Friday 15 June 2018

Ada Cinta di SMA : Bab 14 ~ Hangatnya Kasih Sayang di Dieng

“Rel, main yuk.” Seru Dea sambil membuka sekaleng cola.

“Hmm? Kemana?”

“Terserah. Gue pengen cari hiburan. Bosen gue baca buku mulu.”

“Hah? Buku apaan? Orang elu kerjaannya molor mulu. Belajar kalo pagi doang.” Ujar gue sambil menggerutu. Gue mengambil sekaleng kripik kentang di meja di depan gue.

Hari itu adalah hari terakhir Ulangan Akhir Semester. Yang berarti, liburan telah datang.

Gue mencoba mencari hiburan setelah beberapa hari bertarung dengan deretan huruf dan angka, serta beberapa buku tebal yg menemani gue selama 10 hari.


“Gimana kalo ke Dieng aja?” celetuk Roy, yg tiba-tiba muncul seperti tuyul. Rambutnya terlihat acak-acakan. Habis ngebo, nih.

“Wah, bagus juga tuh.” Kata Dea. “Gue punya sodara yg punya vila di sana. Ada kolam air panasnya kalo ngga salah..”

“Nah itu, mantap.” Ujar gue mengiyakan saran Roy, yg cengar-cengir. Entah kenapa gue merasa senyumnya menyiratkan sifat mesumnya yg mulai keluar lagi.

“Semuanya kita ajak aja..”

“Tapi, gimana caranya kita ke sana?” tanya gue. Di kosan itu hanya gue yg memiliki mobil. Sebenarnya ada mobil mas Asep yg sedang ke Perancis, tetapi gue agak sungkan untuk meminjamnya.

Seakan memahami isi pikiran gue, Roy langsung mengambil ponsel di kantongnya. “Gue email dulu mas Asep. Kali aja dia mau minjemin mobil dia.”


“Nice.”

Gue menoleh ke sumber suara. Angel baru saja turun dari lantai atas, menenteng sebuah buku, yg sepertinya sebuah novel.

“Gila ya lo, ga capek apa baca buku mulu.” Celetuk Dea.

“Kayaknya gue udah addicted banget sama buku, deh.” Balas Angel sambil manyun. Ia melirik ke arah gue, dan mata kami sempat saling bertemu sebelum dia melengos.

“Mau ke Dieng, ya? Join dong.”

“Ogah, mobil gue udah full-booked. Kalo ketambahan elo, ntar mobil gue tinggal bannya doang.” Celetuk gue, yg langsung disambut dengan tendangan Angel ke betis gue.

“Anjir, sakit bego.” Umpat gue sambil memegangi betis gue. Dia masih tetap memandangi gue sinis. Shit, masa’ dari dulu masih marahan.

Roy lalu merebahkan badannya ke samping gue. “Udah gue email. Tunggu aja. Disana masih malem. Pasti tuh orang masih ngorok kayak biasanya.”

“Yaelah, emangnya elo.” Kata Dea yg sedari tadi diam dengan ponsel di genggamannya.

“Coba elo hubungin dulu sodara lo. Tanyain, udah ada yg booking belom? Kalo belum, langsung lo booking aja.” kata gue. Dea langsung gerak cepat dengan menelpon sodaranya itu. Semoga masih bisa.

“Heh, tapi..” ucap Angel tiba-tiba, yg ternyata sudah berada di depan pintu. Ia masih memandang kosong ke arah jalanan di depan.

“..”

“Gak jadi deh.” Katanya lagi, setelah sempat terdiam beberapa saat. Gue lirik dia, dia sedang melirik gue. Tau gue meliriknya, dia langsung membuang muka kembali.


What the hell. Dia masih marah ternyata. Yaelah, masa’ Cuma gara-gara masalah sepele gitu, marahnya lama amat. Mungkin itu yg bikin ia putus sama cowoknya.

Gue mencoba mengalihkan pikiran gue, dengan ngemil keripik kentang di hadapan gue, sambil mengambil remote TV dan menyalakan TV di sudut ruangan itu.

“Done deal! Udah dapet.” Tiba-tiba Dea berteriak nyaring, membuat Roy sedikit terlompat dari duduknya. Gue hanya tertawa kecil melihatnya.

“Masih kosong. Katanya bisa muat buat 8 orang.”

“Horee..” teriak kami serentak.

Dan, liburan pun dimulai.


***


“Woy, jangan berisik napa. Pusing gue dengernya.” Ucap gue dengan kesal mendengar celotehan mereka di mobil gue. Suara lagu yg terdengar dari speaker pun tak terdengar, digantikan oleh nyanyian aneh Roy dan Angel, diiringi suara Rara yg untungnya sedikit lebih merdu.

