Tuesday 29 May 2018

Tasya 2

Pak Wid terpana! Klap! Klap! Dari samping Klap! Tak disangka, cewek kecil dan cantik ini menyembunyikan keindahan yang……dahsyat! Tasya disuruh duduk, dipotret dari atas. Klap! Benar-benar bulat dan putih. Tanpa membiarkan Tasya berpikir Pak Wid menyelipkan lembaran merah 100 ribuan ke CD Kiki. Melihat Tasya sudah mondar-mandir dengan dadanya yang besar tanpa malu-malu, Kiki tumbuh keberanian. Dipelorotkannya CDnya. Tampaklah memiawnya yang masih berjembie tipis. Klap!Klap! Kiki disuruh berbaring bugil. Klap! Tasya mencari-cari behanya, tapi tak menemukan. Kedua tangannya tak mampu menyembunyikan bukit-bukit putihnya itu. Tetap tumpah ke luar. Sambil terus memotret Kiki Pak Wid berpikir terus, bagaimana membujuk Tasya melepas CD nya.
“Aku nggak bisa Pak.” Rengek Tasya ” Malu…to Pak.” Wajahnya tampak memelas.
“Jangan malu, Kiki yang motret dari depan. Aku di belakang kamu.” Kuselipkan lembaran merah di CD putihnya. Pak Wid menarik Tasya menjauhi Kiki. Kamera diberikan kepada Kiki yang bingung tidak tahu caranya.
“Pencet aja tombol kecil di atas itu, Yak, sekarang.” Pak Wid menyemangati Kiki. Tasya masih bertahan tidak mau melepaskan satu-satunya penutup tubuhnya itu.
“Liat, Kiki tidak bisa motret. Kamu aman tidak kena. Jadi kenapa malu.” Pak Wid terus membujuk sambil memegang kedua tangannya agar melepas CDnya. Akhirnya tangan kiri Pak Wid bisa menurunkan CD sampai di atas lutut. Spontan Tasya menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.
“Duuuuh….maluuuuu” terus Tasya merengek. Kubisikkan di telinganya “Ssssttt…ada tambahan uang 200 rb…tapi jangan sampai Kiki tahu……” Tasya mengendorkan pertahanannya
“Nanti selesai kuberikan….tapi jangan bilang Kiki….” Bisik Pak Wid sambil menurunkan CDnya. Sulit tapi akhirnya lepas. Dikantonginya CD putih bertuliskan “tasya” di kantong celana. Kamera diambil alih.
Penampakan yang luar biasa. Impian 6 tahun kini menjadi kenyataan. Cewek cantik ini sekarang ada di hadapan Pak Wid tanpa selembar benang pun! Klap! Klap Klap! Tempiknya masih kuncup kecil dengan jembut tipis. Hmmm…..imuuut banget. Dadanya bulat, putih..perut ramping kecil…..
“Tasya, pakai dua tangahnmu untuk membuka “itu”mu!” perintah si fotografer. Tasya patuh. Di jembrengnya kemaluannya hingga nampak bagian dalamnya yang merah. Pak Wid menyuruh Tasya berbaring. Klap! Pahanya mulusss. Klap! Close up lubang kemaluan. Klap!
Tahap awal sudah selesai. Uang yang dijanjikan diberikan. Dengan rasa senang dan rasa aneh, dua cewek ABG itu menerima uang hasil “pekerjaan” mereka hari itu. Pak Wid tetap sadar diri. Tidak menyentuh “boneka” kesayangannya itu…. Sekarang belum saatnya. Dia ingin menanamkan rasa aman di hati Tasya. Tasya harus yakin, bahwa Pak Wid tidak berbahaya. Tapi Pak Wid masih punya keinginan membara, malahan semakin menggila.
*******
Tiga bulan setelah itu, Tasya menelpon “tukang foto” itu.
“Pak, kok tidak ada pemotretan lagi. Uangku udah habis.” Suara Tasya di sana. Berbunga-bunga lelaki tua itu mendengar suara merdu di seberang sana. Segala perlengkapan disiapkan Handycam dan kamera. Sebelum dimulai, melalui hape terjadi tawar-menawar harga. Akhirnya setuju 300 ribu? Deal! Tempat di hotel yang sama.
