Thursday 7 June 2018

Kisah Tono Sang Pecinta Seks

Jam menunjukkan pukul 11:30, biasanya banyak anak-anak sekolah yang sering bolos dan bersantai di cafe ini. Sudah lama aku tidak pernah ke sini, cafe tempat kami jadikan sebagai tempat berkumpul. Cafe ini unik, letaknya cukup jauh dari keramaian, di kelilingi pepohanan yang rimbun, sehingga terasa sejuk bersantai di sini. Tempatnya sangat asri, bangunan masih menggunakan tekstur kayu, untuk duduk pun kita disediakan beberapa tempat untuk lesehan.
Dahulu aku dan teman-teman sering ngumpul di sini. Teringat jaman masih duduk di bangku SMP membuatku kangen kembali dengan tempat ini, kami bertemu dengan Ayu dan kawan-kawan yang sedang bolos sekolah. Biasanya di sini ramai dengan anak-anak sekolah yang nakal, ya, bisa cari siswi-siswi yang bisa “dibeli” di sini.
Sifat mesumku yang telah menjangkitiku sejak kecil telah membuatku kangen akan tempat ini. Tiga hari berturut-turut aku berada di sini, meninggalkan kerjaanku sementara, membiarkan Satorman yang berjaga di sana. Tiga hari tidak mendapatkan hasil, aku sedikit heran, cafe ini sudah cukup sepi, hanya beberapa bapak-bapak dan para salesman saja yang ngumpul-ngumpul di sini. Tidak nampak seorang pun anak sekolah lagi yang bolos di sini.
“Maaf, boleh gabung?”, tiba-tiba seorang anak muda minta ijin untuk duduk semeja denganku, ku lihat sekitar memang semua meja sedang penuh. “Ya, silahkan”, aku mengijinkannya. Anak itu mulai mengalakan rokoknya dan memesan minum. Aku masih sibuk melirik sana-sini, tidak ada apa-apa yang bisa aku dapatkan. Anak muda di depanku kemudian mengeluarkan laptop dari tas ransel yang dibawanya, sepertinya dia anak setingkat SMA, mungkin ingin mengerjakan tugas sekolahnya.
“Oh yes... Oh no...”, tiba-tiba terdengar suara desahan bercinta dari laptopnya ketika ia mulai mengoperasikannya, “Aduh, virus”, kata anak itu karena salah tingkah, entah ia membuka video porno atau memasuki web konten porno. Aku hanya senyum menyengir melihat tingkahnya yang gelagapan mematikan suara dari laptopnya. Karena cukup keras, pelanggan lain sempat melihat ke arah kami, muka anak itu memerah. “Santai saja lagi...”, olokku, pikirku apa kira-kira bisa aku minta bagi filmnya untuk menambah koleksiku.
“Bokep ka?”, tanyaku berani kepada anak yang nampaknya lebih muda dariku. Anak itu hanya tersenyum. “Tono”, aku memperkenalkan diri. “Roni”, kata anak itu karena malu ia pun langsung menundukkan kepalanya dan berfokus pada laptop 14” bermerk Acernya itu. “Kalau mas mau, entar saya copy-kan”, katanya. Aku pun berpindah posisi hingga duduk pas di sampingnya. “Ga bawa flashdisc nih”, kataku. Untuk lah anak ini tidak pelit, ia ternyata mau berbagi koleksinya. “Saya copykan file ringan ke CD kosong saja ya, pas ada bawa nih”, katanya.
Kami pun menjadi akrab hanya karena film porno. Roni mulai menngopikan file nya ke dalam CD kosong yang ia bawa. “Bagi ya”, kata ku meminta sebatang rokok LA miliknya. “Silahkan”, katanya dengan jawaban pendek. “Ada WIFI ternyata di sini ya?”, tanyaku melihat Roni menghubungkan koneksi lalu membuka situs 46.166.167.16 sambil menunggu hasil copy-an. “Iya, mas baru di sini?”, tanya Roni. “Sudah beberapa tahun tak pernah ke sini”, jawabku. “Oh, pemain lama ya?”, tanya nya. “Ga ah, bukan langganan kok”, jawabku.
Aku pun mulai bercerita menganai keadaan dahulu. “Dulu banyak anak yang bolos sekolah ke sini”, ceritaku. “Oh, sudah lama ga ada mas, soalnya sering razia di sini”, kata anak itu. “Anak-anak sekolah dah ngumpul tempat lain kayaknya”, lanjutnya. “Oh, pantesan saja. Padahal dulu banyak anak nakal di sini”, kataku. “Mas lagi nyari anak nakal?”, tanya Roni. “Roni punya link?”, tanyaku penasaran. “Ga juga sih mas, anak baik-baik aja kok, Roni ga suka gituan”, jawab Roni tersenyum-senyum.
“Nih mas sudah selesai copy-annya, lain kali kalau berjodoh, Roni copy-kan lagi”, katanya. “Berapa nih?”, tanyaku. “Ga usah, buat mas aja”, kata Roni tidak mau menjual file nya. “Nih, buat Roni”, aku menyelipkan seratus ribu ke dalam saku celananya. “Wah mas, Roni ga jualan film, itu gratis buat mas, lagian Roni downloadnya juga gratisan”, katanya. “Ga apa-apa, hitung-hitung buat Roni beli CD baru saja”, kataku.
