MEILIN ANG SANTOSO
Hari Raya Idul Fitri sudah lewat beberapa hari dan seperti biasa
rutinitas saling mengunjungi antara sanak famili dan teman teman masih
tetap berlanjut sampai beberapa hari kedepan. Kamipun saling bergantian
saling mengunjungi rumah teman teman. Seperti kemarin Triana datang
bersama Arman dan teman temanku yang lain ke rumahku. Dan sebelumnya
akupun juga sudah bersilaturahmi ke rumah Dimas dan Arman.
Dian kemarin sempat menghubungiku mengabari jika dia akan kembali esok
lusa, dan Dian mengatakan sudah sangat kangen denganku dan ingin segera
bertemu.
Aku yang memang tidak ada kegiatan hanya bisa mengunjungi rumah nenekku,
karena saat lebaran seperti ini biasanya keluargaku yang datang dari
luar kota masih ngumpul disana. Bahkan tak jarang aku nginap di rumah
nenekku bersama sepupu-sepupuku.
Saat kami ngumpul di rumah nenekku, tak jarang Memey menampakkan diri di
depan rumah nenekku. Baik itu sambil mengendarai sepedanya maupun hanya
berjalan kaki. Dan Memey seperti sengaja sedang menantiku berada di
luar rumah.
Dan sudah bisa ditebak, sepupu sepupuku langsung menggodaku begitu
mengetahui Memey sering mondar mandir di depan rumah nenekku hanya
karena ingin bertemu denganku. Namun bukannya malu atau sungkan, Memey
malah menjadi lebih sering mondar mandir sejak di goda oleh
sepupu-sepupuku, seperti sengaja mencari perhatianku.
Aku bukannya tak mau menemuinya, tapi sejak kejadian malam takbiran
kemarin dimana Memey menangkap basah aku yang sedang duduk berpelukan
dengan Triana menjadi malas menemuinya. Karena aku yakin Memey pasti
akan menginterogasiku habis habisan.
Namun semakin aku menghindarinya, semakin gencar pula Memey melancarkan
aksinya mondar mandir di depan rumah nenekku apabila mengetahui aku ada
disana.
Akhirnya karena merasa tak tahan melihat Memey selalu mondar mandir
akupun langsung menyapanya dan menghentikan langkahnya. Memeypun nampak
tersenyum puas saat aku menegurnya.
“Kenapa sih kayaknya Koko menghindari Memey... Memey kan Cuma mau
ngucapin selamat hari raya aja ke Koko...” Sahut Memey sambil
menyunggingkan senyumannya yang sedikit manis.
“Jangan disini... Kalo mau ngomong mending cari tempat lain aja... Dan
makasih atas ucapan selamat hari rayanya.” Sahutku sambil menarik Memey
menjauh dari rumah nenekku.
“Loh... Emang Koko mau ngomong apa..? Kok pake narik narik Memey segala
sih..?” Sahutnya pura pura tak mengerti sambil masih tersenyum
menggodaku. Namun aku tak menggubris ucapannya dan masih tetap menarik
tangannya.
Aku sengaja mengajak Memey berjalan menuju pantai tempatku biasa duduk
berdua dengan Dian sambil menikmati sepiring pecel lontong. Maksudnya
agar tidak ada orang lain yang melihat kami sedang berduaan.
Sepanjang jalan Memey sepertinya sangat menikmati genggaman tanganku,
atau lebih tepatnya tarikan tanganku ke tangannya. Bukannya berusaha
melepaskan tanganku, Memey malah semakin menggenggam erat tanganku
selama aku menuntunnya menuju pantai. Sepertinya Memey sangat pintar
mengambil kesempatan dalam suasana seperti ini.
“Nah... Sekarang ayo ngomong... Kamu mau tanya apa ke Koko..?” Kataku
saat kami baru saja tiba di pinggir pantai dan langsung ke bawah pohon
yang sedikit rindang untuk berteduh.
Aku langsung duduk sambil memeluk lutut menghadap ke pantai. Sedangkan Memey duduk jongkok di sebelahku.
