Thursday 7 June 2018

Twins

"David?", sapa seorang pria seumuran kepada gue. Gue terheran-heran kenapa dia memanggil gue David. Gue hanya senyum lalu meninggalkannya. Pria itu juga terlihat bingung kenapa gue tidak merespon. Ini bukan sekali saja terjadi, sudah sering gue bertemu dengan orang yang tidak gue kenal dan mereka memanggil gue David.
***
Nama gue Ardi Kusnandar, seorang pria pengangguran yang lunta-lantung hidupnya. Hidup gue dari kecil sudah susah. Ibu gue ditinggalkan oleh ayah gue sejak gue baru lahir, kata ibu sih ayah merantau ke Malaysia, tapi hilang kabar begitu saja. Ibu gue juga sembrautan, dari menjual gorengan sampai menjadi pembantu rumah tangga untuk membiaya hidup kami. Namun pendidikan gue harus putus hingga kelas 2 SMP ketika ibu mulai menua dan tidak sanggup kerja lagi.
Demi biaya hidup sehari-hari, tiga tahun ini kami harus mendapat belas kasih dari tetangga. Sisanya pandai-pandai gue sendiri mencari makan, dari meminta-minta, mencuri, hingga menipu orang. Pekerjaan itu sudah terbiasa bagi gue, karena dengan pendidikan hanya sebatas kelas 2 SMP, gue tidak mungkin mendapat pekerjaan yang layak dan halal.
***
Belakangan ini gue sering beraksi di pusat perbelanjaan, herannya di sana, gue sering ketemu orang-orang yang mengira gue ini David. "David ya?", "Eh, David apa kabar?", "Loh, kapan kamu gondrongin rambut?", rata-rata seperti itulah yang orang tanyakan pada gue.
Awalnya gue biasa saja, namun belakangan ini gue semakin risih. Gerak-gerik gue tidak leluasa karena beberapa orang malah memperhatikan gue sebagai David. Sejak itulah gue mulai penasaran dengan orang yang bernama David. Siapa kah dia? Apakah benar mirip dengan gue?
***
David Situmorang, seorang cowok yang duduk di bangku SMA kelas 2, gue mulai mencari informasinya. Pria itu memang mirip dengan gue, namun hidupnya nyaman, sepertinya dia dari keluarga berada. Gue mulai membuntutinya tiap hari, mencari celah apa yang bisa gue manfaatkan dari cowok yang bernama David itu.
Tiap pagi dia ke sekolah menggunakan mobil Toyota Rush hitam, ia parkir di luar sekolah tak jauh dari sana. Ia selalu bersama seorang cewek cantik, mungkin itu adalah pacarnya. Hmm, mereka nampak serasi, David berperawakan ganteng, mirip gue, namun dia rapi, kulitnya putih, sangat terawat, dan cewek yang bersamanya berparas cantik dan berkulit putih, seperti seorang artis muda atau semacam personil girl band.
***

***
Dua bulan mengintainya, bukan saja membuat gue tahu tentang dirinya, namun sepertinya gue mulai tertarik dengan kehidupannya, terutama terhadap pacarnya yang cantik itu. Sepertinya gue kesem-sem sama cewek berpenampilan menarik itu. Tubuhnya seksi dengan kulit yang putih, apalagi kalau jalan-jalan cewek itu sering menggunakan pakaian yang cukup seksi, seperti rok mini mau pun celana pendek super mini
Namanya Florensia, dia juga dari kalangan yang berada. Rumahnya di komplek elit tak jauh dari kompleknya David. Gue mulai merencanakan sesuatu untuk mendapatkan gadis cantik itu, pikiran gue bekerja dengan keras agar bisa mendapatkan gadis itu secara gratis. Maklum saja, hasil mencuri gue biasanya hanya bisa gue pakai untuk boking wanita murahan, sisanya untuk beli miras.
***
Gue mulai memotong rambut gue yang gondrong menjadi cepak seperti David. Gue membeli pakaian yang lebih mewah. Gue berusaha mendandani gue sendiri hingga menyerupai David. Modal yang cukup besar, namun gue yakin ini semua dapat berguna.
***
Saatnya menjalankan rencana gue.
***
Sore itu gue sudah membuntuti David. Seperti biasa, jadwalnya setiap hari rabu adalah pergi bermain basket bersama teman-temannya. Gue membuntuti untuk memastikan saja, agar planning gue bisa berjalan dengan lancar.
Jadwalnya di lapangan basket selalu lebih dari dua jam, biasanya setelah bermain, ia selalu pergi barengan dengan teman-temannya, ngumpul di cafe atau pun langsung pergi ke karaoke family. Saatnya gue menggantikan posisinya untuk ngapel ke rumah Florensia.