Hari itu adalah hari Jumat pagi, hari keberangkatan kami ke Dieng. Kami berangkat dengan dua mobil, yaitu milik gue dan milik mas Asep, yg telah diberi izin untuk mengendarai mobilnya.

Mobil gue diisi oleh gue, Roy, Dea, Rara, dan Angel. Sedangkan mobil satunya lagi, diisi oleh Andi, Farhan, kak Sarah, dan kak Aulia. Sedangkan yg menyopir adalah pacar kak Sarah. Jadi, sepertinya acara kami akan rame di vila tersebut. Horeee!!

Karena Jazzy gue enggak muat menampung barang bawaan mereka, jadinya mobil gue ini hanya membawa camilan, sedangkan barang bawaan ditaruh di mobil mas Asep, yg jelas lebih besar dari si mungil ini.


“Hei, main ToD yuk!” celetuk Rara. Sontak seisi mobil itu heboh.

“Ayo gaskeunn..” jawab Roy dengan lantangnya.

“Tapi gimana Dare-nya? Ini kan kita di mobil..?” tanya Dea sambil melirik Angel.

“Yaudah deh, ntar Dare-nya pas kita udah sampe sana aja.” Kata Rara. Tangannya menunjuk Roy. “Dimulai dari elo. Truth or Dare?”

Roy pun mengomel sejenak, sebelum akhirnya berkata “Truth.”

“Gue-gue yg nanyaa..” seru Dea sambil lonjak-lonjak dengan tangannya berpegangan pada handle pintu.

“Dari kita bertiga, siapa yg paling cantik?”

“Hah?”


Ketiga cewe itu seperti mengerti kelemahan Roy. Mereka sama-sama berlagak sok cantik, sok imut, layaknya cabe-cabean. Gue yg hanya melirik dari kaca spion hanya bisa menghela nafas.

“Mmm.. karena gue suka yg agak dewasa gitu, gue pilih Angel.” Jawab Roy yg disambut Angel dengan senyuman manisnya. Sedangkan dua cewek lainnya menatap sinis si Roy. Roy pura pura terlihat ketakutan . Hahaha.

“Nah gitu dongg.. kan gantengnya keliatann..” ujar Angel sambil mengacak-acak rambut Roy.

“Sekarang giliran gue yg tanya.” Kata Dea.

“Eittt.. bukannya Cuma 1 kesempatan doang yg boleh nanya?” celetuk gue.

Roy langsung menoleh ke arah gue dengan tatapan seolah ia sangat berterima kasih atas celetukan gue. Dasar.


“Oh iya deng, hehe. Yaudah. Sekarang giliran lo, Ngel. Truth or Dare?” kata Dea.

“Dare.”

“Seriusan?” tanya gue sambil melirik Angel. Dia hanya membalas tatapan gue, kemudian kembali menoleh ke arah Dea. “Kalo Dare disuruh ngapain, sih?”

Sontak Rara langsung menoyor dahi Angel.

“Geblek. Kalo gatau maksudnya, kenapa asal ceplos gitu.” Kata Rara sambil setengah tertawa.

“Ya abisnya, bahaya kalo gue pilih Truth.” Jawab Angel dengan polosnya.

“Emang kenapa?” kata gue lagi.

Dia diam saja. Hening beberapa saat.

“Dah, buruan. Ini gue harus ngapain. Loncat dari mobil sekarang?”

“Sabar napa. Kita juga lagi mikir elo harus diapain.” Kata Rara.

“Suruh pake daleman doang aja di halaman vila pas malem-maleee--..” belum selesai gue ngomong, gue langsung ditabok oleh Dea.

“Sakit bego.”

“Ide lu bagus juga.” Kata Dea, yg bikin gue melongo.

“Iya, seru tuh kayaknya. Malem-malem gitu, Cuma pake underwear, good good..” celoteh Rara sambil mengunyah potato chips.


Angel terlihat menegakkan tubuhnya. mau protes, tapi langsung kembali menyandarkan tubuhnya.

“Iyaa..bisa mengurangi minus mata gue juga. Ada vitamin-vitamin A nya gitu.” Ceplos Roy dengan polosnya. Angel langsung dengan ganasnya menjambak rambut Roy. Gue tertawa mendengar teriakan Roy yg kesakitan dengan jambakan di rambutnya.

Angel hanya menghela nafas. Dia terlihat pasrah memakan umpan yg ia lempar sendiri. Salah lu sendiri bego. Wkwk.



