Hujan turun deras sekali penglihatan sedikit kabur karenakaca mobil
tertutup embun yang menempel dikaca depan. AC kunyalakan walaupun udara
terasa dingin menusuk tulang. Saat itu sudah jam 7.30 pagi, jadisudah
tak mungkin lagi menunda untuk berangkat kekantor apalagi jam 8.00 ada
janji meeting dengan client.
Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan di depan rumah tidak
begitu lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh setelah satu
tikungankekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion besar warna merah
diperempatan jalan dan itulah jalan raya yang akan membawa arah
perjalananku menuju kantor.
Persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang
melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak
bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat
deras, tetapi dia berambut sebahu dan berseragam SMU.
Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan dan duduk disebelahku.
"Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om."
Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah
baju karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih..
Bersih.. Dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis
lurus ditengahnya.
"Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit,
apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi
enggan lewat sini."
Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalanyang sudah digenangi air hujan.
"Om kantornya dimana," dia memecah kesunyian.
"Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana," aku bertanya sambil melirik wajahnya.
Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya
sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan
mancungsedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas matanyayang
bulat bersinar.
Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki
genangan airyang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir
seperti gulungan ombak pantai selatan.
"Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih," dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.
"I.. i.. ya" jawabku sedikit tergagap.
"Kamu sekolah dimana," kuulangipertanyaan yang belum dia jawab sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.
Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi
banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di
bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti
menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU.
Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan, padahal dikantor aku terkenal
tukang bikin ketawadengan omonganku yang suka ngelantur.
"Di.. " dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.
"O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini."
Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.
"Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh kok."
"E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah lihat kamu selama ini."
"Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku sekolah
di Kudus sama Ibu, tapi.. " dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti
menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum
berkenalan.
"Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?" aku bertanya tiba tiba
agar dia tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidakmau meneruskan
cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.
"Rini Om, Rini Kusumawardhani."
"Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu," aku mulai
melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha
ha ha awas ada semut.
"Ah.. Om bisa aja," dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku meronta
melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat.
Awan diufuk barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..
"Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar tol."
Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku melirik ke
kiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela kerah
bajunya. BH ukuran 34b sedang terisi dengansempurna oleh gelembung
payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya.
"Yang ini Om.. Oup," tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua
payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka
diurutan paling atas.
"Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan," aku menjawab sambil memalingkan
muka dan lansung menginjak rem karena mobil di depan berhenti tiba
tiba. Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba
menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard
mobil yang kurem secara mendadak.
Kali ini dia berteriak kecil
"Maaf Om aku nggak sengaja," tiba tiba dia menutup muka dengan kedua
tangannya karenamalu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat
berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang
sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku.
Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku
menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat kearah
kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang
oleh tangan halus si Rini. Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu
sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stirmobil.
"Alah mak. Jan.." kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson
mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.
"Oi! pacaran jangan di tol, no pergi ke.." sisopir mengumpat sambil
menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil
goyang.
Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU di
Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia
menunggu di depan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.
Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah
ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya
tidaksanggup membiayai sekolahnya.
Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain
walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih
memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum
buat si Rini.
Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos
angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau
memang lagi ada.
Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat saja,
kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia
akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza
yang cukup besar.
Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1
atau 2 jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti
kenapaRini jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan
dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum.
Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia harapkan dari aku adalah
perhatian karena pernah satu hari dia terus terang bicara.
"Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini nggak nemui Om dan juga sama sekali nggak ngasih kabar."
Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan
dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan
kepalanya.Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh
ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara
itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.
"Memangnya ada apa," aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa.
"Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah sudah 2
bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya." Dia merenung
sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu
nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawatyang hendak turun di Sukarno
Hatta.
"O.. Itu masalahnya, lantas kenapa kamu nggak ngomong aja sama Om"
"Nggak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi.." dia menjawab sambil tersenyum.