***
"Loh, David, tumben ga olahraga?", tanya Florensia yang bingung melihat gue muncul di depan pintunya. Gue coba untuk tenang, semua tingkah laku David telah gue pelajari dengan seksama. Mungkin yang bakal membuatnya curiga hanya kenapa gue datang tanpa kendaraan. "Off dulu hari ini say, teman-teman ada kegiatan lain soalnya...", jawab gue, tanpa diijinkan masuk, gue langsung saja masuk ke rumahnya, karena ini sudah menjadi kebiasaan David.
"Mami lagi belanja, barusan keluar dianterin papi...", kata Florensia. Hahaha, gue sudah tahu kok jadwal ortu lu kalau keluarnya di saat kapan saja, makanya gue mesti ngintai hari ini, hahahaha, semoga sore ini gue bisa nyicip ini gadis cantik.
"Hari ini kamu tampak sangat cantik...", rayu gue sambil membelai rambutnya. "Ah, sayang bisa saja...", jawabnya malu-malu. Ia semakin duduk dekat memelukku, aroma tubuhnya harum sekali. Sial, beruntung sekali David bisa mendapatkan pacar secantik Florensia ini.
***
Beberapa jurus rayuan gombal sudah kukerahkan, hingga Florensia sudah mulai tenggelam, kami pun mulai berpelukan di depan televisi yang entah acara bego apa yang dibukanya, sejenis show bego-begoan dengan canda ria menjelekkan teman-temannya. Aku tak perduli, kupeluk tubuh Florensia dengan erat, lalu ku lumat bibirnya. Wuih, gadis ABG ini memang luar biasa, hari ini hari mujurku bisa mendapatkan pacar dari seseorang yang mirip denganku.
Wajah cantiknya dilihat-lihat sedikit mirip dengan Melody personil JKT48, namun kecantikan Florensia bahkan melebihi Melody. Sungguh benar-benar gadis yang sangat menarik.
Gue mulai memberanikan diri untuk meraba susunya. Florensia tidak menolak sama sekali, sepertinya ia sudah biasa dengan hal ini. Sial, sudah berapa kali David mengerjai pacarnya ini? Padahal mereka kan baru duduk di bangku SMA.
Bahkan gue tidak perlu memaksanya, Florensia bangkit sambil menarik tangan gue, "Yuk, di kamar saja...", ajaknya. Sungguh merupakan kejutan besar bagiku, mendapatkan tubuh gadis cantik dengan mudahnya. Beruntung sekali gue memiliki wajah seperti ini.
Florensia langsung saja mengunci pintu kamarnya, lalu kami kembali berpelukan sambil berciuman mesra bagaikan sepasang suami istri langsung rebah ke kasur Florensia yang harum semerbak bau bunga mawar. Kamarnya rapi, wangi, dan dekorasi warna pink yang indah sekali membuat suasana semakin romantis.
***
Tak mau berlama-lama hanya menciumi bibir manisnya saja, gue langsung saja menarik baju kaosnya hingga tersibak ke atas. Bra pink nya terlihat menutupi ke dua buah susunya yang tidak begitu besar namun bulat. Pemandangan yang sangat indah, melihatnya saja membuat gue langsung menelan ludah. Penis gue langsung saja mengaceng tak tahan ingin menikmati gadis cantik ini.
Dengan senyap, gue mulai menarik naik bra nya itu, hingga nampak lah bukit kembar segar milik Florensia yang putih mulus itu. Walaupun putingnya tampak sedikit hitam, namun tetap berukuran kecil seperti puting gadis yang bary tumbuh. Tak sabar lagi, gue langsung saja mengulumnya, gue sedot-sedot ke dua buah susunya itu dan gue remas-remas.
"Sayang... Kok kasar sih...", kata Florensia. Mungkin saja selama ini David lebih lembut memperlakukannya. Namun sifat gue lain, gue lebih menikmati begini, meremas-remas dan menyedoti susunya dengan keras. Namun sesekali aku menurunkan irama agar Florensia tidak curiga.
***
Suasana sudah sangat memanas, gue mulai menarik lepas seluruh pakaian Florensia. Tampaknya ia juga begitu bersemangat, ia segera membantu gue melepas pakaian. Semoga dia tidak curiga, tubuh gue mempunyai sedikit luka, maklum gue adalah berandalan jalanan. Sudah gue coba sembunyikan menggunakan bedak tebal, semoga saja Florensia tidak memperhatikannya.
