Wednesday 30 May 2018

Cerita Shaima

Sebelumnya kenalan dulu yach..
Namaku Shaima.. kulitku putih.. tinggiku 167cm.. keturunan Aceh, Sunda, sama ada turunan Arab dikit dari kakekku almarhum.

Ukuran Bra? Nggak gede-gede amat sich.. tapi tetep seksi koq, pas sama ukuran tubuhku.
Semua temenku bilang aku cantik, imoet, trus lincah nggak bisa diem.
Aku anak ketujuh dari sembilan bersaudara, tinggal di L A –Lentenk Agoeng– di jalan Joe –dilarang nyatronin rumahku ya..–

Abi sama umiku udah pada sepuh, jadi beliau berdua sering di rumah..
Aku kuliah di kampus terkenal di Depok, lagi nulis skripsi sekarang.. udah gitu dulu aja.
--------------------------

Waktu di SMA dulu, aku udah deket sama anak-anak Rohis yang sering dikenal anak Musholla, mbak-mbaknya baik banget sich, perhatian dan keibuan gitu.

Salahsatu seniorku namanya Mbak Afifah, dia udah alumni.
Orangnya tinggi, putih, cantik banget dan berkacamata.
Keliatan banget bersahajanya.

Suaminya, bang Azis namanya, ganteng banget lhoo..cuma agak pendek, tinggian Mbak Afifah.
Pas aku ikutan MOS di SMA ada promosi eks-kul, nah Mbak Afifah dateng ke sekolahan sama suami dan anaknya yang masih kecil.

Presentasi Rohis bagus banget, singkatnya aku ikutan daftar.
Jadilah aku anak Rohis.

Setelah sekian bulan, aku diajak ikut mentoring dan kebetulan Mbak Afifah yang jadi mentorku.

Acara mentoring biasanya dilakukan habis pulang sekolah, antara jam 2 sampai jam 5 sore.
Rumah Mbak Afifah dekat dengan sekolahku.

Acara mentoring teryata akan menjadi pengalaman tak terlupakan.
Waktu itu, kami berlima udah jalan mentoring setahun lebih dan biasa mondar-mandir dari sekolah ke rumah Mbak Afifah.
Rumahnya jadi Base Camp anak-anak Rohis.

Kami seneng juga main ke sana, anaknya yang Balita –Zahra– lucu banget.
Lama-kelamaan, suami Mbah Afifah dan tetangga sekitarnya udah menganggap biasa kalo kami dateng dan kumpul-kumpul sampai sore di rumah Mbak Afifah.

Aku inget banget tanggalnya, 10 Februari 2000, pas aku kelas 2.
Siang itu kami main ke rumah Mbak Afifah, karena besoknya anak-anak Rohis mau ada acara Mabit –bermalam di Musholla sekolah– dan rencananya kami bareng-bareng Mbak Afifah mau belanja ke pasar buat beli cemilan malam.

Bang Azis, suami Mbak Afifah juga ada di rumah, belakangan aku tau dia lagi cuti.
Zahra kecil juga ada. Pas Dzuhur, Bang azis ke Masjid, sementara teman-temanku shalat di rumahnya.

Aku lagi 'dapet', tapi di hari-hari terakhir.
Aku ragu, berentinya hari ini apa besok, jadi tetep nggak shalat untuk jaga-jaga.

Karena paling kecil dan nggak kuat panas, aku memilih untuk tinggal di rumah Mbak Afifah.
Sofie, temanku juga nggak ikut ke pasar karena lebih seneng main sama Zahra.
"Itung-itung jagain anak sambil latian jadi ummahat.." katanya.

Rumah Mbak Afifah berlantai 2, sejuk dan luas untuk ukuran rumah kompleks deket sekolahku.
Karena Kecapean, aku naik ke atas di lantai 2.

Nggak lama suami Mbak Afifah pulang. Dia nanya ke Sofie yang lagi main sama Zahra di ruang tamu..
"Umi Zahra ke mana..?"
"Ke Pasar Bang.." jawab Sofie.

Aku pernah sempet mengkhayal, enak kali ya jadi Mbak Afifah, punya suami ganteng, sholeh.. kaya lagi.
Dia punya bengkel mobil yang cukup besar dan terkenal di daerah Otista.

Eh, nggak lama Bang Aziz muncul, dia kaget ngeliat aku ada di lantai dua, duduk di sofa, deket kipas angin besar, buka jilbab pula..!
Maklum udara di luar panas banget.

