Tuesday 29 May 2018

Wasti Anak Pembantuku 2

Wasti baru sekali kuajak main gaya begini tapi sudah langsung tenggelam dalam kelebihan rasanya. Terbukti baru disogok-sogok beberapa saat saja dia sudah tegang serius mukanya, tapi sebelum sampai ke puncaknya segera kuangkat dia berpindah posisi ke tempat yang lebih santai buat dia dan baru sekarang kubaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. "Wiihhss.. Mas Donny kangen aku kontolmu Mass.. sshh mantepp rasanya.." komentar pertama dengan nada suara bergetar terdengar senang seperti anak kecil baru diberi mainan. Saking rindu dan senangnya sampai mengalir keluar airmata bahagianya.

Tidak kusahut kata-katanya tapi dengan gemas-gemas sayang aku menindih untuk mengecup menggigit bibirnya dan dari situ kusambung dengan mulai memainkan batangku keluar masuk memompa di jepitan lubang kemaluannya. Inipun masih pelan saja tapi reaksinya sudah terasa banyak buat kami. Pinggulnya dimainkan membuat lubang kemaluannya berputaran memijati batanganku, hanya tempo singkat kami sudah meningkat dalam serius tegang dilanda nikmatnya gelut kedua kemaluan.

Airmuka kami sama tegang dan sinar mata sama sayu masing-masing hanyut meresapi jumpa mesra yang baru ini lagi kami lakukan setelah lewat cukup lama perpisahan keintiman kami. Menatap wajah si manis sedang hanyut begini tentu saja menambah rangsangan tersendiri yang membuatku makin meningkatkan tempo, sambil tetap meresapi asik yang sama pada gelut dua kemaluan kami.

"Enak nggak Was rasanya punyak Mas.." bisikku menguji di tengah kesibukanku, sekedar ingin tahu komentarnya.
"Hsh iya ennak sekalli Mass.. kontol Mas Donny palingg ennak dari semuanya.. hhssh wihh ker-ras sekalli.. ennaakk.. Adduuh Maas iya ditekenn gittu dalem bbanget hhshh.. Mass Donyy ennaak sekalii Maas.."

Wasti kuhapal memang type spontan terbuka, dipancing sedikit saja langsung keluar suaranya mengutarakan apa yang sedang dirasakannya. Jelas menyenangkan mendapat partner bercinta seperti ini, segera kutenggelamkan juga perasaanku menyatu dalam asyik sanggama sepenuh perasaan dengannya. Makin lama gelut kami makin berlomba hangat tanda bahwa masing-masing mulai menuju ke puncak permainan, sampai tiba di batas akhir kuiringi saat orgasme kami dengan menempel ketat bibirnya saling menyumbat dengan lumatan hangat.

"Hhrrh hghh.. nghhorrh.. sshghh.. hoorrhgh hhng.. hngnhffgh.. ngmmgh.." suara tenggorokan kami saling menggeros bertimpal seru mengiringi saat ternikmat dalam sanggama ini. Mengejut-ngejut batang kemaluanku menyemburkan cairan maniku yang juga terasa seperti diperas-peras oleh pijatan dinding kemaluannya. Sampai terbalik kedua bola mata kami saking enak dirasa tapi begitupun sumbatan mulutku belum kulepas menunggu sentakan-sentakan ekstasinya melemah. Baru ketika helaan nafas leganya ditarik tanda kenikmatan berlalu, aku pun melepas tempelan bibirku menyambung dengan kecupan-kecupan lembut seputar wajahnya.

"Hhahhmmhh Mas Ddony.. assyiknyaa.. keturutan kangenku sama Mas.." kembali terdengar komentarnya dengan masih saling berpelukan mesra.
"Mas sendiri juga kangen sekali sama kamu Was," kataku jujur membalas perasaan hatinya.
"Bener?" tanyanya menguji dengan nada manja.

