Paginya aku bangun dan kulihat ibuku masih tertidur di sampingku.aku
merasa ada yang lengket di pahaku .wah gawat aku ngompol aku segera ke
kamar mandi dan membersihkan nya.akupun membangunkan ibuku. Lalu ibuku
dan aku pergi ke warung.sekitar jam 9 persiapan ke sekolah.akupun
berangkat menghampiri kamar mbak nunung kulihat mereka sedang
bersegama.tiba2 dari belakang aku ditepuk dari belakang .
"hayo lagi ngintip apa?"
Ternyata ibunya titin.sambil memegang surat.
"lho ibu tidak jualan keliling"
Enggak titin lagi sakit,ini aku mau nitip ke kamu surat ijinnya,lha kamu lagi ngintip apaan"sambil mendekat
Wah kamu ini nakal orang lagi gituan kok di intip"
Hayo sekarang masuk ke rumahku"
.akupun diajak kekontrakannya dan langsung diajak kekamarnya . dia
langsung membuka dasternya dan langsung telanjang bulat aku hanya
terpana . dia langsung mendekatiku dan membuka celanaku.
Aku pengen seperti mbak nunung kalau enggak aku kasih tau ke ibumu kalau kamu suka intip2."
Dia lalu mendekatkan kepalaku ke payudaranya akupun langsung menghisapnya.dia mulai mengocok dan membuat kontolku mengeras
"Teruskan.., Tin.., Sedot terus.., Ouuhh..", kata ibunya titin
bernafsu.akupun ia menyedot-nyedot puting susunya. Ibunya titin
menggerinjal-gerinjal.
Sekarang waktunya kamu masukin burungkamu ke sini"sambil menunjuk ke arah vaginanya.
aku dengan takut-takut memasukkan "burungku ke dalam liang vagina ibu
titin. Kemudian aku sodokan dengan keras. Terasa ada sesuatu yang
menjepit penisku, hangat, enak!
ibunya titin menjerit kecil ketika dinding "gua"nya bergesekkan dengan "burungku.
Entar kalau terasa mau pipis kamu bilang lho yaa"
Iya bu"
Akupun mulai menggoyang diapun mengikutinya. Tak berapa lama akupun mau kencing.
"bu aku mau kencing nih"
Dia langsung mendorongku dan langsung menghisap2 burungku.
'bu a kencing"
Crot crot crot aku kencingi mulutnya ibunya titin hingga meluber ke wajahnya.tapi kencing kok enak yaa
Diapun meratakan ke wajahnya .
Jaamu jamu
Akupun bingung maksudnya
Sudah sana segera mandi nanti telat ke sekolah lho"
Akupun segera balik kerumahku dan mandi .
2 hari setelah kejadian itu aku pengen lagi mengulanginya.tapi bingung
memintanya.malam itu ibu ter tidur seperti biasanya di depan tv.mungkin
karena suasana agak panas hingga membuat bajunya tak karuan.Aku bergerak
mendekati Mama dan mengambil posisi dari arah kaki kanannya. Untuk
memastikan agar ibu tidak sampai terbangun, kugerak-gerakkan tangan ibu
dan ternyata memang tidak ada reaksi. Rupanya karena lelah seharian, ia
jadi tertidur dengan sangat lelap.Dasternya yang tersingkap, kucoba
singkap lebih tinggi lagi sampai perut dan tidak ada kesulitan. Tapi itu
belum cukup, aku singkap dasternya lebih tinggi lagi dengan terlebih
dahulu aku pindahkan posisi kedua tangannya ke atas. Sekarang kedua buah
dadanya dapat terlihat dengan jelas ternyata BH tersebut punya kancing
cantel dua buah di depannya pas di tengah-tengah di depan belahan dada
tersebut.. dengan agak gemetar aku pelan-pelan buka cantelan itu.. satu
lepas.. dan membuka cantelan yang satu lagi.. dan akhirnya terbuka..
Langsung aku sentuh buah dada kanannya dengan
telapak tangan terbuka dan dengan perlahan aku remas. Setelah puas
meremasnya, aku hisap bagian putingnya lalu seluruh bagian buah dadanya.
Tiba-tiba ibu mendesah. Aku kaget dan merasa takut kalau-kalau sampai
ibu terbangun. Tetapi setelah kutunggu beberapa saat tidak ada reaksi
lain darinya. Untuk memastikannya lagi aku meremas buah dada ibu lebih
keras dan tetap tidak ada reaksi. Walau masih penasaran dengan bagian
dadanya, namun aku takut jika tidak punya
cukup waktu. Sekarang sasaran aku arahkan ke vaginanya. ibu mengenakan CD tipis berwarna
kuning sehingga masih terlihat bulu kemaluannya. Aku raba dan aku ciumi vagina
ibu, tapi aku tidak puas karena masih terhalang CD-nya. Jadi kuputuskan untuk menurunkan CD-
nya sampai seluruh vaginanya terlihat. Namun hal itu tidak dapat kulakukan karena posisi kakinya
yang terbentang menyulitkanku untuk menurunkannya. Jadi terpaksa aku rapatkan kakinya
sehingga aku bisa menurunkan CD- nya sampai lutut. Tapi akibatnya aku
jadi tidak bisa mengeksplorasi vagina ibu dengan leluasa karena kakinya
kini merapat. Apakah aku harus melepas semuanya? Tentu akan lebih
leluasa, tapi jika ibu sampai terbangun akan berbahaya karena aku tidak
akan bisa dengan cepat memakaikannya kembali. Berhubung nafsuku sudah
memburu, maka aku putuskan untuk melepaskannya semua. Lalu aku rentangkan kakinya. Sekarang
vagina ibu dapat terlihat dengan jelas. Tidak tahan lagi, langsung aku
cium dan jilati vaginanya. Lebih jauh lagi, dengan kedua tangan kubuka
bibir-bibir vaginanya dan aku jilati bagian dalamnya. Aku benar-benar
semakin bernafsu, ingin rasanya aku telan vagina ibu. Tidak lama setelah
aku jilati, vaginanya menjadi basah. Setelah puas mencium dan menjilati
bagian vaginanya, penisku
sudah tidak tahan untuk dimasukkan ke dalam vagina ibu. Aku kemudian
berdiri untuk melepas celanaku. Lalu aku duduk lagi di antara kedua kaki
ibu dan aku bentangkan kakinya lebih lebar. Dengan mengambil posisi
duduk dan kedua kakiku dibentangkan untuk menahan kedua kaki ibu, aku
arahkan penisku ke lubang vaginanya. Tangan kananku membantu membuka
lubang vagina ibu sementara aku dorong penisku perlahan. Aku rasakan
penisku memasuki daerah yang
basah, hangat dan menjepit. Tubuhku gemetar hebat karena nafsu yang
mendesak. Setelah beberapa saat akhirnya seluruh penisku sudah berhasil
masuk ke dalam vagina Mama dengan tidak terlalu sulit, mungkin karena
Mamasudah melahirkan. Mulailah kugoyangkan pinggulku maju mundur secara
perlahan.Kurasakan kenikmatan dan sensasiyang luar biasa. Aku memutuskan
untuk memuaskan nafsuku, apa pun yang terjadi. Semakin lama gerakanku
semakin cepat. Dengan semakin bernafsu, aku peluk tubuh Mama dan
mengulum dadanya, sementara penisku terus bergerak cepat menggosok
vagina Mama. Aku sudah tidak peduli lagi apakah Mama akan terbangun atau
tidak, biar pun terbangun aku akan terus menggoyangnya sampai aku puas.