“Ya ya..tapi cowo-cowo gaboleh keluar kamar. Cuma cewe-cewe aja yg boleh liatt..” katanya sambil menahan emosinya. Intonasi ucapannya membuat gue tertawa. Sepertinya dia malu sekali.

“Dah, lanjut lagi. Sekarang elo, Rel. Truth or Dare?”

“Hah? Kok gue juga?” protes gue.

“Nah ini nih. Gue mau introgasi elo.” Seru Roy sambil mengepalkan tangan. Shit, jadi takut kan gue.

“Eitt..kan dia belum milh. Pilih apa rel?” kata Rara lagi.

“Hmm..truth aja deh. Males gue kalo disuruh yg aneh-aneh.”


Gue kembali melirik ke arah Angel, dia hanya melirik kecil ke arah gue kemudian kembali memandangi jendela.

Now, your chance.” Ujar Rara sambil menunjuk Roy.

“Hmm..Rel, dari ketiga cewek ini, mana yg paling elo pacarin.”


Gue tersentak, dan reflek mengerem mobil gue meskipun nggak sampai berhenti. Gue menoleh ke arah Roy dan mengangkat alis gue, yg dibalas dengan cengiran Roy.

Gue noleh ke belakang, mereka bertiga masih anteng sambil natap ke arah gue. Angel yg sedari tadi mencoba menghindari kontak mata dengan gue, akhirnya berani memandangi gue.

Gue menghela nafas sejenak, lalu kembali memandang ke jalanan di depan.


“Sett dah, ngapain elo nanya begituan?” akhirnya kalimat itu yg keluar dari mulut gue setelah beberapa saat.

“Abisnya, semua cewe di kosan ini elo deketin. Kan gue jadi penasaran, cewe mana yg paling elo suka. Pasti elo gabetah kan kelamaan jomblo.” Kata Roy.

“Yaelah, gimana gak deket. Kan temen kosan sendiri. Mana mungkin ga deket. Lagian juga, mereka mana mau ama gua.”


“Cih, cemen dah.”

Gue kaget mendengar celetukan lirih dari Angel. Gue lirik tajam ke arahnya.

“Iya, cemen dah. Masa’ ceweknya yg disalahin. Elo sendiri gimana, suka nggak sama kita..?” kata Rara sambil memandangi gue dengan tegas.


Gue terdiam. Jujur gue nggak ada rasa apapun dengan mereka. Mereka udah gue anggep sebagai sahabat. Lupakan tentang ‘musibah’ gue dan Dea. Tapi seriusan, gue gak ada apa-apa dengan mereka.

“Hmm. Ginii.. a—“ ucapan gue terhenti oleh nada dering panggilan masuk di ponsel gue.

Gue rogoh saku celana gue, dan mengeluarkan ponsel gue. Oh, ternyata rombongan depan yg menelepon.


“Halo, kak. Kenapa? Ada yg mabok?”

“Engga. Kita mau berhenti di pom bensin. Mau ke toilet dulu.” Terdengar suara kak Aulia di seberang sana.

“Oh, oke. Gue juga mau ngisi bensin sekalian.”

“Yoii..”


Lalu 150 meter kemudian kita tiba di SPBU tersebut. Gue menawarkan buat yg mau ke toilet dulu, sembari menunggu gue yg mengisi bensin. Si Roy, Dea, dan Rara turun. Sementara si Angel masih di dalem mobil, males katanya.

“Penuh mas,” kata gue kepada petugas SPBU tersebut melalui jendela.

Gue coba putar-putar tombol navigasi di MP3 Player mobil gue. Mencoba mencairkan suasana. Gue lirik ke belakang melalui kaca spion, Angel masih menatap kosong ke arah luar jendela.

Hah. Emang dia kira gue bisa ngerti semuanya? Emang cowo harus ngerti segalanya? Kalo dia diem mulu gitu, gimana gue bisa tau.


“145 ribu, mas.” Ucapan petugas SPBU itu membuyarkan pikiran gue. Gue rogoh dompet di saku belakang celana, mengeluarkan 3 lembar uang 50 ribuan, dan menyerahkannya kepada petugas itu.

“Kembaliannya ambil aja, mas.” Ujar gue sambil tersenyum ke arahnya. Kemudian gue menyalakan mesin mobil dan kembali ke toilet SPBU tersebut.


Same bed but it feels just a little bit bigger now

Our song on the radio but it don't sound the same

When our friends talk about you, all it does is just tear me down

'Cause my heart breaks a little when I hear your name


Lagu milik Bruno Mars itu terus bergema di mobil gue. Suasana masih hening. Hanya alunan merdu dari speaker mobil itu yg memecah keheningan itu.