Tapi tetap menjepitkan otot-otot lubang kemaluannya di batanganku menunggu sampai terlihat aku mulai mengendor menghela nafas legaku, di situ baru dia berhenti dan membiarkan aku melepaskan batanganku dari lubang kemaluannya. Aku lega dan puas tapi air mukanya juga tampak berseri tanda senang telah berhasil memuaskan kerinduannya denganku.

Sejak dari hari itu berlanjut lagi hubungan lamaku dengan Wasti di setiap kedatanganku ke rumahnya tapi dengan alasan yang sama seperti Oom Rony yaitu pura-pura minta dipijat oleh Wasti. Hari itu aku datang ke rumahnya bertemu dengan Ardi yang sedang sibuk mencetak di bangunan sebelah, dia mempersilakan aku menemui Wasti di rumah induk.

Aku pun mengiyakan dan waktu masuk ke rumah kudapati Wasti di dapur sedang mencuci piring-piring dan gelas bekas makan siang mereka. Wasti menoleh dan tersenyum manis menyambut kehadiranku serta meminta aku menunggu dulu di ruang tamu. Timbul niat isengku menggoda, kurapati dia yang saat itu masih berdiri di depan meja cucian piring, langsung memeluk dari belakang mencumbui dia.

Mengecupi lehernya sambil kedua tanganku meremasi bukit susunya. Karuan Wasti menggeliat-geliat dengan muka malu-malu geli, ingin menghindar tapi mana mau kulepas begitu saja. Akhirnya dia diam saja membiarkan aku menggerayangi tubuhnya, dia sendiri tetap meneruskan mencucinya karena dipikirnya mana mungkin aku berani mengajak dia untuk waktu yang senekat ini.

"Mas Dony ini nggodain aku aja, paling-paling Mas juga udah ngiseng sama yang lain, sekarang kayak sudah kepengen lagi..?"
"Lha memang kepengen kok, sama kamu kan belum?" jawabku sambil mengangkat rok belakangnya, langsung melorotkan celana dalamnya.
Tentu saja Wasti jadi kaget karena tidak mengira bahwa aku betul-betul serius meminta.
"Heh Mas Dony! Ngawur ah, ini kan masih di dapur.. nanti aja di kamar Mas.. kalau di sini nanti ada yang liat gimana?"

Wasti masih coba memperingatkan aku agar mengurungkan kenekatanku tapi aku sudah tidak bisa menahan lagi. Malah sudah kulepas ritsleting celanaku membebaskan kemaluanku langsung menempelkan batanganku di selangkangannya.

"Kasih sebentar aja kan bisa Was, dari sini kan kita bisa ngeliat ke sebelah kalau ada yang dateng.." kataku meminta sambil menenangkan dirinya.

Kebetulan di dekat meja cucian piring itu ada jendela kaca darimana kami bisa melihat keadaan bangunan percetakan di sebelah.
"Ahhs Maass..!" Wasti kontan menjengkit ketika terasa batang telanjangku yang menempel di lubang kemaluannya itu sudah mulai naik mengencang.
Sempat bingung dia tapi dari semula ingin berkeras menghindar akhirnya Wasti jadi tidak tega juga, langsung melunak suaranya berbisik.

"Wih, wih Mass.. kok cepet banget sih keras bangunnya..?"
"Makanya itu.. Mas Dony masukin ya?"
"Iya tapi aku belum basah Mas.."
"Nanti Mas basahin sebentar.."
"Tapi jangan lama-lama ya, nanti keburu ada yang dateng malah tambah penasaran.."

Tanpa membuang-buang waktu aku berjongkok di belakang Wasti dan segera menyosor di lubang kemaluannya yang juga cepat memasang posisi agar lebih mudah, dengan membuka secukupnya kedua pahanya serta menunggingkan sedikit pantatnya. Sambil begitu Wasti sendiri terpaksa menunda dulu pekerjaannya dan menunggu dengan bertopang kedua tangan di tepi meja cucian sambil pandangannya terus melekat memperhatikan ke luar jendela kaca itu.