"Sayang... Ke mak erot ya?...", ejeknya karena kaget melihat penis gue. "Ah, sayang bisa aja...", jawab gue, semoga Glorensia tidak curiga. Mungkin penisku berukuran sedikit lebih besar dari milik David. "Hahahaha", Florensia tertawa terbahak-bahak, "Nampak semakin bertumbuh ya...", ejeknya seolah gue ini baru tumbuh dewasa. "Perasaan sayang ku saja...", bisikku sambil menciumi telinganya.
***
"Sayang, mana kondomnya?!", tanya Florensia kaget dan menolak berhubungan intim dengan gue. "Waduh, aku lupa sayang... Tak apalah, nanti semprot di luar saja...", bujuk gue. Ini yang tak gue persiapin, mana gue tahu kalau David sampai sejauh ini, seperti sudah biasa saja mereka melakukan hal ini. "Jangan lah, entar kecolongan...", Florensia menolak. "Sayang percaya deh, pasti tak apa...", gue meyakinkannya, "Lagian aku bakal nikahi sayangku kok...", sambungku hingga Florensia pun sedikit percaya, "Awas ya kalau bohong...", jawabnya sedikit dengan nada menekan.
***
"Arggghhh... Sakitttt...", rintih Florensia dengan mata terpejam menahan perih di vaginanya. "Tuh, semakin besar saja penis sayang...", protesnya yang merasakan milik gue lebih gede dibandingkan punya David. "Ah, perasaan sayang saja...", jawab gue langsung melumat bibirnya.
Perlahan gue benamkan penis gue lebih dalam, mencoba untuk tidak bertindak kasar, daripada Florensia curiga. Nikmat sekali, sungguh perasaan yang tiada tara, gue bisa mendapatkan gadis cantik, borjuis, dan seperti artis ini. Pelan-pelan gue tarik lagi penis gue dan masukkan lagi, agar Florensia terbiasa dengan ukuran penis yang baru pertama ia coba lebih besar ini.
Tubuh kami saling bersentuhan. Sambil menciumi bibirnya, gue belai rambutnya, sambil satu tangan meremas buah dada nya, gue genjot perlahan vaginanya. Harum semerbak bau tubuhnha semakin membuatku bergairah, oh Florensia, aku bakal ketagihan kalau seperti ini. Aku pun tidak bisa memikirkannya lagi, ide-ide untuk merebut posisi David semakin menguat.
***
"Arggghhhh....", desah Florensia mulai menikmati, tampak ia sudah terbiasa dengan ukuran yang lebih besar ini. "I love you", bisikku agar membuat Florensia semakin terlarut lagi. Gue pun mulai mempercepat irama. Gue tidak bisa berlama-lama, bagaimana kalau orang tua nya tiba-tiba saja pulang?
***
"Oh yessss...", desah gue bersemangat menggenjot Florensia sambil mengenyot ke dua buah susu segarnya. Penis gue sangat mengeras, gue rasakan gejolak nikmat di dalam sana. Jepitan vagina Florensia pun cukup kuat. Bagai menikmati cewek perawan, gue benar-benar senang sekali, sudah bosan gue sewa perek tua dekat terminal.
***
[​IMG]
***
Hampir setengah jam sudah gue genjot Florensia, cewek cantik yang mirip Melody JKT48 ini dengan berbagai gaya. "Aaahhhhh....", desah Florensia. Sepertinya ia sangat menikmatinya. "I love you...", bisik gue ke telinga Florensia.
Lalu gue percepat irama genjotan gue karena gue sudah tidak tahan, biar saja gue semprotkan sperma ke dalam vagina Florensia. Hitung-hitung untuk mengerjai si David, cowok yang mirip gue itu, sekalian kenang-kenangan buat cewek cantik ini, hahahaha.
"Jangan yang...", Florensia memcoba mendorong tubuh gue. Gue memeluknya dengan erat, dan akhirnya gue pun berejakulasi dan menumpahkan semua sperma gue di dalam liang vagina Florensia. Ia tampak ketakutan dan sedikit marah, "Kalau Floren hamil gimana nih?!", ia mendorong gue dengan mata melotot.
"Sayang tenang aja, kita pasti menikah.. ", gue meyakinkannya. Lalu segera gue pakai kembali pakaian gue. Florensia nampak bersinar-sinar matanya karena basah, ia takut dengan kejadian barusan. Dasar cewek bego, tidak bisa membedakan pacarnya sendiri, hahahaha. Gue perlu beberapa hari untuk beristirahat sambil melihat kondisi apakah bisa gue lakukan ini lagi. Semoga saja Florensia tidak curiga dan menanyakannya ke David.
"Sayang percaya sama saya, ini jadi rahasia kita, i love you...", gue meyakinkannya sebelum cabut dari rumahnya. Gue lega, bisa menikmati gadis cantik itu sangatlah membuat gue gembira. Kini gue harus mengubah penampilan gue kembali, bersembunyi sambil mengintai apakah kondisi akan normal saja atau tidak.
