DIAN ANGGRAINI
FITRIANA RAHAYU
Sore itu aku sudah bersiap untuk pergi ke bandara menjemput Dian. Akupun
pamit ke ibuku dan meminta ijin untuk membawa mobil karena akan
menjemput Dian. Setelah mendapatkan ijin aku langsung melajukan mobil
menuju bandara, karena jika sesuai jadwal pesawat yang di tumpangi Dian
akan mendarat sekitar setengah jam lagi.
Setibanya di bandara aku langsung memarkir mobil dan bergegas menuju
pintu kedatangan. Sesampainya di depan pintu kedatangan aku
memperhatikan jadwal pesawat yang akan tiba. Namun aku sedikit heran,
karena tidak ada jadwal pesawat yang tiba dari Semarang, hanya ada
jadwal dari Surabaya dan Jakarta saja.
Ah... Mungkin Dian tidak menggunakan pesawat langsung dari Semarang.
Pasti transit melalui Jakarta atau Surabaya, pikirku. Karena saat
kulihat jadwal kedatangannya, yang paling sesuai dengan jadwal yang di
info kan Dian kepadaku yaitu jam lima sore adalah dari dua daerah itu
saja, antara Jakarta dan Surabaya.
Namun hingga lebih dari jam 5 sore dan pesawat dari Jakarta maupun
Surabaya sudah mendarat semua, Dian dan keluarganya masih belum
menampakkan diri keluar dari ruangan kedatangan. Bahkan hingga ruangan
itu sepi kembali sosok Dian masih belum muncul juga.
Aku pun mulai dihinggapi rasa khawatir. Waktu sudah menunjukkan hampir
jam enam sore namun tanda tanda kedatangan pesawat berikutnya masih
belum ada. Ada niatku untuk pergi meninggalkan bandara ini, namun aku
takut jika Dian nanti tiba dan tidak menemuiku dia akan marah besar.
Akhirnya aku putuskan untuk bertanya kepada petugas penjaga pintu
kedatangan.
“Permisi mas... Mau tanya kalo pesawat yang dari Jakarta atau Surabaya mendarat lagi jam berapa ya..?” Tanyaku.
“Kalo dari Surabaya terakhir jam 8 malem mas... Nah Kalo dari Jakarta terakhir sekitar jam sepuluhan.” Jawab petugas.
Waduh... Kalau aku tetap menunggu disini masih lama banget hingga jam
segitu. Apa aku tinggal aja kali ya.. Terus nanti balik lagi kesini,
pikirku.
“Emang masnya nunggu pesawat yang dari mana..?” Tanya petugas itu kepadaku.
“Saya ga tau pasti juga mas... Soalnya dia berangkatnya dari Semarang, trus katanya disuruh jemput jam limaan.” Sahutku.
“Oohh... Kalo dari Semarang biasanya transit di Jakarta atau Surabaya mas kalo jam 5. Mungkin ga berangkat hari ini atau di cancel..” Jawab Petugas itu lagi. Akupun hanya bisa terdiam.
Masa sih Dian ngebohongin aku sebegitunya, ngerjain aku pake suruh
jemput di bandara, pikirku lagi sambil melangkah menjauh dari pintu
kedatangan.
“Tapi kalo pesawat dari Semarang yang transit di Bali bentar lagi mendarat mas... Biasanya jam 18.10 udah landing... Mungkin yang mas jemput naek pesawat itu.” Sahut petugas pintu tiba tiba menegurku.
“Oh.. Iya... Makasih infonya ya mas..” Kataku sambil melihat kembali jadwal kedatangan di monitor yang terpampang diatas pintu.
Dan benar saja, di monitor terlihat jadwal pesawat yang dari Denpasar
akan mendarat sekitar sepuluh menit lagi. Akupun dengan sedikit gembira
langsung kembali menunggu kedatangan pesawat itu. Eh... Maksudnya
kedatangan Dian, dan keluarganya.
Sambil menanti, akupun duduk di luar di tangga depan ruang kedatangan
sambil membakar sebatang rokok. Lumayan lah beberapa menit menunggu bisa
menghabiskan sebatang rokok.
Dan tak berapa lama terdengar suara raung mesin pesawat yang sedang mendarat dan pengumuman dari loudspeaker
bahwa pesawat dari Denpasar baru saja mendarat. Akupun langsung
bergegas kembali menuju pintu kedatangan bersama dengan orang orang yang
juga akan menjemput kerabatnya.