Niatnya memang semula hanya ingin sekedar memberi buat aku, tapi ketika terasa sedotan dan jilatanku di lubang kemaluannya ditambah lagi dengan satu jariku yang kucucukan menggeseki kecil di lubang itu, yang begini cepat saja membuat gairahnya terangsang naik. Cepat-cepat dia membilas kedua tangannya yang masih penuh sabun karena sesewaktu mungkin diperlukan untuk memegangi tubuhku.

Betul juga, tepat saatnya dia selesai membilas bersamaan aku juga selesai mengerjai liang kemaluannya. Segera kubawa batanganku ke depan lubang kemaluannya dan mulai menyesapkan masuk dari arah belakang, langsung saja sebelah tangan yang masih basah itu dipakai untuk memegang pinggulku, sebagai cara untuk mengerem kalau sodokkanku dirasa terlalu kuat. Tapi rupanya tidak. Biarpun sudah dilanda gairah kejantananku, tapi aku masih bisa meredam emosi tidak kasar bernafsu.

Selalu hati-hati sewaktu membor batangku masuk meskipun seperti biasa Wasti selalu menunggu dengan muka tegang. Dia baru melega kalau batangku dirasanya sudah terendam habis di lubang kemaluannya.

"Keras sekali rasanya Mas..?" komentar pertamanya sambil menoleh tersenyum kepadaku di belakangnya.
Kugamit pipinya dan menempelkan bibirku mengajaknya berciuman.
"Kalau ketemu lubangmu memang jadi cepet kerasnya.." jawabku berbisik sebelum menekan dengan ciuman yang dalam.
Kami mulai saling melumat sambil diiringi gerak tubuh bagian bawah untuk meresap nikmat gelut kedua kemaluan dengan aku menarik tusuk batang kemaluan, sedang Wasti memutar-mutar pantatnya mengocoki batanganku di liang kemaluannya. Inipun niat semula masih sekedar memberi bagiku saja, tapi tidak bisa dicegah, dia pun dilanda nikmat sanggama yang sama, yang membawanya terseret menuju puncak permainan bersamaku.

Dari semula gerak senggama kedua kami masih berputaran pelan, semakin lama semakin meningkat hangat, karena masing-masing sudah menumpukkan rasa enak terpusat di kedua kemaluan yang saling bergesek, sudah bersiap-siap akan melepaskannya sesaat lagi. Wasti tidak lagi bertopang di tepi meja tapi menahan tubuhnya dengan lurus kedua tangannya pada dinding depannya. Di situ tubuhnya meliuk-liuk dengan air muka tegang seperti kesakitan tertolak-tolak oleh sogokan-sogokan batanganku yang keluar masuk cepat dari arah belakangnya, tapi sebenarnya justru sedang tegang serius keenakkan sambil membalas dengan putaran-putaran liang kemaluannya yang menungging.

Masing-masing sudah menjelang tiba di batas akhirnya, hanya tinggal menunggu kata sepakat saja.

"Aahs yyohh Wass.. Mass sudah mau samppe.."
"IyaMass.. sama-samaa.. sshhah-hhgh.. dduhh.. oohgsshh.. hrrh hheehh Wass ayyoo.. dduuh Maass.. aaddussh hrhh.."

Pembukaan orgasme ini masing-masing saling mengajak dan berikutnya saling bertimpa mengerang mengaduh dan tersentak-sentak ketika secara bersamaan mencapai batas kenikmatan. Jika dihitung secara waktu maka permainan kali ini relatif cepat namun bisa juga membawa Wasti pada kepuasannya. Memang hampir saja terlambat, karena baru saja aku mencabut batang kemaluanku sudah terdengar langkah kaki seseorang akan masuk ke rumah induk. Ternyata memang Ardi yang datang.

Wasti sendiri tidak sempat lagi mencuci lubang kemaluannya, buru-buru dia menaikkan celana dalamnya untuk menyumbat cairan mani bekasku yang terasa akan meleleh ke pahanya dan selepas itu dia pura-pura kembali meneruskan mencuci piring yang sempat tertunda itu.

TAMAT

No comments:

Post a Comment