“Yah uda, Roni bantu mas deh entar cari anak nakalnya”, katanya. Ia pun kemudian sibuk sms dengan seseorang, “Roni ada barang bagus, nanti Roni suruh ke sini saja”, katanya. Sambil menunggu, aku pun memperhatikan anak itu mendownload beberapa film JAV, aku memesan rokok untuk mengganti yang tadi aku minta dari Roni.
Beberapa saat kemudian muncullah teman Roni, “Hai”, sapanya kepada Roni. Seorang cewek muda, manis, berhidung mancung, seperti keturunan Arab, langsung duduk di depan kami. “Ngapain cari gue Ron?”, tanya cewek itu. “Kemarin lu bilang perlu duit?”, tanya Roni. “Iya, ga banyak kok”, jawab cewek itu. “Nih, ada kawan bisa bantu lu, sesuai kata lu kemarin kan mau coba jualan”, kata Roni. “Hai”, sapaku kepada cewek cantik itu. "Astrid", ia memperkenalkan diri. "Tono", balasku menjabat tangannya.
"Kalian bahas saja, gue ga terlalu ngerti", kata Roni. "Berapa?", tanyaku to the point karena tidak mau bertele-tele. "Satu juta short time mas", kata Astrid membuka penawaran. "Astaga, mahalnya", kaget aku mendengar harga pembukaannya. "Astrid belum pernah soalnya mas", jelas Astrid ingin menyatakan dia belum pernah melakukan hubungan badan. "Lah, kenapa mau?", tanyaku pelan karena takut didengar pelanggan lain. "Astrid perlu biaya buat bayar SPP mas", katanya. "Ga ah, ga ada duit segitu", aku menolaknya langsung, sebenarnya untuk harga segitu sih sudah murah, kalau memang benar Astrid masih perawan, lagian anak remaja seperti Astrid begini susah cari lagi, namun aku hanya pura-pura coba nawar agar Astrid banting harga.
"Bantu Astrid lah mas", dia memelas dengan wajah manisnya. Melihatnya bukan iba, malahan nafsuku memuncak, penisku mengeras membayangkan Astrid bisa kusetubuhi. "Saya cuma punya lima ratus ribu", kataku. "Oke mas, Astrib benar-benar lagi butuh", Astrid mengambil tawaranku tanpa pikir panjang. Transaksi kami berhasil, kini hanya siap mencari tempat pelampiasan saja, aku bingung mau bawa ke mana, karena uangku pas 500.000 maka tidak mungkin aku menyewa hotel. "Astrid punya tempat?", tanyaku. Astrid lalu geleng-geleng, "Nyokap lagi di rumah, mas cari kamar saja deh", katanya. "Bah, duit gue pas nih", kataku. "Ron, pinjam kamar lu dong", pinta Astrid kepada Roni yang katanya ngekost di tempat yang cukup aman. "Aduh, gue pula dilibatkan lagi", Roni menyeletuk dengan wajah sedikit kesal. "Jangan otak-atik barang gue ya!", pesan Roni sambil mengeluarkan kuncinya dari tas ransel.
"Kamu memang teman yang mengerti deh", kata Astrid sambil membelai pipi Roni, lalu ia mengajakku berangkat. Aku juga sudah tidak tahan, kami pun meninggalkan meja membiarkan Roni sibuk mengakses situs-situs pornonya. Kunyalakan motor ninja yang ku pinjam dari Herman, motor ini sudah lama taruh di tempat usaha, biasanya Satorman yang pakai. Astridpun kemudian menunjukkan arah kost milik Roni. Aku memacu kendaraan, penisku sedari tadi konak tanpa henti membayangkan tubuh segar Astrid yang bakal aku tiduri.
Skip skip, perjalanan yang tidak terlalu jauh, kami pun sampai di sebuah rumah dua lantai, cukup besar, tanpa penjagaan, kata Astrid di sini aman, tidak ada pemilik kost yang berjaga di sini. Kamar Roni agak di ujung, kami pun segera menuju ke sana, beberapa muda-mudi berlalu lalang, ada beberapa kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, aku melihat pasangan yang sedang bercanda ria, ada yang sambil main gitar, ada yang sedanh menonton film melalui laptop, ya mereka hanya kumpul kebo, mereka sangat muda, aku yakin mereka tidak mempunyai hubungan secara hukum. Sebenarnya lantai bawah cuma disewakan untuk pria, sedangkan lantai atas untuk wanita.
Astrid membuka pintu kamar kost Roni dengan kunci yang ia dapat dari Roni, kami masuk, dan sedikit risih melihat kamar Roni yang bagai kapal pecah. Buku-buku berserakan, kasurnya tanpa sprei, guling dan bantal pun terlihat dekil terletak disudut kamar, sisa-sisa bekas makanan pun tercecer di mana-mana, dari serpihan kerupuk hingga cup popmie yang sudah terlihat basi.
