Wasti baru sekali kuajak main gaya begini tapi sudah langsung tenggelam
dalam kelebihan rasanya. Terbukti baru disogok-sogok beberapa saat saja
dia sudah tegang serius mukanya, tapi sebelum sampai ke puncaknya segera
kuangkat dia berpindah posisi ke tempat yang lebih santai buat dia dan
baru sekarang kubaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. "Wiihhss..
Mas Donny kangen aku kontolmu Mass.. sshh mantepp rasanya.." komentar
pertama dengan nada suara bergetar terdengar senang seperti anak kecil
baru diberi mainan. Saking rindu dan senangnya sampai mengalir keluar
airmata bahagianya.
Tidak kusahut kata-katanya tapi dengan gemas-gemas sayang aku menindih
untuk mengecup menggigit bibirnya dan dari situ kusambung dengan mulai
memainkan batangku keluar masuk memompa di jepitan lubang kemaluannya.
Inipun masih pelan saja tapi reaksinya sudah terasa banyak buat kami.
Pinggulnya dimainkan membuat lubang kemaluannya berputaran memijati
batanganku, hanya tempo singkat kami sudah meningkat dalam serius tegang
dilanda nikmatnya gelut kedua kemaluan.
Airmuka kami sama tegang dan sinar mata sama sayu masing-masing hanyut
meresapi jumpa mesra yang baru ini lagi kami lakukan setelah lewat cukup
lama perpisahan keintiman kami. Menatap wajah si manis sedang hanyut
begini tentu saja menambah rangsangan tersendiri yang membuatku makin
meningkatkan tempo, sambil tetap meresapi asik yang sama pada gelut dua
kemaluan kami.
"Enak nggak Was rasanya punyak Mas.." bisikku menguji di tengah kesibukanku, sekedar ingin tahu komentarnya.
"Hsh iya ennak sekalli Mass.. kontol Mas Donny palingg ennak dari
semuanya.. hhssh wihh ker-ras sekalli.. ennaakk.. Adduuh Maas iya
ditekenn gittu dalem bbanget hhshh.. Mass Donyy ennaak sekalii Maas.."
Wasti kuhapal memang type spontan terbuka, dipancing sedikit saja
langsung keluar suaranya mengutarakan apa yang sedang dirasakannya.
Jelas menyenangkan mendapat partner bercinta seperti ini, segera
kutenggelamkan juga perasaanku menyatu dalam asyik sanggama sepenuh
perasaan dengannya. Makin lama gelut kami makin berlomba hangat tanda
bahwa masing-masing mulai menuju ke puncak permainan, sampai tiba di
batas akhir kuiringi saat orgasme kami dengan menempel ketat bibirnya
saling menyumbat dengan lumatan hangat.
"Hhrrh hghh.. nghhorrh.. sshghh.. hoorrhgh hhng.. hngnhffgh.. ngmmgh.."
suara tenggorokan kami saling menggeros bertimpal seru mengiringi saat
ternikmat dalam sanggama ini. Mengejut-ngejut batang kemaluanku
menyemburkan cairan maniku yang juga terasa seperti diperas-peras oleh
pijatan dinding kemaluannya. Sampai terbalik kedua bola mata kami saking
enak dirasa tapi begitupun sumbatan mulutku belum kulepas menunggu
sentakan-sentakan ekstasinya melemah. Baru ketika helaan nafas leganya
ditarik tanda kenikmatan berlalu, aku pun melepas tempelan bibirku
menyambung dengan kecupan-kecupan lembut seputar wajahnya.
"Hhahhmmhh Mas Ddony.. assyiknyaa.. keturutan kangenku sama Mas.."
kembali terdengar komentarnya dengan masih saling berpelukan mesra.
"Mas sendiri juga kangen sekali sama kamu Was," kataku jujur membalas perasaan hatinya.
"Bener?" tanyanya menguji dengan nada manja.