“Koko sering kesini berduaan sama Mbak Dian ya... Pasti Koko duduknya
disini juga sambil pacaran. Koko lagi kangen mbak Dian yaa...” Ucapnya
menggodaku.
“Udah... Jangan ngalihin omongan... Koko udah tau kok apa yang mau kamu omongin.” Jawabku mulai jengkel.
“Emang Memey mau ngomong apaa...” Tanyanya sengaja dibuat secentil mungkin.
Jujur kali ini aku sedikit gemas melihat tingkah Memey. Bukan gemas
karena jengkel, tapi aku gemas ingin ngapa-ngapain dia. Tingkahnya hari
ini sangat berbeda dengan hari biasanya. Tidak seperti biasa kali ini
Memey sepertinya sengaja ingin bermanja denganku.
Memey sudah mengetahui kalau Dian saat ini sedang mudik lebaran. Malam
itu aku memberitahunya saat Memey menjumpaiku saat bersama Triana. Dan
baru kali itu aku melihat Memey benar benar marah saat melihatku bersama
cewek lain selain Dian.
“Kamu mau ngungkit masalah malam lebaran kemarin kan...” Sahutku.
Memey menanggapi dengan tersenyum sambil merubah posisi duduknya dari
jongkok kini duduk bersila tepat didepanku sambil memeluk kakiku.
Dadanya sengaja ditempelkan di kakiku. Sumpah aku kaget melihat tingkah
Memey yang dengan berani langsung memeluk kakiku.
Aku yang merasakan sesuatu yang empuk di kaki langsung salah tingkah.
Apalagi penampilan Memey siang ini yang hanya memakai hot pants diatas
lutut dengan kaos body pressnya membuat setan di kepalaku mulai menari
dengan riang gembira, ditambah lagi situasi tempat ini yang begitu sepi.
“Kenapa sih Ko semua cowok itu sama aja... Ga pernah bisa setia. Padahal
kurang apa coba mbak Dian...” Ucap Memey masih memeluk kakiku sambil
menopangkan dagunya ke lututku. Otomatis dadanya semakin menempel di
kakiku
Dan aku hanya bisa diam tak menjawab pertanyaan Memey. Bukannya tak bisa
menjawab, tapi konsentrasiku terpecah karena melihat sikap dan
penampilan Memey yang sedikit aneh hari ini.
Aneh... Kenapa sekarang aku gemas melihat anak ini, dengan dagunya yang
ditopangkan di lututku membuat wajah Memey terlihat sedikit
menggemaskan dengan matanya yang sipit dan hidungnya yang kecil dan
bibir tipisnya. Duh... Gimana ya rasanya melumat bibirnya yang tipis
itu... Pikirku.
“Koko ngelamunin apaan sih..? Kok Cuma diem aja dari tadi...” Sahut Memey.
“Gini ya rasanya mbak Dian pacaran sama Koko setiap kesini... Pantes aja seneng kesini, enak sih buat pacaran.” Lanjutnya.
“Emang kamu tau apa itu pacaran..?” Tanyaku sedikit menggodanya.
“Memey bukan anak kecil lagi kali Ko... Buktinya Memey suka sama
Koko...” Ucapnya centil sambil lebih mengeratkan pelukannya ke kakiku.
Aku yang terlanjur gemas melihatnya tak tahan langsung mencubit
hidungnya yang kecil. Memey hanya meringis menerima cubitanku. Bukannya
marah, Memey malah semakin menyodorkan wajahnya mendekat.
“Memey pengen jalan jalan sama koko...” Sahutnya sambil menatapku.
“Iya.. Nanti kapan kapan kita jalan.” Sahutku singkat.
“Memey maunya sekarang ini... Mumpung masih liburan...” Rengeknya.
“Lho... Ga bisa kalo sekarang Mey... Besok lusa Dian udah balik...” Tolakku.
“Trus mbak Dian ga diajakin kesini besok kalo balik Ko..?” Tanya Memey lagi.