Dengan degup jantung yang sedikit bergemuruh aku berharap harap cemas
dapat melihat Dian diantara kerumunan penumpang yang sedang mengantri
untuk mengambil bagasinya. Aku masih mendongakkan kepala diantara
kerumunan para penjemput di pintu kedatangan ini berharap dapat melihat
Dian muncul dari dalam ruang kedatangan.
Dan yang ku nanti selama beberapa jam ini akhirnya terlihat. Aku pun
menghela napas lega saat melihat Dian berjalan sambil menyeret sebuah
koper dan menenteng tas tangan. Penampilan Dian sore ini sungguh cantik,
dengan celana jeans pendek se paha dan kaos surfing ketat bergambar
kartun cewek sedang surfing dibalut dengan cardigan berwarna hitam dan
sendal jepit dengan merk yang sama dengan bajunya serta rambut yang
diikat model ekor kuda membuat kulitnya yang putih nampak bersinar.
Walaupun tampak gurat kelelahan terpancar di wajahnya.
Namun saat Dian melihatku yang sedang manantinya di luar, raut wajah
letihnya berganti dengan senyuman manisnya yang langsung merekah.
Dianpun langsung berlari menghampiriku sambil menyeret kopernya.
“BEIIIBBB....!!! Lama ya nungguinnya... Aku kangen banget sama
kamuuu...” Teriaknya dan langsung memelukku dan menciumiku ketika aku
menyambutnya di depan pintu.
Orang-orang yang ada disekitar kamipun langsung menoleh ke arah kami
mendengar teriakan Dian. Namun Dian cuek dan tetap memelukku dengan erat
dan menciumku bertubi tubi.
“Honey... Udah dong nyiuminnya... Malu kan diliatin orang banyak.. Tar
aja.”Ujarku sambil berusaha menolak ciumannya, namun Dian masih tetap
ingin menciumku.
“Bodo... Namanya juga kangen... Udah sepuluh harian ga ketemu.”
“Kamu tuh ya... Katanya pesawatnya jam lima... Lah ini udah jam enam
lebih baru nyampe. Aku nungguin dari jam setengah lima disini. Gimana
sih... Emang delay ya tadi..”
“Hehehe... Aku lupa kalo ada selisih waktu sama di Jawa...” sahutnya tanpa ada rasa bersalah.
“Truas Ayah sama mamamu mana? Kok ga ada keliatan keluar dari sana?”
Tanyaku sedikit heran karena tidak melihat ayah dan mamanya Dian.
“Lhoo.. Ayah sama mama kan udah balik duluan dua hari setelah lebaran...
Ayah tiba tiba ada tugas kantor makanya balik duluan.” Sahutnya. Kami
pun langsung meninggalkan ruang kedatangan menuju parkiran mobil.
“Eh.. Tau ga Beib... Tadi kan aku transit di Bali... Trus transitnya
lumayan lama. Ya udah aku maen dulu ke kuta Bali, belanja belanja.
Hihihi... Eh... Bagus banget loh Bali... Enak buat liburan. Kapan kapan
kita kesana ya beib...” Dian bercerita dengan antusias. Dia menceritakan
liburan singkatnya di Bali.
“Enak ya bisa sambil jalan jalan. Syukurnya jarak bandara Ngurah Rai sama pantai Kuta ga terlalu jauh.” Sahutku.
“Oya... Aku sempet mampir ke JOGER loh.. Dan aku ada beli kaos joger
buat kita... Sengaja milih yang kembaran.” Ucapnya lagi sambil berusaha
membongkar kopernya.
“Dih... kayak anak panti asuhan aja pake kembaran segala. Udah
bongkarnya nanti aja dirumah... Sekarang kita pulang dulu.” Kataku
mengingatkannya.
Kamipun langsung meninggalkan bandara menuju rumah Dian. Tak hentinya
Dian mencium pipiku dan sudah berpuluh kata kangen terucap dari
bibirnya.
“Oya... Kamu selama aku tinggal ga macem macem kan beib...”
Nah... Inilah awal dari sesi interogasi yang sudah bisa aku tebak dan nanti-nantikan
“Hmmm... Ga tunggu sampe rumah aja honey interogasinya..?” Tanyaku sambil tersenyum menggodanya.
“Yee... Sapa juga yang interogasi kamu. Emangnya maling pake di
interogasi segala. Bikin males ih..” Rajuknya sambil membuang muka
menghadap ke jalan raya. Akupun tersenyum melihat wajahnya yang sedang
merajuk.