Tapi tetap menjepitkan otot-otot lubang kemaluannya di batanganku
menunggu sampai terlihat aku mulai mengendor menghela nafas legaku, di
situ baru dia berhenti dan membiarkan aku melepaskan batanganku dari
lubang kemaluannya. Aku lega dan puas tapi air mukanya juga tampak
berseri tanda senang telah berhasil memuaskan kerinduannya denganku.
Sejak dari hari itu berlanjut lagi hubungan lamaku dengan Wasti di
setiap kedatanganku ke rumahnya tapi dengan alasan yang sama seperti Oom
Rony yaitu pura-pura minta dipijat oleh Wasti. Hari itu aku datang ke
rumahnya bertemu dengan Ardi yang sedang sibuk mencetak di bangunan
sebelah, dia mempersilakan aku menemui Wasti di rumah induk.
Aku pun mengiyakan dan waktu masuk ke rumah kudapati Wasti di dapur
sedang mencuci piring-piring dan gelas bekas makan siang mereka. Wasti
menoleh dan tersenyum manis menyambut kehadiranku serta meminta aku
menunggu dulu di ruang tamu. Timbul niat isengku menggoda, kurapati dia
yang saat itu masih berdiri di depan meja cucian piring, langsung
memeluk dari belakang mencumbui dia.
Mengecupi lehernya sambil kedua tanganku meremasi bukit susunya. Karuan
Wasti menggeliat-geliat dengan muka malu-malu geli, ingin menghindar
tapi mana mau kulepas begitu saja. Akhirnya dia diam saja membiarkan aku
menggerayangi tubuhnya, dia sendiri tetap meneruskan mencucinya karena
dipikirnya mana mungkin aku berani mengajak dia untuk waktu yang senekat
ini.
"Mas Dony ini nggodain aku aja, paling-paling Mas juga udah ngiseng sama yang lain, sekarang kayak sudah kepengen lagi..?"
"Lha memang kepengen kok, sama kamu kan belum?" jawabku sambil mengangkat rok belakangnya, langsung melorotkan celana dalamnya.
Tentu saja Wasti jadi kaget karena tidak mengira bahwa aku betul-betul serius meminta.
"Heh Mas Dony! Ngawur ah, ini kan masih di dapur.. nanti aja di kamar Mas.. kalau di sini nanti ada yang liat gimana?"
Wasti masih coba memperingatkan aku agar mengurungkan kenekatanku tapi
aku sudah tidak bisa menahan lagi. Malah sudah kulepas ritsleting
celanaku membebaskan kemaluanku langsung menempelkan batanganku di
selangkangannya.
"Kasih sebentar aja kan bisa Was, dari sini kan kita bisa ngeliat ke
sebelah kalau ada yang dateng.." kataku meminta sambil menenangkan
dirinya.
Kebetulan di dekat meja cucian piring itu ada jendela kaca darimana kami bisa melihat keadaan bangunan percetakan di sebelah.
"Ahhs Maass..!" Wasti kontan menjengkit ketika terasa batang telanjangku
yang menempel di lubang kemaluannya itu sudah mulai naik mengencang.
Sempat bingung dia tapi dari semula ingin berkeras menghindar akhirnya
Wasti jadi tidak tega juga, langsung melunak suaranya berbisik.
"Wih, wih Mass.. kok cepet banget sih keras bangunnya..?"
"Makanya itu.. Mas Dony masukin ya?"
"Iya tapi aku belum basah Mas.."
"Nanti Mas basahin sebentar.."
"Tapi jangan lama-lama ya, nanti keburu ada yang dateng malah tambah penasaran.."
Tanpa membuang-buang waktu aku berjongkok di belakang Wasti dan segera
menyosor di lubang kemaluannya yang juga cepat memasang posisi agar
lebih mudah, dengan membuka secukupnya kedua pahanya serta menunggingkan
sedikit pantatnya. Sambil begitu Wasti sendiri terpaksa menunda dulu
pekerjaannya dan menunggu dengan bertopang kedua tangan di tepi meja
cucian sambil pandangannya terus melekat memperhatikan ke luar jendela
kaca itu.