“Ya diajakin lah... Kan belum lebaranan ke nenek”
“Kira kira reaksinya mbak Dian gimana ya kalo Memey ceritain waktu malem
takbiran kemarin..?” Sahutnya santai sambil berpura pura sedang
berpikir.
“Iya...Iyaa... Besok kita jalan jalan...” Sahutku jengkel. Sialan... Bisa juga si bakul somay ini mengancamku.
“Aseekkk... Besok kita ke Gili aja ya Ko... Memey pengen tau gili...”
Jawabnya sumringah. Akupun hanya bisa tertunduk, tak bisa menolak.
Rasanya seperti kena skak mat.
Setelah menetapkan janji untuk jalan besok pagi, akupun mengajak Memey
kembali pulang. Awalnya Memey menolak diajak pulang. Alasannya masih
betah disini dan masih ingin berdua denganku. Aku memberi alasan kalau
besok kita masih bisa ketemu dan bisa jalan berdua sepuasnya, dan Memey
pun langsung bangkit.
Keesokan harinya sesuai janjiku kepada Memey aku menjemputnya sekitar
pukul sembilan pagi. Memey yang sudah menantiku di depan gang terlihat
sudah siap.
Hari ini Memey terlihat lebih cantik, dengan kaos body press dan celana
pendek yang hanya beberapa senti dari bongkahan pantatnya, dan
menggunakan sneakernya. Sungguh sangat beda dengan penampilannya sehari
hari yang hanya menggunakan babydoll lengan pendek kebanggaannya. Pagi
ini Memey seperti sengaja memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ranum,
lebih seksi...
Setelah melihat kedatanganku, Memey tanpa disuruh langsung naik ke boncengan motorku dan langsung memeluk tubuhku.
“Mey... Jangan langsung maen peluk gitu dong... Belum juga jalan...”
Tegurku. Bagaimanapun, ini masih di kawasan kampung nenekku dimana aku
dan Memey pasti banyak yang mengenal.
“Biarin... Pokoknya selama dibonceng akan tetap Memey peluk. Koko Jangan
ngebut bawa motornya... Memey ga berani ngebut ngebut...” Balasnya.
Akhirnya akupun mulai menjalankan motorku ke arah utara pulau ini. Kami
mengambil jalur perbukitan, karena kata Memey ingin mampir ke puncak
pass, tempat wisata dimana banyak terdapat monyet ekor panjang.
Sepanjang jalan Memey selalu bercerita tentang apapun dengan riang
sambil tetap memelukku. Sesekali timbul niat isengku untuk meletakkan
tanganku di paha Memey yang terekspose dengan jelas. Tapi sepertinya
Memey tidak menghiraukan aksiku, malah semakin mengeratkan pelukannya.
Mendapat kesempatan seerti itu aku langsung saja terus meraba pahanya
yang putih mulus dan sebelah tanganku masih memegang setang motor.
“Ko... Yang bener dong kalo bawa motornya... Masa Cuma pake tangan satu
pegang setangnya... Nanti jatoh loh...” Memey mengingatkanku, namun aku
tak mempedulikannya bahkan semakin asyik mengelus pahanya.
“Nanti aja klo udah sampe... Kalo Koko mau pegang pegang ga papa.. Tapi
jangan sekarang dong... Memey takut liat Koko nyetir pake tangan satu.”
Lanjutnya lagi.
“Kamu jarang dibonceng pake motor ya Mey..?” Tanyaku.
“Sering sih... Tapi Memey trauma, karena pernah jatuh waktu diboncengin sama mantan pacar Memey dulu.” Sahutnya.
“Kamu pernah pacaran juga..?? Masih SMP tapi udah pernah pacaran..?” Tanyaku heran.
“Yee... Memey kan udah gede... Lagian Memey kan masih normal Ko... Masih suka sama cowok.” Jawabnya.
“Udah ngapain aja sama mantanmu..?” Tanyaku iseng.
“Yaa... Gitu deh... Kayak gimana orang pacaran..” Jawabnya singkat.