Ah, muak gue.

“Ngel, elo kenapa sih?!” ujar gue sambil menghadap ke belakang dengan nada yg meninggi, membuat Angel sedikit terloncat kaget mendengarnya.

“Kenapa apanya?” balasnya sambil menaikkan alisnya.

“Elo diemin gue mulu. Emang salah gue apaan?”

Angel masih diam saja. Kali ini ia memandangi kuku-kuku jarinya.


“Hei..” ujar gue tak sabar. Kali ini gue meloncat ke belakang, lalu duduk di sampingnya. Gue raih tangannya, gue genggam kedua tangannya. Gue pandang erat matanya. Dia pun melakukannya. Tatapannya mulai melunak. Matanya sedikit berkaca-kaca.

“Elo....jahatt.” katanya, setelah beberapa detik terdiam.

“Jahat kenapaa?”

Dia masih memandangi tangannya yg masih gue genggam. “Eloo.. gampang banget sih bikin cewe baper.”

Gue mengernyitkan dahi. Gue pandangi lagi wajahnya. Kini pipinya yg sedikit chubby itu mulai merona merah. Anjir..

“Elo bap--..”


DUK DUK DUK.

“Woi bukainn.. jangan ketiduran dulu rel. Woyyyy..” seru Roy dengan gaduhnya.

Shit. Keganggu lagi deh.

Gue kembali ke kursi gue, membuka lock di atas handle pintu, kemudian kembali menoleh ke belakang memandangi Angel sambil mengedipkan mata gue. Angel membalasnya dengan tersenyum kecut, penuh paksaan.


***


“Wow..gilaaaa.... keren banget ini. Parahhhh...” seru Rara saat kami tiba di tempat tujuan.


Yak memang gua akui kalo tempat ini keren banget. Vila itu terletak di lereng sebuah bukit, dengan hamparan hijau yg siap memanjakan mata kami selama beberapa hari disini.

“Udah. Gak usah norak ah. Barang bawaannya dibawa masuk dulu.” Kata Dea dengan lantangnya, mencoba membuat teman-temannya sedikit jaim.

Gue masuk ke dalam vila itu sambil menarik koper gue. Gue sangat terkesan dengan vila itu. Desain interiornya sangat memanjakan mata. Bagian dinding ruang keluarganya terbuat dari kayu besar atau logs yg membuatnya menjadi natural sekali.

Saat tiba di kamar, gue lagi-lagi dibuat kagum. Kamar itu terlihat megah sekali, dengan dipan kasur yg besar, dan juga terdapat semacam balkon yg bisa membuat penghuninya menikmati cahaya mentari pagi, atau sekedar menikmati hawa dingin di sore hari.

Gue menaruh koper gue di dekat meja di samping ranjang, dan langsung rebahan di atas ranjang. Gue sempat mendengar suara derit pintu yg dibuka dan suara celotehan pujian Roy, sebelum akhirnya gue terlelap.



Gempa?

Gue merasa badan gue bergoncang-goncang. Gue buka mata secara perlahan, dan menemukan sesosok cewek dengan rambut panjangnya di samping gue.

“Hei, banguunnn..”

Saat sudah benar-benar sadar, gue memandangi cewek itu, dan ternyata adalah Angel.

“Mau ikut jalan-jalan nggak?” tanyanya dengan nada ketus.

“Hmmm..” gumam gue. “Gue mau mandi dulu.”


Gue lalu bangkit dari ranjang, menuju ke koper gue, dan mengambil peralatan mandi. Saat akan berjalan menuju ke kamar mandi, gue mendengar celetukan Angel dan mendadak menghentikan langkah gue.

“Ikuttt dongg..”

Gue menoleh ke arahnya. Gue pandangi wajahnya dengan ekspresi heran. Dia dengan polosnya malah menggigit bibir bawahnya, sambil mengerjapkan matanya. Njrit, ni bocah sange ya.

“Ngaco ah.” Gue melengos dan kembali berjalan menuju ke kamar mandi. Saat tiba di depan kamar mandi, lagi-lagi gue dibuat terkesima dengan desainnya.


Dinding kamar mandi itu hanya sebagian saja yg terbuat dari batu bata. Sedangkan bagiannya lainnya terbuat dari kaca! Gila, ini mah vila buat pasangan pengantin.

Dari balik kaca, gue bisa melihat pemandangan di luar. Ada semacam kolam kecil gitu. Tapi tunggu dulu, kok ada uapnya?

WAH JANGAN-JANGAN INI ONSEN?!