Niatnya memang semula hanya ingin sekedar memberi buat aku, tapi ketika
terasa sedotan dan jilatanku di lubang kemaluannya ditambah lagi dengan
satu jariku yang kucucukan menggeseki kecil di lubang itu, yang begini
cepat saja membuat gairahnya terangsang naik. Cepat-cepat dia membilas
kedua tangannya yang masih penuh sabun karena sesewaktu mungkin
diperlukan untuk memegangi tubuhku.
Betul juga, tepat saatnya dia selesai membilas bersamaan aku juga
selesai mengerjai liang kemaluannya. Segera kubawa batanganku ke depan
lubang kemaluannya dan mulai menyesapkan masuk dari arah belakang,
langsung saja sebelah tangan yang masih basah itu dipakai untuk memegang
pinggulku, sebagai cara untuk mengerem kalau sodokkanku dirasa terlalu
kuat. Tapi rupanya tidak. Biarpun sudah dilanda gairah kejantananku,
tapi aku masih bisa meredam emosi tidak kasar bernafsu.
Selalu hati-hati sewaktu membor batangku masuk meskipun seperti biasa
Wasti selalu menunggu dengan muka tegang. Dia baru melega kalau batangku
dirasanya sudah terendam habis di lubang kemaluannya.
"Keras sekali rasanya Mas..?" komentar pertamanya sambil menoleh tersenyum kepadaku di belakangnya.
Kugamit pipinya dan menempelkan bibirku mengajaknya berciuman.
"Kalau ketemu lubangmu memang jadi cepet kerasnya.." jawabku berbisik sebelum menekan dengan ciuman yang dalam.
Kami mulai saling melumat sambil diiringi gerak tubuh bagian bawah untuk
meresap nikmat gelut kedua kemaluan dengan aku menarik tusuk batang
kemaluan, sedang Wasti memutar-mutar pantatnya mengocoki batanganku di
liang kemaluannya. Inipun niat semula masih sekedar memberi bagiku saja,
tapi tidak bisa dicegah, dia pun dilanda nikmat sanggama yang sama,
yang membawanya terseret menuju puncak permainan bersamaku.
Dari semula gerak senggama kedua kami masih berputaran pelan, semakin
lama semakin meningkat hangat, karena masing-masing sudah menumpukkan
rasa enak terpusat di kedua kemaluan yang saling bergesek, sudah
bersiap-siap akan melepaskannya sesaat lagi. Wasti tidak lagi bertopang
di tepi meja tapi menahan tubuhnya dengan lurus kedua tangannya pada
dinding depannya. Di situ tubuhnya meliuk-liuk dengan air muka tegang
seperti kesakitan tertolak-tolak oleh sogokan-sogokan batanganku yang
keluar masuk cepat dari arah belakangnya, tapi sebenarnya justru sedang
tegang serius keenakkan sambil membalas dengan putaran-putaran liang
kemaluannya yang menungging.
Masing-masing sudah menjelang tiba di batas akhirnya, hanya tinggal menunggu kata sepakat saja.
"Aahs yyohh Wass.. Mass sudah mau samppe.."
"IyaMass.. sama-samaa.. sshhah-hhgh.. dduhh.. oohgsshh.. hrrh hheehh Wass ayyoo.. dduuh Maass.. aaddussh hrhh.."
Pembukaan orgasme ini masing-masing saling mengajak dan berikutnya
saling bertimpa mengerang mengaduh dan tersentak-sentak ketika secara
bersamaan mencapai batas kenikmatan. Jika dihitung secara waktu maka
permainan kali ini relatif cepat namun bisa juga membawa Wasti pada
kepuasannya. Memang hampir saja terlambat, karena baru saja aku mencabut
batang kemaluanku sudah terdengar langkah kaki seseorang akan masuk ke
rumah induk. Ternyata memang Ardi yang datang.
Wasti sendiri tidak sempat lagi mencuci lubang kemaluannya, buru-buru
dia menaikkan celana dalamnya untuk menyumbat cairan mani bekasku yang
terasa akan meleleh ke pahanya dan selepas itu dia pura-pura kembali
meneruskan mencuci piring yang sempat tertunda itu.
TAMAT
No comments:
Post a Comment