“Gitu gimana..? Pernah ciuman..?” Tanyaku lagi, masih mengejarnya.
“Ya pernah lah...”
“Grepe grepe..?” Tanyaku lagi menggodanya sambil sedikit menoleh ke arahnya.
“Udah ah Ko... Liat ke depan aja. Tar malah kenapa kenapa... Mana jalannya belok belok nih...” Sahutnya mengalihkan pembicaraan.
Tak berapa lama kami tiba di puncak pass, tempat istirahat yang berupa
kawasan hutan wisata. Disana banyak terdapat monyet ekor panjang yang
berkeliaran bebas yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Memey pun
mengajakku untuk berhenti disana.
Memey tampak Excited saat baru turun dari motor. Dia pun langsung
berlari kecil menuju beberapa rombongan wisatawan yang sedang memberi
makan ke monyet monyet yang ada disana.
Ekspresi wajah Memey tampak kegirangan saat bergabung dengan wisatawan
lain yang sedang memberi makan. Kadang ia tertawa sambil melempar kacang
yang dibawanya, dan terkadang berteriak saat beberapa monyet nakal yang
mendekatinya dan berusaha merebut kacang yang di bawa Memey. Sepertinya
nih anak kurang piknik deh... Masa ngeliat monyet aja bisa sampe jerit
jerit histeris gitu.
Tak lama Memey melambaikan tangan memanggilku. Aku yang awalnya hanya
duduk di atas motor dan enggan menuju rombongan wisatawan tersebut
dengan sedikit dipaksa Memey akhirnya melangkah mendekati Memey.
“Ko.. Sini temenin Memey... Jangan jauh jauh...” Pintanya sedikit manja dan menarik tanganku mendekatinya.
Aku masih sedikit enggan menanggapinya, namun tiba tiba Memey
merangkulkan tangannya memeluk pinggangku dan menarik tanganku untuk
ikut memeluk badannya juga.
“Dingin Ko...” Ucapnya masih dengan sedikit manja sambil merapatkan tubuhnya ke badanku.
“Udah tau mau jalan jauh, trus pake mampir ke sini malah ga pake
jaket... Malah Cuma pake celana pendek aja... Gimana sih..” Protesku
sedikit merengut. Sepertinya Memey sengaja mengambil kesempatan
memelukku di moment seperti ini.
“Iiihh... Ga romantis banget sih Ko... Masa sama mbak yang pake kacamata
itu bisa romantis, tapi sama Memey ga bisa. Mbak Dian kenal ga ko sama
cewek kacamata itu..?” Katanya sedikit mengancamku.
Brengsek juga nih bocah... Pinter bener nyari kesempatan, mentang mentang lagi diatas angin. Batinku.
“Iya...Iya... !! Sini...!!” Ucapku sedikit jengkel lalu memeluknya.
Kampret dah... Kenapa juga malem itu aku ngajak Triana nonton pawai di
tempat nenekku.
“Nah... Gitu dong... Kan biar keliatan mesra...” Ucapnya sambil lebih
mengeratkan pelukannya ke arahu. Otomatis seluruh badannya menempel di
tubuhku.
Duh... Ini Mah sama aja kayak kucing diumpanin ikan asin, dimana mana
pasti ga akan nolak lah... Kemaluanku otomatis mulai menggeliat saat
merasakan dada Memey menempel di pinggangku. Walaupun tak sebesar milik
Dian namun masih tetap terasa.
Akupun refleks memperbaiki posisi juniorku yang terjepit celana karena
mulai menggeliat bangun. Rupanya aksiku ini sempat diperhatikan oleh
Memey. Dan sambil mendekatkan wajahnya Memey berbisik ke arahku.
“Koko ngeres ih... Masa pegangin tititnya di depan umum... “ Bisiknya mengingatkanku.
“Nah... Kamunya sih pake nempel nempel gini, jadi bangun kan dedeknya..
Dah ah... Jalan lagi yuk..” Sahutku sambil mengajaknya pergi.