Sungguh nikmat. Bahkan lebih nikmat daripada fantasiku selama ini.
Setelah aku berjuang keras selama 6 menit, akhirnya aku sudah tidak
tahan lagi hingga aku benamkan penisku dalam-dalam ke vagina Mama. Aku
rasakan spermaku mengalir bersamaan dengan sensasi yang luar biasa.
Seakan melayang sampai-sampai terasa sakit kepala.Aku biarkan penisku
beberapa saat di dalam tubuh Mamaku. Setelah cukup rileks, aku cabut
penisku. Aku puas. Aku tidur disamping mamaku sambil mengingat kejadian
tadi hinga membuat burungku kembali tegang. Akupun langsung menciumi
teteknya lagi sekarang aku sudah tak perduli lagi kalau ibuku
bangun.lalu turun ke bawah ke vaginanya ku hisap lagi seperti laki yang
memperlakukan mbak nunung.akupun semakin menghisapnya hingga membuat
banjir.akupun menaiki ibuku dan mengarahkan kontolku ke sarangnya.
Blessh akh..
Aku sambil terus aku hisap teteknya .sambil terus menggoyangnya akupun mau sampai diapun membuka matanya .
Tiin apa yang kamu lakukan ini" sambil berbisik
Aku tetap menggoyangnya tak berapa lama akupun keluar crot croot
Tin apa yang kamu lakukan ini"
Aku pengen membahagiakan ibu seperti mbak yuyun dia kelihatan bahagia ketika dia melakukan seperti ini lho bu"
Tapi ini tidak boleh dilakukan oleh kita,hanya yang suami istrti yang boleh"sambil memakai dasternya
Tapi mbak yuyun kok boleh dengan banyak laki2 tho bu"
Wah itu ndak bener yo le"
Maaf bu saya enggak tahu"
Sekarang ya sudah terjadi biarlah asal jangan di ulangin lagi lo yaa"
Iya bu"
Malam harinya, saat aku sedang belajar, Titin datang menghampiriku.
"Mas Pri, ajarin Titin soal yang ini doong.." pintanya sambil membawa buku Matematika-nya.
"Sebentar ya Mas selesaikan PR Fisika Mas dulu.." jawabku.
Setelah aku selesai, aku tanya apa PR-nya. Ah, ternyata hanya soal
sinus, cosinus dan tangen saja. Itu soal mudah bagiku. Kujelaskan
panjang lebar tentang hal itu. Dia memperhatikan dengan seksama. Memang
si Titin itu termasuk anak yang pintar. Dia cepat menangkap apa yang
kuterangkan. Mungkin guru di sekolah terlalu cepat mengajarnya atau
kurang bisa memberi contoh yang dapat dimengerti. Selama aku
menjelaskan, Titin sering memandangku. Aku bisa melihat jernih bola
matanya
Setelah jelas dengan keteranganku, dia mulai mengerjakan soal-soal
PR-nya. Tak lama kemudian dia selesai dengan PR-nya dan kuperiksa
ternyata benar semua. Mulailah kita mengobrol macam-macam. Kami memang
jarang sekali menonton televisi.. Ibuku sudah tidur sejak selesai sholat
Isya. Begitulah cara ibuku untuk menjaga kondisi tubuhnya
setelahseharian bekerja di pinggir jalan. Penyakit ibuku paling-paling
hanya masuk angin. Setelah aku kerokin dan pijitin sudah sembuh. Begitu
pula dengan ibu si Titin. Bapak si Titin saat ini sedang mendapat
pekerjaan membangun rumah di Semarang sehingga pulangnya 1 bulan sekali.
Oh.. bapak si Titin asalnya dari Purwokerto, sedang ibunya dari Ciamis.
Jadi si Titin itu Janda(Jawa-Sunda).
Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya sampai ke topik apa yang kita
intip tadi siang. Ditopik ini aku merasakan penisku mulai mengeras.
Apalagi Titin sering memandangku dengan pandangan yang terasa lain
dibandingkan kemarin.
Dia bertanya, "Mas, apa ya.. kira-kira yang dirasakan Mbak Nunung tadi
siang ya..? seperti kepedesan, seperti nangis.. tapi sepertinya Mbak
Nunung sangat menikmati yaa.."
"Waahh kalau itu Mas nggak tau.. abis Mas belum pernah ya.. mana Mas tau.." jawabku.
"Tapi sewaktu Titin ngintip tadi, kok susu sama tempek Titin jadi gatel.
Mau Titin garuk malu ada Mas Pri.. akhirnya Titin pulang. Terus Titin
pipis, dan sewaktu cebok rasanya enaak banget.." sahutnya.
Si Titin menyebut kelaminnya dengan sebutan "tempek".
"Terus Titin jadi bingung kenapa Titin ya.. perasaan itu baru pertama kali Titin rasakan.." sambungnya.
Memang aku sama Titin kalau ngomong itu sudah nggak pake bates apa-apa.
Kita berdua selalu blak-blakan apa adanya. Aku jadi bingung mau jawab
apa. Tiba-tiba Titin menyandarkan kepalanya ke pundakku. Ini pertama
kalinya karena biasanya hanya tangannya saja yang ke pundakku.wah
kesempatan
"Kenapa ya.. sepertinya Titin merasa dekeett banget sama Mas Pri. Padahal Mas Pri kan bukan apa-apaku."