"Rini.. Gini aja deh, kamu kan sudah tahu kalau Om mau Bantu kamu, tapi
kalau kamu nggak bilang, Ya terang aja Om nggak tahu! iya toh."
"Makasih Om.. Terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk yang
satu ini. Om nggak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku akan
berterimakasih sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku.. Itu aja."
Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampatanpa
gairah. Aku begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya
seharusnya dihiasi oleh tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus
menanggung beban demikian berat.
"Oup.. " Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus siklus lamunannya.
"Om nakal ya.." dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.
Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan keinginan
untukbalas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebahkan dia diatas kedua
pahaku, dia sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu terjadi demikian
cepatnya. Akhirnya Rinimeraih tangan kiriku dan entah sengaja atu tidak
tanganku didekap erat didadanya. Oooh.. Lembutnya daging itu, payudara
muda yang masih segar dan ranum telah mengalirkan sensasi elektrik
ribuan volt ke sekujur tubuhku.
Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh punggungnya,
karena posisi tidurnya persis tepat di atas batang penisku. Akutahu itu
karea Rini berusaha mengangkat pungungnya untuk kembali duduk dan
wajahnya kelihatan memerah karena malu. Tapi dengan lembut gerakan
duduknya kutahan dengan menekan dadanya.
"Rin.. Sudah tidur aja.. Nih Om kipasin biar nggak gerah."
Aku hanya sekedar bicara karenajujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku.
"Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja kamu
salah langkah akan bubar semuanya. Sabar.. Sabar, gunung nggak usah
dikejar emang dia nggak pernah lari kok."
Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan
tanganku menekan kedua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak
beraturan ketika pelan pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk
payudaranya. Ini adalah pengalaman pertama buat payudaranya disentuh
tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik baju dan BH, tetapi buat
Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia sulit bernafas
karena mulai terangsang.
"Rin kita pulang yok, sudah jam 8nanti pamanmu bingung dan lapor polisi." Kataku sambil bercanda.
"Nanti aja Om.. Bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi," diamakin erat memelukku.
"Oupt.. Besok besok kita bisa jalan ke sini lagi, tapi kalau kamu
dimarahin karena terlambat pulang, ya.. Kita akan kesulitan untuk jalan
jalan lagi.."
Aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.
"Ok deh Om.." dan secepat kilat dia mengecup pipiku. Aku hanya bisa terdiam kaget, karena nggaknyangka.
"Lho kok bengong Om.. Katanya mau pulang, ayo." Rini menarik tanganku.
"Ayo," kami berjalan berdekapan.
Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku agar
aku menemuinya di tempat biasa kami ketemu, di sebuah café dibawah
kantorku jam 4 sore. Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku nggak
lihat batang hidungnya si Rini, tiba tiba ada bisikan lembut di belakang
kupingku.
"Surprise!!"
Aku sempat nggak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita cantik
dengan celana jean dan kaos ketat berdiri di depanku. Pahanya
yangpanjang dan mulus terlihat jelas dibawah balutan celana jean. Disela
pahanya tergambar jelas belahan kewanitaan yang belum pernah tersentuh
laki laki. Kaos ketat mempertegas beberadaan dua gunung kembar
didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit pendek
memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil
tepat di bawah pusar. Oh.. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.
"Jangan ngliatin gitu dong Om! emangnya nggak pernah lihat cewek pakai jean"
"Sorry, Rin.. Kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung."
"Ah jangan ngerayu ah.."
"Nggak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini," aku bertanya sambil menggamit tangannya untuk mencari tempatduduk.
"Ehem.. Ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi,aku
sudah lulus, lulus, lulus dan merdeka dari segala pasungan dan aturan
sekolah.. Katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.
"Eh ingat kita lagi di caf0108.. Tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu."
"Sorry lah, habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan daku kalau nggak bisa nahan diri."
"Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar
besarnya, karena kalau bukan Om yang Bantu sudah pasti sekolahku
berantakan."