Onsen itu kolam pemandian air panas yg ada di Jepang. Dan dihadapan gue, sudah ada onsen ala Indonesia yg di belakangnya ada pemandangan lereng bukit yg hijau berseri. SHIIITTT!! PARAHH!!

Gue langsung dengan semangatnya melepas pakaian, kemudian menggantungnya di pintu kamar mandi, menutupnya, dan akan langsung menyalakan shower, sebelum gue dikagetkan oleh seseorang.


“ANJING! KENAPA ELO IKUTAN MASUK?!!!” umpat gue melihat Angel dengan lugunya duduk di pinggiran bathup sambil memandangi tubuh gue yg sudah tidak ditutupi oleh apapun.

“CIH, DASAR. Mulut sama otak kalo nggak sinkron ya gitu. Tadi marah-marah, tapi kok yg dibawah itu malah semangat 45 ya.”

“Hah?” kata gue sambil mengernyitkan dahi.

Angel hanya diam saja, sambil memajukan dagunya ke arah selangkangan gue. Gue lalu menunduk, dan kaget melihat adek kecil gue udah ngaceng sengaceng-ngacengnya.

NJRIT! SEJAK KAPAN NI BOCAH LEMAH BANGET SAMA CEWE!!


Reflek, gue langsung menutup selangkangan gue dengan kedua tangan gue, kemudian memalingkan muka.

“Ck.”

Tiba-tiba Angel berdiri dan mendekat ke arah gue. Gue langsung mundur teratur, hingga gue terpojok ke dinding. Angel semakin dekat ke arah gue, tangan kanannya menekan dinding di samping telinga kiri gue, sedangkan tangan kirinya memegang pinggangnya.

“Elo pikir, elo bisa selamanya lari dari gue?”

Hah? Kok jadi kaya drama korea gini.


“Lari gimana maksud lo?”

Dia mulai gelisah.

“Apa elo nggak ngerasa?”

“Paan?”

“Mmm..gue kayaknya suka ama elo.”

Gue diam saja. Emang bener ternyata dia baper.

“Lah, perasaan baru kapan itu putus sama mantan lo.”

Dia menghela nafas dengan kasar.


“Ck, denger ya.” Katanya sambil memajukan wajahnya, sehingga kini jarak kami hanya sekitar beberapa centi. Gue bisa memandangi wajah bersihnya yg sebenarnya memang cantik sekali.

“Elo itu terlalu care ama gue.”

“Hah? Bukannya elo yg nempel gue mulu. Alesannya, mau curhat. Tapi kenapa jadi gue yg salah? Hah?” kata gue sedikit membentak. Di luar dugaan, ternyata Angel kaget melihat perubahan sikap gue. Tiba-tiba, air mata keluar dari sudut matanya. Ck. Kelemahan gue nih.

“Hiks..elo tuh yaa.. Pantesan si Sasa kabur dari elo. Elo tuh ga peka sama cewe. Gasadar kalo elo tuh bisa bikin cewek ngerasa nyaman di deket lo.. hhh” katanya sambil menangis sesenggukan.


Kampret, ngapa nih bocah bawa-bawa Sasa. Tapi gue ga berani membalasnya. Melawan cewek saat dia sedang lemah-lemahnya bukan merupakan sikap cowo yg gentle.

“Iyaa iyaa.. maaf yaa. Gue ga bermaksud nyakitin eloo.. dah cup ahh.. ntar ga cantik lagi dehh..” ujar gue sambil mengelap air mata yg masih keluar dari matanya. Gue tatap matanya yg sedikit memerah, mulai menampakkan sedikit cahaya kebahagiaan. Pipinya lama-kelamaan mulai merona merah, menambah kecantikannya yg benar-benar natural.

[​IMG]
*Maaf, demi menjaga privasi, foto saya blur. Penampakan asli Angel*


Bibirnya mulai sedikit membuka, kemudian mengatup lagi. Seperti ragu-ragu. Gue pun mengambil kesempatan itu untuk mengecup bibir lembutnya.

Gue elus kepalanya dengan pelan. Dengan perlahan, gue lepaskan ciuman gue dan mendekatkan wajah gue ke telinganya sambil berbisik, “Tenang. Gue bakalan njaga elo.” Lalu gue memeluknya dengan erat.

Dia membalasnya juga dengan berbisik, “Thanks, my sweetheart.” Sambil merangkulkan tangannya di pinggang gue.

...

...

Kok ada yg dingin ya?

...

...

“Mmm..rell?”

“Hmm?”

“Itu adik elo gamau berhenti nusukin perut gue? Hihihi..”