***
Sebulan kemudian, gue bawa lari mobil Toyota Rush milik David. Saat sopirnya menunggunya pulang sekolah di parkiran, gue mengenakan seragam sekolah pura-pura menghampirinya. Gue suruh dia tunggu di parkiran, gue langsung saja bawa itu mobil, gue sudah tak perduli apa yang akan David lakukan nantinya. Gue terpaksa, ini kepepet, padahal gue masih ingin memanfaatkan wajah mirip David ini untuk mengerjai Florensia.
Ibu gue sakit keras, dia terpaksa diopname, gue sudah tak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit. Gue terpaksa memanfaatkan wajah ini untuk hal lain, kini untuk mencuri mobilnya David. Gue bawa kepelosok dan gue jual tanpa BPKB, lumayan masih laku dua puluh juta.
***
"Nak, darimana kamu dapat uang ini?", tanya ibu gue yang sedang sekarat terbaring di kasur. "Ibu tak usah khawatir...", jawab gue. "Uhuk... uhuk... Ibu gak mau kamu berbuat nakal lagi... Kembali lah ke jalan yang benar nak...", kata ibu. "Ibu tenang saja, Ardi cuma pengen ibu sembuh...", gue tenangkan ibu agar tidak khawatir dengan masalag gue.
"Ardi... Ibu mungkin tak bisa bertahan lagi... Uhuk uhuk...", kata ibu. "Bu, jangan bicara begitu, Ardi bakal jadi anak baik-baik, makanya ibu harus tetap semangat...", gue sedih melihat penderitaan ibu menghadapi penyakitnya. "Ardi... Ibu pengen cerita... Uhuk uhuk...", ibu menatap mataku serius, lalu ia pun melanjutkan ceritanya. Sungguh di luar dugaan, gue sampai meneteskan air mata ketika mendengar cerita ibu.
"Ibu!.....", teriak gue. "Jangan peegi bu... Hiks hiks hiks...", ibu menghembuskan nafas terakhirnya pas ia menyelesaikan ceritanya. Gue langsung terjatuh lemah, aku terkulai tak berdaya. Ibu, maafkan gue yang sudah tidak berbakti padamu. Gue akan berubah demi kamu, ibuku tercinta.
***
Seminggu kemudian gue coba ingin mencari David untuk meminta maaf telah mencuri mobilnya. Namun apa yang terjadi, setelah ku selidiki, David telah dijebloskan ke penjara karena dituntut oleh orang tua Florensia atas tuduhan menghamili gadis di bawah umur. Gue tak tahu mesti berbuat apa. Gue takut dengan semua ini. Florensia hamil, dan David tidak mengakuinya karena David yakin itu bukan bayinya.
***
Menurut cerita ibu yang sebenarnya, ayah gue belum meninggal, cuma ibu tak sanggup harus menceritakannya pada gue. Nama ayah adalah Jonathan Situmorang, gue kaget ketika mendengarnya, karena marganya sama dengan marga David yang wajahnya mirip denganku.
Ibu hamil di luar nikah, namun ayah tidak bisa mempersuntingnya karena dilarang oleh keluarga. Ibu dan ayah berbeda agama, sehingga keluarga tidak menyetujuinya, ayah diungsikan oleh orang tuanya ke luar daerah. Ayah tidak tahu kalau ibu melahirkan anak kembar. Karena ayah bersikeras untuk mencari ibu, ibu pun menyerahkan seorang anaknya, tentu saja itu adalah saudara kembarku. Ini semua agar kedua orang tua mereka tidak lagi ribut.
Ayah pergi bersama saudara kembar gue tanpa tahu bahwa kami kembar. Ibu memang menyesalinya, namun ia tak bisa berbuat apa-apa, jika orang tua ayah tahu bahwa ibu melahirkan kembar, maka dua anaknya yang akan dibawa kabur.
Ayah sudah berusaha, setelah belasan tahun, ia kembali lagi ke sini untuk mencari kabar ibu. Namun ibu merahasiakannya, ibu tidak mau melihat ayah sedih dengan kondisi kami yang melarat ini. Sungguh cerita ibu membuat hati gue luluh.
Namun gue sudah kepalang basah, gue tak mungkin muncul di depan David dan memgakui semuanya. Maaf, gue memang pecundang, gue harus kabur dari kota ini sebelum semua terkuak. Sekali lagi, maafkan gue, gue tak mungkin bisa menghadapi semua ini, maaf David, maaf Florensia, biar semua ini menjadi misteri kalian saja. Gue akan kabur dan membawa identitas baru lagi.

TAMAT

No comments:

Post a Comment