"Lho.. Titin kan sudah Mas anggap adik Mas. Jadi pantes dong kalau Titin deket sama Mas." sahutku.
"Mas sayang nggak sama Titin?" tanyanya sambil memandangku.
Wajahnya sangat dekat denganku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yang wangi. Aku tak berani menegok ke arahnya.
"Ya.. jelas sayang dong. Sama adiknya kok nggak sayang," jawabku.
"Mas, Titin mau tanya ya.. tapi Mas nggak boleh marah ya."
"Tanya apa? Emang Mas pernah marah sama Titin?" tanyaku.
"Kalau Mas lagi ngintip Mbak Nunung, apa yang Mas rasakan?" tanyanya.
Waa.. Pertanyaannya makin menjurus nich.
"Mas juga merasakan singkong Mas mengeras sendiri." kataku.
Aku menyebut penisku dengan "singkong".
"Maass kalau ngomong liat ke Titin doongg.. jangan lihat keluar," katanya sambil menarik lenganku ke dadanya.
Lenganku merasakan daging lunak dan hangat di balik dasternya.
"Apa si Titin tidak memakai kaos dalem ya?" batinku.
Aku menengok ke Titin sambil memegang dadanya.
"Lho.. kok Titin nggak pake kaos dalem?" tanyaku.
"Kaos dalem Titin basah semua Mas.. Nanti kalau Titin pake takut masuk angin," sahutnya.
Saat aku menengok ke Titin, jarak wajahku dan wajahnya sangat dekat
sekali. Entah siapa yang meminta atau memulai, aku mencium pipi kirinya.
Wangi. Dia mendesah pelan, "Hmm.. aahh.." Kucium pipi satunya,
keningnya, matanya, hidungnya. Desahannya makin keras. "Hmm.. aahh..
Maass.." desisnya dengan bibir sedikit membuka. Kukecup bibirnya, dia
diam saja tak ada reaksi apa-apa. Lama-lama dia pun membalas. Kami hanya
berciuman bibir ke bibir saja. Maklum.. masih takut. Tanganku masih
memeluk di punggungnya. Belum tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dengan wajah yang merah padam dan
berkata, "Maass.. Titin sayaangg banget sama Mas. Mas sayang nggak sama
Titin?" tanyanya.
"Lho.. tadi kan Mas udah bilang kalau Mas juga sayang sama Titin," sahutku.
"Mass.. tadi waktu Mas pegang susuku, rasanya enaak sekali.. habis
sewaktu cerita-cerita tadi susu sama tempek Titin jadi gatel lagi,"
sahutnya.
"Singkong Mas sekarang keras nggak?" sambungnya.
Tiba-tiba tangannya memegang penisku dari luar. Memang saat itu aku
hanya memakai celana dalam sama sarung saja.dipun mengelus pelan.
"kok semakin keras mas"katanya
Wah gawat kalu dilanjutin nanti ketahuan bias berabe
"Udah sekarang kamu tidur giihh udah malem. Besok kamu khan harus ke
pasar. Nanti telat.." kataku lag Akhirnya Titin pulang. Tapi sebelum
pulang Titin mencium pipi kananku.
"Titin sayang Mas," katanya singkat .
Sepulangnya Titin, segala macam perasaan berkecamuk di dadaku Tanpa
kusadari akhirnya aku tertidur dan dibangunkan ibuku keesokanharinya
Keesokan harinya, sepulang dari pasar, aku bingung kemana si Titin ya?
Biasanya setiap aku pulang dari pasar, dia sedang mencuci baju di sumur.
Aku masuk ke rumahnya dari pintu belakang, melewati dapur terus ke
kamarnya. Ternyata dia sedang tidur, masih memakai daster yang semalam.
Mungkin masih ngantuk karena tidurnya terlambat tadi malam pikirku.
Ketika aku akan meninggalkan kamarnya, dia menggeliat. Kaki kanannya
menekuk ke samping sedang kaki kirinya lurus. Maka terpampanglah
kemaluannya yang masih terbungkus celana dalam nilon tipis warna cream.
Aku deg-degan melihat hal itu, kudekati dia. Wajahnya tampak damai
sekali. Dadanya yang sedikit membusung itu turun naik dengan teratur.
Sepertinya dia pulas sekali. Makin ke bawah kulihat pahanya yang putih
mulus, makin deg-degan aku. Kuperhatikan dengan seksama vaginanya yang
sedikit menggembung di selangkangannya. Ada garis samar-samar melintang
dari atas ke bawah. Bulu-bulu halus tipis membayang. Kuelus
perlahan-lahan. Terasa ada alur melintang. Kugesek-gesek perlahan takut
dia bangun. Aku dekatkan wajahku ke sana. Ada aroma yang khas sekali,
kucium perlahan. Baunya tak bisa aku definisikan tapi yang pasti segar
sekali.
Kutempelkan hidungku, kutarik nafas dalam-dalam. "Aaahh.. segar
sekali.." Berkali-kali kulakukan itu sampai kudengar dia mendesah.
"Aaahhh..." Kukaget langsung mundur. Tapi dianya kok nggak bangun ya.
Tak terasa penisku mengeras. Aku betulkan posisi penisku karena miring
kanan.
Setelah beberapa saat, aku beralih ke dadanya. Kuperhatikan ada tonjolan
samar di puncak bukitnya. Kupegang susunya perlahan-lahan,
kubelai-belai, kucium dari luar dasternya. "Aaahh.." baunya pun segar.
Kuulangi bergantian kiri dan kanan. Lama-lama kok tonjolannya semakin
keras? Kenapa? Tiba-tiba dia menggeliat. Aku kaget sekali. Refleks
kugoyang-goyangkan badannya.
"Tin.. Tin.. banguuunnn.. udah nyuci beluuumm?" kataku supaya dia tidak curiga.
Dia bangun sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia kaget ada aku di sebelahnya.
"Terima kasih Mas, udah mbangunin aku. Aku belum nyuci," balasnya.
"Udah cepetan bangun. Nanti telat.." kataku.
Dia duduk sebentar lalu bangun dan mengambil cuciannya. Direndam, lalu
dia mencuci beras. Aku menemaninya sambil memotong-motong pisang,
singkong dan ubi. Setelah itu dia masak dan keluar lagi untuk mencuci
baju. Aku membuat adonan. Aku agak heran dia kok jadi pendiam gitu ya.
Setelah aku selesai, aku langsung mandi dan siap-siap berangkat.
Dalam perjalanan ke sekolah dia cerita.
