Friday 15 June 2018

Cerita SMA....30

DIAN ANGGRAINI
[​IMG]


MEILIN ANG SANTOSO

[​IMG]






Tak terasa hari sangat cepat berlalu. Perasaan baru kemarin aku jadian sama Dian. Baru kemarin rasanya pergi ‘honeymoon’ ke Kuta. Dan baru kemarin rasanya Komang kecelakaan motor saat pulang sekolah. Tiba tiba saja hari ini kami sudah mulai memasuki minggu ujian semester. Berarti udah enam bulan aku berada di kelas dua ini, dan udah lima bulan hubunganku dengan Dian berjalan. Dan itu juga berarti sebentar lagi kami akan melaksanakan study tour ke Sembalun, kegiatan yang sudah kami rencanakan dari jauh jauh hari lalu.

Selama ujian semesteran ini intensitas bertemu Dian sedikit berkurang, karena kami lebih memfokuskan diri ke pelajaran. Namun tak jarang juga kami belajar bersama, entah di rumah Dian maupun di rumahku. Dian sekarang sudah terbiasa datang ke rumahku. Bahkan tak jarang pula Dian masuk ke kamarku hanya untuk menonton TV dan belajar. Tapi tentu masih dalam pengawasan orangtuaku. Seperti hari ini, saat kami sedang belajar di kamarku sambil nonton TV. Tadi Dian ikut denganku sepulang sekolah, katanya sih pengen belajar di rumahku.

“Eh, Honey.. besok sabtu kita refreshing yuk... mumpung udah selesai ujian.” Kataku saat Dian sedang asyik rebahan di kasurku sambil membaca materi pelajaran untuk ujian besok.

“Boleh... Udah lama juga kita ga jalan jalan. Mau kemana besok beib..? ke pantai lagi..?” Jawabnya sambil tetap fokus membaca.

“Kita ke kebunku, di daerah Sesaot sana. Mancing ikan sama panen rambutan. Sapa tau aja udah musim duren juga.”

“Wah.. boleh tuh... Ajakin anak anak sekalian ya... biar rame rame. Kita bakar ikan disana aja.” Usul Dian.

“Boleh lah... Besok kita kasi tau aja mereka. Biasa juga dulu aku bareng mereka mancing disana.”

“Kamu kok baru ngajakin aku sekarang sih kesana beib...”

“Kirain kamu ga suka liat pemandangan sawah honey, ga suka mancing.”

Dian tak menjawab pertanyaanku, dia malah terlihat lebih serius membaca pelajaran dari buku yang dibawanya. Posisi Dian tengkurap diatas kasurku sedangkan aku duduk di lantai bersandar pada kasurku sambil menonton TV. Terkadang Dian mengelus kepalaku sambil memegang pipiku dan aku memainkan tangan mengelus payudaranya yang menekan tanganku.

“Ler... kamu pergi ke Ampenan gih... anterin duit nenekmu. Sekalian anterin adikmu pinjem buku buat besok dia ujian. Tiba tiba ibuku sudah berada di depan kamarku. Dian langsung menutup tanganku yang berada dibawah dadanya dengan bantal.

“Iya... nanti aja sorean..” Jawabku singkat.

“Sekarang aja beib... aku juga pengen maen kesana, udah lama ga ke rumah nenekmu.” Dian langsung mengajakku pergi sekarang juga.

“Nah... ajak aja Dian sekalian kesana, ngambil mangga biar buat oleh olehnya Dian nanti di rumah.” Sahut ibuku sambil kembali melangkah turun meninggalkan kamarku.

Aku dengan sedikit malas akhirnya menuruti perintah ibuku. Dan Dian langsung merapikan bajunya dan bukunya bersiap untuk turun.

“Eh, Beib... tadi ibumu manggil kamu apaan..? Kok ‘LER’ gitu..?” Dian bertanya padaku.

Asem... kenapa dia denger juga panggilan ibuku tadi. Panggilan itu sebenarnya panggilan yang sengaja ditujukan ibuku dan adik-adik ibuku kepadaku, sebenarnya malu juga sih apabila di dengar orang lain, karena..