Dia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.
"Rin, nggak enak dilihatin tuh" aku berlagak alim lah dikit.
"Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om, kalauditempat
yang sepi.. Wah bisa bahaya dong..!" Dia mencubit hidungku dengan gemas.
Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami, "Lha ini bapak sama anak atau Om sama.. Pacar mudanya ya!"
Mereka nggak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang tumbuh,
sedangkan aku adalah laki laki 'Tua sih belum tapi muda sudah lewat'
ibarat mangga sudah mengkal kata orang Betawi, sudah nggak enak dirujak.
Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat
kehidupan saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh
semangat dan gairah muda yangberkobar dari Rini sedangkan diabutuh
tempat berlindung yang kokoh dan teduh dari aku.. Klop deeh.
"Hei jangan nglamun," Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di depanku tapi aku tidak menghiraukannya.
"Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia," aku memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.
"Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!"
"Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan"
"Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu.. Gimana Om.""
"Ok nggak masalah",. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.
"Rini tahu kok, Om nggak pernahmau ngerayain HUT Om, tapi kali ini Rini
minta untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain ya!"
Kulihat wajahnya sangat berharap.
Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya pesta
HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari ituaku sebetulnya ulang
tahun.
"Well.. Kita mau ngerayain sepertiapa, dimana degan siapa aja Rin""
"Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempatyang
jauh dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!" belum
sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.
"Jangan khawatir, Rini tadi sudahpamit mau nginap di rumah teman sama paman."
Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.
"OK apa kita mau ke Ancol!"
"Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam"
Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku adarapat dinas, maka
kami langsungtancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai yang
memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia,tetapi sangat
strategis, tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap langsung ke
selat Sunda dan Pelabuhan ferry.
Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya dia
sudah siap dengan baju tidurputih setengah transparan sehingga lekuk
tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.
"Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om," aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.
"Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga," Rini merebahkan diri disamping kananku.
Tiba tiba kami saling menghadapsehingga wajah kami hampir bersentuhan.
Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang wangi membuat
gelora hasratku terpancing.
Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah memejamkan
matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini dengan lembut.
Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit mengigil dan nafasnya
jadi memburu.
Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung
lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai
kujilati dengan penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan
keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatusensasi
kelembutan yang membuai dan akan membuat diaterhanyut dalam kenikmatan.
"Rin.. Boleh nggak Om teruskan," aku berbisik sambil mengecup kupingnya.
Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.
"Nggak pa pa Om terus aja," Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.
Aku segera mengecup kulit putihtepat dibelakang telinganya, Rini mengerang, "Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua."
"Nggak apa apa Rin," aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.
Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun.. Turun..
Dan Ouh.. Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya, buah dada
itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar putingnya
berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih halus melingkar
memagari puting susunya yang kehitaman dan sudah berdiri tegak.
Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda dan
baru pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan
padat membuat aku tak sanggup lagi menahan diri.
Putting muda itu kuhisap denganlembut dan tubuh Rini kembali bergetar.
"Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. "
"Nggak tahan apanya Rin"
"Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja"
Aku lupa kalau Rini belum pernahmengalami rangsangan seperti ini.
"Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin
aja," aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting
susunya.
"Om.. Terus Om.."
"Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya."
"Terserah Om.. Aja"
Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang telanjang
lonjong eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang pasrah
dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan cairan
putih bening pertanda siap tempur. Rini kembali kudekap dengan pelan,
penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.
"Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. "
"Iya sayang.. Om Juga"
Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.
"A.. aduh Om.."
Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai
terangsang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya merekah
setengah terbuka dan basah olehhasrat kewanitaan yang minta dipuasi.
Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang penisku, itu
adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air pegunungan
sukabumi, kental dan licin.
Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar dari
bawah ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku
menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini
harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah nikmat
klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya, barulah
penetrasi akan kulakukan.
Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina Rini
terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan (nggak
pernah disampoin kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut membentuk
lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan lidahku.
Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.
"Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman kalau
vagina Rini dijilat, Rini pastilansung klimaks.. Oouuh padahal Rini
masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini."
Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar
tersebut. Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara ketika
bibir vaginanyakusibak dengan jariku, kelihatan warna merah membayang
dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah dipenuhi cairan
putih bening nan wangi.
Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.
"Rin.. Kita peting aja dulu ya.. "
"Peting itu apa Om.. "
"Nih. Begini nih"
Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini dan
dengan gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok bibir
vagina dan clitoris Rini.
Aku merasakan tangan Rini mulaimenekan pinggulku agar batang penisku
lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan pingul
Rinipun mulai turun naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir vagina
Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek didekapan
vaginanya.
Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh
ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin
menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah duluan
sebelum Rini dapat kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin liar,
dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkramkencan pantat
belakangku.
"Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari bawah
vaginaku.. Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak tahan..
Om tolong gosokkan penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang ouhh.."
Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun merasakan
gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela kedua
torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan sekarang tepat
diujung penis
"OOh.. Rin.. Omm lepass sayang.."
Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu
begitu kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam
dan samasekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut
Riniku yang telah tertidur pulas.
Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun tiba
tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini
langsung terangsang dan mencium bibirkupenuh semangat. Tak ada
pilihanlain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga
kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti
pergumulan kembali terulang, remas berbalasremas, kecup dibalas kecup,
jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.
Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan lembut
menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap puncak es
cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah. Dengan
gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang
mengangkangi kepala ku, vaginanya persis diatas mulutku dan bibirnya
siap mematuk penisku.
Bibir Rini yang lembut dan basahkurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku
"Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya.."
"Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong.."
Aku lupa dengan tugasku karenakeasyikan dihisap Rini. Lidahku kembali
beraksi, kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena posisi ku
tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin menjepit
mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin kencang.
Kupikir inilah saatnya keperawanan Rini harus kunikmati. Dengan klimaks
yang sudah dia rasakan ditambah dengan rangsangan yang saat inidia
alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya kukira tidak akan
membuat dia kesakitan.
Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat
bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku,dia mejilat sudut
bibirnya dan cairan itupun besih menghilang. Kakinya terentang membuat
posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku
dilubang vagina Rini tetapi aku masih diam. Aku ingin dia merasakan
sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.
"Oom ayo dong," Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.
"Mm.." aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat dan
tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka jalan
masuk ke vaginanya.
"Om.. Perih.." Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.
Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan
gerakan maju penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit perih.
Kutarik penisku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya.
Dengangerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan
clitorisnya.
"Om aku nggak tahan.."
Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali kuarahkan
ke jalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung penis
menerobos dengan lancar.
"Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali."
"Masih perih sayang," kataku berbisik dikupingnya.
"Nggak papa Om terus aja"
"Nih.. Om tusuk ya."
"Iya Oom.., yang dalam Om."
"Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat sekali saya.. Ng.."
"Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini."
"Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak itu.. Aja Ouhh!"
Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.
"Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan.."
"Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa."
Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan
lembut, makinke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku
nggak tahuapa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir
Rini diseputar kepala penisku.
"Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambildijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah sayang.. Oh."
Pandanganku gelap, dunia terasamengambang, tubuhku seperti mengapung,
ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat dari ujung
penis dan membasahi bibir dan hidung Riniku.
Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini diahilang ditelan
banjir bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada satu
perusahanpengelola pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia kukursuskan
bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama di dekat kantorku.
Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang supel
akhirnya dia diterima di perusahaan itu.
Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur dan
tulisan Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah hadiah
dariRini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.
"Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah
kembali lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan Rini..
Rini lain menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan semua apa
yang pernah kau terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku
menjagamu."
~TAMAT~
No comments:
Post a Comment