"Mas, waktu aku tidur tadi aku mimpi aneh lho Maass.."
"Mimpi apa?" tanyaku.
"Aku mimpi aku sedang seperti Mbak Nunung."
Aku kaget sekali. Apa karena kuraba-raba ya.
"Kamu begituan sama siapa?" tanyaku.
"Sama Mas Pri," sahutnya.
"Aaahhh.. kamu siang-siang kok mimpi. Itu namanya mimpi di siang bolong," kataku.
"Udah jangan dipikirin banget entar di sekolah kamu banyak bengongnya lho," sambungku lagi.
Malam itu aku belajar seperti biasa. Dengan celana dalam dan sarung.
Sekarang Titin datang dengan persoalan Fisika-nya. Masalah gelombang
elektromagnetik. Seperti biasa kujelaskan panjang lebar. Akhirnya dia
mengerti. Saat dia sedang mengerjakan tugas, kuperhatikan seluruh
tubuhnya. Dia duduk di sebelahku. Kok dia tidak memakai kaos dalam lagi?
Apa masih basah?Sambil dia mengerjakan tugas, kutanya dia, "Tin, kaos
dalemmu masih basah ya.. kok nggak dipake?" tanyaku.
"Lho Mas Pri kok merhatiin Titin siihh.."
Aku diam saja. Bingung mau ngomong apa. Hening karena masing-masing mengerjakan tugasnya.
Setelah selesai semua, Titin membuka pembicaraan.
"Maasss.. Titin sengaja nggak pake kaos karena Titin pengen Mas Pri
pegang susu Titin seperti kemarin. Abis enak lhoo.. Mas.. Mas mau
khaannn.." kata Titin.
"Mas kan sayang aku," sambungnya.
Penisku mengeras dengan perlahan-lahan mendengar permintaan Titin.
"Eeee.. mmm gimana yaa.." jawabku bingung dan senang.
"Oke deh Mas mau. Tapi Mas mau tutup dulu pintunya. Takut ada yang liat.."
Setelah menutup pintu, aku berkata, "Sekarang Titin duduknya mepet Mas.."
Dia menggeser duduknya, kurengkuh pundaknya, dia menatapku. Kukatakan,
"Mas sayang sama Titin.." Lalu dengan penuh perasaan kucium pipi,
kening, mata, hidung akhirnya bibirnya. Dia hanya merem saja. Seperti
biasa kami hanya berciuman bibir. Tangan kananku memeluknya, tangan
kiriku ke dadanya. Kuremas perlahan-lahan kiri dan kanan bergantian.
"Aaacchhh.. Enak banget Masss.. aaaccchh.." desahnya. Saat dia mendesah,
tanpa sengaja lidahnya bertemu dengan lidahku. Aku memainkan lidahnya
dengan lidahku. Dan dia sepertinya mengerti dan membalas. Lidah kami
saling membelit. Senjataku sekarang sudah keras sekali. Agak sakit
karena posisinya miring. Aku biarkan. Kuturunkan ciumanku ke lehernya.
Dia makin mendesah-desah. "Aduuuhh.. Maasss.. ooohh.. ooohh.."
Aku ingin memegang susunya langsung tapi Titin marah nggak ya?. Kucoba
telesupkan tangan kiriku melalui celah ketiak dasternya. Oh halusnya
daging kenyal itu. Besarnya kira-kira sebesar bola tennis. Ternyata
Titin tidak marah. Malah dadanya makin dibusungkan ke depan. Kurasakan
putingnya makin menonjol. Aku sentuh. Dia tersentak dan mendesah, "Ya..
ya.. Mas.. yang sebelah situ enak Mass. Terusin Mass.. aaacchhh.."
Kupuntir puttingnya, dia makin menggelinjang.
Akhirnya aku tak tahan lagi. Aku bilang ke Titin, "Tin, Mas mau cium
susumu boleh khaann?" Titin diam saja sambil memandangiku tapi
jawabannya adalah dia melepaskan dasternya. Aku kaget atas reaksi Titin.
Di hadapanku sekarang Titin sudah telanjang dada. Dadanya bagus sekali
bentuknya. Susunya bulat. Kira-kira sebesar bola tennis. Putingnya merah
muda agak ke atas dengan putingnya yang menonjol keluar. Aku terpana.
"Mass.. ayo dong jangan diliatin aja. Katanya mau nyusu.." Aku tersadar
dan langsung mencium susunya. Kulumat putingnya bergantian. Kurebahkan
dia di bangku. Nafasnya semakin memburu. Susunya semakin keras. "Ochh..
Masss. ooohh.. aaahh.. aduuhhh.. aaahh Mass nakaalll.."Tanganku yang
tadinya memeluknya, secara refleks mulai mengusap-usap pahanya. Dari
dengkul sampai selangkangan. Berkali-kali kulakukan hal itu. Setiap
sampai di selangkangannya, pahanya membuka. Kusentuh vaginanya dari luar
CD-nya. Dia makin menggelinjang dan makin keras pula desahannya. Kok
basah? Ah paling-paling keringat. Memang saat itu badannya sudah basah
dengan keringat. "Mass.. oohhhh.. hhaahh.. oohh ahhh.."
Takut ibuku bangun, kucium mulutnya. Kami saling melumat lagi.
Lumatannya sudah seperti orang yang kesetanan. Tangan kiriku di dadanya,
dan tangan kananku di atas vaginanya. Tanganku mulai menyelusup ke
dalam CD-nya. Terasa olehku bulu-bulu halus. Makin ke bawah kutemukan
garis belahan. Kumasukkan jari tengahku ke belahan vaginanya. Basah dan
licin. "Ooohh.. ternyata basahnya dari sini," pikirku. Kumainkan jari
tengahku. Kutekan dan kugosok dengan pelan, makin lama makin cepat.
Pantatnya bergerak-gerak seirama dengan gosokanku. Tak lama, tiba-tiba
dia menjerit dan tersentak, "Maasss.. aku pipiisss.. aaahh.." Tanganku
basah dengan cairan lengket licin. Dia langsung terlentang lemas dengan
nafas yang tersengal-sengal seperti orang yang habis dikejar anjing.
Wajah Titin merah, berkeringat dan terlihat amat cantik dengan senyumnya yang mengembang
"Maass.. Titin lemeesss.." katanya.
"Mas.. tangannya ada pipis Titin tuuhh.." sambungnya lagi.
Kutarik tanganku dari celana dalamnya. Aku bingung. Kok pipisnya lengket begini? kucium. Kok nggak pesing yaa?