Aku kaget banget waktu itu, trus lari masuk kamar di dekatku, trus kututup pintunya.
Abis itu, buru-buru aku pakai jilbabku dan segera keluar, tapi Bang Azis ada di depan pintu kamar.

"Shaima, sini sebentar.. abang mau bicara.." panggilnya sopan, tapi nadanya tegas.

"Afwan Bang, ana nggak sengaja masuk kamar Abang.." jawabku menyadari kesalahanku

Aku menghampiri Bang Azis sambil nunduk, malu. Dia duduk di sofa, aku duduk melipat kakiku di karpet. Bang Azis menasehatiku dengan lembut banget –sumpah!– singkat tapi padat, soal adab bertamu, adab berhijab de-el-el sampai aku terenyuh, merasa bersalah..

Nggak sadar aku nangis.. Bang Azis menenangkan dan –wow– punggung tangannya menyeka airmataku..
–padahal campur sama ingus bening dari hidungku.. hihi..–

"Udah Shaima sayang, jangan nangis gitu.." nadanya betul-betul kebapakan.
Abiku aja nggak pernah segitunya.

Nggak tau gimana, aku jadi tambah nangis dan bersandar di dada kirinya dekat bahunya.. eh, Bang azis malah mendekapku dan mengelus punggungku..
Ehm, aroma tubuh Bang Azs wangi, seger banget banginya.
Barangkali karena habis shalat, sisa parfumnya masih ada.
Para Ikhwan memang biasa mengoleskan parfum non alkohol ke bajunya kalo mau shalat.

Setelah aku agak tenang, Bang Azis minta maaf kalo kata-katanya menyakitiku.
Akhirnya aku tambah rileks, nggak lama kami ngobrol dan dia nanya apa aku sudah shalat..?

"Lagi nggak bang, ana lagi dapet giliran kedatangan tamu.." jawabku sopan.

Bang Azis ngangguk dan dia minta aku supaya jaga betul kebersihan pribadi.
Dia juga cerita, kalo Mbak Afifah sedang hamil lagi, jadi dia udah lama..
"Nggak masuk ke kamar yang ukhti masukin tadi.." katanya.

Makanya Bang Azis agak tersinggung waktu aku masuk ke kamar itu.
Kamar bagi suami-istri adalah tempat paling rahasia, katanya.

Aku kembali nangis, minta maaaaaf banget.
Eh, Bang Azis malah mendekapku lagi.
Kali ini dia mengeluarkan saputangan putih yang harumnya sama dengan parfum di bajunya.

Bang Azis menarikku perlahan dari dekapannya dan menyeka air mataku, sambil merapikan jilbabku yang belum terpasang sempurna.

Bang Azis menatapku dengan sayu dan tersenyum.
Aku terkesiap.. karena tatapannya itu lhooo.. nggak kulupakan.

Mataku sembab, bibirku juga jadi basah. Eh bang Azis mendekatkan mukanya ke wajahku.
Dia mengecup keningku. Aku diam dan memejamkan mata.

Bang Azis kembali mengecup keningku, trus turun ke pipiku dan sambil terpejam..
Kurasakan kecupannya makin turun ke bawah, ke bibirku, ke dagu, trus naik lagi ke bibirku..
–aku masih terpejam, badanku panas dingin–.

Ada sensasi aneh. Bang Azis turun dari sofa, merengkuh diriku.

Agak lama Bang Azis mengecup bibirku dan menghisapnya lembut.
Bibir atas dan bawahku jadi agak renggang, trus kurasakan gigi depanku dijilati oleh lidah pelan dan lembut..
yang menari-nari menjelajahi bagian dalam bibir atas dan bibir bawahku.

Entah naluri apa, aku pelan-pelan membuka mulutku dan menjulurkan lidahku yang mungil.
Akhirnya lidah kami bertemu dan saling hisap, saling membelitpun terjadilah.

Nafas Bang Azis yang segar membuatku semangat, sementara mulutku mungkin masih ada aroma Somay kantin.. –hihihi..–

Perlahan namun pasti, tarikan nafas Bang azis seperti berpacu dengan detak jantungnya.
Tangan Bang azis juga nggak diam ternyata.

Mula-mula punggungku dibelainya, trus turun ke pantatku –remasannya lembut namun dalam–..
Trus turun lagi ke pahaku.

Tubuhku memang kecil.. dia membelainya, pantatku bisa direngkuh telapak tangannya.
Aku makin panas dingin dan nafasku nggak bisa kuatur lagi.

Karena rabaan dan belaiannya di sekujur tubuhku mulai punggung, paha, perut dan dadaku, pakaian seragamku jadi berantakan.