“Hah? Adik?”

Dan, gue baru sadar. Pusaka gue yg masih tegang ternyata sedang terjepit di perut Angel.

Reflek gue melepaskan pelukan gue, lalu berlari ke pintu kamar mandi dan mengambil handuk gue, kemudian melilitkannya di badan gue.

Angel yg melihat tingkah konyol gue tertawa terbahak-bahak. Seakan ia melupakan segala masalah hidupnya. Tawanya yg renyah membuat gue luluh, dan berjalan mendekat ke arahnya. Lalu, gue kembali mencium bibirnya untuk yg kedua kalinya.

Kali ini ciumannya lebih agresif. Dia mulai menerima lidah gue di dalam mulutnya.

Tangan gue mengelus lembut rambutnya. Perlahan. Kemudian menyusuri lehernya, ke punggunya, hingga ke pinggangnya. Kemudian gue coba untuk menyusupkan tangan gue ke balik bajunya, tak ada perlawanan darinya. Yes diijinin!


Langsung gue meraba ke arah dadanya. Dan Ya Tuhan! Dia tidak mengenakan bra! Reflek gue lepaskan ciuman gue.

“Elo ga pake BH?” tanya gue.

Dia hanya cengar-cengir. “Lanjutin, sayang.”

Tanpa ba-bi-bu lagi, langsung gue angkat bajunya, hingga terpampanglah payudaranya yg indah sekali ya Tuhan. Sangat pas sekali dengan ukuran tubuhnya, dengan wajahnya yg cantik. Uhh, surga duniawi.

Saat akan mencaplok puting merah muda itu, tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu kamar mandi.

“CK, sialan.” Umpat gue. “Bentar ya,”


Gue lalu berjalan ke arah pintu kamar mandi, dan melongokan kepala gue ke luar, dan ternyata Rara yg memanggil.

“Lu lagi mandi? Buruan. Mau ikut nggak? Kalo nggak kita tinggal.”

“Ck, sabar napa. Cowo kalo mandi butuh proses.”

“Yah, si dia malah coli. Gak usah coli dulu lah, langsung mandi aja. Buruannn! Ga pake lama.”

“Set dahh, ntar elo yg bantuin gue coli ya.”

“SIALAN!” umpatnya lalu melengos dan keluar dari kamar gue.

Shit. Baru dapet enak, malah kena gangguan. Sedih.


***


Cuaca sore itu benar-benar bersahabat. Langit terlihat bersih. Tetapi, hawa dingin tetap saja membuat gue tetap berpakaian tebal.

“Brrr.. gilak. Dingin amat sih. Bisa-bisa berat badan gue turun 10 kg.” Celetuk Roy, sambil memandangi Rara yg asik berpose saat sedang dipotret oleh Dea.

Gue lihat juga Kak Sarah dan pacarnya sedang asik bermesraan di depan vila. Sedangkan Andi dan Farhan pergi entah kemana. Jalan-jalan katanya.


“Hei, rell..” panggil seseorang.

“Hmm?” gue menoleh dan melihat Kak Aulia sedang memegang DSLR, yg sepertinya miliknya.

“Gue ga ngerti caranya make. Elu bisa?” tanyanya sambil menyodorkan kameranya.

“Bisa aja sih. Kak Aul mau foto?”

“Iyaa.. fotoin di depan sana tuh. Tadi gue nemu spot foto yg keren banget.”

“Oke deh, ayookk.. Ngel, ikut nggak?” tanya gue.

“Enggak deh. Males. Ntar aja kalo foto bareng gua join.”

“Oke deh.”


Gue dan kak Aulia pun berjalan menuju spot foto yg ia maksud. Setelah beberapa menit kami berjalan, akhirnya kami tiba di tempat yg ia maksud. Dan benar saja, pemandangannya sungguh keren. Patut dijadikan background laptop gua nih, hehe.

Kak Aul pun berpose dengan berbagai macam gaya anak muda yg saat ini sedang ngetrend. Hingga gue tertawa sendiri melihat kelakuan kakak angkatan gue yg satu ini.

“Udah banyak belom?” tanyanya sambil mendekat ke arah gue. “Lihat dong.”

Gue pun memencet beberapa kali, dan menampilkan beberapa foto yg berhasi gue jepret tadi. Dia terlihat sumringah melihatnya.


Gue sendiri juga sumringah, karena baru kali ini kak Aul berada dekat sekali dengan gue. Gue bisa mencium aroma parfumnya yg menusuk hidung gue. Khas anak muda, lah. Rambutnya juga sedikit terlihat di balik hijabnya.