“Ibu dan keluargaku itu udah kebiasaan manggil aku ‘peler’... karena dulu katanya waktu aku baru lahir tititnya langsung ngacung terus ngencingi bidan yang bantu ibuku melahirkan. Udah ah... jangan ngomongin itu, malu..” Kataku sambil berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Hahaha... Pantes aja sampe sekarang mesumnya ga ilang ilang, kecil kecil udah ngacung aja tititnya ngeliat bu bidan.” Ejek Dian. Aku hanya manyun mendengar ejekannya.

“Eh, tapi apa mungkin ya karena pengaruh itu ttitmu jadi besar kayak gini... Hihihi...” Bisik Dian sambil meraba selangkanganku.

Saat kami tiba di ruang keluargaku, adikku MALA udah menunggu di teras depan. Oya, lagi lagi aku lupa menceritakan bahwa aku mempunyai adik laki laki yang umurnya hanya beda satu tahun denganku dan adik perempuan yang sekarang sedang duduk di kelas dua SMP. Adikku yang cewek ini memang lebih dekat ke aku dibanding ke adikku yang laki.

“Kak, nanti koe sekalian anterin Mala ke rumah Ika ya... mau pinjem buku dulu disana.” Kata adikku saat kami sudah berada di dalam mobil. Adikku duduk di bangku belakang sedangkan Dian berada disebelahku.

“Kalo gitu tar koe kak tinggal aja di rumah Ika, biar kakak sama mbak Dian ke Ampenan dulu, nanti kak jemput lagi, gimana honey..? Mau kan bolak balik jemput Mala?” tanyaku meminta ijin Dian.

“Ya gapapa... aku juga udah ijin kok sama mama tadi kalo ke rumahmu, jadi bisa sampe malem.” Jawab Dian santai.

“Kalian kok sodaraan manggilnya koa... koe... sih... kayak orang cina aja. Pantesan image cinanya melekat banget. Hihihi...” Dian heran mendengar sapaanku dan adikku.

“Wajar lah honey... kita dulu kan besarnya emang di lingkungan cina, di kampung Banjar sana. Kan kami baru dua tahun ini pindah ke kompleks rumahku yang sekarang.” Jelasku.

“Eh... yang tinggal di kampung kan koe sama kak Rudi... Mala kan kecilnya tinggal di Surabaya, Weekkk....” Ejek adikku.

Memang aku dan adikku yang laki dulu tinggalnya terpisah dengan orangtuaku. Dulu sewaktu bapakku tugas belajar di Surabaya selama empat tahun hanya Mala saja yang ikut, karena waktu itu Mala masih balita. Sedangkan aku dan adikku tinggal bersama nenekku.

“Hihihi... berarti kakakmu ini kampungan ya dik...” Ucap Dian ikut mengejekku.

“Emang mbak.. buktinya aja sampe sekarang masih maen sama anak anak kampung sana yang preman pasar dan tukang parkir.” Dian hanya tertawa mendengar adikku yang masih saja mengejekku.

Setelah mengantar Mala ke rumah temannya, aku dan Dian langsung meninggalkan Mala menuju rumah nenekku. Sesampainya di depan gang nenekku, setelah memarkir mobilku di pinggir jalan aku dan Dian masuk ke dalam gang sambil bergandengan tangan.

“Beib... lama juga ya kita ga pernah kemari, terakhir kapan ya..?” Tanya Dian saat kami sedang berjalan kaki menuju rumah nenekku

“Terakhir itu ya pas kamu pergi bareng Triana ke salon. Emang kenapa?”

“Gapapa sih... Cuma kepikiran aja, Memey apa kabarnya ya...” Tanya Dian sambil tersenyum penuh arti kearahku.

“Heh.. Kamu jangan sembarangan ngomongin dia loh... Dia itu kayak candyman, tiap disebut namanya pasti nongol orangnya. Nyeremin dah pokoknya.” Sahutku sambil bergidik.

“Hus...!! kamu ga boleh gitu loh beib... nanti jatuh cinta beneran. Hihihi...”