Tapi sepertinya setan sudah menguasai kami berdua.
Kubiarkan bang Azis yang ganteng, sopan, kebapakan dan wangi itu perlahan menyingkap rok-ku.

Kakiku yang masih berbalut kaus kaki satin panjang yang nyaris mencapai lutut, ditariknya dan kakiku pun dijilatinya.
Sela-sela kakiku dijilati, betisku dan dengan gerakan meluncur cepat ke belakang pahaku.
–ouwh.. sensasinya luar biasa!–

Kaus kakiku yang kiri nggak dilepasnya, tapi tetap dijilati.. cuma nggak merata seperti kaki kananku. Kedua belah pahaku basah oleh jilatannya.

Sensasi dingin kurasakan di pahaku saat angin semilir dari kipas angin yang masih menyala itu menerpa pahaku.

Pas Bang Azis mau menarik celana dalamku ke bawah..
–Waktu itu aku masih pakai celana dalam katun bergambar Hello Kitty di bagian belakangnya, hihihi, lucu lho..! –
Tiba-tiba aku tersadar.

"Jangan bang..!"
Pekikku pelan di antara deru nafasku yang tidak teratur sambil menahan tangannya, meski separuh pantatku yang kanan kurasa sudah tersibak.
Mukaku panas bukan main.

Bang Azis seolah tersadar, saat kubilang aku.. "Lagi dapet.."
Namun tangannya tetap menarik celana dalamku hingga melorot ke paha.

Plup..!
Pembalutku jatuh..
Tapi koq nggak ada noda darahnya ya..?
Yang ada malah vaginaku yang agak basah.. –aku malu banget saat itu..–

Dan bang azis juga memeriksa lipatan paha dan membuka labia mayoraku.
"Udah bersih koq.." katanya.

Vaginaku memang kurawat dengan baik, terutama saat tamu bulanan datang.
Pembalut cadangan pasti kubawa di tasku..
dan memang kami diajari saat mentoring bahwa kami perlu merapikan dan lebih baiknya mencukur bulu-bulu vagina kami.

"Sunnahnya tiap hari kamis.." kata Mbak Afifah.. dan maksimal nggak dicukur adalah 40 hari..
– idiih joroknya..! –
Jadi nggak ada bulu-bulu di vaginaku, kecuali titik-ttik hitam bekas cukuran.

Kami juga diajari mengoleskan minyak wangi di lipatan-lipatan paha dan sekitar vagina.. seusai membersihkan darah kotor.

Mungkin melihat vaginaku yang kecil, putih permukaan atasnya –bagian pubis..– dan berwarna pink di bagian dalamnya.. –wangi strawberry lagi..– Bang Azis langsung menjilati permukaan vaginaku.. –Aawh.. rasanyaaa seperti...wah pokoknya gimanaaa gitu..!–

Dan.. perlahan disertai hisapan-hisapan di tempat pipisku itu tubuhku gemetar dan nafasku makin nggak teratur.

Aku merasa mau mengeluarkan pipis, maka kodorong kepala Bang Azis.. tapi susah banget, mana rambutnya licin lagi..!

Akhirnya karena nggak kuat kutahan lagi, aku buang pipisku biarin deh.. nyiprat ke muka Bang Azis.
Eh, nggak taunya malah pipisku yang aneh itu.. –agak kental dan lumayan banyak keluarnya.. tapi abis itu aku merasa legaa.. banget..– ditelan dan diseruput oleh Bang Azis.. Idih.. jijik banget.. pikirku.

Sesudah vagina, gantian pahaku dijilati lagi dan naik ke pantatku yang bulat kecil..
Bang Azis mengecup keras dan kuat sekali, sampai aku meronta. Sakit..!

Trus dia beralih ke perutku, pusarku dijilatinya.. aku kegelian –sumpah, geli bangedd..–
Tapi ada sensasi nikmat.

Trus jilatan dan kecupannya naik ke atas, mengarah ke Payudaraku.
Bra-ku ditariknya ke atas.. dan belahan di antara dua payudaraku jadi sasaran jilatan dan kecupannya.

Payudaraku yang kecil itu diciumi, dijilati bahkan ditelannya.
Maklumlah, ukurannya masih kecil dibanding punyaku yang sekarang..
–yang juga nggak gede.. tapi montok..–

Payudaraku yang kanan betul-betul masuk semuanya ke mulut Bang Azis.
Aku kembali gemetaran. Nikmaat.. sekali rasanya.

Waktu itu jilbabku masih menutup leher dan kepalaku..
–Kalo dibuka, malu, soalnya rambutku pendek dan belum keramas, maklum lagi 'dapet'..–
Namun kurasa bentuknya pasti sudah nggak karuan dan acak-acakan.