Ku jilat cairan yang ada di tanganku. Rasanya asin semu manis gurih dan agak sepet. Kucoba jilat lagi. Enak kok.
"Mas Pri joroookkk.. pipis Titin kok dijilat.."
"Tin, pipismu kok lengket begini?" tanyaku pada Titin sambil kudekatkan tangan kananku ke wajahnya.
Dia perhatikan dengan seksama tanganku.
"Biasanya nggak begini Mass.. biasanya seperti air. Tapi yang ini kok lengket ya..?" gumannya dengan bingung.
"Dan waktu Titin pipis tadi, Titin rasanya seperti melayang-layang lho Mas. Enaakkk banget. Sekarang Titin lemes," sambungnya.
Tiba-tiba dia bangkit seperti teringat sesuatu. Padahal tadi dia mengaku masih lemes.
"Singkongnya Mas Pri keras nggak?" tanyanya sambil tangannya masuk ke
dalam sarungku. Aku kaget karena tiba-tiba Titin memegangnya, kutepiskan
tangannya. Tapi sepertinya dia tidak rela.
"Tadi Mas Pri megang-megang tempekku, aku diemin. Sekarang kok aku pegang singkong Mas Pri Masa nggak boleh?" rajuknya.
Aku bingung. Akhirnya kudiamkan, dia pegang penisku. Aku didorongnya
supaya tiduran terlentang.Dia mengangkat sarungku, dia pegang dari luar
CD-ku.
"Besar sekali Maass.." katanya.
"Kok celana dalemnya basah? Mas Pri pipis ya?" sambungnya.
Mungkin dia membandingkan dengan saat kita mandi bersama dulu. Dulu
memang penisku tidak tegang karena sudah terbiasa bersama. Dielus-elus
penisku. Waaahh.. rasanya penisku jadi tegang lagi setelah agak melunak.
"Waahh.. Mass makin besar tuuhhh.. sakit nggak?" katanya sambil terus mengelus.
"Aaahh.." aku mengerang keenakan dielus seperti itu.
Karena semakin tegang, kepala penisku akhirnya nongol di atas karet celana dalamku. Kepala penisku diusapnya.
"Aaahh.." aku seperti kena setrum listrik.
"Air apa ini Mas, kok bening, agak licin?" tanyanya.
"Akuuu nggak tttaaauuu.. ooohh.." sahutku keenakan.
Ditariknya celana dalamku sehingga penisku pun berdiri tegak.
"Maaass lucu seperti tiang listrik," katanya.
Lalu penisku digenggamnya, diremasnya.
"Aaahh.." aku mendesah-desah keenakan. Didekatkan wajahnya ke penisku, diperhatikan denganseksama.
"Maasss.. yang coklat-coklat ini isinya apa?" katanya sambil telunjuk
tangan kirinya menusuk-nusuk bijiku. Tangan kanannya tetap menggenggam
penisku. Lalu digenggamnya bijiku dan diremas-remas.
"Lho.. lho.. kok isinya lari-lari.. lucuuu.. Maasss.." katanya lagi.
Aku sudah kehabisan kata-kata untuk menimpalinya karena keenakan.
Mungkin waktu dia mengintip, dia melihat Mbak Nunung mengocok-ngocok
penis, dia bertanya, "Mas, kalau aku giniin sakit nggaakkk?" katanya
sambil tangannya mengurut penisku naik turun.
"Aaahh.. Tiiinnn eeennnuuaaak baangeeettt Tiinnn.." kataku sambil mendesah.
"Ya.. ya.. gitu Tiiinnn.. ennaakkk Tiiinnn.."
"Dicepetin doonngg Tiiinnn.."
Aku merasakan penisku seperti diurut-urut. Sakit sedikit, geli, enak rasanya jadi satu.
Tiba-tiba aku merasakan ada yang mau keluar dari dalam, lalu aku teriak,
"Cepeettiinn.. Tiiinnn.. aku.. akuuu.." Dan belum selesai aku ngomong,
"Croot.. crooott.. crooottt.." tiga kali spermaku muncrat ke wajahnya.
Dia kaget, langsung mengelap wajahnya dengan sarungku.
"Mas.. Mas.. kenapa Mas.. sakit ya.." tanyanya sambil menatap wajahku.
"Nggak Tiinn.. Enaakkk banget Tiinnn.." kataku sambil terengah-engah.
Lalu dia melihat ke penisku.
"Lho, Mas kok jadi kecil siich.." tanyanya heran.
"Nggak tau kenapa," sahutku.
Kemudian kurangkul dia dan kupeluk sambil kucium pipinya. Kami tiduran sambil berangkulan.
"Terima kasih Tiinn. Tadi itu enaaakkk sekali. Mas Pri sekarang lemas."
"Sekarang Titin pulang gih.. udah malam. Besok kesiangan.."
Lalu kucium pipinya, keningnya dan bibirnya. Dia bangkit dan memakai dasternya. Lalu mencium pipiku dan pamit pulang.
"Da..da Maaasss.. Titin pulang dulu yaa. Terima kasih Maasss.."
Aku bangun memakai celana dalamku yang tadi dipelorotkan Titin, dan tidur karena kelelahan.
Seperti biasa, setelah aku pulang dari pasar, kucari Titin.
"Kemana lagi ini anak.. pasti ketiduran lagi," pikirku.
Aku masuk ke dalam rumahnya. Benar, dia lagi tidur memakai selimut.
"Ngapain ini orang siang-siang tidurnya kok selimutan? Apa sakit?" batinku. "Jendelanya juga ditutup?"
Kupegang keningnya, "Nggak panas kok.. kuperhatikan tubuhnya. Kok
putingnya kelihatan menonjol? Dia selimutan memakai kain jarik tipis.
Jadi aku tahu kalau putingnya menonjol. Aku sibakkan selimutnya
pelan-pelan. "Lho.. kok nggak pake baju..?" batinku. Kutarik selimutnya
semua. Melihat tubuh indah terpampang di hadapanku, penisku mulai
berkedut. "Kok tangan kanannya ada di dalem celana dalemnya? Abis
ngapain dia?" batinku. Melihat dadanya, penisku mulai tegang, kudekatkan
wajahku, kucium pipinya, hidungnya, matanya. Eh.. dia menggeliat
bangun. Mungkin kena angin. Jadi terasa dingin.
Dia kaget melihatku. Langsung menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya.
"Eh.. Mas Pri. Lagi ngapain," katanya.