Awalnya sih Memey menolak, namun dengan sedikit ku paksa dan
kuberitahukan bahwa tujuan kami masih lumayan jauh dan takut pulangnya
kemaleman akhirnya Memey mau diajak pergi.
Kamipun melanjutkan perjalanan menuju Gili Trawangan. Saat tiba di daerah Bangsal, pelabuhan dimana tempat boat
untuk menyeberang ke tiga gili yang ada di depan kami, Memey langsung
terlihat sedikit khawatir saat melihat kondisi boat atau lebih tepatnya
perahu yang akan kami gunakan untuk menyeberang. Apalagi saat mengetahui
lama penyeberangan sekitar 45 menit dengan gelombang yang cukup besar
membuat nyali Memey langsung memudar.
“Gimana... Masih mau lanjut terus ke Gili..?” Tanyaku saat melihat raut wajah Memey yang sedikit panik.
“Takut Ko... Kalo nyebrangnya pake itu.”
“Lah.. Terus mau gimana? Udah jauh jauh dateng kesini ga jadi nyebrang. Masa mau langsung pulang..?” Sahutku lagi.
Memey tak menjawab pertanyaanku, malah dia semakin merapatkan tubuhnya
ke arahku dengan wajahnya yang masih khawatir. Aku sedikit kasihan
melihat kekhawatirannya itu, namun ada rasa jengkel juga udah jauh jauh
kesini tapi ga jadi nyebrang.
“Ya udah... Apa kita ke kebun kakekku aja gimana..? Tempatnya dipinggir
pantai juga kok... Dari sana keliatan juga kok ketiga Gili itu. Mumpung
tempatnya ga jauh dari sini.” Sahutku menawarkan pilihan tujuan lain.
Memey pun mengangguk menyetujui pilihanku.
“Ya udah Ko... Daripada mesti pulang... Udah capek capek nyampe sini tapi ga kemana mana.” Ucapnya sedikit kecewa.
Kamipun kembali menuju parkiran motor dan meninggalkan tempat ini. Aku
langsung mengarahkan motor ke arah utara menuju kota kecamatan daerah
ini. Untungnya aku hapal daerah sini, karena kebetulan almarhum kakekku
masih memiliki rumah di dekat sini.
Tak lama kamipun tiba di suatu kampung nelayan. Aku langsung mengarahkan
motor menuju tepi pantai yang berada di belakang kampung nelayan
tersebut dan berhenti saat tiba di suatu kebun kelapa yang cukup luas.
Sesampainya disana aku langsung mengajak Memey untuk turun.
Awalnya Memey sedikit enggan turun dari motor dan berjalan memasuki
areal kebun dan aku mengikutinya dari belakang. Namun baru beberapa
langkah Memey memasuki kebun, langkah Memey langsung terhenti dan
memundurkan badannya lalu memelukku.
“Ko... Kok ada kuburan disini... Emang ini kebunnya sapa? Trus itu
kuburan sapa?” Tanya Memey ketakutan sambil memelukku lebih erat lagi
saat melihat beberapa deret makam tua beberapa meter dari tempatnya
berhenti.
“Tenang... Jangan takut... Ini kebun keluargaku kok, kebunnya kakekku.
Tuh orangnya lagi beristirahat dengan tenang disana...” Sahutku sambil
menunjuk salah satu makam yang ada di kebun ini.
“Kakekku sengaja minta dimakamkan disini, agar tanah ini tidak dijual.
Rencananya sih akan dibangun villa gitu, tempat liburan keluarga gitu...
Kakekku meninggal waktu aku umur satu tahun.” Aku menceritakan sedikit
sejarah makam yang ada di kebun ini agar Memey tidak terlalu takut saat
memasukinya.
Setelah aku mengucapkan salam dan berdoa di atas makam kakekku, aku
langsung memanggil Memey yang masih berdiri mematung tidak jauh dari
tempatku jongkok saat berdoa. Memey masih terlihat ragu untuk
mendekatiku. Akhirnya aku menghampirinya dan sedikit menarik tangannya
kemudian memeluknya agar mau berjalan denganku menuju pinggir pantai.
