Wednesday 30 May 2018

Affair dengan ABG, Lastri bukan sekadar fantasi

SAYA ngontrak di bilangan kota Bogor, menempati rumah kawan yang jarang ditempati. Rumah kontrakan ini milik temannya kawan. Ada 4 kamar tidur, 1 kamar mandi dan dapur, ada juga halaman depan dan halaman belakang.

Keputusan saya mengontrak agar kegiatan kerja saya bisa lebih fokus ketimbang harus pulang-pergi ke rumah di luar kota,

Rumah ini dijaga seorang kakek bernama Acep. Acep selalu membersihkan halaman depan dan belakang, selokan, dan sampah2 yang menumpuk di dapur dan halaman depan. Saya berkenalan dengannya.

Acep memiliki seorang cucu berumur 13 tahun, namanya Lastri, masih kelas 6 SD. Lastri berkulit sawo matang, mata sipit, hidung pesek, bau matahari, benar-benar khas anak kampung, dan plusnya adalah: body badannya semampai sekitar 160 meter. Tinggi badan Lastri terbilang tinggi diantara kawan-kawannya. Saya berkenalan dengannya. Dia memanggil saya 'oom', hal ini mengingat umur saya sudah 40 tahun. Mungkin usia saya bisa disamakan dengan usia mama atau papanya.

Melihat pertama kali Lastri, otak mesum saya langsung aktif. Hasrat libido seks saya terbakar. Saya ingin sekali mencicipi tubuhnya Lastri. Apalagi, pesona payudaranya yang terlihat menonjol, dan titik puting susunya menyeplak pada bajunya yang dikenakan. Belum lagi bongkahan pantatnya yang kalau lagi nungging. juga, rekahan bibirnya yang tidak dia sengaja perlihatkan kalau lagi ngobrol dengan saya. Benar-benar bikin horni. Menjelang umur 40 tahun, saya kalau melihat perempuan itu bawannya mesum melulu. Enggak hanya yang 18 tahun keatas, tapi anak-anak bau kencur yang sudah mulai mature dayatarik seksualnya juga enggak lepas dari rasa mesum saya. Dan Lastri adalah salah satu contohnya. Dari waktu ke waktu, Lastri semakin membayangi isi kepala saya. Beginilah kalau jauh dari anak dan isteri. Kontol menganggur tiada terperi.

Lastri berperangai ceria, aktif, dan supel. Tidak sampai seminggu saya sudah akrab dengannya, sudah tidak canggung mengobrol dengan saya. Awalnya sih kalau main ke rumah kontrakan ini, dia sering ditemani Acep atau ditemani 2 sepupunya yang sama-sama perempuan dan sebaya, Monica dan Gita.

Sebulan berlalu, saya mencoba untuk selangkah lebih maju pe-de-ka-te-nya. Misalnya, saya sering minta tolong dibelikan camilan atau jajanan, sambil sekalian mentraktir dia juga. Lastri merespon dengan baik, menerima traktiran saya.

Di kontrakan saya ini tidak ada televisi. Saya hanya ada laptop 15 inchies, yang sekaligus saya pakai untuk nonton film atau Youtube. Lastri sering meminjam laptop saya, saya selalu mengajak dia menonton bersama film-film bagus yang rating IMDBnya itu 7-keatas, kadang film drama, kadang film kartun. Saya selalu meminta dia untuk mengajak kawan-kawannya nonton bareng. Enggak enaklah kalau ketauan tetangga bahwa saya nonton berdua-duaan sama dia, bisa-bisa berabe urusannya. Apalagi Acep adalah orang yang amat dikenal luas di lingkungan RW dimana saya tinggal sekarang.

Suatu sore di hari Jumat, kami sedang menonton film di laptop, yang namanya anak-anak ternyata enggak bisa diam, mereka selalu berpindah-pindah posisi duduk, demikian juga dengan Lastri. Namun saat Lastri sedang duduk berada dekat dengan saya, tanpa diketahui oleh kawan-kawannya, saya menggenggam telapak tangannya. Sesaat dia seperti terhenyak, kaget, seraya memandang sekilas ke arah saya. Lalu sessat itu juga dia pura-pura seperti tidak ada apa-apa. Tapi, saya bisa menangkap kerlingan mata genit dan binalnya ke arah saya.