Tidak menunggu lama Tasya datang sendiri. Bawa motor sendiri. Tasya pakai celana panjang, baju kotak-kotak, baju itu tampak kebesaran. Maksudnya untuk menyembunyikan dadanya yang besar itu. Tasya memang cewek yang tidak percaya diri. Punya “kelebihan” kok disembuyikan. Ada perubahan nyata pada sikap Tasya. Tanpa malu-malu dan tanpa disuruh dia melepas sendiri semua pakaiannya. Sampai-sampai Pak Wid menahannya.
“Stop. Bertahap Tas….. Bagian atas dulu pelan…. Muter…..Naah……lepas yang bawah……”
Sessi pertama adalah pemotretan di kamar mandi. Pak Wid pengin memandikan cewek cantik ini. Melihat dari dekat, merabai seluruh permukaan kulit cewek ABG. Oooh …. bagaimana rasanya??? Tanpa membantah, Tasya membawa handuk yang diterima dari Pak Wid. Siang itu memang panas sekali. Mandi dapat menyegarkan tubuh.
Disabuninya kulit mulus itu. Tangannya kini merasakan secara langsung bagaimana halus dan empuknya bukit kembar yang indah itu. Tasya memandang dengan penuh perhatian dadanya yang dibelai. Ooooh…nikmat!
Oohhh….besaaar... empuuk…Putingnya yg merah itu jadi tegak, Karena diremes-remes Tasya merinding. Lubang di bawah jadi terasa lembab. Tangan gurunya ini bener-bener usil. Lereng-lereng bukit kembar itu dielus dan ditelusuri. Tasya terbuai sampai matanya merem sesaat. Pak Wid lalu jongkok, tanpa dapat dicegah oleh Tasya, mulut lelaki tua itu melahap bibir bawahnya. Karena nikmatnya, sampai Tasya mengangkat-angkat sebelah kakinya. Apalgi saat- dua serangan dilancarkan bersamaan. Tasya hanya dapat menggigit bibir. Untuk mengerang dia malu. Setalah tubuhnya diguyur air dan bersih dari bursa sabun, kembali mulut lelaki tua itu mencari sasaran baru. Acara “mimi cucu” mulai.
Tasya memandang ke bawah dengan tatapan takjub, bibir lelaki tua ini bisa mendatangkan kenikmatan ..ooh! Tasya membiarkan dua payudaranya yang super itu bergantian dikenyot “bayi nakal” sampai puas.
“Tasya, tolong lepaskan celanaku. Gerah sekali” Lelaki tua itu sudah merasa perlu untuk meningkat ke permainan berikutnya. Dari tanda-tanda dan basa tubuh, diketahui cewek abg ini sudah “menunggu dipetik”
“Ha? Jangan….Pak! Saya…nggak enak.” Tetapi dalam hati ia ingin tahu, “Kaya apa sih…?”
“ Aku saja nggak apa-apa, kok kamu nggak enak.” Pak Wid memaksa. Tasya melepaskan celana juga CD gurunya dan….. Ha? Ada benda aneh…. Coklat, panjang. Tasya merem. Pura-pura takut. Pak Wid menuntun jari-jari Tasya untuk mengurut-urut “burungnya” dengan sabun.Masih dengan mata terpejam dan ragu-ragu Tasya mengurut benda aneh itu. Makin lama terasa mengembang dan bertambah besar. Telapak tangannya tak muat lagi. Rasa-rasanya benda ini bertambah panjang terus. Tasya membuka matanya dan terkejut…hiiii…..kok jadi segede ni? Penampakan itu menimbulkan rangsangan hebat. Tubuhnya bergetar, darahnya mendesir-desir lebih cepat. Karena terserang “demam” tak dirasakannya tangan gurunya yang nakal itu mengusap-usap vaginanya. Sentuhan di vegi nya itu menambah hebat rangsangan birahinya. Ia ingin melenguh tapi malu. Maka hanya bisa menggigit bibir.