Sesampainya di bibir pantai Memey langsung terkesima melihat pemandangan
di depannya. Hamparan pantai dengan airnya yang jernih yang berwarna
biru muda dan riak gelombang yang tidak terlalu besar sehingga kami yang
berdiri di tepi pantai masih bisa melihat ke dasar laut karena airnya
yang dangkal dan jernih.
Memey langsung melepas sepatunya dan berlari menuju pantai. Sesekali dia
berteriak lantang sambil merentangkan kedua tangannya keatas.
“Ko... Sini...Temenin Memey maen air...” Teriaknya memanggilku yang hanya duduk di tepi pantai.
“Ga ah.. Disini aja... Panas disana... Lagian aku kan pake celana
panjang... Tar basah lagi..” Sahutku menolak ajakannya dengan malas.
Memey kemudian berlari menuju arahku dan menarikku untuk menemaninya
bermain air. Aku tetap menolak ajakannya namun Memey masih saja
memaksaku sambil merajuk. Akhirnya dengan terpaksa ku gulung celana
jeansku dan mengikuti Memey yang sudah kembali riang melihatku mau
menurutinya.
Tampak Memey sangat gembira bermain di pantai ini. Kadang ia menyiramku
dan sesekali memelukku. Akupun ikut membalas menggodanya dengan menyiram
balik.
“KYAA...!! Udah Kooo... Baju Memey bisa basah neh...” Teriaknya saat aku
masih saja menyiramnya. Memeypun mengejarku, berusaha untuk balas
menyiramku.
Akupun berusaha menghindari siraman Memey dengan berlari menjauh. Namun
Memey masih saja tetap mengejarku. Akhirnya kamipun main kejar kejaran
di pasir tepi pantai, hingga akhirnya Memey menangkapku kemudian
melompat ke punggungku. Otomatis aku menggendongnya. Tak lama aku
menjatuhkan Memey di bawah pohon kelapa yang cukup rindang.
Kamipun merebahkan tubuh di pasir pantai yang hangat. Aku menopangkan
lenganku dibawah kepala menjadikannya bantal, sedangkan Memey rebah
disebelahku dan mengikuti gayaku.
“Tempatnya indah banget ya ko... Seperti pantai pribadi aja... ga ada
orang disini. Tapi sayangnya pintu masuknya sedikit serem. Hehehehe...”
Ucap Memey seperti terpesona dan terkekeh saat mengingat jalan masuk
menuju tempat ini.
“Sebenarnya bisa kok masuk lewat pesisir pantai, tapi motornya di parkir
di ujung jalan sana dan ga bisa kita awasi. Jadi tadi aku sengaja masuk
lewat belakang biar motor bisa masuk ke areal kebun ini.” Jelasku.
“Pasti Koko sering ajakin mbak Dian kesini ya.. Terus pacaran disini ga
ada yang ganggu... Duuhh... Memey jadi pengen kayak gitu...” Ucapnya
sambil menerawang ke atas menatap langit yang cerah disiang ini.
“Jujur sih ya... Dian malah belum pernah Koko ajakin kesini, bahkan dia
belum tau ada kebun ini. Dan kamu adalah cewek pertama yang Koko ajak
maen kesini. Disini kan khusus untuk keluarga aja sih sebenarnya.”
Ucapku sambil menoleh ke arahnya.
Memey sedikit kaget mendengarnya, kemudian dia merubah posisi badannya menyamping menghadapku.
“Makasih ya Ko... Memey merasa tersanjung loh... Memey seneng banget
hari ini udah bisa jalan sama Koko..” Ucapnya sambil merebahkan
kepalanya di lenganku dan memeluk tubuhku.
Entah karena situasinya memungkinkan, atau karena emang nafsu yang udah
di ubun ubun tiba tiba Memey mendekatkan wajahnya ke wajahku dan
memejamkan matanya hendak mencium bibirku.
Aku yang sejak berangkat tadi udah menahan nafsu karena melihat
penampilannya yang sedikit menggairahkan langsung saja menyambar
bibirnya yang maju mencari bibirku.