“Doo... Pake ngambek segala... Baru juga ketemu berapa menit udah
ngambek ngambekan... Coba liat tuh bibirmu manyun... Persis kayak pantat
Ayam... Hahaha...” Candaku sambil menarik bibirnya yang manyun.
“Beibeb Jelek...!!! Orang lagi marah bukannya di sayang sayang malah
dikatain mirip pantat ayam... Berarti selama ini kamu ciuman sama pantat
ayam dong...” Ketusnya sambil mencubitku dengan gemas. Aku hanya bisa
tertawa mendengarnya.
“Kamu belum jawab pertanyaanku beiibbb....” Sahutnya manja.
“Macem macem gimana maksudnya nih..? Kalo macem macem ya tetep lah... Kalo ga macem macem berarti aku udah mati dong...”
“*****jalan sama si Unyil...” Tanyanya lagi
“Hmm... Jalan sih...” Jawabku santai.
“HAH...!! Jalan kemana?? Pake ngapa ngapain ga..?” Tanyanya kaget dan langsung memegang erat lenganku seperti hendak mencubit.
“Lebaran kemarin kan aku jalan bareng Unyil honey, kerumah Arman dan temen temen lain... Tapi Unyil bareng Tamjid. Hehehe...”
“Iiihh... Nyebelin...” Sahutnya sambil mencubit lenganku.
Akhirnya kamipun tiba di rumah Dian. Aku langsung membantu mengangkat
kopernya dan menyalami orang tuanya yang menyambut kedatangan Dian.
Lumayan lama aku menunggu Dian yang mandi dan berganti pakaian sambil
menikmati hidangan kue lebaran yang disediakan di ruang tamu.
Akhirnya setelah menghabiskan dua kaleng minuman ringan dan hampir
seperempat toples kacang asin, Dian mucul dari dalam rumahnya sambil
membawa bungkusan. Tampak rambut Dian masih sedikit basah dan masih
terbungkus oleh handuk kecil. Diserahkannya bungkusan itu kepadaku.
“Kamu pernah ketemu Memey di rumah nenekmu beib..?” Tanyanya tiba tiba. Waduh.. Ternyata masih to be continue interogasinya.
“Ya pernah lah honey... Namanya juga tetanggaan. Seperti yang aku
ceritain di telpon, aku selama liburan ini dan selama ga ada kamu
maennya di rumah nenekku karena ada sepupuku dateng.” Jawabku.
“Ga pernah godain kamu..?”
“Yaahh... Kamu kayak ga kenal Memey aja honey. Dia akan tetap berusaha
menggodaku. Tapi ya kayak gitu lah... Kamu tau kan gimana aku ke dia.”
Jawabku sedikit diplomatis. Dan syukurnya Dian mempercayainya.
Ya tuhan... Baru juga ditinggal Dian selama sepuluh hari tapi aku sudah
melanggar janjiku ke dia. Bahkan semua janji yang ku ucapkan untuk tidak
jalan bersama Triana dan Memey, semuanya sudah ku langgar. Dengan Memey
malah lebih parah lagi.
Kami beralih ngobrol di gazebo depan rumah Dian karena malam itu ada
tamu untuk ayahnya Dian. Kamipun melanjutkan melepas rindu di halaman
rumah sambil masih saling peluk.
“Beib... Dibuka dong bungkusannya. Itu baju Joger yang aku beliin tadi
di Bali loh..” Ucap Dian menyadarkanku dari lamunan menyuruhku untuk
membuka oleh oleh darinya.
Aku langsung membuka bungkusan yang tadi disodorkan Dian secara
perlahan. Kuperhatikan baju kaos dengan merk yang sangat terkenal yang
hanya di jual di pulau Bali saja, dengan tulisan yang sedikit nyeleneh.
Di kaos itu tertulis dengan huruf yang lumayan besar yang bisa terbaca dari jarak jauh yang berbunyi ‘SATU NUSA, SATU BANGSA, SATU BAHASA, DAN SATU PACAR SETIA SUDAH CUKUP!’ dengan rangkaian kata kata yang sedikit kecil yang mengelilingi tulisan besar dengan bunyi ‘Inilah
salah satu bentuk sumpah pemuda/pemudi Indonesia yang sudah berkomitmen
untuk hanya punya satu pacar saja yang kemudian akan dinikahi dan
dicintai secara tulus & setia seumur hidup’.
Aku pun langsung terdiam setelah membaca tulisan di baju tersebut.