“Dih... Amit amit... jangan sampe dah...” Ucapku sambil mengelus perut Dian.

“Eh.. kok malah perutku yang di elus... ngarep biar jadi yaa...” Godanya lagi.

“Eh... Bukaannn...” Ucapku salah tingkah.

Saat kami mendekati rumah Memey, entah kenapa bisa bersamaan dengan terbukanya pintu gerbang rumah Memey. DEG...!

Jantungku seakan berhenti berdetak. Aku langsung menghentikan langkahku dan meremas tangan Dian dengan keras.

“Tuh kan... Aku bilang juga apa honey... jangan diomongin orangnya... pasti muncul...” Sahutku pelan sedikit panik.

Sontak sebuah kepala muncul dari balik pintu gerbang rumahnya Memey yang terbuka hanya sedikit. Tak lama keluarlah seorang ibu-ibu dari gebang itu. Fiuh.... Aku menghembuskan napas sedikit lega. Ku pikir Memey yang keluar, ternyata bukan. Aku kemudian menarik tangan Dian agar mempercepat langkahnya. Dian tak hentinya mentertawakanku yang seperti habis melihat kuntilanak.

Aku tak menghiraukan Dian yang masih saja mentertawakanku. Aku tetap saja menarik tangannya menyuruhnya agar mempercepat langkahnya. Namun sepertinya Dian sengaja menggodaku, dia seakan sengaja berjalan sedikit lambat sehingga tiba tiba...

“Koko... Kok jalan sambil narik narik mbaknya..?” DEG...!! Dan jantungku kali ini benar benar lepas dari tempatnya.

Dian yang melihat tingkahku langsung tertawa terbahak bahak sambil memegang perutnya. Aku sangat kesal melihat tingkah Dian yang menurutku kelweatan ini.

“Koko darimana? Kok kayaknya buru buru banget..?” Kembali Memey menegurku.

“Eh..Oh... ga papa... Cuma tadi rada kebelet aja pengen boker..” Jawabku sekenanya.

“Wahahaha... kebelet boker karena grogi..” Balas Dian. Aku hanya memelototkan mataku memandang Dian.

“Koko mau ke rumah neneknya ya..? Memey boleh ikut ga Ko...” Pinta Memey. Namun belum sempat ku jawab Dian sudah mendahuluiku menjawab.

“Ayo ikut aja.. kebetulan kita mau ngambil mangga neh disana..” Ajak Dian. Namun sepertinya Memey tidak mengindahkan Dian, dia langsung berjalan disampingku.

Kamipun melanjutkan berjalan sambil aku merangkul Dian. Sengaja kulakukan di depan Memey agar dia tahu bahwa Dian benar benar kekasihku. Dan sepertinya caraku ini sedikit berhasil. Ku lihat Memey seperti jengah melihat sikapku ke Dian. Apalagi saat Dian membalas rangkulanku dan kami berjalan dengan mesranya seperti tak menghiraukan kehadiran Memey di sebelahku.

Namun bukan Memey namanya kalau langsung menyerah begitu saja. Seakan tak mau kalah, Memey malah semakin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Jadi sekarang aku berjalan diapit oleh dua gadis cantik seperti bos yakuza yang di dampingi oleh dua geisha, Hahaha...

Sesampainya di rumah nenekku, aku langsung masuk meninggalkan dua gadisku yang duduk menunggu di teras depan. Namun tak lama ku panggil keduanya menuju halaman belakang untuk memetik mangga.

“Beib... metiknya banyakan ya... tar aku mau bawa pulang buat mama... Mangganya enak nih... kecil kecil tapi manis.” Ucap Dian saat mencicipi mangga yang aku petik.

“Ini namanya mangga Derikande honey... aku ga tau nama Indonesianya apaan. Mangga ini emang kecil kecil, tapi udah mateng semua, emang ga bisa besar buahnya ya segitu aja.” Sahutku menerangkan.

“Kalian kok manggilnya Beib sama honey sih... Emang kalian pacaran ya..?” Tiba tiba Memey mengganggu aktivtasku yang kebetulan sedang menyuapkan Dian seiris mangga.