"Tadi kamu aku panggil-panggil tapi nggak jawab, lalu aku masuk. Aku
kaget liat kamu tidur kok telanjang, selimutnya berantakan. Mas mau
betulin selimut kamu," kataku membela diri.
"Jadi Mas udah ngeliatin aku tidur dari tadi?"
"Lhaaa.. abis kamu tidur kok nggak pake baju. Salah kamu doong."
"Lho.. Mas aja yang masuk ke rumah orang nggak permisi.."
"Yaa.. udah Maass pulang. Bangun sana nyuci sama masak." kataku sambil meninggalkannya.
"Yee.. gitu aja Mas marah. Sini dulu dong Maasss.." katanya manja sambil menarik tanganku agar duduk di dipannya.
"Maaass aku kepingin seperti semalem doongg." katanya sambil menatapku.
"Nggak ah.. masak siang-siang gini. Entar malem aja ya."
"Nggak.. maunya sekarang.." rengeknya.
Tau-tau dia merangkulku dan mencium bibirku. Aku tidak bisa menolaknya,
kubales, kumainkanlidahku di mulutnya. Dia membalas. Nafasnya mulai
tersengal-sengal. Selimutnya kusingkirkan, kuremas-remas susunya.
Ciumanku mulai turun ke lehernya, turun lagi ke pundaknya, lalu mulutku
melumat puting kanannya. Kepalanya menengadah sambil mendesis-desis.
"Oohhh.. Mas Pri.. enak Maasss.."
Lalu kurebahkan dia ke dipan. Tangannya mulai masuk ke dalam celanaku.
Memegang penisku di dalam celana. Mungkin karena kurang leluasa, Titin
mulai menurunkan celana pendekku dengan CD-nya sekalian. Aku bantu
dengan mengangkat pantatku. Tanganku pun mulai menurunkan celana
dalamnya. Akhirnya dia bugil di depanku.
"Mas curaaang.. kok kaosnya nggak dilepas.."
"Lho.. usaha doong."
Lalu dia melepas kaosku. Kami lalu berguling-guling di dipan sempit
tersebut, kutindih badannya. Mulut kami saling mengunci tidak bisa
berkata apa-apa. Tangannya memegang penisku. Agak sakit. Kuraba seluruh
badannya termasuk paha, punggung, perut. Setiap kuraba vaginanya,
pahanya selalu direnggangkan.
. Lalu ciuman kuturunkan ke lehernya, kedua susunya. Jari tengah tangan
kananku masuk ke belahan vaginanya. Sudah basah. "Aaahh.. ooohh..
sshhh.. ssshh.." dia mendesah agak keras, kudiamkan karena aku yakin
saat sekarang di sekeliling kontrakanku pasti sepi.Lalu ciumanku turun
ke perutnya. Kujilat-jilat pusarnya. Dia makin menggelinjang. Ciumanku
terus turun sampai akhirnya wajahku tepat di depan vaginanya. Aku tak
peduli gimana rasanya, kucium vaginanya. Baunya segar sekali.
Titin kaget sekali saat kucium kewanitaannya. Dia bangun dan melihat
saja. "Mas Pri.. Joroookk.. tempppeeek Tittiiin kok dicium.." desahnya
tapi tidak tampak adanya penolakan. Saat kumasukkan lidahku, Titin
mendesah, "Aaahh.. Maaass.. tempek Titiinn diapainn.. aaahh Masss..
jangan.. adduuuhh.." Aku terus saja menjilat benjolan kecil di dalam
kemaluan Titin. Sementara Titin menggelinjang tidak karuan.
Kira-kira lima menit, tiba-tiba Titin menekan kepalaku dan mengangkat
pantatnya sehingga aku agak sulit bernafas. "Maaasss.. Titin mau
piippiiiss.." Menyemburlah cairan hangat seperti tadi malam. Karena aku
sudah tahu rasanya, kujilat semuanya sampai habis. Uh, enak sekali
rasanya.Manis, asin, gurih jadi satu. Aku naik ke atas dan memeluknya
sambil tiduran.
"Mas.. Titin capek.." sambil wajahnya ditaruh di dadaku.
"Mas kok nggak jijik sih jilatin tempek Titin?" tanyanya.
"Mas kan sayang Titin. Jadi Mas nggak akan jijik." sahutku sekenanya.
"Terus, pipis Titin juga dijilat? emang enak?"
"Enak kok.. kayak tajin."
Hening sejenak.
"Mas, kalau Mas maunya diapainn," katanya sambil memegang penisku.
"Terserah Titin aja," kataku.
"Titin kocokin seperti semalem yaach."
Lalu dia jongkok, mengocok-ngocok penisku yang tegang. Aku mendesah
keenakan. "Aaahh.. Ooohh... sshhh.." Penisku makin tegang saja rasanya.
Tiba-tiba penisku terasa geli, basah dan hangat? kutengok ke bawah.
Ternyata Titin sedang menjilat-jilat kepala penisku. Aku tidak tahu
belajar darimana dia, yang penting yang kurasakan saat itu nikmat
sekali. Mimpi dipegang tititku oleh perempuan saja aku tak pernah.
Apalagi sekarang dijilat. "Aduuuhh Tiinnn.. aku kamu apaiiinn.. aaahh.."
Saat sedang enak-enaknya mengerang, tiba-tiba kok hangatnya tidak di
kepalanya saja. Kulihat ke bawah, "Astaga..!" Penisku diemut. Belum
berfikir yang lain, tiba-tiba ada rasa aneh di penisku, ternyata selain
diemut, Titin pun menghisapnya. Tak tahan akan gelinya, aku semakin
mengerang. "Tiinnn.. aku kamu apaiiinn.. Tiinnn.. kamu kok tegaaa.." Tak
berapa lama aku kepengin pipis. "Tiinnn.. udaaahh.. Mass mau pipisss.."
Karena tidak tahan dan Titin tidak melepaskannya, akhirnya, "Croottt..
croottt.. croottt.." Empat atau lima kali penisku menembakkan cairannya
di mulut Titin. Titin kaget sekali. Sebagian ada yang tertelan dan
sebagian lagi meleleh keluar dari bibirnya.
"Mas Pri jahat.. pipis kok di mulut Titin.." katanya sambil berdiri dan
mengelap mulutnya dengan kain jarik. Lalu dia minum air putih.
"Titin juga siihhh.. Mas bilang udah.. udah, tapi Titin nggak mau lepasin," balasku.
"Udah sini tiduran. Mas kelonin," sambungku.
