"Iya nih Om. Salah posisi tidur kali. Pegel banget tengeng nih...",
jawab Nisa. "Eh, kata mama Om pinter mijit ya... Pijitin Nisa dong Om
biar enakan lehernya ya...", lanjutnya.
Dan tanpa permisi Nisa meraih gelas susu di tanganku, meletakkannya di
meja, kemudian duduk di pangkuanku sambil masih memijit2 lehernya. Damn
ni anak berani banget... Dan belahan pantatnya pas banget menindih
kontolku yang menjadi tegang sempurna...
"Eh ngagetin aja kamu Nis. Ngomong dong kalau minta pangku", protesku.
"Iya maap Oom... Udah gih cepetan dipijitin..", rajuk Nisa.
Aku mau gak mau sambil agak gemetaran mulai mijitin sambil konak abis.
Mana Nisa kadang gerak2 pula kalau pas pijitanku mungkin berasa agak
sakit. Kontolku seperti diguyer pantat Nisa ketika dia bergerak2.
Ditambah lagi kadang Nisa juga mendesah ketika kupijat. "Ah, yak situ
Om, enak situ. Ohhh... terusin Om.."
Bagi orang yang hanya mendengar desahan dan suara Nisa tanpa mengikuti proses mungkin akan salah paham dikiranya ngapain.
Di lain pihak, bagiku inilah pertama kalinya aku kontak fisik secara
langsung dengan Nisa selain salaman. Aku sibakkan sedikit bagian leher
kimononya agak aku dapat leluasa memijat. Leher dan pundaknya putih dan
ada tahi lalat kecil di pangkal leher, pertemuan antara kedua pundaknya
yang menambah daya tarik tersendiri.
Pijatanku pun semakin menjauh. Tidak hanya pundak dan lehernya tetapi
juga lengan atasnya. Yang membuat kimononya tersingkap seluruhnya di
bagian pundak. Nisa menahan bagian depan kimononya agar tidak jatuh yang
akan menyingkap tubuh bagian atasnya seluruhnya. Baru kusadar di depan
kami ada cermin lumayan besar menempel di tembok. Dapat kulihat belahan
payudara mengkal Nisa hampir terbuka. Hanya separuhnya yaitu bagian
puting ke bawah saja yang belum terlihat. Kulihat di cermin matanya
merem dan mulutnya sedikit terbuka.
Pijatanku pun kemudian berpindah ke dada bagian atasnya. Nisa akhirnya
menyabdarkan tubuhnya sepenuhnya ke tubuhku yang membuat kontolku
semakin tertekan. Aku yakin Nisa dapat merasakannya. Tapi entah kenapa
dia tidak berkomentar.
Aku sudah konak abis. Akhirnya sedikit nekat aku pegang tangannya yang
sedang memegangi kimono bagian depannya, pura2nya kupijat. Dan
terlepaslah bagian depan kimononya. Kulihat di cermin terbuka dan
menampakkan payudara mengkal dan puting coklat kemerahan yang sudah
terlihat mengeras. Kimononya tidak seluruhnya terbuka karena bagian
samping masih tertahan tangannya yang menempel di sisi2 tubuhnya.
Perlahan pijatanku pindah lagi ke bagian atas dadanya. Tapi tangan Nisa
masih tertahan di samping tubuhnya, tidak membetulkan kimononya.
Pijatanku pun semakin ke bawah dan sebelun sampai ke putingnya, aku
putar ke bawah dan perlahan kutangkupkan kedua tanganku dari arah bawah,
menangkup kedua susunya sambil aku remas dan elus dengan gerakan
seperti memijat. Aku memang pura2nya masih memijat.
Nisa puna mendesah,"Ohhh... Ahhh... Hmmm..." tanpa berkata apa2.
Aku pun semakin bernafsu meremas2 susunya sampai akhirnya kami nendengar suara memanggil Nisa.
"Niis, kamu di manaaa?", ternyata teman Nisa sudah bangun dan mencarinya.
Kami pun akhirnya tersadar. Aku segera menarik tanganku dari susu Nisa
dan Nisa pun kelabakan bangun sambil memberesi kimononya yang terbuka.
Ketika bangun Nisa berpegangan padaku untuk membantunya bangun dan tak
lain dan tak bukan, yang tersasar sebagai pegangannya adalah perut
bagian bawahku, yang artinya juga menyentuh kepala kontolku yang sedang
tegang.
Nisa agak terkejut dan menoleh kepadaku sekilas kemudin tersenyum simpul dan setengah berlari menuju kamarnya.
"Tar ya Om. Temen Nisa udah pada bangun nih...", katanya.
Aku pun hanya terbengong saja sambil tafakur memikirkan apa yang baru saja terjadi...
No comments:
Post a Comment