Respon Lastri tidak saya duga. Dia membalas genggaman tangan saya. Kami saling meremas tangan hingga berkeringat.

Lalu, Lastri tiba-tiba melepas tangannya dari genggaman saya. Sambil berkata kepada teman-temanya, "Mau ke kamar mandi dulu ah!" Teman-temannya, ada 3 orang, tidak perduli dengan yang Lastri bilang, mereka asyik nonton. Sambil ke kamar mandi, dia menoleh kepada saya, mengerlingkan mata. Dia kasih "kode" itu.

Enggak ada semenit Lastri di kamar mandi, saya menyusul masuk. Di kamar mandi, saya dan Lastri saling bertatapan. Kami tersenyum nakal. Dia mungkin penasaran. Tapi saya bukan penasaran, saya tersenyum seolah-olah menggoda. Saya membayangkan diri bagaikan monster yang siap melahap Lastri. Lastri sudah seperti tersihir, terbawa suasana mesum, dan dibutakan oleh syahwatnya sendiri.

Tau-tau, saya dan Lastri sudah saling berbagi desah dan deru nafas. Kami sudah saling cium dan saling raba. Ciuman dan rabaan Lastri terasa kaku dan canggung. Mungkin karena baru pertama kali.

Saya sudah biasa bagaimana mengggarap badan isteri. Dan ketika mencumbui Lastri di kamar mandi sore itu, fantasi seksual saya dengan anak ABG seperti menemukan penyalurannya. "Oom, geli, Om. Owh. Geli, Oom. Uuhh, aahh, mmhh. Enak, terus Oom." Lastri meracau sambil berbisik.

Ditengah-tengah bisikan-dan-rintihannya itu saya memposisikan badan Lastri untuk terlentang di lantai toilet. Saya kemudian menempelkan kontol saya tepat di atas memek Lastri yang masih dipakai celana cangcutnya. Saya menekan kontol saya ke memek Lastri dan mata Lastri terpejam sambil mulutnya mangap dan nafasnya tersengal-sengal dan kedua tangannya memeluk saya erat-erat. Sedangkan saya, tetap pada posisi menempelkan kontol saya di memeknya, diam tanpa bergerak sedikitpun. Lastri lalu menaik-turunkan pantatnya. Matanya merem-melek.

Mungkin ada sekitar 2 menit kami berposisi demikian. Lalu, kemudian Lastri semakin mengencangkan pelukannya, dan tiba-tiba dia bersuara pelan, "Aaahhh." Orgasme.

Begitu Lastri orgasme, saya mengecup bibir Lastri. "Terima kasih, ya Lastri."

"Iya, Oom," tersenyum Lastri, sambil matanya merem.

PENGALAMAN pertama Lastri di Jumat sore itu, membawa kami pada petualangan seks berikutnya. Lastri semakin ketagihan. Dia sering main ke rumah kontrakan saya bersama teman-temannya sambil mencari-cari kesempatan untuk bisa bercumbu.

Pada suatu hari Lastri menyampaikan minatnya untuk ML dengan saya. Tapi saya katakan bahwa itu terlalu besar resikonya bagi dia dengan umur yang masih sangat belia untuk ML. Berbahaya. Sangat berbahaya. Saya bilang, "Tunggu saja bila saatnya sudah tiba dan ketika kamu sudah terbiasa. Kita harus waspada dan pandai simpan rahasia."

"Oom. Oom jadi pacar Lastri ya? Engga apa-apa deh [meski] Oom sudah ada anak dan isteri juga. Asal Oom sayang ama Lastri. Lastri sayang deh sama Oom."

"Alamak, kacau nih, Lastri mulai main hati," pikir saya saat itu.

Lebih dari dua bulan berlalu. Saya semakin dekat dan kian mengenal Lastri, dirinya, keluarganya, teman-temannya, hingga sekolahnya. Diam-diam saya menjadi orang tua asuh bagi Lastri dan ini diketahui kedua orangtuanya. Biaya pendidikannya saya tanggung. Hubungan skandal seks saya dengan Lastri terjaga rapih. Lastri rupanya pandai menyimpan rahasia. Padahal setahu saya dia anak yang bocor dan blak-blakan dihadapan kawan-kawan sepermainannya.

Mudah-mudahan tetap aman selamanya.

No comments:

Post a Comment