“Aduh, Pak. Sudah, Pak.” Ketika sampai di puncaknya dia tak tahan lagi. Tanpa disadarinya pinggulnya bergoyang. Lelaki tua itu paham betul. Tasya sudah “on” Dia berjongkok. Lubang kemaluan yang masih rapat itu dibuka dengan sapuan lidahnya. Jempol kaki Tasya tegak ke atas, menahan setrum ribuan watt dari lidah si tua bangka itu. Matanya tak lepas dari TKP, dilihatnya lidah itu menari-nari di lubangnya. Menusuk-nusuk bagaikan jari yang basah dan hangat. Tangan Tasya erat meremas sabun di tangannya. Sabun hotel yang tipis itu sampai putus dan hancur. “Penderitaan” Tasya semakin parah ketika dua tangan keriput dan hitam meremas bukit kembarnya yang super besar itu. Ooo…gila, mengapa bisa senikmat ini. Sinyal gelombang kenikmatan itu datang silih berganti dari dada, dari vegi terus menerus. “Sudaaaaahhhh Paaak!” tetapi yang terdengar di telinga guru bejat itu adalah ‘”Teruuuussss Pak!”
Pak Wid keluar dari kamar mandi. Tasya ditelentangkan di kasur. Pahanya yang putih mulus terpampang indah. Di tengah-tengah selangkangan yang putih itu terlihat kemaluannya seperti segitiga terbalik. Segitiga itu dihiasi jembut tipis. Kembali lubang kemaluan gadis kecil itu dikelamut habis-habisan. Tasya sudah tidak melawan lagi. Pak Wid mengangkangi tubuh Tasya yang kecil. Tasya membuka pahanya yang putih mulus, dengan pandangan mata yang pasrah.
“Pak, jangan dimasukkan dalam-dalam ya?” Pintanya mengiba. Tasya tidak tahu bahwa kalau benda tumpul itu sudah masuk, sedalam apa pun rasanya sama saja (enaknya). Pak Wid mengangguk.
“Lima senti cukup, Tasya . Nanti kalau terlalu dalam bilang ya?”
Mula-mula dipukul-pukulnya “kentongan” itu dengan “pemukul” ajaibnya. Plak, plak, plak. Lalu helm itu dipakai untuk nguleg itilnya merah yang mekar mengembang.
“Duuuuh….sakiiit. Jangan diuleg-uleg, Masukkan saja, Pak” terdengar merdu rintihan cewek ini.
Berkali-kali benda coklat itu gagal penetrasi. Kembali lidah sutera bertindak membasahi “jalan ke surga”
Coba lagi dimasukinya, sekarang lubang “kentongan” itu semakin licin.Kemaluan Viani mengeluarkan pelumas sendiri. Putih bening sehingga Pak Wid bisa masuk sedikit.
“Aduuh…jangan dalam-dalam, Pak…..” Pak Wid selalu menafsirkan kebalikannya.” Kurang dalam, Pak” Ditekan lagi, maju sedikit demi sedikit. Tiba-tiba Tasya menjerit lirih
“Aaaauuu…… sakiiiiit….jangan sampai robek ya Pak” rintihnya polos sekali. Padahal Sudah robek. Oh Tasya … Tasya, apakah kamu tidak tahu gurumu sudah mengambil kesucianmu?.
Dengan pecahnya selaput perawan itu, kini lancarlah jalan ke surga. Pelaaaann… dan lambat. Akhirnya semua bagian dari penis laki-laki tua itu masuk. Tasya mendongak dan menggigit bibir. Tetap jaim. Dia berusaha tidak mengeluarkan erangan. Tapi jari-jari kakinya jelas terlihat tegang meregang. Jari tangannya erat meremas kasur. Itu tanda yamh jelas kalau cewek jaim itu menahan hebat kenikmatan yang dirasakannya. Pak Wid kini bergerak naik turun, naik lagi, turuuuun lagi dengan halus.
“Pak jangan dalam-dalam…..ya…..Bapakku sudah wanti-wanti…….jangan sampai ….adduuuuh…” Tak bisa menyelesaikan ucapannya Tasya “terganggu” lewatnya arus “listrik 100 megawatt” diseluruh jaringan syarafnya.
“Jangan apa, cah ayuuuuuu……” Pak Wid semakin menikmati “living reality” mimpi yang jadi kenyataan.

bersambung

No comments:

Post a Comment