“Kayaknya masih ada yg kurang nih.” Celetuknya sambil mendongak menatap gue. Gue menaikkan alis.

“Apa?”

“Foto gue sama elo.” Katanya sambil cekikikan. “Gue gapernah foto berdua sama elo. Foto bareng temen-temen aja gapernah.”

“Hah? Masa’ sih?” tanya gue sambil mengerjapkan mata.

“Yaelah. Susah kan foto sama cowo yg katanya jadi ‘most wanted’ di sekolah. Udah ganteng, tajir, keren, cewek mana sih yg ga mau?”

Jrit, gue merasa wajah gue memanas.


“Yuk, foto. Tapi pake hape gue aja. Kalo pake SLR susah pegangnya.”

“Okee..”

Lalu dia mengeluarkan ponselnya, mencari kamera di menu hpnya, lalu mendekat lagi ke arah gue.

“Ayo, gaya dong. Masa’ gitu doang ekspresinya..”

“Ga biasa foto, kak.” Kata gue sambil meringis.

Lalu dia bersandar di pundak gue, lalu mengangkat ponselnya dan memencet tombol timer di kamera hpnya.

Njir, dia udah melupakan sifat jaimnya selama ini. Atau apa memang dia sedekat ini dengan cowok ya?

Tapi gue belum pernah memergokinya membawa cowo ke kosan. Jadi, apa betul dia pernah dekat dengan cowok?


“Nah, udah lumayan nih. Yuk balik. Keburu malem, ntar yang ada malah kesasar.” Katanya sambil menggandeng tangan gue.

Sepanjang perjalanan kembali ke vila, dia terus menginterogasi gue tentang cewek yg gue sukai.

“Beneran elo ga ada apa-apa sama mereka?” tanyanya dengan lirikan tajam.

“Iya kak. Seriusan.” Jawab gue dengan santai.

“Kalo kakak sendiri, udah pernah pacaran?”


Dia menghentikan langkahnya. Gue pun menoleh kebelakang, memandangnya dengan dahi berkerut.

“Kenapa kak?”

Tiba-tiba dia tersenyum dan melanjutkan jalannya. “Gapapa kok. Dah yuk buruan, keburu ditunggu sama yg lain.”

“Tapi, tadi kan belum dijawab pertanyaan gue.”

“Suuutt.. anak kecil gaboleh tau,” katanya sambil menjulurkan lidahnya. Sial.


***


“Elo darimana aja sih?” tanya gue, begitu melihat Andi dan Farhan baru saja pulang. Saat itu pukul 7 malam.

“Abis jalan-jalan. Agak jauh juga sih. Tapi worth it banget. Tadi dapet spot foto yg keren-keren.” Ujar Farhan. Mereka berdua emang sepertinya sangat suka dunia fotografi. Di sekolah, mereka ikut ekskul fotografi dan videografi. Dan katanya, awal tahun depan mereka bakalan ikut lomba di Lombok. Wow.

“Makanan udah siapp. Yuk masuk dulu.” Panggil Kak Sarah kepada kami bertiga.


Kami pun melangkah ke dalam, dan segera menuju ke sebuah gazebo besar di belakang vila itu. Emang vila itu ga berhenti buat gue mendecak kagum. Bayarnya berapa ya? Gue belum sempat tanya ke Dea sih. Ah, bodo amat. Yang penting enak.

“Angell... nasinya bawa kesini. Gue udah laper bangett nihh..” teriak Roy membuat suasana semakin gaduh.

“He, ikannya jangan elo embat semua. Gue makan apa. Sett dah..” celetuk Andi kepada Dea yg meringis mendengarnya.

Gue hanya bisa tersenyum melihatnya. Gue merasa bersyukur bisa berada di tengah-tengah mereka.

Tiba-tiba, notifikasi ponsel gue berbunyi. Gue rogoh ponsel gue, dan membukanya. Ada sebuah Whatsapp dari nomor tak dikenal.


Haloo?

Ini Farrel kan?

Ini aku, Syifa, dari kelas IPS 2.


Gue mengernyitkan dahi. Syifa? Gue belum pernah dengar nama itu. Gue cukup asing dengan anak-anak IPS. Hanya beberapa temen gue dari ekskul basket yg merupakan anak IPS.


Iya. Ada apa ya?

Dapet nomerku dari mana?


Gue pandangi layar ponsel gue. Centang abu-abu itu telah berubah menjadi centang biru. Gue tunggu beberapa saat, tapi tidak ada tanda-tanda ia akan mengetik sesuatu. Gue hanya menghela nafas, memasukkan ponsel gue ke dalam saku, dan ikut nimbrung bersama tetangga kosan gue itu.


