Jam menunjukkan pukul 11:30, biasanya banyak anak-anak sekolah yang
sering bolos dan bersantai di cafe ini. Sudah lama aku tidak pernah ke
sini, cafe tempat kami jadikan sebagai tempat berkumpul. Cafe ini unik,
letaknya cukup jauh dari keramaian, di kelilingi pepohanan yang rimbun,
sehingga terasa sejuk bersantai di sini. Tempatnya sangat asri, bangunan
masih menggunakan tekstur kayu, untuk duduk pun kita disediakan
beberapa tempat untuk lesehan.
Dahulu aku dan teman-teman sering ngumpul di sini. Teringat jaman masih
duduk di bangku SMP membuatku kangen kembali dengan tempat ini, kami
bertemu dengan Ayu dan kawan-kawan yang sedang bolos sekolah. Biasanya
di sini ramai dengan anak-anak sekolah yang nakal, ya, bisa cari
siswi-siswi yang bisa dibeli di sini.
Sifat mesumku yang telah menjangkitiku sejak kecil telah membuatku
kangen akan tempat ini. Tiga hari berturut-turut aku berada di sini,
meninggalkan kerjaanku sementara, membiarkan Satorman yang berjaga di
sana. Tiga hari tidak mendapatkan hasil, aku sedikit heran, cafe ini
sudah cukup sepi, hanya beberapa bapak-bapak dan para salesman saja yang
ngumpul-ngumpul di sini. Tidak nampak seorang pun anak sekolah lagi
yang bolos di sini.
Maaf, boleh gabung?, tiba-tiba seorang anak muda minta ijin untuk
duduk semeja denganku, ku lihat sekitar memang semua meja sedang penuh.
Ya, silahkan, aku mengijinkannya. Anak itu mulai mengalakan rokoknya
dan memesan minum. Aku masih sibuk melirik sana-sini, tidak ada apa-apa
yang bisa aku dapatkan. Anak muda di depanku kemudian mengeluarkan
laptop dari tas ransel yang dibawanya, sepertinya dia anak setingkat
SMA, mungkin ingin mengerjakan tugas sekolahnya.
Oh yes... Oh no..., tiba-tiba terdengar suara desahan bercinta dari
laptopnya ketika ia mulai mengoperasikannya, Aduh, virus, kata anak
itu karena salah tingkah, entah ia membuka video porno atau memasuki web
konten porno. Aku hanya senyum menyengir melihat tingkahnya yang
gelagapan mematikan suara dari laptopnya. Karena cukup keras, pelanggan
lain sempat melihat ke arah kami, muka anak itu memerah. Santai saja
lagi..., olokku, pikirku apa kira-kira bisa aku minta bagi filmnya
untuk menambah koleksiku.
Bokep ka?, tanyaku berani kepada anak yang nampaknya lebih muda
dariku. Anak itu hanya tersenyum. Tono, aku memperkenalkan diri.
Roni, kata anak itu karena malu ia pun langsung menundukkan kepalanya
dan berfokus pada laptop 14 bermerk Acernya itu. Kalau mas mau, entar
saya copy-kan, katanya. Aku pun berpindah posisi hingga duduk pas di
sampingnya. Ga bawa flashdisc nih, kataku. Untuk lah anak ini tidak
pelit, ia ternyata mau berbagi koleksinya. Saya copykan file ringan ke
CD kosong saja ya, pas ada bawa nih, katanya.
Kami pun menjadi akrab hanya karena film porno. Roni mulai menngopikan
file nya ke dalam CD kosong yang ia bawa. Bagi ya, kata ku meminta
sebatang rokok LA miliknya. Silahkan, katanya dengan jawaban pendek.
Ada WIFI ternyata di sini ya?, tanyaku melihat Roni menghubungkan
koneksi lalu membuka situs 46.166.167.16 sambil menunggu hasil copy-an.
Iya, mas baru di sini?, tanya Roni. Sudah beberapa tahun tak pernah
ke sini, jawabku. Oh, pemain lama ya?, tanya nya. Ga ah, bukan
langganan kok, jawabku.
Aku pun mulai bercerita menganai keadaan dahulu. Dulu banyak anak yang
bolos sekolah ke sini, ceritaku. Oh, sudah lama ga ada mas, soalnya
sering razia di sini, kata anak itu. Anak-anak sekolah dah ngumpul
tempat lain kayaknya, lanjutnya. Oh, pantesan saja. Padahal dulu
banyak anak nakal di sini, kataku. Mas lagi nyari anak nakal?, tanya
Roni. Roni punya link?, tanyaku penasaran. Ga juga sih mas, anak
baik-baik aja kok, Roni ga suka gituan, jawab Roni tersenyum-senyum.
Nih mas sudah selesai copy-annya, lain kali kalau berjodoh, Roni
copy-kan lagi, katanya. Berapa nih?, tanyaku. Ga usah, buat mas
aja, kata Roni tidak mau menjual file nya. Nih, buat Roni, aku
menyelipkan seratus ribu ke dalam saku celananya. Wah mas, Roni ga
jualan film, itu gratis buat mas, lagian Roni downloadnya juga
gratisan, katanya. Ga apa-apa, hitung-hitung buat Roni beli CD baru
saja, kataku.