“Lah... kan udah dari kapan lalu aku cerita kalo aku pacaran sama dia..” Sahutku sambil menunjuk Dian. Dian hanya tersenyum melihat Memey yang mulai tampak tak suka mendengar jawabanku.

“Emang udah berapa lama pacarannya? Kok Memey ga tau..?” Tanyanya sedikit ketus.

Lah... siapa elu kok pake ngabarin segala, batinku.

“Kita udah pacaran sejak kamu ketemu aku pertama kali dulu Memey sayang...” Sahut Dian sambil mencolek dagu Memey. Dan Memey melengos membuang mukanya seakan tak ingin disentuh oleh Dian.

Nah... Keren nih.. Bakal ada pertarungan antara Cat Women versus Bat girl, pikirku.

“Kalo emang udah lama pacaran, kenapa Koko masih terus ngejar ngejar Memey?” Tanyanya lagi.

Nah loh.. Ga kebalik tuh... Aku hanya bengong mendengar ucapan Memey. Bahkan Dianpun sedikit terperanjat mendengarnya.

“Gini ya Memey cantik... Kokomu ini bukannya ngejar ngejar kamu, tapi kebetulan aja pas dia lagi kemari selalu ketemu kamu..” Ucap Dian mulai sedikit kehabisan kesabarannya.

“Terus kalo emang bener mbaknya ini pacarnya Koko kenapa ga marah setiap Koko ngedeketin Memey..? Haduh... Masih aja ngeyel si Memey... batinku.

“haduhh... susah juga ya ngejelasinnya ke anak kecil. Padahal kita kesini cuma buat ngambil mangga aja, kenapa jadi ribet gini urusannya..” Dian sepertinya sudah mulai kehilangan kesabarannya menghadapi Memey.

“Aku bilang juga apa... jangan di ladeni..” Bisikku ke Dian.

“Jadi begini ya adik Memey yang cantik jelita... Mbakmu ini ga pernah marah karena emang Kokomu ini kan ga ada perasaan apa apa ke kamu. Dan Mbak juga udah percaya sepenuhnya ke yayangnya mbak ini kalo dia ga bakal macem macem sama kamu, ngerti..?” Dian sudah mulai nyolot. Tapi aku tetap berusaha menyabarkannya.

“Ooohh... Kalo gitu ga papa neh misalkan Kokonya suka sama Memey..? OK...Fine.. Berarti masih ada harapan lah... Udah ah.. Memey balik dulu, tar dicariin lagi sama mamah.. Yuk Ko, Memey balik dulu ya... Mangganya Memey minta ya..” Pamitnya sambil mengambil beberapa biji buah mangga.

Dian hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Memey yang menyebalkan.

“Pantes aja kamu takut setiap ketemu ama dia beib... Ternyata nyebelin banget ya tingkahnya, mana ngeyelan lagi.” Sungut Dian saat Memey sudah meninggalkan rumah nenekku.

“Aku kan udah ngasi tau ke kamu honey.. tapi kamunya becandain aku terus sih, kayak ga serius gitu nganggepnya.” Sahutku mengingatkan.

“Yaa aku pikir sih kamu parno aja kalo ketemu dia, ternyata emang nyebelin banget anaknya. Ati ati aja kamu kalo ketemu lagi sama dia. Mulai sekarang kayaknya aku mesti pasang parameter neh di sekitarmu setiap kesini.” Kata Dian mulai menceramahiku.

“Nah...nah... Tadi yang ketawa ngejek aku karena takut sama Memey sapa..?” Godaku. Dian hanya manyun saat aku menggodanya.

Kami melanjutkan memetik mangga untuk di bawa pulang ke rumah Dian. Lumayanlah jadi oleh oleh buat camer setelah seharian anak gadisnya ku ajak kelayapan. Setelah dirasa cukup kami akhirnya pamit pulang ke nenekku mengingat janji kami untuk menjemput Mala di rumah temannya.