Bang Azis melanjutkan ke payudaraku yang satunya lagi.
Aku menggelinjang hebat, karena kurasakan ada dorongan di selangkangan dan vaginaku..
Ada desakan mau pipis.. jangan-jangan pipis aneh itu keluar lagi, pikirku.

Tapi Bang Azis cepat-cepat melepas kulumannya atas payudara kiriku dan beralih kembali ke vaginaku. Rasanya luaaar biasa..!

Vaginaku dikecup dan dijilati.
Lidah bang Azis menyeruak dan menari di dalam vaginaku.. masuk sampai mencapai klitorisku dan lidahnya berputar-putar di situ.

Aku cuma bisa terpejam dan menggigit bibir bawahku merasakan sensasi luar biasa ini..
Sampai akhirnya aku tak tahan lagi.. dan rasanya aku mau pipis aneh lagi seperti tadi.

Aku tersentak saat Bang Azis menghisap kuat klitoris dan vaginaku.. yang barangkali ukurannya lebih kecil dari mulut bang Azis.

Akibatnya, pinggulku kuangkat tinggi.. persis gerakan Kayang..
Serr.. serr.. Pipis aneh itu kembali keluar.. tapi lebih deras.. dan seluruh badanku bergetar hebat.

"Uuuuh.. mmmmm.. aaaaahh.." aku mendesah tak kusadari.

Pinggulku yang terangkat ke atas tiba-tiba itu agak mengejutkan Bang Azis..
Tapi ia dengan cekatan memeluk pinggangku dan menjilati semua caran yang keluar.

Saking banyaknya, kurasakan cairan itu meleler sampai ke kakiku, meluncur melewati paha dan betisku.
Semuanya dijilat, dihisap dan –mungkin..– ditelan Bang Azis tanpa sisa.

Aku terbaring lemas dengan nafas yang menderu sat-satu.
Pas kubuka mataku, bang Azis tersenyum. Senyum yang khas, tetapi memancaran ekspresi kepuasan.

Kulihat sekilas, bagian selangkangan celananya melembung dan agak mengkilat.. terlihat basah.
Dia memakai celana biru muda, sehingga kalau kena cairan pasti nampak jelas.

Kemudian dia menurunkan celananya, hingga aku melihat celana dalamnya yang bermerek Rider itu seolah sesak.. tak mampu menampung penghuninya.

"Abiiiii..!" suara panggilan Mbak Afifah memecah lamunanku.

Mereka sudah pulang dari pasar.
Serta merta bang Azis menaikkan celananya kembali dan menggendongku ke kamar tamu di sebelah kamar tidurnya.

Dia membantuku merapikan bajuku, menarik rokku ke bawah dan mengambilkan kaos kakiku yang tertinggal di dekat sofa tadi..
dan menutup pintu kamar.. memintaku bersih-bersih badan di dalam kamar mandi yang ada di kamar itu serta mengunci pintunya.

"Shaima Jangan keluar ya kalo belum rapi.." katanya.
"Iya bang.." jawabku gugup.

"Abiii..!" panggil Mbak Afifah, yang segera disahut..
"Ya Umi.." oleh Bang Azis.

Selanjutnya aku nggak tau lagi, namun aku terduduk lemas di kloset kamar mandi itu.
Pelan-pelan kubasuh vaginaku dan aku mandi di shower dengan air hangat..
sambil pikiranku menerawang tak percaya atas apa yang baru saja kami lakukan.
Ya Allah.. ampuni aku.

Kulihat jam tanganku, sudah jam 16.30, padahal tadi aku naik ke atas sini dan menyalakan kipas angin sekitar jam 12.30 atau 12.40, pokoknya belum jam 1 siang, karena jamaah Masjid dekat situ mulai shalat jam 12 lewat menjelang jam setengah satu.. dan bubaran Dzuhurnya menjelang jam satu siang.

Aku juga takut, jangan-jangan desahan –atau tepatnya jeritanku..– yang terakhir tadi terdengar oleh Sofie.
Tapi ternyata kekhawatiranku tidak terjadi.. karena Sofie mengajak Zahra bermain di halaman belakang rumah, sementara aku dan Bang Azis ada di lantai 2 bagian depan.

Sorenya aku dan teman-teman pamit pulang.
Kondisiku yang paling segar, meski aku sendiri sebenarnya letih luar biasa.

Aku tersenyum untuk pamit pada Bang Azis yang sudah memberiku pengalaman luar biasa..

No comments:

Post a Comment