Rasanya seperti dihantam palu gada tepat di jantungku. Sindirannya
sungguh sangat mengena untukku.
“Keren kan tulisannya beib... Aku sengaja milih tulisan itu biar kita
bisa sama sama saling mengingatkan. Anggap aja itu jadi sumpah kita
berdua yang sudah dibuatkan oleh joger. Hihihihi...”
Aku hanya bisa mingkem semingkem mingkemnya... Merasa sangat bersalah
sekali dengan Dian. Nampak Dian sedikit heran melihat raut wajahku yang
salah tingkah saat membaca tulisan di kaos tadi.
“Kamu kenapa beib... Kayaknya ada yang di sembunyiin dari aku deh...
Kamu kesindir ya sama tulisan itu...” Tanya Dian sambil menggodaku.
“Sapa yang kesindir... biasa aja sih..” Sahutku berusaha setenang mungkin.
“Yakin neh... Beneran kamu ga keluar atau janjian sama Unyil dan Memey
atau cewek lain selama aku di Semarang..?” Tanyanya lagi lebih
menegaskan tapi dengan intonasi bercanda.
“Hmm... Ya udah... Aku malem ini ga mau denger apa apa selain pengen
ngelepas kangen sama kamu beib...” Lanjut Dian tanpa memberiku
kesempatan untuk menjawab.
Dian mendekatiku dan duduk disebelahku sambil memeluk erat dan menciumku. Dian memelukku seakan kami akan berpisah esok.
“Aku kangen banget sama kamu beib... Baru sepuluh hari kita ga ketemu
tapi rasa kangennya udah kayak gini. Gimana besok kalo kita udah bener
bener saling jauh...” Ucapnya sedikit lirih.
“Pertemuan kita yang seperti ini yang akan membayar semua rasa kangennya
honey... Kalo kata orang bukan perpisahannya yang akan membuat hubungan
kita semakin erat, tapi bagaimana kita memanfaatkan waktu bersama saat
bertemu nanti.”
Dianpun langsung mencium pipiku sambil meneteskan air matanya. Ia merangkul leherku sambil merebahkan kepalanya di pundakku.
Lumayan lama kami duduk dan mengobrol di halaman depan rumah Dian,
hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam setengah dua belas
malam. Akupun minta diri hendak pamit pulang namun masih di tahan oleh
Dian, karena ia masih belum puas melepas kangen.
Setelah kupaksa dan beralasan bahwa sudah larut malam dan lagian Dian
masih lelah karena perjalanannya dari Semarang tadi siang, dengan sangat
terpaksa Dian mengijinkanku pulang. Dan ia berjanji akan datang ke
rumahku besok pagi. Setelah puas berciuman dan aku sempat meraba
payudaranya, akupun pamit pulang.
Keesokan harinya, yang menurutku masih sangat pagi, antara sadar dan
tidak karena sebagian nyawaku masih berada di alam mimpi aku merasa
mendengar suara Dian di luar kamarku sedang berbicara dengan ibuku.
Dan benar saja, tak lama kemudian terdengar gedoran pintu kamarku dan
teriakan stereo ibuku dan Dian membangunkanku. Aku langsung lompat dari
tempat tidur bergegas membuka pintu kamarku. Aku tak terkejut melihat
wajah Dian dengan senyum manisnya muncul sepagi ini di depan kamarku.
“Pagi beib... Cepet mandi gih.. terus turun ke ruang makan. Aku ada
bawain oleh oleh lumpia Semarang tuh...” Sahut Dian sambil tersenyum dan
pergi meninggalkanku.
Aku langsung bergegas mengikuti Dian untuk turun ke bawah menuju ruang
makan. Disana kulihat ibuku sedang mempersiapkan beberapa potong lumpia
yang dibawa Dian untuk di goreng.
“Wuiihh... Apaan neh..? Kayaknya enak...” Sahutku sambil mencomot
sepotong lumpia yang sudah digoreng kemudian memotongnya. Namun setelah
melihat isinya seperti sayuran, aku langsung meletakkannya kembali ke
piring.
“Kenapa beib...? Kok ga jadi dimakan.. Ga suka ya?” Tanya Dian heran saat melihatku meletakkan kembali potongan lumpia tadi.
“Dia sih mana suka makan sayur... Makanya badannya ga bisa besar... Yang
namanya sayur itu musuh terbesarnya.” Tukas ibuku yang tiba-tiba muncul
dari dapur.