Namun saat melewati depan rumah Memey kami melihat Memey sedang berdiri di depan gerbang seperti sedang menanti seseorang. Waduh... bakal ada perang sessoin dua lagi neh, pikirku. Perasaan dari tadi aku kebanyakan mikir terus dah gara gara dua cewek cantik ini.

“Eh... Bentar.. ada yang lupa Memey tanyain tadi. Mbaknya ini satu sekolah ya sama Koko..?” Cegat Memey saat kami tepat berada di depannya.

“Iyaa... Kan dulu juga udah pernah aku ceritain Mey...” kataku.

“Oohh... Mbaknya ini yang katanya kakak kelasnya Koko ya... berarti sekarang udah kelas tiga dong, bentar lagi bakal keluar dari sekolahnya Koko.” Sahut Memey seakan sengaja memanas manasi Dian.

“Eh, Apa hubungannya tamat sekolah sama gue..?” Dian sepertinya sudah terpancing emosinya, terbukti cara bicaranya yang mulai berubah menggunakan elu-gue ke Memey.

“Asal Lo tau aja ya, Yayangku ini juga bakalan ngikutin gue nanti dimanapun gue kuliah. Bahkan gue yang mau ngikutin dia mau kuliah dimana.” Sungut Dian. Aku hanya bisa melerai dan mengingatkan Dian agar jangan bersuara keras, ga enak di dengar orang.

“Udah honey... jangan di ladeni... jalan aja yuk... kasian Mala nungguin kelamaan.” Sahutku berusaha menyabarkan Dian dan mengajaknya pergi.

Saat kami hendak melangkah dan sedikit menarik Dian agar meninggalkan Memey, tiba tiba Memey nyeletuk sehingga membuat Dian kembali membalikkan badannya.

“Besok juga Memey bakal masuk ke sekolahnya Koko.. jadi kan memey bisa tiap hari ketemu sama Koko.”

Dian yang emang dasarnya udah tersulut emosinya langsung menghentikan langkahnya dan meladeni kata kata Memey.

“Iihh... Dasar ga tau malu, udah berapa kali juga di kasi tau. Yayangku ini ga suka sama kamu. Kelakuan masih kayak anak SD aja udah berani godain cowok orang.” Sungut Dian.

“Yee... sapa juga yang masih SD... memey udah kelas tiga SMP..!! Lagian mana ada anak SD yang udah punya nenen kayak gini... Tuh...!!” Balas Memey sambil membusungkan dadanya menunjukkan ke Dian.

“Mey.. Udah.. Malu tau diliat orang... Mending kamu masuk gih..” Pintaku ke Memey.

“Ehh... toket segitu aja dipamerin... Neh.. liatin toket gue... jauh lebih besar dari punya elo yang cuma kayak bakpao belum dipanasin..!!!” Dian malah tak mau kalah ikut membusungkan dadanya.

Waduuhh... udah tambah parah aja kelakuan kedua cewek ini. Untungnya jalanan ini cukup sepi sehingga tak ada orang yang memperhatikan.

“Dian...!! Ngapain juga ikut ikutan...! Udah.. ayo balik...!” Bentakku sambil terus saja menarik Dian meninggalkan Memey.

Aku tak memperdulikan Memey lagi. Tanpa menoleh ke belakang aku tetap saja menarik Dian sampai tiba di parkiran mobilku dan langsung menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Akupun langsung menjalankan mobilku dengan wajah cemberut.

“Kamu kenapa sih masih ngeladenin anak itu? Udah tau kalo dia itu masih anak anak.. kenapa malah kepancing emosi..?” Aku melampiaskan rasa kesalku ke Dian. Dian hanya cemberut mendengar omelanku.

“Makanya dari dulu kan aku udah peringati kamu, jangan terlalu becandaain si Memey, nanti dia malah nganggap serius. Nah.. sekarang malah beneran kejadian kan..” Omelku.

“Beib... menurutmu...” Kata Dian menggantung ucapannya dengan wajahnya yang masih cemberut

“Apa lagi honey..?”

“Menurutmu... besaran mana toketku atau Memey..?”

GUBRAAKKK...!!!




-----------------------------------

No comments:

Post a Comment