Sambil kukelonin, kucium pipinya.
"Titin kok mau ngisep singkongnya Mas? Apa nggak jijik. Khan jorok," pancingku.
"Lho, kata Mas kalau sayang kan nggak jijik."
"Tadi pipis Mas gimana rasanya? Enaakk?"
"Enak Mas. Kayak santen tapi agak asin."
"Titin belajar dari mana?"
"Waktu Titin ngintip, Titin liat Mbak Nunung ngisep tititnya Oom.
Kayaknya Oom itu keenakan. Terus Titin mau Mas juga keenakan. Ya Titin
ikut-ikutan Mbak Nunung."
"Mas, Titin malu mau ngomong sama Mas."
"Ngomong aja. Sama Mas kok malu."
"Titin juga punya bacaan. Titin dapet sewaktu beli koran bekas untuk
bungkus. Ada dua Mas. Yang satu Eni Arrow, yang satu Nick Carter."
"Sewaktu Titin baca, badan Titin merinding semua. Terus susu sama tempek Titin jadi gatel."
Ooohh pantes dia cepet belajar. Dari situ toh sumbernya. Ditambah live show.
Selama kelonan, dadanya menghimpit dadaku. Terasa hangat dan kenyal.
Lama-lama penisku keras lagi. Kucium pipi dan bibirnya lagi. Dia pun
menyambutnya dengan mesra. Kami berciuman, bergulingan. Tanganku pun
mulai bergerilya lagi. Ke susunya, punggungnya, lehernya,
selangkangannya. Akhirnya tangan kananku berhenti di daging lunak di
selangkangannya. Aku mulai mengusap-usap klitorisnya. Dia makin
mendesah-desah nggak karuan. "Aaahh.. Maaass.. Titin sayang sama Mas
Pri.. shhh.. aaahh.. enak Masss.. teruuuss Masss.." Sementara tangannya
mulai meremas-remas punyaku. Penisku sudah pada puncaknya sekarang.
Tiba-tiba Titin melepaskan pelukannya.
"Masss.. Titin mau seperti Mbak Nunung.. Mas mau khaaann.." katanya sambil menatap mataku.
"Tapi Mas takuutt.. Nanti gimana? Kamu khan belum pernah.."
"Tapi Titin mau Masss.." katanya lagi.
Lalu penisku diusap-usapkan ke mulut vaginanya yang sudah basah.
"Aaahh.. sshhh.." dia mendesah.
Mendengar desahannya, aku mulai bertindak. Kukangkangkan pahanya,
terlihatlah vaginanya yang tembem dengan rambut halus dan jarang, bagian
dalamnya yang merah muda dan ada tonjolan daging sebesar kacang kedele.
Vaginanya ternyata sudah basah sekali. Merah berkilat-kilat. Kusentuh
kacang kedele itu.
"Aaccchh.. Masss.. ssshh.."
Oh, jadi ini toh yang bikin dia menggelinjang itu. Kusentuh lagi.
"Aaccchh.. Masss.. ssshh.. diapain siiicchh Mas.. nakal amat siihh.." desahnya.
Kudekatkan wajahku supaya bisa melihat lebih jelas. Bentuknya lucu sekali. Aku coba menjilatnya.
"Aaacchh.. Masss.."
"Ayooo.. doonnngg.. Mass.. cepetannn.." katanya tak sabar.
Kuarahkan kepala penisku ke mulut vaginanya, kutekan sedikit.
"Aaahh.." ada rasa hangat di kepala penisku. Kutekan sedikit. Kok mentok? Kutekan lagi. Mentok lagi.
"Tin, lubangnya yang mana?" tanyaku.
"Agak ke bawah sedikit Mass, di bawah yang Mas pegang tadi."
Kuperhatikan dengan seksama. Oh, itu toh lubangnya. Kok kecil sekali?
Apa punyaku bisa masuk?Kuarahkan penisku ke sana, kutekan. Kok melesat.
Coba lagi. Meleset lagi.
"Tiinn.. bantuin doonngg.."
Titin memegang penisku lalu mengarahkannya.
"Teken Mas.. ya.. ya.. di situ teken Mas."
Kutekan pelan-pelan. Kok meleset? Tekan lagi meleset lagi. Gimana sich
caranya? Kupegang erat-erat penisku lalu tekan agak keras. Dan..
"Aaa.. Maasss sakiiitt. Pelan-pelan dooong Maaass.."
Terasa kepala penisku terjepit sesuatu yang hangat.
"Tahan Mas.. tahan.."
Dia meringis sepertinya menahan sesuatu.
"Ayo teken lagi Mass.. pelan-pelan Masss.. aaahh.."
Kutekan perlahan-lahan dengan kekuatan penuh. "Aaahh.." Kepala penisku
terasa ngilu. Hangat. Kulihat sudah separuhnya tertancap, Titin
meringis, kutahan sebentar.
Setelah Titin terlihat tenang, dengan tiba-tiba kutekan penisku sekuat tenaga, "Blesss.. bret.."
"Aaawww.. sakiittt Masss.. tahan Mass.. diem dulu Masss.." Titin berteriak.
Lalu kutahan. Ujung penisku seperti menyentuh sesuatu yang hangat. Aduh,
rasanya seluruh penisku seperti terjepit oleh sesuatu yang hangat dan
berkedut-kedut. Rasanya linu, sakit, enak, semuanya jadi satu.
"Tiinnn.. tahan sedikit ya.." kataku.
Lalu aku menarik pantatku dan menekannya secara perlahan-lahan. Berulang
kali. Kulihat Titin meringis-ringis. Begitu juga aku ikut meringis.
Tapi kami sama-sama tidak mau berhenti.Setelah mungkin ada sekitar 15
kali naik turun, vagina Titin mulai agak licin. Dan Titin pun mulai
tidak meringis lagi.
"Ayoo.. Mass.. ayoo Mas.. enak.. aaduuuhh enaaakkk Masss.. aaacchh.. ssshh.."
Aku pun merasa sudah tak begitu linu lagi.
"Ayooo Mass.. yang cepet Mass.. yang dalem Masss.. Sshhh.. aaacch.."
Mendengar desahan itu aku makin cepat memompa penisku naik turun. Makin
cepat, secepat aku bisa. Titin kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
Tangannya memegang sisi dipan. Susunya bergoyang-goyang. Badannya basah
oleh keringat begitu juga rambutnya. Pantatnya yang tadi diam, sekarang
mulai bergoyang. Naik, turun, kiri dan kanan. Tak lama aku merasa
penisku semakin linu dan geli yang tak tertahan, dan terasa ada sesuatu
yang mau keluar. Tapi aku merasakan tak ingin berhenti memompa.