“Masa sih ga bisa makan sayur..? Tapi kok doyan makan pecel..? Pecel kan isinya sayur semua..”
“Kalo ada bumbu pecel mah apa aja dia doyan...” Sahut ibuku lagi.
Dian memaksa menyuapiku lumpia yang sudah digoreng itu. Aku langsung
menghindar berusaha menolak suapannya. Namun Dian dengan gigih terus
memaksa membuka mulutku dan menyorongkan lumpia itu agar masuk mulutku.
Dan dengan sangat terpaksa akhirnya aku mengunyahnya demi menyenangkan
hati Dian, atau lebih tepatnya demi tubuhku agar tidak dicubitin Dian.
“Hmm... Enak juga ternyata... Isinya rebung ya... kirain sayuran wortel
atau kul..” Sahutku sambil mengunyah lumpia yang disuapi oleh Dian.
Dan aku sepertinya ketagihan hingga menghabiskan sisa lumpia yang ada di
tangan Dian serta mengambil lagi sepotong dan langsung melahapnya. Dian
hanya tertawa kecil sambil mengejekku.
“Huu... Tadi katanya ga doyan, pake nolak nolak segala. Sekarang malah nambah.” Ucapnya sambil mendorong badanku.
Aku cuek melahap sisa lumpia ditanganku dan tanpa mempedulikan ejekan
Dian langsung beranjak kembali naik ke kamarku untuk mandi. Dian
mengikutiku dari belakang tanpa sepengetahuanku.
“Beib... Tar maen ke rumah Unyil yuk...” Sahutnya. Aku kaget ketika
mendengar Dian mengajakku bicara, kupikir dia tetap di ruang makan dan
tidak mengikutiku.
“Ngapai kesana honey..? Mending kita jalan jalan aja...” Sahutku.
“Yaa... Pengen maen aja sih... Lagian mau jalan kemana..? bosen paling
kesitu situ doang jalannya... Daripada ngabisin bensin ga jelas kan
mending maen kerumah unyil sambil ngerumpi.”
“Hmm... Liat tar lah... Aku mandi dulu. Kamu tungguin didepan aja
honey..” Namun Dian tak menggubris omonganku. Dia tetap mengikutiku
masuk ke kamar dan langsung membuang dirinya ke kasur dan menyalakan
televisi.
Setelah selesai mandi aku langsung mengajak Dian untuk turun. Setelah
minum teh dan menikmati beberapa potong lumpia, aku pamit ke ibuku untuk
pergi jalan jalan dengan Dian menggunakan mobilnya.
Karena memang aku tidak ada tujuan hendak jalan kemana, akhirnya aku
menyanggupi permintaan Dian untuk main ke rumah Triana. Untungnya Triana
tidak sedang keluar atau tidak sedang sibuk. Dan seperti kebanyakan
cewek lainnya, merekapun saling berteriak histeris saat baru bertemu dan
saling berpelukan.
Mereka saling menanyakan kabar dan basa basi bullshit rumpian khas
cewek. Heran deh... Padahal baru juga tidak ketemu beberapa minggu tapi
obrolannya seperti tidak pernah ketemu bertahun tahun. Aku pun merasa
sedikit bosan karena di cuekin oleh kedua cewek yang ada di hadapanku
ini.
“Beib... Kita makan sate aja yuk di Suranadi... Bosen disini ga ada yang
dikerjain.. Nyil ikut kita yuk... tar lanjutin ngobrolnya disana aja.”
Sahut Dian tiba tiba mengajak kami pergi dengan alasan bosan.
Aku hanya bisa melongo mendengar ajakan Dian. Disini aga ada yang
dikerjain?? Perasaan dari tadi sewaktu baru nyampe hingga sekarang Dian
asyik ngerumpi dengan Triana tanpa mempedulikanku. Seharusnya aku yang
merasa bosan disini. Dan Triana pun langsung kegirangan mendengar ajakan
Dian. Ia langsung berlari masuk kedalam kamarnya berganti pakaian.
Tak lama kami pun sudah berada di dalam mobil menuju Suranadi, tempat
wisata alam yang berhawa sejuk. Sesampainya disana kami langsung mencari
gazebo yang kosong untuk tempat makan kami. Tak tanggung tanggung, Dian
langsung memesan tiga porsi sate bulayak, dua piring pelecing kangkung
dan dua piring rujak terasi.
“Gila... Kamu laper atau lagi kesurupan honey... Sapa yang bakal
ngabisin semua ini..? Aku ga bisa makan pedes, ngapain pake pesen
pelecing dan rujak segala..?” Tanya ku heran melihat pesanan Dian.
“Yee... Sapa juga yang pesen buat kamu, ini buat kita berdua lagi... Bener ga nyil... Namanya juga lagi ngidam... Hihihi...”
“Astagaa... Berarti waktu nginep di Senggigi sebelum puasa itu jadi
honey..? Kok kamu ga bilang bilang sih.. Aduuhhh...!! Udah telat berapa
lama kamu..?” Kataku kaget mendengar ucapan Dian.
“Pak Cik...!! Ngomong apaan sih kamu... Ini juga si toge... Udah tau
pacarnya rada lemot gitu, malah ngomong sembarangan...!!” Triana melotot
ke arahku dan Dian.
“Biarin... Mudahan aja beneran jadi...”Ucap Dian cuek sambil menyuap pelecing kangkung bergantian dengan sate dan lontongnya.
“Haahhhh... Dasar pasangan aneh...” Ucap Triana sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Dian.
Kamipun asyik menyantap hidangan yang tersedia di depan kami sambil
sesekali bercanda.Kedua cewek di depanku ini menyantap rujak dan
pelecingnya dengan lahap, sedangkan aku hanya bisa menatapnya dengan
penuh takjub.
“Hah.. Hah... Kalian udah lebaranan ke rumahnya Arman..?” Tanya Dian sambil menahan rasa pedas.
“Udah lah... Malah kita rame rame kesananya setelah ke rumah pak cik...
Iya kan..” Sahut Triana sambil menyenggolku. Aku hanya mengangguk pelan
sambil tetap mengunyah sateku.
“Hmm... Trus kalian kemana aja pas malam lebaran kemaren..?” Tanya Dian lagi.
“Ga kemana mana kok... Kita Cuma nonton pawai takbiran aja di deket
rumah neneknya pak cik.. Iya ga..”Ucap Triana dengan santainya.
Aku langsung tersedak begitu mendengar Triana yang tanpa sadar dengan
polosnya menceritakan aku dan dia jalan bareng di malam takbiran.
“Kamu kenapa beib..? Makanya kalo makan tuh pelan pelan...” Ucap Dian sambil menyodorkan gelas minuman kepadaku.
“Bentar ya.. Aku beli minum lagi..” Lanjut Dian sambil pergi meninggalkan kami.
“Nyil...!! Kamu tuh kalo ngomong sama Dian di jaga dong... Dia tuh
pinter loh mancing orang supaya ngomong jujur... Tar ketauan bisa ngamuk
dianya.. Nanti ujung ujungnya aku juga yang kena.” Sahutku panik saat
mengingatkan Triana.
“Astaga... Maaf pak cik... Maaf... Aku kelepasan ngomong... Untung aja Dian ga sadar..” Sahutnya ikut panik.
Tak berapa lama Dian kembali duduk disampingku dan membawa beberapa
botol minuman ringan. Diapun menyodorkan minuman itu kepadaku.
“Eh.. Abis ini berenang yuk... Di dalam sana kan ada kolam renang...” Ajak Dian.
“Kita kan ga bawa baju renang honey... Lagian males ah... airnya dingin kayak air es..” sahutku.
“Iya nih toge aneh aneh aja... mana ga bawa daleman buat ganti.” Triana ikut menimpali.
“Kan bisa beli baju renang disana... Tar aku beliin deh nyil...
Pulangnya ga usah pake daleman... Kan bawa mobil ini...” Sahut Dian
cuek.
“Dih... keenakan tar cowokmu liatin kita pulang ga pake daleman... Otak
mesumnya pasti lagi bayangin tuh...” Protes Triana sambil menunjukku.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Triana sambil benar benar
membayangkan pentil Triana dan Dian yang menonjol di baju kaosnya yang
tipis dalam udara dingin seperti ini.
“Trus kalian ngapain aja waktu nonton pawai takbiran kemaren..?”
“Ya ga ngapa ngapain honey... Kita cuma duduk pelukan diatas motor aja
kok... Lagian kemaren kan rame banget orang nonton, makanya kita cuma
duduk diatas motor aja, iya ga nyil...”
“Pak Cik...!!”
Triana langsung melotot ke arahku, sedangkan Dian langsung tersenyum
sinis memandang kami berdua seakan akan ingin mengatakan GOTCHA...!!
-----------------------------------------
No comments:
Post a Comment