Setelah makan malam usai, gue langsung menuju ke dalam, dan segera rebahan di sofa depan TV. Gue putar-putar channel TV, mencoba mencari yg lucu, tapi hasilnya nihil. Isinya sinetron gajelas semua.

Tiba-tiba, ada seseorang yang duduk di samping gue. Ternyata Rara.

“Kenapa dah? Kayaknya bete amat?” tanya gue.

“Lagi gabut nih. Bosen banget.”

“Yaudah, temenin gue aja. Gue juga lagi bosen.”

“Elo ga tidur aja? Kayaknya tadi kecapean banget habis nyetir.?”

“Males gue. Pengen cari hiburan.”

“...”


Suasana hening.

“Yang lain dimana sih?” tanya gue.

“Eh..anu, udah pada ke kamar.”

“Ohh...”


Suasana menjadi hening kembali.

“Relll...?” cicit Rara setelah beberapa saat.

“Yaa?”

Dia nampak ragu-ragu. “Tadi..anu..gue ga sengaja liat.”

Gue menoleh ke arahnya dengan heran. “Lihat apa?”

“Anu..duh gimana jelasinnya. Tadi, pas elo di kamar mandi..”


Sontak muka gue langsung memerah.

“E-elo liat lewat m-mana?” tanya gue dengan tergagap.

“Hadehh..kan itu ada kacanya. Tembus pandang. Gimana sih..”

Duh, gue lupa. Geblekkk.


“Hmm..ya terus kenapa? Elo mau juga?” ujar gue sambil cekikikan, mencoba menutupi kepanikan gue.

“Dih, ogah.” Balasnya sambil membuang muka. Bibirnya dimanyunkan. Ah, gemesin banget nih bocah.

“Gausah sok jaim jaim amat. Gue tau kok elo juga pengen.”

“Dih, dah dibilangin. Gue gapernah gini ginian.” Katanya dengan polos, masih membuang muka. “Dah, gue mau tidur.” Katanya sambil beranjak pergi.


Gue dengan sigap langsung menarik lengannya, hingga ia terduduk lagi.

“Apaan sih?”

“Yang tadi, jangan dibilangin siapa-siapa,” kata gue dengan sedikit nada mengancam.

“Yang tadi? Paan dah?”

“Ck,” kata gue sambil melengos.


Tiba-tiba ia cekikikan sendiri. Gue hanya melirik dia dari sudut mata gue.

“Iya iya..bawel amat sih. Pantes jomblo.” Katanya sambil tersenyum. Kemudian ia bangkit, dan akan melangkah pergi. Tapi tiba-tiba, ia kembali lagi, dan tanpa diduga ia meremas pusaka gue dari luar celana.

“Ini adiknya dijaga. Jangan asal masuk ke gua. Kasian gua nya kan.” Katanya sambil mengedipkan mata, kemudian berlari meninggalkan gue yg terbengong melihat tingkahnya.

Pada akhirnya, gue tertawa.

“Njir, ternyata..” gumam gue dalam suasana malam yg sunyi itu.

Gue pun bangkit, mematikan TV, dan beranjak pergi menuju kamar gue, dimana Roy sudah mendengkur dengan pulasnya.


***


“Ck, kenapa pas malem-malem gini?”

Gue terbangun di tengah malam, karena gue kebelet pipis. Gue langsung berlari menuju ke kamar mandi. Setelah mem-flush toilet, gue berniat kembali ke kamar, sebelum gue melihat sekelebat bayangan di luar.

Ya, bayangan seorang pria.

Gue diam di tempat. Antara takut dan penasaran. Bayangan apa tadi? Apakah maling? Atau, jangan-jangan, hantu?

Gue begidik ngeri, dan memutuskan kembali ke kamar.

Tetapi, gue mendengar sesuatu.


Yaa..suara itu lagi.

Gue lalu menoleh kembali ke tempat dimana gue melihat bayangan tadi. Akhirnya, rasa penasaran mengalahkan segalanya. Gue keluar melewati pintu belakang, dan berjalan mengendap-endap menuju kolam pemandian air panas disitu. Sumber pencahayaan di tempat itu hanyalah sebuah lampu kuning remang-remang di sudut ruangan. Menambah suasana ngeri di tempat itu.

Tapi, suara itu terdengar semakin keras. Gue lalu kembali berjalan menuju ke sumber suara itu. Ternyata di tempat bilas. Gue coba mengintip dari balik tembok, and I found them.

Kak Sarah dan pacarnya, sedang berolahraga malam.

No comments:

Post a Comment