Tiba-tiba Titin merangkulku dengan keras, menggigit pundakku. "Aaahh..
Aaauuw.. Aku pipiiss.. Masss.." Aku yang juga merasa mau pipis, kutekan
sekuat tenaga penisku sampai mentok dan kutahan. "Samaaa.. Massss juga
pipisss.. aaacchh.." dan, "Crooott.. crooott.. crooottt.." Empat kali
penisku menyembur ke vagina Titin. Aku tergolek lemas di atas tubuh
Titin. Tubuh kami sama-sama banjir oleh keringat. Kami diam beberapa
saat. Penisku sudah lemas tapi masih tertancap di vaginanya.
Setelah mengatur nafas masing-masing, Titin berbisik, "Terima kasih banyak Mas.. bukan main.. Masss.. enak banget ya Maaass.."
"Eee.. Tiiinnn.. jangan gerak dulu. Masih linuuu.." desahku.
Karena tak tahan kucabut punyaku, dan aku tergolek di sebelahnya.
"Pantesan aja Mbak Nunung sering beginian. Nggak taunya enak banget." desahnya setelah bisa mengendalikan diri.
Tiba-tiba kami sadar bahwa ada tugas yang harus kukerjakan. Aku langsung
bangun. Dan kulihat ada bercak-bercak kemerahan di dipan Titin dekat
selangkangannya.
"Tiinnn.. punya kamu berdarah ya.. masih sakit..?"
"Sedikit Mas.. Linunya ini yang belum hilang."
"Udaahh bangun aja. Nanti siapa tahu ilang sendiri." kataku.
Lalu kubantu dia bangun, mengelap dipan dengan kain basah sambil melirik
jam beker. Ya ampun 2 jam lebih aku bergelut dengan Titin. Setelah dia
berpakaian, kubantu dia merendam cucian sementara dia mencuci beras. Dia
mencuci baju, aku memotong-motong ubi dan singkong. Karena sudah hampir
terlambat, kami mandi bareng berdua. Di dalam kamar mandi itu kami
saling ciuman lagi, saling meremas lagi.
Sesampainya di warung, ibuku bertanya, "Titin Kenapa, kok jalannya agak pincang?"
"Terpeleset waktu nyuci baju Bu.." aku yang yang menyahut.
Memang Titin jalannya agak sedikit pincang. Siang itu kami sekolah bergandengan tangan seakan tak mau dipisahkan.
Malam harinya saat belajar, Titin datang lagi. Kali ini sebelum belajar kami bercumbu dulu.
"Tiinnn.. maafin Mas ya.. Mas khilaf.. Mas sudah mengambil keperawanan Titin."
"Nggak Mass, Titin dong yang seharusnya minta maaf. Khan Titin yang minta. Mas nyesel ya.. perjaka Mas udah ilang?"
"Lho, yang seharusnya nyesel itu khan yang perempuan bukan laki-laki."
"Tapi Titin nggak nyesel sama sekali, malah bangga bisa ngasih sama Mas."
"Sekarang Titin nggak mau pisah sama Mass.. Titin mau sama Mas terus..
Dan Titin janji nggak mau sama yang lain selain Mas." sambungnya lagi.
Kok air matanya netes? kucium dia dengan lembut.
"Terima kasih Tin.. Mas juga janji. Mas juga nggak mau dengan orang lain selama ada Titin."
Dia memelukku lama sekali. Seakan tidak mau dipisahkan.
Aku sekarang sudah terbiasa kalau sedang mencium, tanganku mengelus-elus
punggungnya, lalu meremas-remas dadanya. Eh, dia nggak pake kaos lagi.
"Aaahh.. Masss.." dia mendesis. Tanganku mulai turun ke arah bongkahan
pantatnya, kuremas-remas. Desahannya semakin keras saja. Tangganya pun
mulai masuk ke dalam sarung. Mulai memegang sesuatu yang mulai mengeras.
"Mass.. Titin mau lagi doonng.." Busyet, ini anak sepertinya maniak
banget.
Beberapa saat kemudian kulepaskan daster dan celana dalamnya. Dia pun
menurunkan sarung dan celana dalamku, lalu kaosku. Bugillah kami berdua.
Kukecup lehernya sambil kuremas-remas dadanya. Kupuntir putingnya, dia
mendesah. "Ssstt.. jangan berisik dong.. nanti Ibu bangun.." dia pun
mengecilkan suaranya. Hanya mulutnya yang meringis-ringis saja.
Tangannya tidak tinggal diam. Mulai menggenggam penisku dan mengocok
dengan perlahan. "Mass.. kuhisap yaa.." katanya.
Lalu dia berbalik arah. Mulutnya yang mungil mulai menjilati kepala
penisku. Seperti ada tegangan tinggi yang mengalir di tubuhku. "Aaahh..
Tiiinn.." desahku perlahan saat dia mulai mengulum kepala penisku.
Sementara itu vaginanya ada di depanku. Posisi 69 kata orang. Kucium
aromanya. Aaahh segarnya. Mulailah lidahku menjelajah ke lubang yang
merah membasah. Kucari kacang kedelenya dengan lidahku. Setiap kujilat
kedelenya, hisapan di penisku terhenti. Cairan vaginanya makin lama
makin banyak.
Tiba-tiba dia berbalik dan terlentang, sambil menarik penisku ke vaginanya.
"Auwww.. pelan-pelan dong Tiinn.. Sakit khan.." kataku karena penisku ditarik.
"Cepetan doongg.. Masss."
Kemudian kupegang penisku, kuarahkan ke vaginanya, kugesek-gesekkan di pintunya.
"Aaahh.. Masss.. jangan nakal doong.. cepetan.."
Kutekan perlahan-lahan. Masuk kepalanya, masih agak linu rasanya.
Aahhh.. ssshh.." dia mengerang keenakan.
"Pelan-pelan Mass.."
" Tiba2 aku mendengar ada suara mau keluar dari kamar .
"pri kamu masih bangun"
Kami segera merapikan tempat itu.takut ketahuan .
Iya bu ada apa"
Tolong ambilin ibu air minum le"
Iya bu"
Aku pun segera ke kamarnya untuk menyerahkan air minum.ketika kembali aku memberitahunya sebuah rencana
No comments:
Post a Comment