“Hhmmmmppphhh.... AAAHHH.... Koooo....” Desahnya sedikit keras saat aku
mencumbu bibirnya yang tipis. Aku kaget melihat sikap Memey yang baru ku
cium saja sudah mendesah begitu. Akupun langsung menghentikan ciumanku.
“Kok berenti ko..” Tanyanya dengan nafas sedikit tak teratur.
“Kamu baru dicium gitu aja kok udah mendesah sih... Kaget aku dengernya..” Sahutku.
“Ga tau kenapa Ko.. Memey emang cepet banget terangsang. Dulu juga waktu
mantan Memey nyiumin kayak gitu memey langsung... Hmmmppphh...
Sssstttt... Aaaahhhh.... Ko..Ko.. Nakal iihhh... Hmmmmpphhh..” Ucapan
Memey terputus berganti dengan desahannya yang sangat bergairah saat aku
langsung menyerbu mulutnya dan melumatnya.
Sayangnya permainan bibir memey masih belum begitu hebat. Memey hanya
diam tidak menggerakkan bibirnya membalas saat kucium. Begitu juga saat
aku mencoba memainkan lidahku di dalam mulutnya. Memey hanya bisa
mendesah tanpa membalasnya.
“Mey... Lidahnya dimainin juga dong... Lidahku di emut kalo aku maenin lidah di dalam mulutmu..” Ujarku disela sela ciumanku.
“Haahhh... Mmmmpphh... Panggil Honey aja Yangg... biar mesraahh..
Ooohhh...” Memey hanya bisa menjawab dengan languhan nikmat. Namun apa
yang aku ajarkan secara perlahan mulai di praktekkan oleh Memey.
“Ko...Mmmpphhhh.... Aahhhh... Terusiinnn... Aahhhh... Enak bangettt..”
Memey mulai meracau saat tanganku meraba pahanya kemudian mulai naik ke
perutnya dan masuk kedalam kaosnya.
Kami terus bergumul diatas pasir pantai yang hangat ini tanpa takut
ketahuan orang lain karena tempat ini benar benar sepi dan tidak ada
yang masuk kesini.
Akupun terus melancarkan aksiku mencumbu Memey. Dan entah siapa yang
memulai, tiba tiba saja baju kami sudah terangkat keatas dan posisiku
sekarang sedang mengulum payudara ranum Memey dengan putingnya yang
berwarna merah muda kecoklatan. Tipikal puting ABG yang masih jarang
tersentuh oleh lelaki.
Jika kalian pernah menonton film bokep JAV, mungkin seperti itulah suara
yang terdengar saat ini. Memey terus berteriak mendesah dan meracau
saat aku mengulum putingnya dan tanganku meraba area selangkangannya.
“Ooohhhh.... Terusin Yaannggg... Aahhh... Masukin jarimu Ko...” Racau Memey saat aku mulai memainkan klitorisnya.
“Mmmmppphhh... Ssslllrruuuppp... Ga usah dimasukin yahh honey... Tar punyamu berdarahhh Mey...” Sahutku disela kulumanku.
“Ooohhh... Gapapa... Yaaanngg... Ssshhhh... Aku uudaahh... Gaa..
tahaann...” Desahnya sambil mengarahkan jariku untuk masuk kedalam
vaginanya.
Akupun langsung menghentikan kegiatanku dan menahan tangannya yang mencoba memasukkan jariku ke dalam vaginanya.
“Mey.. Jangan dimasukin ya... Aku ga mau ngambil perawanmu...” Aku
mengingatkannya. Nampak Memey sedikit kecewa mendengar alasanku.
“Sebenarnya... Memey kalo dibilang masih perawan sih... Udah ga lagi
Ko...” Jawabannya sungguh mengagetkanku. Aku hendak membuka mulut
bertanya kepadanya, namun di dahului oleh Memey yang langsung mencium
bibirku.