Yah uda, Roni bantu mas deh entar cari anak nakalnya, katanya. Ia pun
kemudian sibuk sms dengan seseorang, Roni ada barang bagus, nanti Roni
suruh ke sini saja, katanya. Sambil menunggu, aku pun memperhatikan
anak itu mendownload beberapa film JAV, aku memesan rokok untuk
mengganti yang tadi aku minta dari Roni.
Beberapa saat kemudian muncullah teman Roni, Hai, sapanya kepada Roni.
Seorang cewek muda, manis, berhidung mancung, seperti keturunan Arab,
langsung duduk di depan kami. Ngapain cari gue Ron?, tanya cewek itu.
Kemarin lu bilang perlu duit?, tanya Roni. Iya, ga banyak kok, jawab
cewek itu. Nih, ada kawan bisa bantu lu, sesuai kata lu kemarin kan
mau coba jualan, kata Roni. Hai, sapaku kepada cewek cantik itu.
"Astrid", ia memperkenalkan diri. "Tono", balasku menjabat tangannya.
"Kalian bahas saja, gue ga terlalu ngerti", kata Roni. "Berapa?",
tanyaku to the point karena tidak mau bertele-tele. "Satu juta short
time mas", kata Astrid membuka penawaran. "Astaga, mahalnya", kaget aku
mendengar harga pembukaannya. "Astrid belum pernah soalnya mas", jelas
Astrid ingin menyatakan dia belum pernah melakukan hubungan badan. "Lah,
kenapa mau?", tanyaku pelan karena takut didengar pelanggan lain.
"Astrid perlu biaya buat bayar SPP mas", katanya. "Ga ah, ga ada duit
segitu", aku menolaknya langsung, sebenarnya untuk harga segitu sih
sudah murah, kalau memang benar Astrid masih perawan, lagian anak remaja
seperti Astrid begini susah cari lagi, namun aku hanya pura-pura coba
nawar agar Astrid banting harga.
"Bantu Astrid lah mas", dia memelas dengan wajah manisnya. Melihatnya
bukan iba, malahan nafsuku memuncak, penisku mengeras membayangkan
Astrid bisa kusetubuhi. "Saya cuma punya lima ratus ribu", kataku. "Oke
mas, Astrib benar-benar lagi butuh", Astrid mengambil tawaranku tanpa
pikir panjang. Transaksi kami berhasil, kini hanya siap mencari tempat
pelampiasan saja, aku bingung mau bawa ke mana, karena uangku pas
500.000 maka tidak mungkin aku menyewa hotel. "Astrid punya tempat?",
tanyaku. Astrid lalu geleng-geleng, "Nyokap lagi di rumah, mas cari
kamar saja deh", katanya. "Bah, duit gue pas nih", kataku. "Ron, pinjam
kamar lu dong", pinta Astrid kepada Roni yang katanya ngekost di tempat
yang cukup aman. "Aduh, gue pula dilibatkan lagi", Roni menyeletuk
dengan wajah sedikit kesal. "Jangan otak-atik barang gue ya!", pesan
Roni sambil mengeluarkan kuncinya dari tas ransel.
"Kamu memang teman yang mengerti deh", kata Astrid sambil membelai pipi
Roni, lalu ia mengajakku berangkat. Aku juga sudah tidak tahan, kami pun
meninggalkan meja membiarkan Roni sibuk mengakses situs-situs pornonya.
Kunyalakan motor ninja yang ku pinjam dari Herman, motor ini sudah lama
taruh di tempat usaha, biasanya Satorman yang pakai. Astridpun kemudian
menunjukkan arah kost milik Roni. Aku memacu kendaraan, penisku sedari
tadi konak tanpa henti membayangkan tubuh segar Astrid yang bakal aku
tiduri.
Skip skip, perjalanan yang tidak terlalu jauh, kami pun sampai di sebuah
rumah dua lantai, cukup besar, tanpa penjagaan, kata Astrid di sini
aman, tidak ada pemilik kost yang berjaga di sini. Kamar Roni agak di
ujung, kami pun segera menuju ke sana, beberapa muda-mudi berlalu
lalang, ada beberapa kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, aku
melihat pasangan yang sedang bercanda ria, ada yang sambil main gitar,
ada yang sedanh menonton film melalui laptop, ya mereka hanya kumpul
kebo, mereka sangat muda, aku yakin mereka tidak mempunyai hubungan
secara hukum. Sebenarnya lantai bawah cuma disewakan untuk pria,
sedangkan lantai atas untuk wanita.
Astrid membuka pintu kamar kost Roni dengan kunci yang ia dapat dari
Roni, kami masuk, dan sedikit risih melihat kamar Roni yang bagai kapal
pecah. Buku-buku berserakan, kasurnya tanpa sprei, guling dan bantal pun
terlihat dekil terletak disudut kamar, sisa-sisa bekas makanan pun
tercecer di mana-mana, dari serpihan kerupuk hingga cup popmie yang
sudah terlihat basi.
"Bentar Astrid rapikan dulu", kata Astrid. "Ga usah, gue sibuk ne",
kataku langsung menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Ga sabar lagi
aku untuk menikmati tubuh Astrid yang katanya ia belum pernah melakukan
hubungan seks. "Aduh", teriak Astrid karena ku dorong hingga jatuh ke
kasur, dengan kasar aku langsung menindihnya dan segera melucuti
pakaiannya.
"Jangan kasar mas, Astrid takut", katanya meminta agar aku memelankan
gerakanku yang kasar membuka pakaiannya. "Yang benar saja Astrid belum
pernah?", tanyaku memastikan. "Iya mas, Astrid masih cupu mengenai ini",
jawabnya sambil membantu melucuti baju sendiri. "Astrid perawan?",
tanyaku yang lalu Astrid tidak menjawabnya karena tersipu malu.
Tubuh Astrid sudah bugil, putih sekali badannya, mulus seperti bidadari,
badannya mungil, susunya pun kecil seperti baru tumbuh, dengan puting
yang masih berwarna merah muda, serta wajah yang cantik dengan hidung
yang mancung, apalagi katanya masih perawan, sangat beruntung sekali aku
bisa mendapatkan harga murah. Aku tidak tahan lagi, penisku sudah
mengaceng kuat, ku lihat vaginanya sempit dengan bulu yang masih
jarang-jarang dan pendek. Segera aku mengarahkan rudalku ke vaginanya.
Sempit, vaginanya susah sekali untuk ku jebol, benar dia belum pernah
bercinta. Ku pegang penisku, ku kocok lalu ku ludahi dengan air liur ku
ke penisku agar penisku basah dan lebih mudah menerobos liang vagina
Astrid.
"Jangan lama-lama mas, Astrid masih banyak urusan", katanya. Aku juga
sudah tak tahan, dan tidak mau lama-lama berada di sini, bisa saja
sial-sial ada razia dadakan. Penisku secara perlahan ku masukkan ke
lubang vagina Astrid, agak susah karena sempit, namun usahaku berhasil
dengan disertai rintihan Astrid, "Ah, sakit mas", Astrid mencengkram
punggungku, ia menggigit bibir bawahnya sambil menahan sakit di
vaginanya.
Asem, nikmat benar tubuh Astrid, tubuh mungil dan harum ini sangat
menggodaku, wajah ayu nya menambah nilai plus tersendiri. Uangku bakal
habis kalau begini, tiap hari bakal tak bosan-bosannya membayar Astrid.
Aku terud menggenjotnya, payudaranya yang kecil kuremas-remas dan ku
kulum-kulum. Astrid belum begitu mahir menggoyangkan pinggulnya, pada
sudah setengah jam kami bercinta, dan sudah lima gaya yang aku keluarkan
namun Astrid hanya bisa diam, aku menjadi pesimis untuk memintanya
bergaya WOT.
"Kok ga berdarah?", tanyaku curiga, karena Astrid sudah tidak perawan,
mungkin selaputnya sudah koyak sedari dulu. "Sumpah mas, Astrid belum
pernah ngeseks", jawab Astrid. Aku pernah membaca penyebab hilangnya
keperawanan seorang gadis, lupa di web mana, namun sedikit ingat selain
berhubungan seks, selaput keperawanan seorang gadis dapat hilang karena
kecelakaan, mungkin terjatuh, sakit keras, atau dimainkan dengan jari
dan lain sebagainya. Entahlah apa yang terjadi pada Astrid, walaupun
sedikit kecewa namun lubang yang masih sempit miliknya sedikit
mengobatiku, mungkin aku harus meminta diskon sedikit agar aku merasa
puas.
Empat puluh lima menit dan aku pun hampir berejakulasi, Astrid memintaku
agar tidak semprot di dalam, ia mendorongku, aku terpaksa menurutinya
agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan ke depan. "Hisap", pintaku
sambil mengarahkan penisku ke muka Astrid. Ia pun menjilati penisku
hingga aku berejakulasi tepat di wajah ayu nya itu.
Skip skip, aku merapikan pakaianku, kulempar uang dua ratus ribu ke
arahnya sambil bilang, "Lu bilang masih perawan". Astrid mengambil uang
itu sambil menjawab, "Asttid bilang Astrid belum pernah berhubungan
seks", ia mencoba membela diri. "Lain kali saja, gue tambah kalau gue
butuh lu lagi", jawabku ketus sambil meninggalkan kamar ketika pakaianku
sudah rapi kembali. Ku biarkan Astrid di kamar Roni, kutinggalkan
sendiri tanpa mau tahu lagi. Hahaha, aku hemat seratus ribu kali ini,
cepat-cepat ku nyalakan motorku agar Astrid tidak sempat mengejarku dan
meminta uangnya kembali.
***
Catatan singkat di lembaran buku harian Toni tersebut akhirnya selesai,
sebuah kisah yang sepatutnya kita share ke FR. Andai saja Tono
meninggalkan nomor Astrid yang bisa dihubungi. Ku coba buka lembaran
berikutnya tapi yang kutemukan hanyalah kisah lainnya dari Tono.
TAMAT
No comments:
Post a Comment