"Bentar Astrid rapikan dulu", kata Astrid. "Ga usah, gue sibuk ne", kataku langsung menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Ga sabar lagi aku untuk menikmati tubuh Astrid yang katanya ia belum pernah melakukan hubungan seks. "Aduh", teriak Astrid karena ku dorong hingga jatuh ke kasur, dengan kasar aku langsung menindihnya dan segera melucuti pakaiannya.
"Jangan kasar mas, Astrid takut", katanya meminta agar aku memelankan gerakanku yang kasar membuka pakaiannya. "Yang benar saja Astrid belum pernah?", tanyaku memastikan. "Iya mas, Astrid masih cupu mengenai ini", jawabnya sambil membantu melucuti baju sendiri. "Astrid perawan?", tanyaku yang lalu Astrid tidak menjawabnya karena tersipu malu.
Tubuh Astrid sudah bugil, putih sekali badannya, mulus seperti bidadari, badannya mungil, susunya pun kecil seperti baru tumbuh, dengan puting yang masih berwarna merah muda, serta wajah yang cantik dengan hidung yang mancung, apalagi katanya masih perawan, sangat beruntung sekali aku bisa mendapatkan harga murah. Aku tidak tahan lagi, penisku sudah mengaceng kuat, ku lihat vaginanya sempit dengan bulu yang masih jarang-jarang dan pendek. Segera aku mengarahkan rudalku ke vaginanya. Sempit, vaginanya susah sekali untuk ku jebol, benar dia belum pernah bercinta. Ku pegang penisku, ku kocok lalu ku ludahi dengan air liur ku ke penisku agar penisku basah dan lebih mudah menerobos liang vagina Astrid.
"Jangan lama-lama mas, Astrid masih banyak urusan", katanya. Aku juga sudah tak tahan, dan tidak mau lama-lama berada di sini, bisa saja sial-sial ada razia dadakan. Penisku secara perlahan ku masukkan ke lubang vagina Astrid, agak susah karena sempit, namun usahaku berhasil dengan disertai rintihan Astrid, "Ah, sakit mas", Astrid mencengkram punggungku, ia menggigit bibir bawahnya sambil menahan sakit di vaginanya.
Asem, nikmat benar tubuh Astrid, tubuh mungil dan harum ini sangat menggodaku, wajah ayu nya menambah nilai plus tersendiri. Uangku bakal habis kalau begini, tiap hari bakal tak bosan-bosannya membayar Astrid. Aku terud menggenjotnya, payudaranya yang kecil kuremas-remas dan ku kulum-kulum. Astrid belum begitu mahir menggoyangkan pinggulnya, pada sudah setengah jam kami bercinta, dan sudah lima gaya yang aku keluarkan namun Astrid hanya bisa diam, aku menjadi pesimis untuk memintanya bergaya WOT.
"Kok ga berdarah?", tanyaku curiga, karena Astrid sudah tidak perawan, mungkin selaputnya sudah koyak sedari dulu. "Sumpah mas, Astrid belum pernah ngeseks", jawab Astrid. Aku pernah membaca penyebab hilangnya keperawanan seorang gadis, lupa di web mana, namun sedikit ingat selain berhubungan seks, selaput keperawanan seorang gadis dapat hilang karena kecelakaan, mungkin terjatuh, sakit keras, atau dimainkan dengan jari dan lain sebagainya. Entahlah apa yang terjadi pada Astrid, walaupun sedikit kecewa namun lubang yang masih sempit miliknya sedikit mengobatiku, mungkin aku harus meminta diskon sedikit agar aku merasa puas.
Empat puluh lima menit dan aku pun hampir berejakulasi, Astrid memintaku agar tidak semprot di dalam, ia mendorongku, aku terpaksa menurutinya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan ke depan. "Hisap", pintaku sambil mengarahkan penisku ke muka Astrid. Ia pun menjilati penisku hingga aku berejakulasi tepat di wajah ayu nya itu.
Skip skip, aku merapikan pakaianku, kulempar uang dua ratus ribu ke arahnya sambil bilang, "Lu bilang masih perawan". Astrid mengambil uang itu sambil menjawab, "Asttid bilang Astrid belum pernah berhubungan seks", ia mencoba membela diri. "Lain kali saja, gue tambah kalau gue butuh lu lagi", jawabku ketus sambil meninggalkan kamar ketika pakaianku sudah rapi kembali. Ku biarkan Astrid di kamar Roni, kutinggalkan sendiri tanpa mau tahu lagi. Hahaha, aku hemat seratus ribu kali ini, cepat-cepat ku nyalakan motorku agar Astrid tidak sempat mengejarku dan meminta uangnya kembali.

***

Catatan singkat di lembaran buku harian Toni tersebut akhirnya selesai, sebuah kisah yang sepatutnya kita share ke FR. Andai saja Tono meninggalkan nomor Astrid yang bisa dihubungi. Ku coba buka lembaran berikutnya tapi yang kutemukan hanyalah kisah lainnya dari Tono.

TAMAT

No comments:

Post a Comment