“Memey memang belum pernah begituan. Tapi Memey udah sering masturbasi
Ko... Memey sering nyolokin jari kedalam itunya Memey. Bahkan pernah
sampai keluar darah karena ga tahan saking enaknya. Jadi udah pasti dong
kalo Memey udah ga perawan lagi.” Sahutnya sambil menundukkan
kepalanya.
Akupun langsung menutup kembali celananya dan merapikan bajunya. Kucium lembut bibir Memey kemudian aku mencium keningnya.
“Kalo gitu kamu simpen aja nanti buat momen spesialmu bersama seseorang
yang spesial juga ya...” Ujarku sambil mengecup keningnya. Memey pun
terdiam dengan wajahnya yang memerah.
“Udah yuk... kita balik aja, udah siang nih... Lagian liat tuh badanmu
udah belang kena matahari. Tar kelamaan disini malah setannya tambah
seneng lagi. Hehehe..” Candaku. Memey pun sudah mulai bisa tersenyum
mendengar candaanku
Kamipun saling merapikan pakaian kami yang sempat berantakan. Setelah
selesai merapikan pakaian kami kembali duduk bersebelahan. Memey
merebahkan kepalanya di pundakku.
“Ko... Makasih ya hari ini... Koko udah buat Memey senang.”
Aku hanya tersenyum menjawab ucapan Memey dan mencubit pelan pipinya.
“Semoga orang spesial besok itu adalah Koko...” Ucapnya lagi sambil merangkul lenganku.
Kamipun terdiam beberapa saat. Kemudian aku mengajaknya untuk berdiri dan pergi meninggalkan tempat ini untuk kembali pulang.
Selama perjalanan pulang kami lebih banyak terdiam. Aku sengaja memilih
jalur memutar, berbeda dengan jalur saat kami berangkat tadi. Kali ini
aku memilih untuk menyisiri tepi pantai di pulauku ini hingga tembus
menuju arah Senggigi.
Waktu sudah lumayan sore saat kami tiba d depan gang rumah nenekku.
Memey sengaja meminta untuk turun di depan gang, karena takut jika
ketahuan pergi dengan cowok.
“Makasih ya Ko, hari ini Memey sangat bahagia bisa jalan sama Koko.
Mudahan besok besok kita bisa lebih sering jalan bareng lagi.” Sahutnya
saat aku hendak berpamitan kepadanya. Akupun kembali hanya bisa
tersenyum menjawabnya.
Memey sempat memegang tanganku saat aku hendak pergi meninggalkannya dan kembali pulang ke rumahku.
Setibanya di rumah ibuku langsung mengomeliku karena seharian pergi
tanpa pamit. Ibuku juga berkata bahwa Dian menelponku berkali kali
seharian ini dan menitipkan pesan untuk menghubunginya saat aku kembali.
DAMN...!! Aku baru jalan setengah hari dengan Memey sudah lupa akan Dian. Mampus dah..!! Dian bakal ngamuk neh, pikirku.
Akupun langsung mengambil telepon dan menghubungi nomor Dian di Semarang
sana. Terdengar beberapa kali nada sambung kemudian telepon diangkat
oleh seseorang. Setelah memperkenalkan diri dan menyebut nama, akupun
meminta untuk berbicara dengan Dian.
Sekitar kurang lebih lima menit aku menanti sambil berharap harap cemas
apakah Dian akan marah kepadaku. Tak berapa lama terdengar suara gagang
telepon diangkat dan akupun langsung menyapanya.
“Halo...”
“BEIBEH...!!! KAMU KEMANA AJA SEHARIAANN...!!! DITELPONIN DIRUMAH
KATANYA LAGI PERGI...!! KAMU PERGI SAMA SAPAA...!!! KEMANA AJAA...!!
AWAS YA KAMU...!!! BESOK AKU PULANG AKU CUBITIIINNN...!!!” Teriak Dian
saat aku baru saja mengucapkan kata ‘halo’.
“Pokoknya besok kamu harus jemput aku...!! Pesawatku nyampe jam 5 sore. Beib... Halooo... Beib...??”
-------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment